(Seluruh) Hukum Taurat Perjanjian Lama dalam Satu Kata

Penulis_artikel: 
Josh Philpot
Tanggal_artikel: 
23 Juli 2021
Isi_artikel: 

Jika Anda harus meringkas hukum Taurat Perjanjian Lama dalam satu kata kerja, apakah itu? "Taat," mungkin? Atau mungkin "takut"? Jujur saja. Jangan berbohong. Jawaban Anda atas pertanyaan ini dapat menunjukkan bagaimana pemahaman Anda tentang Perjanjian Lama.

Tentu saja, siapa pun yang akrab dengan Perjanjian Baru sudah tahu jawabannya (lih. Mrk. 12:28-33). Kata kerja yang Anda cari adalah "kasih." Dan, bagian yang sedang kita bicarakan adalah Ulangan 6:4-5, Shema (Bahasa Ibrani yang berarti "Dengar!")

"Dengarlah, hai Israel: TUHAN adalah Allah kita, TUHAN adalah satu. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu." (Ul. 6:4-5, AYT)

Beberapa teks Perjanjian Lama lebih kaya dengan signifikansi dan makna daripada Shema, yang adalah semacam janji kesetiaan bagi orang Israel. Menurut Yesus, ini adalah "perintah yang terbesar dan yang pertama" (Mat. 22:38, AYT). Jadi, mari kita periksa dalam konteks aslinya, dan kemudian meneliti mengapa perintah ini dipilih sebagai yang terbesar.

Cara Baru untuk Menggambarkan Pengabdian

Taurat

Pasal pembukaan kitab Ulangan menceritakan sifat keras kepala Israel di padang gurun dan penolakan untuk memasuki negeri itu. Namun, Musa mewarnai peristiwa-peristiwa ini dengan sebuah peringatan: generasi padang gurun keras kepala pada masa lalu, maka generasi baru ini -- yang hampir memasuki Tanah Perjanjian -- harus belajar untuk taat dan percaya pada ketetapan Allah yang penuh kasih (Ul.4).

Namun, seperti apakah ketaatan yang menghormati Allah itu?

Sampai Ulangan 6:4-5, "takut akan Yahweh" telah menjadi nasihat dan dasar utama untuk berkat (Ulangan 4:10; 5:29; 6:2), dengan "takut" berarti sesuatu seperti rasa hormat yang mendalam. Akan tetapi, pergeseran terjadi di sini, dalam Shema, di mana kasih adalah perintah utama. "Kasihilah Yahweh, Allahmu" adalah pertama kalinya komitmen kepada Yahweh diungkapkan dalam istilah seperti itu.

Bahkan sebelum Shema, Yahweh telah menjanjikan kasih dan kesetiaan yang teguh kepada mereka yang mengasihi-Nya dan menuruti perintah-Nya (lih. Kel.20:6; Ul.5:10). Namun, mengingat masalah Israel dalam mematuhi perjanjian (Ul. 1:34-46) dan pengampunan Allah yang penuh kemurahan dan belas kasih (Ul. 4:29-31), umat perjanjian sekarang secara eksplisit diperintahkan untuk membalas kasih perjanjian Yahweh. Mereka harus mengasihi-Nya karena Dia lebih dahulu mengasihi mereka.

Kasih yang diharapkan oleh Musa adalah pengabdian yang total dan tak tertandingi kepada Yahweh. Ini tidak bertentangan dengan rasa takut atau pelayanan, dengan cara apa pun (lihat Ul. 6:13). Juga, itu tidak menggantikan perintah-perintah Yahweh.

Ulangan 6:5, kita harus ingat, mengikuti Sepuluh Perintah (Ulangan 5) dan merupakan eksposisi teologis dari teks itu (lih. Mat. 22:40). Bahkan, dalam konteks aslinya, kasih dilihat sebagai ringkasan dari Sepuluh Perintah Allah.

Mengapa Kasih Adalah Perintah Terbesar

Yesus dengan jelas mengatakan kepada kita bahwa "kasih" adalah perintah hukum terbesar, dalam keputusan seseorang baik kepada Allah maupun sesama (Mat. 22:34-40). Bahkan, ahli Taurat yang membicarakan topik ini dengan Yesus tampaknya setuju (Markus 12:32-33), yang menunjukkan bahwa ini bukanlah ide baru. "Kasih" adalah perintah pertama dan terbesar. Bukan "percaya" atau "takut" atau "taat" (walaupun hal-hal itu secara alami mengikuti dari kasih), tetapi kasih dalam arti perjanjian.

Mengapa? Dua alasan.

1. Karena kasih perjanjian lebih dari sekadar emosi.

Ketika orang Israel mengucapkan Shema, mereka menyatakan pengabdian mereka yang total, tidak terbagi, dan tanpa syarat kepada Yahweh. Kasih bukan hanya perasaan; itu adalah prinsip tindakan. Kasih sejati kepada Allah dimulai di "hati" (yaitu, pikiran, emosi, dan kehendak), dan kemudian bergerak ke luar dalam lingkaran konsentris ke seluruh orang ("segenap jiwamu") berakhir dengan semua sumber daya yang tersedia ("semua kekuatanmu"). Kasih diekspresikan dalam kesetiaan dalam setiap konteks kehidupan, dimulai dari keluarga (Ulangan 6:7) dan meluas ke ruang publik (Ulangan 6:8-9).

Ketika orang Israel tergoda untuk berbuat dosa terhadap Yahweh dengan menyerahkan diri mereka kepada dewa-dewa lain, Shema memberikan pengingat terus-menerus untuk mengabdikan diri kepada Yahweh saja. Itulah pengertian alkitabiah tentang kasih: bukan keputusan yang menyenangkan, tetapi komitmen perjanjian, mengusahakan niat baik kepada yang lain meskipun mengorbankan keinginannya sendiri.

Standar alkitabiah diilustrasikan dengan baik dalam pernikahan, karena ikatan antara suami dan istri tidak ditunjukkan oleh gairah romantis, tetapi dengan tindakan yang berakar pada perjanjian yang mengusahakan kebahagiaan pasangan -- bahkan ketika pengorbanan diperlukan.

2. Karena kasih perjanjian menangkap esensi tentang apa arti sebenarnya dari "takut".

"Takut akan Yahweh" tetap menjadi perintah utama di seluruh Perjanjian Lama (lih. Ams. 1:7), tetapi perintah kasih yang menyeluruh membantu kita memahami apa arti sebenarnya dari rasa takut ini. Bukan takut akan hal yang tidak diketahui, atau takut akan kekuasaan Yahweh (walaupun itu benar dalam satu hal; misalnya, Mazmur 119:120). Sebaliknya, rasa takut dalam arti perjanjian adalah kasih yang membangkitkan dan penuh rasa takjub kepada Allah yang menuntun pada ketaatan dan kehidupan yang penuh berkat (Ul. 6:1-3).

Apa yang diharapkan oleh Musa dengan rasa takut yang didefinisikan oleh kasih bukanlah tekuk lutut tetapi ketaatan; bukan ketakutan, tetapi penyembahan. Itu bukan melarikan diri dari hadirat Yahweh, tetapi mendekat kepada-Nya, dan rindu untuk melakukan kehendak-Nya (lih. Mzm. 130:4; 2 Kor. 7:1; Yak. 4:8).

Tetap Yang Terbesar

"Kasih" adalah perintah pertama dan terbesar.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Yesus berkata dalam Khotbah di Bukit bahwa Dia datang untuk menggenapi Hukum Taurat, bukan meniadakannya (Mat. 5:17). Jadi. jika kasih adalah pemenuhan Hukum Taurat Perjanjian Lama, maka kasih Kristen dalam Perjanjian Baru sama dengan padanannya dalam Perjanjian Lama.

Kasih masih merupakan ciri khas dari apa artinya menjadi murid Kristus, yang adalah gambar Allah yang tidak kelihatan (Yoh. 13:34-35; Kol. 1:15). Kasih melibatkan tindakan penyerahan dan kepatuhan yang hormat terhadap perintah-perintah-Nya. "Jika kamu mengasihi Aku," kata Yesus, "kamu akan menuruti semua perintah-Ku" (Yohanes 14:15, AYT).

Hukum Taurat Perjanjian Lama diringkas dalam satu kata -- dan beberapa hal tidak pernah berubah. Bahkan dalam Perjanjian Baru, yang terbesar dari semua ini tetap adalah kasih (1Kor. 13:13; Kol. 3:14). (t/Jing-Jing)

Audio: (Seluruh) Hukum Taurat Perjanjian Lama dalam Satu Kata

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://www.thegospelcoalition.org/article/old-testament-one-word/
Judul asli situs : The (Whole) Old Testament Law in One Word
Penulis artikel : Josh Philpot

Doktrin-doktrin tentang Kemurahan

Penulis_artikel: 
David Mathis
Tanggal_artikel: 
21 Mei 2021
Isi_artikel: 

Tahap-sangkar penganut Kalvinis. Oh kita tidak perlu istilah ini! Akan tetapi, sedihnya, meskipun dapat dimengerti, kita memang memerlukannya.

Di tengah-tengah munculnya teologia Reformed beberapa tahun belakangan ini, terutama di kalangan anak-anak muda, istilah itu muncul karena telah terbukti benar. Terkadang, tampaknya hal yang paling aman untuk dilakukan terhadap seorang penganut Kalvinis baru adalah mengurungnya dalam sebuah sangkar selama beberapa bulan (mungkin bahkan beberapa tahun), sampai kedewasaan rohaninya bisa memahami teologi yang baru didapatnya.

"Doktrin-doktrin tentang anugerah" itu meledak – pertama-tama mengejutkan pikiran dan kemudian, jika mereka benar-benar berakar, memberikan transformasi hidup yang tak terelakkan. Ketika hal-hal itu mengena pada seorang anak muda dan pribadi yang gelisah, hal-hal itu bisa membuatnya agak tidak nyaman untuk sementara waktu (meskipun banyak sekali keuntungan lain yang bisa muncul bersamaan dengan itu). Memberikan dukungan mental pada ajaran Alkitab tentang kerusakan moral kita dan pemilihan Allah, penebusan, dan anugerah adalah lebih cepat dan lebih mudah daripada belajar untuk menjalankan kebijakan-kebijakan Allah yang berpadu dengan kebenaran-kebenaran berharga seperti itu. Anda bisa menebang sebuah pohon, dan menanam yang baru, hanya dalam beberapa jam. Akan tetapi, Anda tidak bisa menumbuhkan buah dalam satu malam.

Paling Lemah Lembut dan Paling Sabar

Kasih

Di antara kita yang menganggap serius apa yang dikatakan Alkitab tentang kedaulatan, pengetahuan sebelumnya, dan predestinasi Allah, akan menjadi sama seriusnya dengan yang dikatakan Alkitab tentang jenis kehidupan dan buah rohani yang akan menyertai pengetahuan itu. Sebagaimana pendeta dan penulis himne terkenal John Newton (1725–1807) amati, "Orang-orang penganut Kalvinis seharusnya adalah yang paling lemah lembut dan paling sabar di antara semua manusia."

Berdampingan dengan kebenaran yang agung dalam 2 Timotius 2:24"26 bahwa Allah adalah Dia yang menganugerahkan pertobatan memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk ramah, sabar, dan lemah lembut. Begitu juga dalam Kolose 3:12, tahukah Anda "sebagai orang-orang pilihan Allah" bahwa Dia memilih Anda sebelum Anda memilih Dia? Amin. Indah. Juga, belajarlah "belas kasih, keramahan, kerendahan hati, kelembutan, dan kesabaran."

Mungkin kita bisa menggunakan TULIP kedua untuk disandingkan dengan yang pertama. Jenis kebajikan rohani seperti apa yang kelihatannya menguatkan para penganut Kalvinis muda –- dan kita semua –- yang seharusnya menyertai teologi Alkitab tentang Total depravity (Kerusakan total), Unconditional election (Pemilihan tanpa syarat), Limited atonement (Penebusan terbatas), Irresistible grace (Anugerah yang tak dapat ditolak), dan Perseverance of the saints (Ketekunan orang"orang kudus)?

Kerendahan Hati Total

"Allah menentang orang yang sombong, tetapi memberikan anugerah kepada orang yang rendah hati." (Yakobus 4:6; 1 Petrus 5:5)

Baik Yakobus maupun Petrus mengutip kata-kata ini dari Amsal 3:34. Salah satu tema besar dalam seluruh Alkitab adalah bahwa Allah, dalam kemahatinggian-Nya, bukan hanya datang, tetapi meninggikan yang rendah (Lukas 1:48, 52; 14:11; 18:14; Yakobus 4:10; 1 Petrus 5:6). Ini merupakan kemuliaan-Nya yang istimewa, bahwa Dia, tampaknya, merendahkan diri-Nya untuk menolong orang yang rendah. Yang merupakan intisari dan esensi dari Kalvinisme. Salah satu ironi terbesar tentang dosa yang selalu ada dalam jiwa adalah belajar tentang kedaulatan Allah yang mutlak, kemungkinan bisa membuat kita jadi sombong.

Siapa yang besar dalam kerajaan Allah? Mereka yang merendahkan diri mereka seperti anak-anak (Matius 18:4). Allah sendiri, dalam rupa manusia, masuk ke Yerusalem bukan dengan mengendarai seekor kuda yang gagah, tetapi sebagai raja yang rendah hati dan menunggang seekor keledai (Zakharia 9:9; Matius 21:5). "Ia merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib. Untuk alasan inilah, Allah sangat meninggikan Dia" (Filipi 2:8–9). Jika dengan menganggap serius Alkitab kita menjadi penganut Kalvinis, bagaimana mungkin kita tidak "dengan kerendahan hati, anggaplah orang lain lebih penting daripada dirimu sendiri" (Filipi 2:3)?

"Teologia Kalvinisme yang rendah hati," tulis Newton, "dirusak dengan kata-kata yang menyakitkan hati, marah, dan menghina." Lalu dia bertanya dengan tajam, "Apakah Kalvinisme Anda membuat Anda rendah hati?"

Kebaikan Tanpa Syarat

Bersikaplah ramah satu dengan yang lain, milikilah hati yang lembut, dan saling mengampuni, sebagaimana Allah dalam Kristus juga mengampuni kamu. (Efesus 4:32)

Kebaikan mungkin tampak remeh menurut pandangan dunia, tetapi jelas sekali tidaklah demikian menurut perhitungan Allah. Bukan hanya kisah tentang gereja mula-mula menyatakan perbuatan-perbuatan kebaikan yang biasa (Kis. 10:33; 24:4; 27:3; 28:2), tetapi teks demi teks menunjukkan tindakan orang Kristen sebagai kebaikan yang nyata (2 Korintus 6:6; Kolose 3:12; Titus 2:5). Para pemimpin yang dikenal di gereja harusnya "ramah dengan semua orang" (2 Timotius 2:24), sama seperti semua orang Kristen harus "ramah satu dengan yang lain" (Efesus 4:32). Kebaikan adalah buah dari Roh Kudus (Galatia 5:22). Kasih itu bermurah hati (1 Korintus 13:4).

Dan, jika Allah, yang memerintah atas setiap inci alam semesta, mengajarkan kepada kita untuk mengupayakan kebaikan, Dia mendorong kita untuk menjadi reflektor-Nya yang lebih besar. Bapa surgawi kita, kata Yesus, "baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan yang jahat" (Lukas 6:35). Dalam kebaikan-Nya, "Dia menerbitkan matahari-Nya bagi yang jahat dan yang baik, dan menurunkan hujan bagi yang benar dan yang tidak benar" (Matius 5:45). Kebaikan semacam itu "bertujuan untuk membawa kamu kepada pertobatan" (Roma 2:4). Kebaikan seperti itu mencangkokkan bahkan orang-orang asing ke pohon berkat-Nya yang lama melalui iman (Roma 11:22).

Karena kita diselamatkan melalui kebaikan Allah yang penuh kasih (Titus 3:4), dan pada masa yang akan datang ditunjukkan dalam "kekayaan anugerah-Nya yang tak terukur dalam kebaikan-Nya kepada kita" (Efesus 2:7), kita dibebaskan untuk memperpanjang kebaikan-Nya melalui kita masuk ke dalam kehidupan orang-orang lain. "Penganut Kalvinis yang jahat" adalah sebuah hal yang bertentangan. Penganut Kalvinis seharusnya adalah yang paling baik dari semua manusia.

Kritik yang Terbatas

Pelayan Tuhan haruslah tidak bertengkar, tetapi ramah dengan semua orang, ... dengan lembut mengoreksi lawannya. (2 Timotius 2:24–25)

Jangan terjebak dengan tipuan "empat petunjuk". Ya, penganut Kalvinis bisa jadi tipe yang kritis. Adalah baik untuk bisa memahami, dan memerhatikan hal"hal yang rinci. Akan tetapi, sebuah pandangan yang kritis tidak selalu mengharuskan sikap bertengkar. "Pelayan Tuhan," kata Paulus kepada para pemimpin gereja, haruslah tidak bertengkar, tetapi ramah dengan semua orang, terampil mengajar, dan sabar, dengan lembut mengoreksi lawannya. (2 Timotius 2:24–25)

Tentu saja, terdapat sebuah tempat penting untuk kemarahan orang Kristen (Lukas 17:3; 1 Timotius 5:20; Titus 1:9, 13; 2:15) dan - "mengoreksi … dengan lembut" – khususnya bagi para pendeta. "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya; tegurlah, nasihatilah, dan doronglah mereka dengan penuh kesabaran dan pengajaran" (2 Timotius 4:2). Paulus menasihati orang-orang yang bertobat bukan sebagai budak, tetapi sebagai anak-anak yang dikasihi (1 Korintus 4:14), bahkan dengan air mata (Kis. 20:31), dan mengharapkan para pemimpin gereja lokal melakukan hal yang sama (1 Tesalonika 5:12, 14). Dan, ada tempat bagi setiap orang Kristen, dalam kasih, untuk memberikan koreksi yang lembut, "dengan segala hikmat kamu mengajar dan menasihati seorang terhadap yang lain" (Kolose 3:16). "Semua Kitab Suci dinapasi oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16).

Akan tetapi, kritik kita memiliki tempat yang terbatas. Dan, tujuannya adalah selalu untuk membangun, bukan meruntuhkan (2 Korintus 13:10). Silakan memiliki pandangan yang kritis dan teliti. Dan, silakan memiliki keberanian, dan kebaikan, untuk dengan rendah hati dan penuh kasih, memberikan kata yang mengoreksi. Akan tetapi, biarlah koreksi Anda itu terbatas.

Kemurahan yang Tak Dapat Ditolak

Biarlah perkataanmu selalu penuh kasih. (Kolose 4:6)

Ini mungkin merupakan satu perkataan yang paling penting bagi seorang muda Kalvinis: "Biarlah perkataanmu selalu penuh kasih." Selalu. Ini luar biasa. Bahkan ketika sedang mengoreksi yang salah, bahkan ketika para pemimpin yang diakui secara resmi melawan kebohongan yang serius, kata-kata kita harusnya selalu disampaikan dengan penuh kasih.

Bukan hanya penuh kasih untuk dengan rendah hati memberitahu kesalahan orang-orang, dan melindungi mereka dari itu, tetapi cara kita berbicara dapat menjadi penuh kasih atau tidak penuh kasih. Dan, betapa menyedihkan jika seorang penganut Kalvinis baru, dengan menyandang "doktrin-doktrin anugerah" kita yang agung, berbicara dengan tidak penuh kasih kepada orang lain. Bukankah mereka yang menjunjung anugerah Allah paling tinggi seharusnya lebih sangat berhati-hati memastikan bahwa perkataan kita adalah penuh kasih?

Lihatlah kepada Yesus sendiri. Orang-orang "terheran-heran akan perkataan indah yang keluar dari mulut-Nya" (Lukas 4:22). Marilah berdoa agar orang-orang lain akan melihat dalam diri kita, sama seperti mereka kepada Dia, penggenapan dari Mazmur 45:2: "kasih karunia tercurah dari bibirmu."

Betapa berbedanya apa yang ditunjukkan perdebatan lima poin kita, jika kita bertekad untuk berbicara dengan kasih karunia? Bagaimana pun, dampak yang Paulus berikan dari perkataan yang penuh kasih adalah ini: "supaya kamu tahu bagaimana seharusnya menjawab setiap orang" (Kolose 4:6).

Ketekunan dalam Kesabaran

Bersabarlah dengan semua orang. (1 Tesalonika 5:14)

"Penganut Kalvinis yang jahat" adalah sebuah hal yang bertentangan. Penganut Kalvinis seharusnya adalah yang paling baik dari semua manusia.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Apa yang Paulus pertama kali nyatakan tentang kasih dalam 1 Korintus 13? "Kasih itu sabar" (1 Korintus 13:4). Dia menganggap kesabaran sebagai salah satu tanda yang istimewa dalam pelayanannya (2 Korintus 6:6; 12:12; 2 Timotius 3:10). "Bersabarlah" adalah salah satu nasihatnya yang diulang-ulang kepada para pemimpin gereja (1 Tesalonika 5:14; 2 Timotius 2:24; 4:2). Dan, bukan hanya kesabaran, tetapi sebagaimana 2 Timotius 4:2 titipkan, "penuh kesabaran"!

Ketika teologi kita menjadi semakin berpusat pada Allah, kehidupan kita seharusnya menjadi semakin sabar. Allah sendiri adalah teladan kesabaran yang hebat (Roma 2:4; 9:22; 1 Petrus 3:20; 2 Petrus 3:15), dan - Anak-Nya, Allah-manusia, — memahami ini – adalah teladan kita untuk "kesabaran yang sempurna" (1 Timotius 1:16).

Sukacita yang Mudah Menular

Merupakan aib yang besar jika teologi yang baik memiliki reputasi yang buruk karena tindakan yang buruk. Akan tetapi, bagaimana pun kita telah gagal, kita dapat maju karena kita percaya bahwa Allah yang berdaulat bekerja dalam diri kita (Filipi 1:6; 2:13) dengan kuasa Roh-Nya yang berdaulat. Dengan memandang kepada Dia, Paulus berdoa agar kita "dikuatkan dengan segala kekuatan sesuai dengan kemuliaan kuasa-Nya supaya kamu mendapat segala ketekunan dan kesabaran dengan sukacita" (Kolose 1:11). Ini adalah jenis kesabaran yang kita butuhkan. Kita bisa menggertakkan gigi kita dan bertahan tanpa sukacita, dan tidak memenangkan siapa pun. Atau kita bisa bertahan dengan sukacita yang mudah menular, dan membuat bersuka mereka yang belum melihat hal-hal seperti yang menurut kita seharusnya mereka lihat.

Marilah percaya pada kedaulatan ilahi dan juga kelemahlembutan manusia, dan percaya bahwa Allah kita yang berdaulat, dalam kebaikan dan waktu-Nya yang sempurna, akan menunjukkan sendiri kepada mereka yang tidak berpikir demikian (Filipi 3:15). Mungkin kita bahkan bisa ikut ambil bagian, melalui kemurahan yang kita lakukan. (t/Jing-Jing)

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
URL : https://www.desiringgod.org/articles/the"doctrines"of"graciousness
Judul asli artikel : The Doctrines of Graciousness
Penulis artikel : David Mathis

Mandat Budaya: Hidup sebagai Pembawa Rupa Ilahi

Penulis_artikel: 
Subby Szterszky
Tanggal_artikel: 
20 Mei 2021
Isi_artikel: 

Bagi banyak orang Kristen, mandat budaya mungkin terdengar lebih seperti resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa daripada pengajaran Kitab Suci. Akan tetapi, pada kenyataannya, itu adalah perintah pertama yang diberikan oleh Allah kepada pasangan manusia pertama. Juga dikenal sebagai mandat penciptaan, itu dapat ditemukan dalam Kejadian bab awal Kejadian:

"Lalu, Allah menciptakan manusia menurut rupa-Nya. Menurut rupa Allah, Dia menciptakannya. Laki-laki dan perempuan, demikianlah Dia menciptakan mereka. Allah memberkati mereka dan Allah berfirman kepada mereka, "Beranakcuculah dan berlipatgandalah, dan penuhilah bumi, dan kuasailah itu. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, atas burung-burung di udara, dan atas segala yang hidup yang bergerak di bumi." (Kejadian 1:27-28, AYT)

Kebenaran kuno permulaan ini mengungkap banyak segi dalam seluruh bagian Alkitab dan meluas ke setiap bidang kehidupan bagi sang pembawa rupa Allah. Akan tetapi, untuk semuanya itu, hal tersebut sering kali terdistorsi atau langsung diabaikan oleh petak besar dari komunitas agama, untuk tidak mengatakan apa-apa tentang hal-hal yang berada di luar itu. Namun, ketika dipahami dengan baik, mandat budaya tersebut memberikan visi yang menginspirasi dan menggembirakan bagi manusia untuk berkembang dalam tatanan ciptaan Allah.

Beberapa kesalahpahaman yang Dijawab

Salah satu rangkuman pendek terbaik tentang mandat budaya berasal dari Nancy Pearcey dalam bukunya, "Total Truth":

Dalam Kejadian, Allah memberikan apa yang kita sebut deskripsi dari pekerjaan pertama: "Beranakcuculah dan berlipatgandalah, dan penuhilah bumi" Ungkapan pertama, "Beranakcuculah dan berlipatgandalah" berarti mengembangkan dunia sosial: membangun keluarga, gereja, sekolah, kota, pemerintah, hukum. Ungkapan kedua, "penuhilah bumi," berarti memanfaatkan dunia alami: menanam tanaman, membangun jembatan, mendesain komputer, menggubah musik. Bagian ini kadang-kadang disebut Mandat Budaya karena memberi tahu kita bahwa tujuan awal kita adalah untuk menciptakan budaya, membangun peradaban - tidak kurang dari itu.

Tragisnya mandat ilahi ini sering disalahgunakan untuk membenarkan kesombongan budaya, penyalahgunaan alam, dan penaklukan brutal atas orang lain, semua dalam keyakinan bahwa "Allah di pihak kita." Pada ekstrem yang lain, ada orang-orang yang di dalam gereja yang merasakan mandat budaya tidak lagi berlaku di dunia yang jatuh dalam dosa. Dengan kedatangan Kristus, mereka berpendapat, yang terpenting adalah keselamatan individu. Di luar batas minimum, usaha atas budaya tidak relevan, bahkan lebih buruk lagi, berbahaya.

konten

Namun, syukurlah, bobot Kitab Suci menghancurkan semua gambaran omong kosong ini. Mandat budaya adalah tuntutan penciptaan, yang tak terhindarkan terkait dengan identitas kita sebagai pembawa rupa Allah. Meskipun dipengaruhi oleh dosa dan kejatuhan, itu tetap berlaku untuk semua orang setiap saat, orang Kristen dan yang bukan. Itu tidak mengizinkan manusia untuk bertindak seperti anak-anak yang dimanja oleh Allah, tetapi menyerukan penggunaan yang rendah hati, bersyukur, bertanggung jawab dan peduli apa yang telah dipercayakan kepada kita. Dan, karena Allah di dalam Kristus menebus seluruh ciptaan-Nya, Amanat Agung (yang lebih banyak akan dibicarakan nanti) tidak meniadakan mandat budaya, tetapi pada kenyataannya memenuhinya.

Pembawa Rupa Laki-Laki dan Perempuan

Realitas paling mendasar dari keberadaan manusia adalah bahwa kita diciptakan oleh Allah dalam gambar-Nya sendiri untuk menjadi wakil-Nya di dunia ciptaan-Nya. Inilah yang memberi kita kemanusiaan yang unik, serta martabat dan nilai intrinsik setiap kehidupan manusia yang menyertainya. Sebagai pembawa citra Allah, kita mencerminkan atribut kepribadian-Nya: kesadaran diri, kapasitas relasional, kreativitas, kecerdasan, emosi, kemauan, agensi moral. Sebagai wakil Allah, kita menggunakan atribut-atribut ilahi itu untuk mengisi, mengembangkan, dan mengawasi ciptaan-Nya demi kemuliaan-Nya.

Menurut kisah penciptaan, status manusia sebagai pembawa gambar dan perwakilan ilahi ditanggung bersama oleh laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, dalam banyak masyarakat dan gereja itu sendiri, keseimbangan ini sering dijauhkan dari kaum perempuan, perannya dalam mandat budaya terbatas pada bagian tentang "Beranakcucu dan berlipatganda". Namun, halaman-halaman Alkitab dibumbui dengan kisah-kisah wanita – Miryam, Debora, Abigail, Hulda, Ester, Maria, Yohana, Lidia, Damaris, Priskila, dan banyak lagi - yang memimpin bangsa-bangsa, menasihati raja, menulis lagu dan puisi, menjalankan bisnis, terlibat dalam debat ilmiah, mengajar murid dan membiayai misi - serta mengasuh dan merawat anak-anak. Dalam dunia kepunyaan Allah, baik perempuan maupun laki-laki memainkan peran beragam dalam pekerjaan pertumbuhan manusia.

Keteraturan dari kekacauan

Pada awalnya, ciptaan Allah tidak berbentuk, kosong dan gelap, sebelum Dia berkata, "Jadilah terang." Dengan kata lain, Allah memilih untuk menciptakan alam semesta dengan membawa keteraturan dari kekacauan. Intinya, semua aktivitas kreatif manusia mencerminkan proses ini. Merancang bangunan baru, membersihkan dan mengatur ruang untuk keindahan dan kenyamanan, mengembangkan obat-obatan, menulis program komputer, melukis - semuanya melibatkan membawa struktur dan keteraturan pada bahan baku yang -- "semrawut" untuk kepentingan dan kesenangan manusia. Tidak seperti Allah, manusia tidak mencipta ex nihilo, dari ketiadaan. Akan tetapi, kita menggunakan pengetahuan dan bakat yang Dia berikan untuk mengatur ulang materi yang Dia sediakan. Meskipun demikian, prinsipnya tetap sama: keteraturan dari kekacauan.

Otoritas yang Baik, Penuh Kasih Sayang

Bagi banyak orang Kristen modern, istilah mandat budaya untuk menundukkan dan berkuasa tidak terlalu dirasa tepat. Hal ini dapat dimengerti, sampai pada titik tertentu, mengingat rekam jejak pelecehan yang dilakukan secara semena-mena dan berat pada masa lalu. Istilah yang lebih disukai hari ini adalah penatalayan dan akuntabilitas, yang meskipun membantu, berdampak menjadi semacam kata kunci dalam dunia politik dan perdagangan. Itu tidak hanya menjadi terlalu sering digunakan sampai pada titik klise, tetapi istilah tersebut juga menciptakan kesan umat manusia sebagai manajer menengah yang kejam, hitung-hitungan yang menghancurkan tanpa perasaan, dan menggerakan sumber daya.

Sebagai duta Allah, manusia memang adalah penatalayan yang bertanggung jawab kepada-Nya pada bagaimana kita menggunakan ciptaan-Nya. Akan tetapi, kita juga memiliki perintah yang asli untuk menggunakan otoritas yang murah hati - penguasaan dalam arti terbaik - atas ciptaan itu. Di luar kedua prinsip tersebut, bagaimanapun, kita harus mencerminkan hati Pencipta kita dalam menunjukkan perhatian dan penghargaan yang penuh kasih untuk hal-hal baik yang telah Dia ciptakan. Rasa hormat terhadap lingkungan, pemanfaatan tanah, kecintaan terhadap alam, perlakuan yang baik dan manusiawi terhadap hewan, semuanya berasal dari kesadaran Alkitab yang benar tentang peran kita sebagai penjaga dunia yang baik dari Allah.

Menjelajahi dan memanfaatkan ciptaan

Karena dunia kepunyaan Allah itu baik, itu juga layak untuk dijelajahi dan dimanfaatkan. Memang, atas perintah Allah sendiri, adalah hak istimewa dan kesenangan manusia untuk melakukannya. Pedoman kebenaran ini melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, seperti yang kita ketahui. Pria dan wanita beriman bertanya-tanya tentang misteri alam semesta dan menyelidiki rahasia-rahasianya, atau mereka mempelajari kompleksitas tubuh manusia, yang dibuat dengan cara yang dahsyat dan menakjubkan. Berdasarkan penemuan-penemuan itu, mereka menemukan cara-cara baru untuk menyembuhkan penyakit, meringankan penderitaan, dan meningkatkan kualitas hidup.

Bahkan hari ini, ketika banyak orang dari dunia ilmiah menolak Allah, mereka terus mengagumi keajaiban ciptaan-Nya ketika mereka menikmati manfaat yang diberikan oleh pemahaman yang lebih baik tentang itu. Beberapa dari mereka berpendapat bahwa semakin banyak kita tahu, semakin sedikit kita melihat misteri atau kebutuhan akan Pencipta. Akan tetapi, orang-orang dengan kebijaksanaan dan mata untuk melihat mengakui bahwa itu justru sebaliknya. Langit terus memberitakan kemuliaan Allah, dengan cara yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh peradaban kuno.

Menciptakan dan menikmati keindahan

Dapat diperdebatkan, seperti yang dilakukan Dorothy Sayers dalam "The Mind of the Maker", bahwa kreativitas adalah atribut utama Allah yang ditunjukkan dalam Kejadian pasal pertama dalam Kejadian, dan dengan demikian pengertian utama di mana manusia diciptakan menurut gambar-Nya. Allah menyatakan semua ciptaan-Nya baik, dan adanya keindahan estetis, bersama dengan kemampuan kita untuk menghargainya, adalah bukti kuat bahwa Dia ada dan bahwa Dia telah merancang kita untuk mencerminkan keserupaan dengan-Nya. Dorongan yang ada dalam diri kita sendiri untuk mencipta dan menikmati hal-hal indah semakin memperkuat hubungan ilahi ini.

Anehnya, gereja kadang-kadang berusaha meredam dorongan kreatif, estetis ini sebagai hal yang duniawi atau berbahaya. Pada waktu lain, itu telah mengurangi aktivitas artistik menjadi tindakan pragmatis, hanya berguna untuk mengekspresikan tema-tema keagamaan yang terang-terangan. Akan tetapi, Kitab Suci tidak akan memiliki mentalitas "tidak merasakan, tidak menyentuh, tidak menangani". Isinya dipenuhi dengan citra yang menarik bagi indera dan imajinasi: kebun anggur, pohon ara, dan kebun zaitun; singa dan ular; langit malam memercik dengan bintang yang tak terhitung jumlahnya; prajurit gagah berani dan wanita cantik; makhluk bersayap banyak terbang melalui langit; makanan termewah dan anggur terbaik, disajikan dalam pesta pernikahan Anak Domba. Dalam pengalaman kita sendiri, kita memiliki makanan bercita rasa dan musik yang luar biasa serta film-film brilian dan gerhana matahari untuk mengingatkan kita bahwa Allah memang telah memberi kita semua hal-hal baik untuk diciptakan dan/atau dinikmati.

Mengejar keunggulan

Orang Yunani kuno memiliki istilah, arete, yang diterjemahkan sebagai keunggulan atau kebajikan, untuk mengekspresikan gagasan bahwa semua orang dan semua hal harus meningkat pada potensi terbaik mereka. Para penulis Perjanjian Baru mengadopsi istilah ini untuk menggambarkan kebajikan etis, budaya dan intelektual, dan untuk mendesak orang percaya untuk merenungkan dan mengejar hal-hal yang sangat baik. Ini berlaku dalam setiap jalan kehidupan, tetapi mungkin yang paling konkret adalah dalam bidang pekerjaan dan panggilan. Dalam terang mandat budaya, tidak ada perbedaan nyata antara panggilan sakral dan sekuler. Para dokter, guru, ibu rumah tangga, seniman, dan pekerja konstruksi semuanya melakukan pekerjaan yang ditugaskan Allah kepada mereka, tidak lebih rendah dari pekerjaan pendeta dan misionaris. Dengan demikian, masing-masing akan mengejar panggilan mereka bukan secara obsesif, tetapi dengan tujuan untuk melakukannya dengan keunggulan.

Kesejahteraan kota

Salah satu cara utama mandat budaya menggemakan karakter Allah adalah dalam fokus lahiriahnya, dalam orientasinya untuk berbuat baik kepada orang lain dan kepada dunia pada umumnya. Allah memanggil manusia untuk mengusahakan kesejahteraan kota, dengan kata lain masyarakat tempat Dia menempatkan mereka. Dia sendiri melakukannya sendiri, seperti ketika Dia mengirim Yunus untuk berkhotbah ke Niniwe, sehingga Dia dapat menunjukkan belas kasihan kepada -- kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak."

Perintah ini akan mengambil bentuk yang berbeda, untuk orang yang berbeda, pada waktu yang berbeda. Dalam banyak masyarakat pada masa lalu dan sekarang, warga pada umumnya tidak memiliki suara politik yang nyata, sementara dalam masyarakat lainnya, mereka mampu bekerja untuk perubahan sosial yang substansial. Melalui pekerjaan mereka dan kegiatan lainnya, mereka dapat berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan usaha memperkaya budaya masyarakat mereka. Dalam semua kasus, baik dengan cara besar maupun kecil, mereka dapat membela kepentingan kaum terpinggirkan dan tertindas, dan mendorong perdamaian dan keadilan di wilayah tempat mereka tinggal.

Semua kebenaran adalah kebenaran Allah

Selama abad-abad awal gereja, ada perselisihan antara Tertullian, yang merasa bahwa filsafat pagan tidak memiliki apa pun yang berguna untuk ditawarkan, dan Justin Martyr, yang percaya bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah, terlepas dari sumbernya. Namun, dengan memasukkan pandangan mandat budaya - belum lagi fakta bahwa Rasul Paulus mengutip dari beberapa filsuf dalam khotbah dan surat-suratnya - akan terlihat bahwa Justin Martyr adalah orang yang memahaminya dengan benar.

Allah mengirimkan matahari dan hujan-Nya bagi orang benar dan orang tidak benar. Dia memberikan talenta dan kebijaksanaan kepada mereka yang tidak mengenal-Nya. Dia memberikan kemampuan untuk melakukan yang baik, menunjukkan kebaikan dan menciptakan keindahan, bahkan bagi mereka yang menolak Dia. Inilah yang oleh para teolog disebut anugerah umum. Disadari atau tidak, semua orang berpartisipasi dalam pekerjaan Allah untuk memberi keteraturan dan memberi manfaat bagi ciptaan-Nya.

Amanat Agung

Sejak awal, manusia diberi mandat untuk menjadi wakil Allah, membangun budaya dan membawa shalom (keutuhan) ke dunia-Nya.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Menurut rencana kekal Allah, Anak-Nya adalah Anak Domba yang disembelih sebelum dunia dijadikan, untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Akan tetapi, rencana itu mencakup hal yang jauh lebih dari itu. Melalui Kristus, Allah sedang dalam proses menebus seluruh ciptaan-Nya, untuk pujian dan kemuliaan nama-Nya. Rencana ini dikenal sebagai drama kosmik, kisah agung tentang Penciptaan, Kejatuhan, Penebusan, dan Pemulihan.

Namun, dalam benak banyak orang Kristen, adegan-adegan pertama dan terakhir dalam kisah itu dipotong, meninggalkan bagian tengah yang terputus dari Kejatuhan dan Penebusan. Ini mengarah pada pandangan yang menyimpang bahwa keselamatan individu adalah satu-satunya perhatian yang relevan bagi orang percaya. Yang terbaik adalah dengan menjauh dari dunia dan membiarkannya bergerak dengan caranya sendiri. Selain itu, adalah tindakan yang sia-sia dan godaan berbahaya dari keduniawian.

Namun, kisah penebusan yang utuh tidak memungkinkan opsi ini. Sejak awal, manusia diberi mandat untuk menjadi wakil Allah, membangun budaya dan membawa shalom (keutuhan) ke dunia-Nya. Meskipun dirusak oleh Kejatuhan, mandat (budaya) tetap berlaku dan pada kenyataannya digenapi dalam Kristus, Allah yang sejati dan manusia sejati yang pada akhirnya akan memulihkan ciptaan-Nya.

Melalui Amanat Agung, Yesus memberi tahu para murid-Nya untuk mengajarkan semua yang Dia perintahkan kepada mereka. Inti dari pengajaran ini adalah pesan Injil tentang kematian dan kebangkitan Yesus atas nama orang berdosa. Namun, itu juga mencakup segala sesuatu yang lain dalam Alkitab, termasuk perintah pertama Allah kepada pasangan manusia pertama. Semua itu menemukan bentuknya dan mengalir dari Injil, dengan membawa otoritas Yesus. Maka, mandat budaya terus menjadi sarana pertumbuhan bagi semua orang, dan terutama bagi mereka yang mengenal Tuhan.

Sumber dan bacaan lebih lanjut

D.A. Carson, "Christ and Culture Revisited", Grand Rapids MI: Eerdmans Publishing, 2008.

Joe Carter, "Be fruitful. Multiply. We may be creating a harmful misperception of the true meaning of the cultural mandate" Cardus Comment, November 5, 2010.

Joe Carter, "How God makes a pencil" The Gospel Coalition, February 3, 2015.

Charles Colson and Nancy Pearcey, "How Now Shall We Live?" Carol Stream IL: Tyndale House Publishers, 1999.

Jonathan Dodson, "Missional discipleship: reinterpreting the Great Commission" Boundless, February 12, 2008.

David T. Koyzis, "What the cultural mandate is not" First Things, November 30, 2011.

Art Lindsley, "Creation, fall, redemption" C.S. Lewis Institute: Knowing & Doing, Winter 2009.

Art Lindsley, "The call to creativity" Institute for Faith, Work & Economics, October 7, 2013.

Gabe Lyons, "Cultural influence: an opportunity for the church" Cardus Comment, March 1, 2008.

Dustin Messer, "The cultural mandate: being God’s servants in God’s world" Kuyperian Commentary, May 27, 2015.

Nancy Pearcey, "Total Truth: Liberating Christianity from its Cultural Captivity" Wheaton IL: Crossway Books, 2004.

John Piper, "How to engage culture and swim against it" Desiring God, September 11, 2015.

Irene Smith, "What’s missing from the American dream for women? Look to the cultural mandate" Institute for Faith, Work & Economics, April 7, 2016.

Hugh Whelchel, "Carrying out the cultural mandate is essential for Biblical flourishing" Institute for Faith, Work & Economics, May 18, 2015.

Andrew Wilson, "Four views on Christians and culture" Think Theology, February 25, 2013.

Andrew Wilson, "Christians and culture: a proposa," Think Theology, February 27, 2013.

Ravi Zacharias, "Culture, grace, and glory" Ravi Zacharias International Ministries, November 1, 1999.

(t/N. Risanti)

Audio: Mandat Budaya: Hidup sebagai Pembawa Rupa Ilahi

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Focus on The Family
URL : https://www.focusonthefamily.ca/content/the-cultural-mandate-living-as-divine-image-bearers
Judul asli artikel : The cultural mandate: living as divine image-bearers
Penulis artikel : Subby Szterszky

10 Hal Yang Harus Anda Ketahui Tentang Teologi Reformed

Penulis_artikel: 
Joel R. Beeke, Paul M. Smalley
Tanggal_artikel: 
8 Maret 2021
Isi_artikel: 

1. Teologi Reformed menghormati kemuliaan Allah.

Hati dan jiwa teologi Reformed adalah kemuliaan Allah Tritunggal (Mzm. 96:3; Yoh. 17:1). Untuk alasan ini, teologi Reformed sering disebut teologi yang "berpusat pada Allah". BB Warfield berkata, "Calvinis, singkatnya, adalah orang yang melihat Allah .... Allah di alam, Allah dalam sejarah, Allah dalam kasih karunia. Dia melihat Allah dalam langkah-Nya yang perkasa di mana-mana, dia merasakan pekerjaan dari lengan-Nya yang perkasa, detak hati-Nya yang perkasa di mana-mana." Obsesi yang luar biasa dari Kekristenan Reformed, dan memang tujuan utama keberadaan umat manusia, adalah "untuk memuliakan Allah, dan untuk menikmati Dia selamanya," seperti yang dikatakan oleh Katekismus Singkat Westminster.

2. Teologi Reformed menggunakan logika, tetapi menetapkan pendiriannya di atas Alkitab.

Reformasi Protestan

Kita harus menggunakan logika untuk berkomunikasi dengan jelas dan koheren. Jika tidak, kita berbicara dalam teka-teki kosong yang menggelapkan pikiran orang, bukannya membawa terang. Namun, hikmat manusia tidak dapat membawa kita kepada Allah (1 Kor. 1:21). Allah jauh lebih besar dari kita, dan jalan-Nya jauh lebih tinggi dari jalan kita, sehingga kita hanya dapat mengenal Dia dengan benar sebagaimana Dia menyatakan diri-Nya dalam Firman-Nya (Yes. 55:6-11). Oleh karena itu, teologi Reformed membangun semua doktrinnya di atas studi dan penafsiran Alkitab, Firman Allah yang tertulis (Yes. 8:20). John Owen berkata, "Mahasiswa teologi harus menunjukkan melalui hidupnya otoritas absolut dari Kitab Suci, dan menunjukkan dirinya dengan taat menyerahkan kehendak dan penilaiannya sendiri kepada otoritas Alkitab dalam segala hal."

3. Teologi Reformed membantu kita untuk memahami dan menerapkan semua Kitab Suci.

Dalam eksegesis dan hermeneutika Reformed, konteks adalah raja. Konteks terbesar adalah apa yang seluruh Alkitab ajarkan tentang topik tertentu yang sedang dibahas. Karena semua Kitab Suci diilhamkan atau "dinapasi" oleh Allah (2 Tim. 3:16), Alkitab menyajikan pesan yang koheren tentang setiap pokok doktrin dan etika. Teologi Reformed membantu kita dengan menyediakan presentasi sistematis tentang kebenaran alkitabiah sehingga kita dapat menafsirkan Kitab Suci dengan Kitab Suci ("analogi Kitab Suci"). Pengakuan Iman Westminster mengatakan, "Aturan penafsiran yang sempurna dari Kitab Suci adalah Kitab Suci itu sendiri: dan oleh karena itu, ketika ada pertanyaan tentang pengertian yang benar dan utuh dari setiap Kitab Suci (yang tidak bermacam-macam, tetapi satu), itu harus ditelusuri dan dipahami melalui ayat-ayat lain yang berbicara lebih jelas."

4. Teologi Reformed bersifat historis dan pengakuan.

Tradisi bisa menjadi kutukan atau berkat bagi gereja. Tradisi membahayakan gereja ketika kita mengangkatnya ke otoritas ilahi (Mat. 15:6–9), tetapi bermanfaat bagi gereja ketika setiap generasi menerima, memeriksa, dan meneruskan apa yang para pendahulu kita pelajari dari perkataan profetik dan apostolik (2 Tim. 2:2). Inovasi bisa sangat berguna untuk teknologi, tetapi dalam doktrin Kristen kita harus mencari "jalan lama" (Yer. 6:16) untuk berpegang pada "iman yang pernah disampaikan kepada orang-orang kudus" (Yudas 3). Teologi Reformed mengomunikasikan pengetahuan iman kita dengan standar doktrinal Kristen berabad-abad seperti Pengakuan Iman Belgic, Katekismus Heidelberg, Kanon Dort, Pengakuan dan Katekismus Westminster, dan Pengakuan Iman Baptis London Kedua.

5. Teologi Reformed berpegang pada ortodoksi Katolik kuno.

Teologi Reformed tidak menyimpang dari warisan Kristen kuno kita, tetapi menegaskan doktrin Katolik dan ortodoks tentang Allah dan Kristus yang menjadi tulang punggung tradisi pengakuan besar dalam Kekristenan sedunia. Meskipun para Reformator dikucilkan oleh Gereja Katolik Roma, mereka tidak membuang iman Allah Tritunggal dari dewan Nicaea, Konstantinopel, Efesus, dan Kalsedon. Mereka menegaskan doktrin bahwa Allah adalah tiga pribadi dalam satu natur ilahi (Mat. 3:16-17; 28:19), dan bahwa Allah Putra mengambil natur manusia sejati tanpa berhenti menjadi Allah sepenuhnya — dua natur dalam satu pribadi yang berinkarnasi (Yohanes 1:1,14). Para teolog Reformed telah terbukti sebagai para pembela yang gigih dari doktrin ortodoks Allah dan Kristus melawan ajaran sesat lama dan baru karena doktrin tersebut diungkapkan dalam Firman Allah.

6. Teologi Reformed meninggikan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Perantara kita.

Kristus adalah segalanya bagi orang percaya (Kol. 3:11). Kitab Suci mengajar kita untuk "menganggap rugi segala sesuatu dibandingkan dengan pengenalan akan Yesus Kristus, Tuhanku" (Flp. 3:8). Sebelumnya kita telah memerhatikan bahwa teologi Reformed berpusat pada Allah; di sini kita mengklarifikasi bahwa itu berpusat pada Allah Tritunggal yang datang kepada kita melalui satu-satunya Perantara, Yesus Kristus. Kaum Puritan menggambarkan Injil sebagai kisah kasih terbesar yang pernah diceritakan — pasangan surgawi Bapa antara Putra-Nya yang sempurna dengan mempelai wanita yang jatuh dan berdosa, gereja. Mereka menelusuri dengan sangat detail jabatan perantara-Nya sebagai Nabi, Imam, dan Raja umat-Nya. Pengenalan tentang Kristus adalah topik tentang kemuliaan yang tak terukur, "kekayaan Kristus yang tidak terselami" (Ef. 3:8). John Flavel berkata, "Pengenalan akan Yesus Kristus adalah hal paling mulia yang pernah diinvestasikan oleh jiwa .... Hati Allah terbuka bagi manusia di dalam Kristus. "

7. Teologi Reformed menyajikan pandangan dunia yang komprehensif — lebih dari lima poin.

Ketika orang bertanya, "Apa itu teologi Reformed?" mereka sering menerima jawaban yang tersusun dalam istilah "lima poin Calvinisme," doktrin kerusakan total manusia, pemilihan ilahi tanpa syarat, kematian Kristus bagi umat pilihan, kedaulatan Allah dalam menyelamatkan mereka, dan ketekunan terakhir mereka dalam kasih karunia untuk kehidupan kekal dan kemuliaan. Atau, mereka mungkin mendengar lima sola (bahasa Latin untuk prinsip "saja"): berdiri di atas Kitab Suci saja, kita diselamatkan oleh kasih karunia saja, melalui iman saja, di dalam Kristus saja, untuk kemuliaan Allah saja.

Akan tetapi, sebuah survei tentang katekismus Reformed atau teologi sistematika menunjukkan bahwa ada lebih banyak teologi Reformed selain doktrin keselamatan. Teologi Reformed juga mencakup doktrin alkitabiah tentang keberadaan Allah yang kekal dan karya penciptaan, pemeliharaan, dan pemerintahan; tentang asal mula umat manusia, natur kita, kejatuhan kita ke dalam dosa dan konsekuensinya; tentang pribadi Kristus yang mulia, natur, jabatan, inkarnasi, penderitaan, dan kematian, dan kemuliaan yang mengikutinya; tentang Roh dan pekerjaan-Nya dalam penciptaan dan penebusan; tentang gereja, konstitusi, misi, dan tata caranya; tentang pengalaman kasih karunia orang Kristen, kehidupan pelayanannya yang penuh syukur dalam ketaatan pada hukum Allah, dan pelayanan doa; dan akhirnya, hal-hal mulia yang masih akan datang saat Allah menggenapi semua kehendak-Nya yang kudus. Teologi Reformed adalah proklamasi "semua rencana Allah" (Kisah Para Rasul 20:27) sejauh yang Allah ungkapkan untuk kita ketahui (Ulangan 29:29).

8. Teologi Reformed menghembuskan semangat kesalehan praktis.

Pengajaran yang berpusat pada Allah memanggil kita untuk menjalani hidup yang berpusat pada Allah. Firman itu bertujuan untuk menanamkan hikmat Firman Allah melalui iman di dalam Kristus (2 Tim. 3:15), dan awal dari hikmat adalah takut akan Tuhan (Ams. 9:10). Meskipun dimungkinkan untuk melakukan teologi dengan cara yang gersang secara rohani, hanya dengan cara intelektual, teologi Reformed secara historis ditujukan pada hal yang sama seperti yang Paulus ajarkan dalam pengajarannya: "kasih yang berasal dari hati yang murni, nurani yang baik, serta iman yang tulus" (1 Tim. 1:5). Para rohaniwan Reformed sering berbicara tentang "kesalehan" sebagai sinonim untuk "agama yang benar". John Calvin berkata, "Sungguh, kami tidak akan mengatakan bahwa, tepatnya, Allah dikenal di mana tidak ada agama atau kesalehan .... Saya menyebut 'kesalehan' sebagai penghormatan yang digabungkan dengan kasih kepada Allah yang muncul dari pengenalan akan kebaikan-Nya." Meskipun teologi Reformed dapat diajarkan pada tingkat akademis yang tinggi, itu bertujuan untuk menguraikan pengenalan akan Allah sedemikian rupa sehingga anak-anak dapat mempraktikkannya di rumah, dan orang dewasa dalam pekerjaan mereka (Kol. 3:20-25). Gisbertus Voetius, seorang profesor teologi Reformed yang terkenal, secara teratur meluangkan waktunya untuk mendidik anak yatim piatu. Orang-orang Puritan Inggris mendorong orang-orang yang pendidikannya tidak lebih dari sekolah dasar untuk melakukan ibadah keluarga sehingga Firman Allah meresap ke seluruh kehidupan (Ulangan 6:7). Orang-orang di Old Princeton berpendapat bahwa "kebenaran adalah untuk kebaikan."

9. Teologi Reformed menegakkan penginjilan dan misi.

Jadi, teologi Reformed adalah pernyataan agung bahwa "segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin" (Roma 11:36).
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Doktrin Reformed telah dilestarikan oleh beberapa penginjil terbesar sepanjang masa, seperti George Whitefield dan Jonathan Edwards. Perluasan misionaris gereja datang sebagai jawaban Allah atas doa-doa gereja Reformed dan Presbiterian, diajarkan oleh Direktori Westminster untuk Ibadah Umum Allah untuk menjadi berdoa syafaat bagi "penyebaran Injil dan kerajaan Kristus ke semua bangsa." Teologi Reformed adalah pandangan dunia tentang optimisme misionaris, karena Kristus pasti akan menyelamatkan semua yang diberikan Bapa kepada-Nya, semua domba yang untuk mereka Dia mati, ketika mereka mendengar suara-Nya memanggil mereka dalam Injil (Yohanes 6:37–39; 10:11,16,26–29). Optimisme Reformed seperti itu mendorong William Carey untuk mengatakan bahwa kita harus "mengharapkan hal-hal besar" dan "mengusahakan hal-hal besar" dalam upaya misionaris kita. Lebih jauh, perspektif Kekristenan Reformed yang berpusat pada Allah menawarkan motif tertinggi yang dapat menopang seorang penginjil atau misionaris: "demi nama-Nya mereka pergi" (3 Yohanes 7).

10. Teologi Reformed mendukung khotbah yang setia dan membangkitkan pujian terus-menerus.

Para Reformator dan Puritan berteologi dalam khotbah mereka dan mengkhotbahkan teologi mereka. Para Reformator dan Puritan melakukan apa yang dilakukan Rasul Paulus sebagai pengkhotbah: "Aku percaya, karena itu aku berbicara" (2 Kor. 4:13). Ini bukan hanya metode yang mereka anut, tetapi buah dari perjumpaan mereka dengan Allah yang hidup melalui kebenaran Firman-Nya. Seperti Paulus, mereka mengkhotbahkan Firman Allah seperti di hadapan Allah (2 Kor.2:17; 2 Tim. 4:1–2). Dan, seperti Paulus, teologi mereka meluap dalam doksologi yang menyala-nyala (Ef. 1:3-14). Jadi, teologi Reformed adalah pernyataan agung bahwa "segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin" (Roma 11:36). Wilhelmus à Brakel berkata, "Allah memiliki di dalam diri-Nya semua kemuliaan dan kelayakan untuk dilayani," dan oleh karena itu, kesalehan sejati adalah "untuk hidup bagi Allah setiap saat dan dalam segala hal dengan semua keberadaannya dan kemampuannya," karena "Dia adalah Allah dan berdasarkan sifat-Nya ini adalah hak-Nya yang selayaknya." (t/Jing-Jing)

Audio: 10 Hal Yang Harus Anda Ketahui Tentang Teologi Reformed

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Crossway.org
URL : https://www.crossway.org/articles/10-things-you-should-know-about-reformed-theology-2/
Judul asli artikel : 10 Things You Should Know about Reformed Theology
Penulis artikel : Joel R. Beeke, Paul M. Smalley

Renaisans dan Reformasi dan Pemeliharaan Allah

Penulis_artikel: 
Subby Szterszky
Tanggal_artikel: 
5 Maret 2021
Isi_artikel: 

Peristiwa-peristiwa sejarah yang besar biasanya jadi agak menyimpang dalam pikiran orang banyak, dikurangi sedikit menjadi coretan sederhana yang cocok dengan keyakinan-keyakinan saat ini. Misalnya saja, Renaisans dan Reformasi, kedua gerakan besar yang membangkitkan dunia modern itu, seperti yang kita ketahui.

Budaya sekuler yang lebih luas memandang Renaisans sebagai kemenangan akal atas iman, kemenangan kaum humanis melepaskan belenggu takhyul untuk menerima seni dan ilmu pengetahuan dan pikiran yang bebas. Budaya yang sama itu memandang Reformasi sebagai sebuah persoalan religius yang suram, yang mengakibatkan peperangan dan tribalisme (kesadaran dan kesetiaan atas kesukuan - Red.) dan intoleransi terhadap orang-orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.

Berbagai tradisi gereja telah mengemukakan jenis pengurangan mereka masing-masing. Bagi beberapa gereja, Renaisans merupakan sebuah kemenangan dunia atas gereja yang menyedihkan, membuka kesempatan bagi kaum sekuler. Sebaliknya, Reformasi – tergantung kepada siapa Anda bertanya – merupakan sebuah pemberontakan yang berhubungan dengan bid’ah, atau sebuah tindakan melampaui batas, atau sebuah momen emas ketika orang-orang yang kudus menyalakan cahaya kembali setelah kegelapan selama 1.500 tahun. Seseorang bisa hampir menggambarkan para malaikat sedang bernyanyi saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya ke pintu gerbang Wittenberg.

Sejarah yang sesungguhnya, tentu saja, jauh lebih bernuansa, jauh lebih menarik, dan jauh lebih menghormati Allah yang berdaulat atasnya.

Peristiwa-peristiwa sejarah tidak terjadi dalam keadaan kosong.

konten

Dalam benak banyak orang percaya, terutama para penginjil, tidak ada kepentingan besar sejarah yang terjadi di antara akhir Perjanjian Baru dan awal Reformasi. Kemudian, pada saat yang tepat, Allah membuka mata Martin Luther dan apa yang terjadi kemudian merupakan sejarah yang suci, terpisah dari peristiwa-peristiwa dunia nyata lainnya yang terjadi pada abad-abad di antaranya.

Akan tetapi, itu bukanlah bagaimana biasanya sejarah dibukakan. Untuk memastikan, Allah bisa (dan memang) campur tangan dalam urusan umat manusia dalam cara yang ajaib, sebagaimana Dia menganggapnya tepat. Akan tetapi, seringkali, Dia mengatur sejarah melalui alat yang biasa, dengan mengarahkan jaring rumit kehidupan dan peristiwa yang tak terbatas, sebab dan akibat, untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Itu selalu menjadi polanya, baik di zaman di Alkitab maupun di luarnya.

Reformasi tidak terjadi dalam semalam, hanya sebagai akibat dari Luther yang membuka Alkitabnya. Sesungguhnya, Luther dan para reformator lainnya menekankan bahwa mereka bukan memulai apa pun yang baru, tetapi hanya melanjutkan apa yang diproklamasikan oleh Gereja Mula-mula tentang Injil. Demikian juga, Renaisans tidak terjadi hanya karena sedikit seniman dan pemikir di Italia Utara yang merasa muak dengan ajaran gereja dan memulai munculnya jalan otonomi manusia.

Faktor-faktor yang memunculkan Renaisans dan juga Reformasi

Renaisans mulai lebih dari seabad sebelum Reformasi, tetapi keduanya merupakan gerakan sejajar yang esensial dalam sejarah dunia, yang menghasilkan jaringan yang sama dari faktor sosial, kultural, dan politik.

Munculnya universitas-universitas di Eropa pada akhir abad pertengahan membawa serta sebuah semangat menyelidiki dan kehausan akan pengetahuan. Teologi masih menjadi ratu dari ilmu-ilmu pengetahuan, tetapi para teolog berusaha untuk melihat melampaui ajaran-ajaran tradisional dunia dan menyelidiki fakta-fakta dari pengalaman manusia dan dunia natural.

Wabah Hitam (wabah yang melanda di Eropa, sepertinya penyakit pes - Red.) pada abad ke-14 membinasakan sebagian besar Eropa, yang membunuh antara 30 sampai 60 persen dari jumlah penduduknya. Penghancuran besar-besaran menggoyahkan iman di gereja, dan kurangnya tenaga kerja menciptakan mobilitas sosial, pekerjaan-pekerjaan baru, dan mulai munculnya kelas menengah.

Munculnya kelas menengah, pada gilirannya, menciptakan kemakmuran secara ekonomi dan penemuan baru rasa kebebasan pribadi pada banyak orang. Mereka mulai menolak kontrol pihak yang berwenang dan beban keuangan yang berat mulai ditanggungkan pada mereka oleh gereja di abad pertengahan.

Gerakan-gerakan pembaharuan sebelumnya telah ditumbuhkan dalam berbagai negara selama berabad-abad. Di antara yang lainnya, warga Inggris John Wycliffe dan Czech Jan Hus mengkritik keterlibatan Paus dalam urusan politik dan ekonomi, dan telah mengajak Gereja untuk kembali ke Kitab Suci sebagai satu-satunya aturan kebenarannya.

Perselisihan politik dengan kepausan mencapai puncaknya selama sebuah periode ketika dua dan kemudian tiga paus tandingan mengaku memiliki otoritas atas gereja. Keadaannya memompa penolakan yang sudah ada di antara para pemimpin Eropa terhadap lembaga yang kaya, korup, dan jelas-jelas politik yang kepadanya mereka masih menerima pajak dan setia.

Ketundukan Konstantinopel kepada Ottoman Turks pada tahun 1453 mengirim para sarjana Kristen yang ada di Timur pergi ke Barat, dengan membawa serta naskah-naskah Yunani, termasuk Perjanjian Baru. Hal ini merupakan kunci untuk kebangunan studi literatur Yunani kuno dan alkitabiah dengan kembali ke sumber utama dalam bahasa asli mereka.

Penemuan huruf cetak yang dapat dipindah-pindah pada waktu yang hampir sama oleh Johannes Gutenberg mengubah penyebaran pengetahuan dan pembelajaran publik. Untuk pertama kalinya, Alkitab, dan juga buku-buku lain dan dokumen-dokumen bisa diproduksi secara banyak dan bisa dimiliki orang-orang biasa dengan harga yang terjangkau.

Renaisans memungkinkan terjadinya Reformasi

Pengejaran pengetahuan yang diperbaharui, melonggarkan hirarki tradisional, menumbuhkan rasa tidak puas terhadap kejahatan di gereja, dan bangkitnya ketertarikan untuk belajar dalam sumber literatur Yunani kuno dan Kristen semuanya mulai terjadi selama Renaisans dan memberikan dasar untuk Reformasi.

Edisi cetak pertama Perjanjian Baru Bahasa Yunani diterbitkan oleh sarjana Renaisans Belanda, Desiderius Erasmus, pada 1516, tahun sebelum 95 tesis Luther muncul. Karya Erasmus merupakan dasar untuk terjemahan Alkitab Luther dalam Bahasa Jerman yang mulai pada tahun 1522, demikian juga versi Bahasa Inggris karya William Tyndale pada tahun 1526. Ketiga Alkitab ini tersedia luas bagi publik, terima kasih kepada teknologi cetak Gutenberg.

Orang-orang yang sebenarnya, bukan stereotip

Tokoh-tokoh Renaisans yang terkemuka seperti Erasmus dan Galileo biasanya digambarkan sebagai pahlawan humanis yang menolak agama demi akal dan pemikiran bebas. Pada kenyataannya, humanisme dari orang-orang ini jelas tidak sama dengan ateisme sekuler modern. Meskipun mereka mengkritik gereja, sebagian besar mayoritas tetaplah orang-orang yang beriman yang mengejar seni, ilmu pengetahuan, dan filosofi melalui sebuah kerangka kepercayaan kepada Allah.

Sebaliknya, tanggapan publik mengenai para pemimpin reformator adalah kurangnya toleransi: pendeta-pendeta yang keras memperdebatkan lima poin teologi yang tajam, menyebarkan jenis agama mereka yang keras ke seluruh Eropa Utara. Kebanyakan disebabkan karena kegagalan mereka secara pribadi, beberapa benar-benar membuat masalah: anti-Semitisme Luther yang jahat; persetujuan Calvin yang diduga keras membunuh Servetus yang bid’ah di tiang sula di Geneva, sebuah kisah yang diubah sana-sini dan adalah kebenaran sebagian.

Bahkan, dalam lingkungan orang Kristen modern, orang-orang ini kadang-kadang dianggap sebagai individu-individu yang bermasalah, bergumul dengan roh-roh jahat secara pribadi, bertindak berlebihan terhadap isu-isu pada zaman mereka dan mengakibatkan keretakan di dalam gereja yang belum disembuhkan. Sebaliknya, beberapa tradisi gereja terus memuja mereka sebagai para juara yang nyaris tidak bisa keliru yang memiliki kemurnian dalam ajaran, hampir setara dengan para rasul dan nabi di Kitab Suci.

Kebenarannya, sebagaimana seseorang mungkin menduganya, terdapat di tengah-tengahnya. Tokoh-tokoh terkemuka Reformasi adalah orang-orang asli pada zaman mereka, bukan stereotip buatan. Mereka bukanlah teladan yang sempurna atau pun monster, tetapi hamba-hamba Allah yang tidak sempurna, yang berusaha untuk memimpin gereja kembali kepada iman yang sesuai dengan Alkitab. Meskipun mereka gagal, Allah memakai mereka untuk menyalakan kembali sebuah kasih untuk Kristus dan komitmen kepada Injil-Nya pada skala kultural yang tidak terlihat sejak akhir Perjanjian Baru.

Untaian paralel dalam jalinan providensia ilahi

Dilakukan bersama-sama, Renaisans dan Reformasi merupakan untaian paralel terbaik yang terlihat dalam jalinan providensia ilahi.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Allah itu berdaulat atas sejarah dan atas gereja-Nya. Dia menebus umat-Nya dan juga seluruh ciptaan-Nya. Sampai akhir, Dia memakai orang-orang yang tidak sempurna, dan peristiwa-peristiwa sejarah yang rumit dan ambigu, sehingga seluruh kemuliaan menjadi milik-Nya.

Renaisans, jauh dari menjadi usaha tanpa Allah, merupakan sebuah penemuan ulang terhadap mandat budaya yang telah Allah berikan kepada umat manusia sejak awal. Itu adalah pencarian seni dan ilmu pengetahuan dan pembelajaran, sebuah komitmen untuk bersuka dan menyelidiki urutan ciptaan dan natur dari umat manusia, yang dijadikan dengan dahsyat dan ajaib.

Reformasi, pada bagiannya, juga bukan sebuah kesalahan atau pun momen yang tidak bernoda dalam sejarah suci. Itu juga merupakan sebuah penemuan ulang, dibangun pada pencapaian-pencapaian dari Renaisans untuk menyinarkan terang Kitab Suci pada budaya dan gereja pada zamannya. Saat melakukan itu, itu melepaskan kuasa Injil yang membebaskan untuk mengubahkan hidup dan masyarakat melalui iman dalam karya Kristus yang sempurna.

Apa yang dimulai Renaisans, ditekankan oleh Reformasi dan dikembangkan dengan kebenaran berdasarkan Kitab Suci. Dilakukan bersama-sama, Renaisans dan Reformasi merupakan untaian paralel terbaik yang terlihat dalam jalinan providensia ilahi. Allah memakai mereka untuk mewujudkan segi-segi yang berbeda-beda dari Injil-Nya dengan kejelasan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tingkat individu dan masyarakat. Pengaruh mereka telah bergaung melalui gereja dan budaya Barat selama lebih dari 500 tahun dan sepertinya akan terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya. (t/Jing-Jing)

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Focus on the Family
URL : https://www.focusonthefamily.ca/content/renaissance-and-reformation-and-the-providence-of-god
Judul asli artikel : Renaissance and Reformation and the providence of God
Penulis artikel : Subby Szterszky

Siapa yang Menulis Alkitab?

Penulis_artikel: 
John Piper
Tanggal_artikel: 
1 Maret 2021
Isi_artikel: 

Seringkali, pertanyaan terbaik yang kita dapatkan adalah pertanyaan yang sangat sederhana, seperti pertanyaan ini hari ini dari Maxine, pendengar lama APJ. "Pendeta John, halo dan terima kasih untuk podcast ini. Bisakah Anda menjelaskan kepada saya: Siapa yang menulis Alkitab?"

Baiklah, mari kita mulai dari atas dan mulai dari siapa yang memegang pena bulu yang bergerak melintasi perkamen.

Allah Telah Berbicara

Alkitab

Yang utama adalah Allah. Ketika orang Kristen menyebut Alkitab sebagai firman Allah, mereka mengartikan itu - dan saya akan mengatakan, saya mengartikan demikian. Saya adalah salah satu dari orang-orang yang mempercayai ini; Saya akan mempertaruhkan seluruh hidup saya untuk itu. Jadi, yang saya maksud adalah Pencipta alam semesta, Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang menopang alam semesta dengan firman kuasa-Nya, dulu dan sekarang mengarahkan segala sesuatu sesuai dengan tujuan yang besar. Bahwa Allah telah memilih untuk mengungkapkan diri-Nya kepada manusia dalam bahasa manusia. Dia telah memilih untuk berbicara. Luar biasa. Ibrani 1:1-2 menyatakan, "Setelah di masa yang lampau, Allah berulang kali berbicara kepada nenek moyang kita melalui para nabi, pada hari-hari terakhir ini, Allah berbicara kepada kita melalui Anak-Nya (Yesus Kristus). - Itu sungguh mengejutkan: Allah telah berbicara.

Frasa -- Beginilah firman Tuhan -- muncul lebih dari empat ratus kali dalam Perjanjian Lama, seperti yang dikemukakan oleh para penulis dalam tulisan mereka bahwa Allah telah berfirman. Frasa "Tuhan berkata" muncul lebih dari enam ratus kali dalam Perjanjian Lama. Jadi, ada klaim yang tersebar luas dari penulis manusia bahwa mereka menyampaikan apa yang Allah ingin katakan.

Cara para penulis Perjanjian Baru mengungkapkan klaim ini adalah dengan mengatakan bahwa penulis manusia Alkitab "diilhami", bahwa tulisan-tulisan ini "dinapasi oleh Tuhan," atau bahwa orang-orang yang menulisnya "dipimpin oleh Roh Kudus." Misalnya, rasul Paulus berkata dalam 2 Timotius 3:16, "Semua Kitab Suci (yaitu, baginya pada waktu itu, semua kitab Perjanjian Lama dalam Alkitab) dinapasi oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan." Rasul Petrus berkata dalam 2 Petrus 1:21, "Tidak ada satu pun nubuat yang muncul dari keinginan manusia, sebaliknya dari orang-orang berbicara atas nama Allah berdasarkan pimpinan Roh Kudus."

Jadi, pertanyaan "Siapa yang menulis Alkitab?" selalu memiliki jawaban ganda di dalam Alkitab. Penulis manusia menulis Alkitab, dan Allah menulis Alkitab melalui penulis manusia. Mereka benar-benar memegang pena bulu yang bergerak melintasi perkamen, tetapi apa yang mereka tulis pada akhirnya adalah apa yang Allah ingin tuliskan.

Kitab Suci yang Diawasi

Saya suka cara Yesus melakukan ini. Dia memberi kita indikasi yang luar biasa bahwa Dia percaya Kitab Suci Perjanjian Lama, pada kenyataannya, adalah firman Allah, tulisan Allah. Apa yang membuat indikasi yang Yesus berikan ini begitu kuat adalah karena itu sangat tidak disengaja. Dia sedang berbicara tentang perceraian, dan Dia menjawab pertanyaan orang-orang Farisi dengan mengatakan, dalam Matius 19:3–5, "Tidakkah kamu membaca bahwa Ia, yang menciptakan mereka sejak semula, menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, dan Ia berfirman ...." Subjek dari kata kerja itu adalah "Ia yang menciptakan mereka". Itu adalah Allah. Kemudian Dia mengutip Kejadian 2:24: "Karena itu, laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, lalu bersatu dengan istrinya, sehingga mereka akan menjadi satu daging." Namun, ayat itu bukanlah kutipan dari Allah dalam Perjanjian Lama; itu ditulis oleh Musa, penulis manusia. Akan tetapi, ketika Yesus mengutipnya, karena itu dari Kitab Suci, Kitab Suci yang diilhami, Yesus berkata, "Allah mengucapkan kata-kata itu." Itu luar biasa. Itu adalah indikasi yang sangat kuat tentang bagaimana Allah kita memandang Kitab Suci Perjanjian Lama.

Itulah sebabnya, Dia berkata dalam Matius 5:17–18, "Jangan berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi" - dengan kata lain, seluruh Perjanjian Lama. Jangan berpikir bahwa Aku datang untuk meniadakannya. Aku tidak datang untuk meniadakannya. Itu adalah firman Allah. Aku datang untuk menggenapinya. "Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, sampai langit dan bumi berlalu, tidak ada satu iota atau satu coretan pun (bukan bagian terkecil dari Kitab Suci), yang akan hilang dari Hukum Taurat sampai semuanya digenapi." Dan, Yesus berkata dalam Yohanes 10:35, "Kitab Suci tidak bisa dibatalkan."

Ini juga bagaimana para rasul Perjanjian Baru melihat tulisan mereka sendiri – bukan hanya Perjanjian Lama, tetapi juga tulisan Perjanjian Baru. Yesus telah berjanji kepada mereka bahwa Dia akan membimbing mereka ke dalam semua kebenaran (Yohanes 16:13). Dan, Paulus berkata, oleh karena itu, "Hal-hal yang juga kami ucapkan ini, (yaitu, apa yang dia ungkapkan dalam surat-suratnya) bukan dengan kata-kata yang diajarkan oleh hikmat manusia, melainkan diajarkan oleh Roh" (1 Korintus 2:13).

Jadi, selalu ada dua jawaban untuk pertanyaan "Siapa yang menulis Alkitab?" Allah dan manusia. Pada akhirnya, Allah memastikan bahwa apa yang Dia inginkan tertulis, itulah yang tertulis. Dan, dalam pengertian itu, Anda bisa mengatakan bahwa Allah yang menulis Alkitab. Akan tetapi, maksudnya bukan bahwa Dia mengukirnya di batu (meskipun dia mengukir Sepuluh Perintah Allah pada batu di Gunung Sinai dan memberikannya kepada Musa). Dan, maksudnya bukan bahwa Allah memegang tangan para penulis manusia dan menulis dalam gaya surgawi-Nya, bukan gaya manusiawi mereka. Bukan begitu yang terjadi. Penulis manusia memiliki gaya mereka sendiri, dan Allah membimbingnya. Dia tidak memaksakan gaya tunggal-Nya. Itu maksudnya adalah bahwa Allah mengawasi tulisan manusia sehingga para penulis menuliskan apa yang Dia ingin itu tertulis.

Siapa Sajakah Para Penulis Manusia Itu?

Jadi, siapakah manusia-manusia penulis Alkitab? Itulah cara paling langsung pertanyaan ini diajukan. Saya akan mencoba menjawabnya secara langsung.

Penulis manusia menulis Alkitab, dan Allah menulis Alkitab melalui penulis manusia.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Setidaknya sepuluh kitab dalam Alkitab tidak teridentifikasi. Penulis merasa tidak pantas untuk memasukkan nama mereka dalam kitab yang mereka tulis. Misalnya, Ayub dan Ester dalam Perjanjian Lama - kita tidak tahu siapa yang menulisnya. Dalam Perjanjian Baru, Ibrani - kita tidak tahu siapa yang menulis Ibrani. Akan tetapi, daftar penulis konvensional akan seperti ini:

Musa menulis lima kitab pertama di Alkitab dan setidaknya satu dari Mazmur (Mazmur 90).

Ezra sang juru tulis menulis kitab Ezra dan 1–2 Tawarikh.

Nehemia menulis kitab Nehemia.

Penulis Mazmur adalah Daud, Asaf, anak-anak Korah, Ethan, Heman.

Salomo menulis beberapa Mazmur, sebagian besar Amsal, Pengkhotbah, dan Kidung Agung.

Agur dan Lemuel menulis beberapa Amsal.

Kemudian semua nabi menulis kitab dengan nama mereka sendiri:

Yesaya

Yeremia, yang juga menulis Ratapan

Yehezkiel

Daniel

Hosea

Yoel

Amos

Obaja

Yunus

Mikha

Nahum

Habakuk

Zefanya

Hagai

Zakharia

Maleakhi

Kemudian para penulis Kitab Injil di Perjanjian Baru:

Matius

Markus

Lukas, yang juga menulis Kisah Para Rasul

Yohanes

Faktanya, ini menarik: Jika Anda bertanya kepada kebanyakan orang, "Siapa yang menulis sebagian besar Perjanjian Baru?" mereka mungkin akan mengatakan Paulus, karena dia menulis tiga belas surat. Akan tetapi, sebenarnya, Lukas menulis sebagian besar Perjanjian Baru karena kitab Lukas dan Kisah Para Rasul digabungkan di Perjanjian Baru lebih banyak daripada penulis lainnya – itulah sebabnya kami menamai putra pertama kami Luke, tetapi tidak ada yang memanggilnya Luke lagi; dia dipanggil Karsten.

Paulus menulis ketiga belas surat itu.

Yakobus, saudara Tuhan, menulis sepucuk surat.

Petrus dan Yudas menulis surat.

Dan, akhirnya, Yohanes (yang menulis Kitab Injil keempat) menulis surat-surat yang menyandang namanya, bersama dengan Wahyu.

Diilhamkan untuk Menyatakan Kemuliaan

Mereka adalah manusia penulis yang menulis Alkitab. Namun, inilah salah satu hal terpenting, dan saya akan mengakhiri dengan ini, yang perlu dijelaskan.

Sama seperti surga yang mengatakan kemuliaan Allah, sehingga kita harusnya dapat melihat alam dan melihat tangan Alah di dalamnya (Mazmur 19:1), dan seperti yang dikatakan Yohanes tentang Yesus Kristus, "Kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa" (Yohanes 1:14, AYT), sehingga mereka yang melihat Yesus harusnya memahami bahwa ini adalah Anak Allah, demikian pula, kemuliaan Allah bersinar dari ciptaan-Nya dalam firman Allah yang diilhamkan-Nya – Alkitab – melalui penulis manusia, sehingga kita dapat mengatakan, dengan cara yang sama, bahwa kita telah melihat di sini tangan Allah, kebenaran Allah. Ini adalah firman-Nya. (t/Jing-Jing)

Audio: Siapa yang Menulis Alkitab?

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
URL : https://www.desiringgod.org/interviews/who-wrote-the-bible
Judul asli artikel : Who Wrote The Bible
Penulis artikel : John Piper

Tuhan Memberkatimu dan Melindungimu

Penulis_artikel: 

Tuhan Memberkatimu dan Melindungimu

Tanggal_artikel: 
4 Februari 2021
Isi_artikel: 

"TUHAN memberkatimu dan melindungimu. TUHAN menyinarimu dengan wajah-Nya dan memberimu kasih karunia. TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberimu damai sejahtera." (Bilangan 6:24–26, AYT)

Terselip di tempat yang tidak mencolok, dalam Bilangan pasal 6, kita menemukan salah satu puisi agung di seluruh Alkitab. Di sana Allah memerintahkan Musa untuk berbicara kepada Harun (saudaranya dan imam besar Israel) dan anak-anaknya, dengan berkata, -Beginilah kamu harus memberkati umat Israel, katakan:- (ayat 23).

Kemudian berikutnya adalah apa yang sekarang kita kenal sebagai -- berkat Harun,- bukan hanya salah satu ayat Alkitab yang paling terkenal tetapi juga salah satu ayat tertua. Banyak orang Kristen saat ini mengenalnya dari nyanyian dan berkat dalam ibadah bersama yang masih menggemakannya. Faktanya, beberapa dari kita begitu akrab dengan berkat ini sehingga mudah untuk menerima begitu saja isinya, dan kehilangan apa arti yang sebenarnya.

Entah itu baru atau lama bagi Anda, perhatikan apa yang membuat berkat ini begitu agung dan mengapa itu sedemikian penting di Israel – pada penutupan kebaktian pagi setiap hari – dan mengapa itu sedemikian penting di zaman gereja juga.

TUHAN (3x)

Roh Kudus

Pertama-tama, tiga baris berkat menunjukkan penyusunan yang cermat dan puitis. Baris pertama (-TUHAN memberkatimu dan melindungimu,- ayat 24) terdiri dari tiga kata dalam bahasa Ibrani. Kemudian baris dua adalah lima kata ("TUHAN menyinarimu dengan wajah-Nya dan memberimu kasih karunia," ayat 25), dan baris tiga, tujuh kata ("TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberimu damai sejahtera," ayat 26). Setiap baris bertambah dua kata. Dan, juga dengan dua suku kata (dua belas di yang pertama, lalu empat belas, lalu enam belas). Jumlah konsonan Ibrani juga terus bertambah (sebanyak lima), dari lima belas menjadi dua puluh sampai dua puluh lima.

Yang paling mencolok dari semuanya adalah pengulangan nama perjanjian Allah, Yahweh, yang di sini, dan enam ribu kali lagi dalam Perjanjian Lama, diwakili oleh "TUHAN" dalam huruf besar semua dalam bahasa Inggris. Pengulangan tiga kali – TUHAN, TUHAN, TUHAN – menekankan Dia sebagai sumber dan fokus dari berkat.

Setiap baris dimulai dengan nama Allah, dan diikuti oleh dua kata kerja. Baris pertama (ayat 24) menangkap intinya dan menyimpulkan: "TUHAN memberkatimu dan melindungimu." Kemudian baris dua (ayat 25) memperluas berkat, sedangkan baris ketiga (ayat 26) memperluas perlindungan. Urutan dua kata kerja di baris dua dan tiga menunjukkan tindakan Allah terhadap umat-Nya, dan hasilnya.

Berkat: Wajah-Nya Bersinar dengan Kasih Karunia

Apa yang dianggap oleh orang Israel kuno tentang "berkat" dari Allah ini? Ini mungkin satu-satunya pertanyaan terpenting yang dapat kita tanyakan tentang puisi ini. Seberapa rohani, kekal, dan ilahi harapan orang-orang? Berapa banyak yang akan puas hanya dengan berkat fisik, jasmani, dan materi?

Mungkin tidak ada tempat yang bisa meringkas lebih baik daripada Imamat 26 mengenai betapa beraneka segi berkat Tuhan mereka akan ada dalam pikiran mereka. Termasuk hal duniawi dan sementara, yang Allah tidak segan untuk berikan: hujan, panen, dan hasil (Imamat 26:3–5), damai di tanah dan kemenangan dalam pertempuran (ayat 6–8), berbuah dan bertambah banyak keturunan (ayat 9), dan panen yang terus berlimpah (ayat 10). Namun, kita harus berhati-hati untuk tidak meremehkan umat Allah zaman dahulu tentang kepenuhan apa yang mereka rindukan dalam berkat-Nya. Berkat terutama – yang paling penting – adalah hadirat Allah sendiri, pribadi Allah sendiri:

"Aku juga akan mendirikan tempat kediaman-Ku di tengah-tengahmu, dan Aku tidak akan menolak kamu. Aku akan berjalan bersamamu dan menjadi Allahmu, Kamu akan menjadi umat-Ku." (Imamat 26:11-12)

Begitu juga bagi kita hari ini pada era gereja. Persediaan duniawi, kedamaian duniawi, dan keturunan manusia bukannya tidak suci, tidak relevan, atau tidak penting. Itu bisa menjadi pemberian yang berharga, ekspresi kemurahan hati Allah. Namun, itu bukanlah inti dari berkat. Faktanya, itu semua dapat diambil, bukan sebagai penghapusan berkat Allah, tetapi bahkan sebagai ekspresi dari itu. Pusat dan puncak dari berkat Allah, bagaimanapun, adalah kehadiran dan pribadi Allah sendiri.

Baris kedua (Bilangan 6:25), kita perhatikan, memperluas tindakan Allah untuk memberkati umat-Nya. -TUHAN menyinarimu dengan wajah-Nya dan memberimu kasih karunia,- kemudian, menggambarkan tindakan Allah terhadap umat-Nya dalam kebaikan-Nya, mencari mereka dengan kebaikan-Nya, untuk memberi mereka kasih karunia.

Melindungi: Menghadapkan Wajah-Nya untuk Memberi Damai Sejahtera

Baris ketiga dan terakhir dan terpanjang (Bilangan 6:26) kemudian memperluas tindakan Allah untuk menjaga umat-Nya. -Menghadapkan wajah-Nya kepadamu -- menggambarkan Allah yang menjaga dan melindungi milik-Nya, memerhatikan mereka dan mengamati mereka, memberi dan memelihara kedamaian mereka.

Mazmur 121 diakhiri dengan gaung dari berkat Harun, dan khususnya Allah menjaga umat-Nya:

TUHAN akan menjagamu dari segala kejahatan;
Dia akan menjaga jiwamu.
TUHAN akan menjaga kepergianmu
dan kedatanganmu,
dari sekarang sampai selama-selamanya.
(Mazmur 121:7–8)

Kita semua telah menyaksikan mereka yang memulai dengan baik tetapi tidak menyelesaikannya. Mereka merasakan berkat, begitulah tampaknya, tetapi mereka tidak bertahan. Mereka tidak dijaga. Dan, di sini berkat tidak hanya meminta pemberian Tuhan tetapi juga penjagaan-Nya. Bukan hanya penyediaan-Nya tetapi perlindungan-Nya.

Pemberkatan diakhiri dengan penekanan pada "damai sejahtera". Nama ilahi diulangi tiga kali, dan baris-barisnya dibuat panjang, dan semuanya berujung pada kata Ibrani shalom, yang mengungkapkan "damai sejahtera" dalam arti yang lebih lengkap dan lebih holistik daripada yang mungkin kita gunakan saat ini. Damai sejahtera ini bukan hanya berhenti dari perang, tetapi kesejahteraan total, sangat makmur. Ini adalah kesimpulan yang tepat tentang apa artinya bagi kita diberkati dan dipelihara oleh Allah sendiri: damai yang sesungguhnya.

Menempatkan Nama-Ku atas Umat

Berkat itu bersifat sekunder. Intinya adalah Pemberi berkat. Penjaga. Tuhan.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Akhirnya, setelah puisi itu, Allah berkata kepada Musa di ayat 27, "Dengan begitu, Harun dan anak-anaknya akan menempatkan nama-Ku atas umat Israel, dan Aku akan memberkati mereka."

Melalui pengucapan berkat suci ini, Allah berkata, Dia -- menempatkan nama-Nya -- atas umat-Nya. Dia mengidentifikasi mereka sebagai milik-Nya. Itu milik-Nya. Mereka tahu itu, dan begitu pula bangsa-bangsa di sekitarnya. Mereka adalah umat-Nya dan mewakili Dia di dunia. Mereka menggambarkan Dia. Mereka menyandang nama-Nya. Yang merupakan tugas yang berat dan luar biasa – berat karena mereka membawa nama kudus Tuhan pada diri mereka di dunia yang tidak kudus.

Banyak yang dipertaruhkan dalam menyandang nama Allah. Mereka tidak berani menyebutnya dengan sia-sia (Keluaran 20:7). Namun demikian juga, atas nama Allah yang diberikan kepada mereka, mereka memposisikan diri mereka di tempat terbaik. Allah ini tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada orang lain, juga tidak akan meninggalkan umat-Nya, demi nama-Nya sendiri. Dengan kata lain, semangat Allah untuk nama-Nya, untuk kemuliaan-Nya, adalah fondasi dari berkat agung ini. Dia akan jujur pada diri-Nya sendiri karena hanya itulah yang benar bagi Allah.

Dan, jika kita melewatkannya dalam tiga kali kelengkapan nama-Nya – TUHAN, TUHAN, TUHAN – di depan setiap baris dalam pemberkatan, Dia mengakhiri ayat 27 dengan Aku yang tegas: "Aku akan memberkati mereka." Berkat itu bersifat sekunder. Intinya adalah Pemberi berkat. Penjaga. Tuhan.

Kasih Karunia dan Damai Sejahtera

Bagi orang Kristen hari ini, kita menemukan ringkasan tiga kata rasul tentang berkat Harun setiap kali kita mengambil surat dari Paulus atau Petrus: kasih karunia dan damai sejahtera. Bahasa yang tepat, dari huruf ke huruf, secara mengejutkan konsisten, dengan beberapa variasi kecil: "Kasih karunia bagimu dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan Tuhan Yesus Kristus."

Kita sekarang mengetahui perjanjian Allah yang besar ini di dalam Yesus Kristus, dan karena Yesus Kristus. Dan, di dalam Dia, kita sekarang mengenal Allah sebagai Bapa kita. Kita telah melihat dan merasakan kasih karunia dalam definisi dan kedalaman yang jauh lebih dalam daripada umat perjanjian Allah yang pertama. Di dalam Kristus, -anugerah Allah sudah nyata- (Titus 2:11). Dan sekarang, di dalam Kristus, kita telah melihat sepenuhnya kedamaian – -karena Ia sendiri adalah damai sejahtera kita- (Efesus 2:14).

Jauh dari menjadi tidak relevan hari ini, berkat kuno ini sebenarnya lebih benar, lebih berarti, lebih berharga bagi mereka yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. (t/Jing-Jing)

Audio: Tuhan Memberkatimu dan Melindungimu

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
URL : https://www.desiringgod.org/articles/the-lord-bless-you-and-keep-you
Judul asli artikel : The Lord Bless You and Keep You
Penulis artikel : David Mathis

Bagaimana Kita Tahu Bahwa Alkitab Itu Benar?

Penulis_artikel: 
R.C. Sproul
Tanggal_artikel: 
1 Februari 2021
Isi_artikel: 

Itu pertanyaan yang sangat bagus, karena begitu banyak yang dipertaruhkan dalam iman Kristen berkaitan dengan kebenaran Kitab Suci. Alkitab adalah sumber utama informasi kita tentang Yesus dan tentang semua hal yang kita terima sebagai unsur iman kita. Tentu saja, jika Alkitab tidak benar, maka orang yang mengaku Kristen berada dalam masalah serius. Saya percaya Alkitab itu benar. Saya percaya itu adalah firman Tuhan. Seperti yang Yesus Sendiri nyatakan dalam Kitab Suci, "Firman-Mu adalah kebenaran." Akan tetapi, mengapa saya yakin bahwa Alkitab adalah kebenaran?

Alkitab

Kita perlu mengajukan pertanyaan yang lebih luas dulu. Bagaimana kita tahu bahwa ada yang benar? Kita mengajukan pertanyaan teknis dalam epistemologi. Bagaimana kita menguji klaim kebenaran? Ada jenis kebenaran tertentu yang kita uji melalui observasi, eksperimen, saksi mata, pemeriksaan, dan bukti ilmiah. Sejauh menyangkut sejarah Yesus, sejauh yang kita tahu sejarahnya, kita akan memeriksa cerita-cerita Kitab Suci dengan menggunakan cara-cara yang dengan itu bukti sejarah dapat diuji — melalui arkeologi, misalnya. Ada unsur-unsur tertentu dari Kitab Suci, seperti klaim sejarah, yang harus diukur dengan standar umum historiografi. Saya mengajak orang-orang untuk melakukan itu — untuk memeriksanya.

Kedua, kita ingin menguji klaim kebenaran melalui uji rasionalitas. Apakah itu konsisten secara logis, atau apakah itu berbicara dengan -- lidah bercabang-? Kita memeriksa isi Kitab Suci untuk melihat apakah itu koheren. Itu ujian kebenaran lainnya. Salah satu hal yang paling mencengangkan, tentu saja, adalah bahwa Alkitab secara harfiah memiliki ribuan nubuatan sejarah yang dapat diuji, kasus-kasus di mana peristiwa-peristiwa dengan jelas dinubuatkan, dan baik peramalan maupun penggenapannya adalah teks catatan sejarah. Dimensi dari penggenapan nubuatan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama seharusnya cukup untuk meyakinkan siapa pun bahwa kita berhadapan dengan sebuah literatur supernatural.

Tentu saja, beberapa teolog mengatakan bahwa dengan semua bukti yang ada bahwa Kitab Suci itu benar, kita benar-benar dapat menerimanya hanya dengan Roh Kudus yang bekerja di dalam kita untuk mengatasi bias dan prasangka kita terhadap Kitab Suci, melawan Allah. Dalam teologi, ini disebut kesaksian internal Roh Kudus. Saya ingin menekankan pada poin ini bahwa ketika Roh Kudus menolong saya untuk melihat kebenaran Kitab Suci dan menerima kebenaran Kitab Suci, itu bukan karena Roh Kudus memberi saya wawasan khusus yang tidak Dia berikan kepada orang lain atau memberi saya informasi khusus yang tidak dapat dimiliki orang lain. Yang dilakukan Roh Kudus hanyalah mengubah hati saya, mengubah kerangka berpikir saya terhadap bukti-bukti yang sudah ada. Saya pikir Allah sendiri telah menanamkan di dalam Alkitab suatu konsistensi internal yang menjadi saksi bahwa ini adalah Firman-Nya. (t/Jing-Jing)

Audio: Bagaimana Kita Tahu Bahwa Alkitab Itu Benar?

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Ligonier
URL : https://www.ligonier.org/blog/how-do-we-know-bible-true/
Judul asli artikel : How Do We Know the Bible Is True?
Penulis artikel : R.C. Sproul

Kita Memerlukan Teologi Teknologi

Penulis_artikel: 
Will Sorell
Tanggal_artikel: 
4 Desember 2020
Isi_artikel: 
Kita Memerlukan Teologi Teknologi

Kita Memerlukan Teologi Teknologi

Awal bulan ini, Judah Smith mengumumkan dibukanya Churchome Global. Lokasi terbaru dari gereja raksasanya dalam berbagai tempat adalah telepon dalam kantong Anda. Tidak sama seperti aplikasi gereja tradisional yang menawarkan pesan dan informasi, Churchome Global mengutamakan label untuk membentuk kelompok komunitas secara daring, memberi untuk tujuan-tujuan dunia, dan bersekutu dengan orang lain sebelum ibadah di ruang masuk virtual. Pada label doa Anda bisa menaruh dua jari di layar untuk memberi tanda Anda sedang mendoakan pokok-pokok doa tertentu pada waktu sekarang. Tweet asli Smith menerima lebih dari 250 komentar, banyak yang mengkritisi -- cara bergereja yang baru -- ini.-

Perdebatan-perdebatannya adalah mengenai bagaimana dan mengapa menyediakan teknologi baru bukanlah hal yang baru. Percetakan, listrik, dan jaringan telah membantu Injil diberitakan secara internasional. Akan tetapi, banyak yang takut internet secara khusus menjadi sebuah ancaman bagi pelayanan yang bersifat inkarnasi. Satu kritik menanyakan tombol mana yang mengeluarkan perjamuan kudus.

Teknologi dapat membangkitkan jiwa atau sebaliknya membuat hati nurani takut dengan kemungkinan-kemungkinan yang tampak tidak berakhir. Kita perlu menemukan pijakan di tengah antara menerima dan tidak menghiraukan. Pertama-tama, kita harus mengerti apa itu teknologi dan apa yang bukan teknologi. Kedua, kita harus bertanya bagaimana Firman Tuhan mendorong kita untuk meresponi.

Teknologi itu Tidak Bermoral

teknologi

Teknologi bukanlah akar dari semua kejahatan. Sama seperti kita bisa menggunakan uang untuk tujuan diri sendiri atau orang lain, cara-cara baru untuk berkomunikasi dan berinteraksi tidak memiliki nilai moral dalam dan dari dirinya sendiri. Teknologi mengandung energi potensial, baik bagi pengharapan maupun rasa takut, tetapi kita memberikan energi kinetis.

Kemajuan teknologi seringkali berusaha untuk memberikan tiga macam kenyamanan:

1. Teknologi membuat perdagangan nyaman.

Entah itu kendaraan yang dirakit robot, pertukaran uang via Venmo atau Vanguard, atau sistem pencatatan mata uang untuk memenangkan pasar, teknologi membuat pasar semakin efisien. Ini bisa mengurangi kendala-kendala untuk mencatat, meningkatkan persaingan, dan membantu pelanggan menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Ini juga dapat menyebabkan para pekerja digantikan dan mengakibatkan terjadinya kecurangan.

2. Teknologi membuat perjalanan nyaman.

Otomotif dan perjalanan udara membuat dunia tampak kecil. Orang-orang bisa berkunjung ke sanak saudara yang tinggalnya jauh, mengawasi proyek melintasi lautan, dan menyelidiki ciptaan dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya. Demikian pula, kemajuan dalam perjalanan memampukan perdagangan seks, kecelakaan mobil dan kendaraan di udara yang mengerikan, dan meningkatkan polusi.

3. Teknologi membuat komunikasi nyaman.

Facebook baru-baru ini memperkenalkan Portal, sistem pesan-video yang baru dengan Alexa Amazon yang dibangun di dalamnya. Kata-kata pengenalnya – -Jika Anda tidak bisa hadir di sana, rasakan di sana- – melambangkan pengharapan bahwa keintiman manusia akan meningkat seiring dengan meningkatnya teknologi. Hal ini merupakan pengharapan Churchome yang ditekankan, juga. Akan tetapi, jika -- merasa di sana -- itu begitu mudahnya, akankah orang-orang jadi kurang termotivasi untuk hadir ketika mereka bisa hadir?

Energi potensial teknologi tidak dapat terus menjadi potensial selamanya. Saat agen moral menggunakannya, kita memberikan muatan moral kepadanya.

Kita Menggunakan Teknologi Secara Moral

Roma 6:13 memperingatkan semua orang percaya untuk mempersembahkan -- anggota-anggota tubuh -- mereka – setiap bagian dari diri mereka – tidak lagi kepada dosa tetapi bagi Allah. Saat penggunaan teknologi menjadi perluasan dari diri, kita membutuhkan teologi teknologi. Sekali lagi, teknologi itu tidak bermoral, seperti uang. Akan tetapi, saat kita menggunakannya, maka kita menghormati kerajaan atau menghalanginya. Kita menyembah Allah atau menyembah diri sendiri.

Apakah kita sedang melewati orang yang melakukan perjalanan yang dirampok dan terluka karena kita terlalu terobsesi dengan kelekatan kita pada tweet terbaru? Apakah kita memberikan persepuluhan secara digital untuk menghindari pertanggungjawaban pribadi pada hari Minggu? Apakah kita mengonsumsi -- konten paling baru setiap harinya,- atau apakah kita tunduk pada Firman Tuhan agar berlaku dalam konteks masyarakat?

Lalu, Bagaimana Kita Akan Memulai?

Churchome Global hanyalah ujung dari gunung es teknologi. Kita membutuhkan tanggapan dari studi gereja terhadap realita virtual, dan kita membutuhkannya sekarang.

Itu berarti, kita harus proaktif membentuk teologi teknologi kita, bukan sekadar reaktif. Ibadah yang disiarkan langsung melalui internet, misalnya, bisa menjadi sebuah berkat bagi para misionaris yang kesepian. Akan tetapi, itu bisa menjadi sebuah kutukan bagi orang tua yang gagal untuk membangunkan anak-anak mereka dan kemudian memperkenalkan headset sebagai pengganti komunitas.

Jadi, kepentingan apa yang kita miliki ketika kita dan gereja kita membuat keputusan yang berkaitan dengan teknologi? Berikut adalah tiga pedoman yang bermanfaat dalam membentuk sebuah teologi teknologi.

1. Prioritaskan belas kasih lebih daripada rasa nyaman.

Teknologi mengandung energi potensial, baik bagi pengharapan maupun rasa takut, tetapi kita memberikan energi kinetis.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Apakah penggunaan teknologi di gereja Anda memperbesar empati dan aksi bagi para janda, yatim-piatu, dan pendatang? Pendeta, apakah Anda mengeluarkan sebuah khotbah podcast karena Anda ingin meninggalkan warisan, atau karena hati Anda rindu kepada orang-orang yang sakit dan yang dipenjara?

Kita sebaiknya berfokus pada menjadi tangan dan kaki Kristus kepada orang-orang yang sakit daripada sekadar (membuat) video dan audio kepada orang-orang yang sehat.

Meskipun teknologi merupakan alat yang luar biasa untuk menyampaikan Firman Tuhan baik secara lokal maupun global, kita sebaiknya berfokus untuk menjadi tangan dan kaki Kristus kepada orang-orang yang sakit daripada sekadar video dan audio untuk orang-orang yang sehat.

2. Prioritaskan kehadiran lebih daripada kedekatan.

Jika Kristus sendiri menganggap adalah prioritas untuk ada di tengah-tengah umat-Nya, maka kita juga harus memprioritaskan kehadiran (Mat. 18:20; 28:20). Pendeta, apakah jemaat Anda membaca postingan Anda dan mendengarkan khotbah Anda karena mereka adalah bagian dari gereja Anda, atau karena mereka ingin merasa dimasukkan tanpa komitmen janji? Apakah penggunaan media sosial gereja Anda mendorong orang-orang untuk berpartisipasi dalam studi Alkitab, pertemuan ibadah, dan waktu persekutuan, atau apakah Anda mempromosikan postingan untuk menambah jumlah kehadiran dan arus pendapatan?

Adalah jauh lebih mudah untuk menyembunyikan patah hati kita dan rasa malu kita di balik aplikasi pesan daripada menyampaikannya waktu makan malam bersama.

Keintiman paling baik dilakukan dengan bertemu langsung. Adalah jauh lebih mudah untuk menyembunyikan patah hati kita dan rasa malu kita di balik aplikasi pesan daripada menyampaikannya waktu makan malam bersama. Kita ingin melihat orang-orang secara langsung sekarang karena kita ingin mereka melihat Yesus – dan menjadi seperti Dia – pada zaman akhir (1 Yoh. 3:1–3).

3. Prioritaskan komunitas lebih daripada konten.

Saya pernah mendengar seorang pendeta yang mengurangi perjamuan kudus menjadi sekali dalam tiga bulan dalam ibadah sore yang kurang banyak dihadiri orang-orang, karena ia -- merasa terpanggil untuk mendahulukan pelayanan televisinya.- Dia lebih peduli dengan khotbah hari Minggunya pada stasiun lokal daripada dia bersama dengan orang-orang yang dipersatukan untuk menerima tanda dan meterai kematian Kristus dan janji kedatangan-Nya kembali. Kristus berjanji untuk membangun gereja-Nya dan menyerahkan gereja kepada diri-Nya dalam kemegahan (Mat. 6:18; Why. 21:2), bukan menyampaikan khotbah yang sempurna dan serinya. Marilah berpegang pada perkataan-Nya dan berinvestasi satu terhadap yang lain.

Kenyamanan, kedekatan, dan konten adalah hal-hal baik yang bisa menolong untuk membawa jiwa-jiwa kepada pembenaran dan pengudusan. Akan tetapi, tidak ada pengganti tiruan untuk belas kasih, kehadiran, dan komunitas. Prioritas Yesus harus menjadi prioritas gereja-Nya.(t/Jing-Jing)

Audio: Kita Memerlukan Teologi Teknologi

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
URL : https://www.thegospelcoalition.org/article/need-theology-technology/
Judul asli artikel : We Need a Theology of Technology
Penulis artikel : Will Sorell

Komentar


Syndicate content