Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Tetaplah di Dalam Firman
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Salomo menuliskan dalam Amsal 18:21, "Hidup dan mati ada di dalam kuasa lidah ...." Dalam catatannya, seorang penafsir Alkitab, Matthew Henry menuliskan tentang ayat ini sebagai berikut: "Orang bisa berbuat banyak kebaikan, atau banyak kejahatan, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri, sesuai dengan bagaimana ia menggunakan lidahnya. Banyak orang membawa kematian pada dirinya sendiri karena lidah yang keji, atau kematian pada orang lain karena lidah yang palsu. Dan, sebaliknya, banyak orang telah menyelamatkan nyawanya sendiri, atau mendatangkan penghiburan bagi dirinya dengan lidah yang bijaksana dan lembut, dan menyelamatkan nyawa orang lain dengan kesaksian atau doa syafaat tepat pada saat yang dibutuhkan. Jika dengan perkataan kita akan dibenarkan atau dihukum, hidup dan mati tidak diragukan lagi, dikuasai lidah." Ya, jika tidak dikendalikan dalam hikmat Tuhan, lidah dapat membawa kutuk dan kematian bagi banyak orang. Betapa besarnya kuasa yang Tuhan berikan melalui perkataan dan lidah. Tuhan memberikan Firman, yaitu perkataan-Nya sendiri, bagi manusia. Perkataan Tuhan penuh kuasa dan kekal. Perkataan-Nya akan menghakimi, bahkan menyakiti, tetapi perkataan-Nya pulalah yang akan memulihkan dan membangun. Perkataan-Nya menentukan dan menetapkan segala sesuatu di seluruh jagad raya. Ketika Ia berfirman, jadilah sesuatu. Bagi orang yang sudah ditebus, perkataan yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang mencerminkan Tuhan, sehingga menyatakan kebenaran Ilahi. Sajian edisi e-Reformed bulan ini yang berjudul, "TETAPLAH DI DALAM FIRMAN" akan menolong kita menggunakan lidah kita dengan bijak, karena akan dijelaskan mengapa lidah dan perkataan kita begitu penting. Selamat menyimak. Kiranya kita boleh menggumuli hal sederhana, tetapi begitu penting ini, sehingga kita bisa memiliki kerendahan hati untuk terus mau diajar oleh Roh Kudus dan semakin bijak dalam memakai lidah kita. Soli Deo Gloria!
Edisi:
Edisi 185/Februari 2017
Isi:
Pekerjaan Firman itu melantik kehidupan Kristen dan juga menopang perkembangannya. Lidah saya terus-menerus dibersihkan dan diubah oleh (bila saya diperkenankan menyatakannya) apa yang berasal dari lidah Allah. Ketika hati mendengar firman Allah itu berulang kali dengan telinga yang terbuka, hati itu diperbarui dan mulai menghasilkan lidah yang diubahkan. Prinsipnya adalah ini: apa yang keluar dari mulut kita semakin lama semakin ditentukan oleh apa yang keluar dari "mulut Allah". Penyucian lidah adalah pekerjaan di dalam kita yang didorong oleh firman Allah yang datang kepada kita pada saat kita mendengarnya dan mendiami kita pada saat kita menerimanya. Ini adalah "rahasia" bagaimana Tuhan Yesus sendiri menggunakan lidah-Nya. Matius memandang Tuhan Yesus sebagai penggenapan nubuat dari Nyanyian Sang Hamba yang pertama dalam paruh kedua nubuat Yesaya:
Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak
dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya. (Mat. 12:19-20, mengutip Yes. 42:2-3) Jika kita bertanya bagaimana ini bisa terjadi dalam hidup-Nya, jawabannya ditemukan dalam Nyanyian Sang Hamba yang ketiga:
Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku
lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. (Yes. 50:4-6) Pertolongan tunggal yang paling penting untuk kemampuan saya menggunakan lidah saya untuk kemuliaan Yesus ialah membiarkan firman Allah tinggal di dalam saya dengan begitu kaya sehingga saya tidak dapat berbicara dengan aksen lain. Jika saya melakukan itu, hasilnya ialah "dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani .... Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah [kamu melakukan] semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita" (Kol. 3:16-17). Kebetulan (walaupun itu bukan sesuatu yang kebetulan) adalah mengapa begitu penting untuk berada di bawah pelayanan Firman di mana Kitab Suci dijelaskan dengan anugerah dan kuasa Roh Kudus. Dengan cara inilah--ya, dengan studi pribadi--maka firman Allah mulai melakukan pekerjaan rohaninya sendiri di dalam kita. Pada saat firman yang telah dibentuk di dalam mulut Allah itu kita cerna sebagai roti hidup, firman itu akan mulai membentuk pemikiran, afeksi, dan kemauan kita dengan cara yang menakjubkan. Terlalu banyak orang Kristen yang jatuh ke dalam perangkap untuk percaya bahwa Allah memberikan kelahiran baru dan pembenaran, tetapi kemudian pada intinya kita dibiarkan melakukan sisanya dengan usaha kita sendiri. Kita perlu melihat bahwa kita hidup oleh setiap firman yang datang dari mulut Allah. Firman Allah menguduskan kita. Semakin saya bangun pada pagi hari dan makan dari Kitab Suci, dan semakin saya dibanjiri dengan Firman di bawah satu pelayanan alkitabiah, maka firman Kristus semakin melakukan pekerjaan penyucian di dalam dan kepada saya, dan akibatnya, Kristus akan semakin mengajari lidah saya pada saat Dia mencetak dan membentuk saya. Ya, memang perlu usaha yang keras--tetapi itu agar "perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu". Itu adalah suatu usaha yang dapat diterima! Dalam hal ini, sebagaimana nyanyian Yesaya mengajar kita, Juru Selamat kita adalah Teladan kita, tetapi Dia bukan hanya dan terutama sebagai teladan. Sebelum menjadi teladan, pertama-tama Ia harus menjadi Juru Selamat kita. Semuanya ini merupakan bagian dari visi yang agung dari Nyanyian Sang Hamba dalam Yesaya (yang begitu berpengaruh dalam penerimaan Yesus sendiri akan Firman Allah). Bapa membuka telinga Anak-Nya; Sang Anak tidak suka memberontak. Dia bersedia "dianiaya dan ditindas". Pada saat Ia mengalami penghakiman dan hukuman itu, Ia "tidak membuka mulutnya" (Yes. 53:7). Mengapa Yesus diam saja? Apakah ada yang lebih dari ini? Tentu saja ada! Dia diam karena setiap kata yang keluar dari bibir Anda; karena setiap kata yang memberi alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum Anda sampai kekekalan; karena Anda telah mengutuk Dia atau gambar-Nya. Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menanggung hukuman Allah atas dosa lidah kita. Ketika Dia berdiri menghadap Imam Besar dan kursi pengadilan Pontius Pilatus, Dia menerima hukuman atas kesalahan. Akan tetapi, itu adalah kesalahan saya. Dia menanggung dosa-dosa bibir dan lidah saya dalam tubuh-Nya di kayu salib. Apakah Anda berharap agar Anda dapat mengendalikan lidah Anda dengan lebih baik? Apakah Anda ingin mengikuti teladan Yesus? Kalau begitu, pertama-tama Anda harus memahami bahwa Dia adalah Juru Selamat, dan kemudian Dia adalah Teladan. Anda perlu datang dengan kesadaran akan dosa bibir Anda, dan berkata:
Ya Allah, kasihanilah saya orang berdosa ini.
Terima kasih karena Yesus datang dan berdiam diri agar Dia dapat menanggung hukuman atas penyalahgunaan lidah saya. Dan, jika Anda mengetahui bahwa Dia telah mengambil hukuman dan murka Allah atas setiap kata Anda yang berdosa, Anda tidak dapat berbuat lain kecuali datang kepada-Nya dan mengatakan,
“Ribuan lidah bernyanyi, memuji Tuhanku.”
Dia dapat menjawab doa dan permohonan yang menyertainya,
“Sembuhkan 'ku dari dosa. lepaskan dari kesalahan dan kuasanya.“
Dan, segala kesalahan itu dapat dihapuskan! Kristus dapat membebaskan Anda dari penyalahgunaan lidah. Dan, jika Anda datang kepada-Nya dengan kesadaran akan dosa itu, Anda akan mendapati betapa mulianya Dia, Juru Selamat itu. Anda dibebaskan, walaupun belum sempurna dan mulia, sekarang lidah Anda mengucapkan pujian-Nya. Setelah dikeluarkan dari lubang dan lumpur, sekarang di bibir Anda terdapat nyanyian pujian bagi Allah Anda. Lantas, orang tidak hanya akan mendengar satu kosakata yang baru, tetapi mereka mendengar Anda berbicara dengan aksen yang berbeda. Inilah yang meninggalkan kesan abadi tentang kuasa Kristus dan perubahan oleh anugerah di dalam hidup Anda. Negara asal saya adalah Skotlandia. Saya mendapatkan status istimewa sebagai penduduk asing di Amerika Serikat. Saya mendapatkan kartu hijau. Akan tetapi, orang sering mengingatkan saya, "Anda punya aksen yang berbeda." (Artinya, salah satu hal yang menakjubkan mengenai hadirat dan pekerjaan Roh Kristus dalam berkhotbah ialah bahwa setelah 15 menit menguraikan [Firman Allah], mungkin saja orang tidak lagi memperhatikan aksen Anda dan hanya mendengar aksen-Nya.) Karena itu, karena "tersiksa" dengan suatu "aksen", ketika naik lift--dan percakapan ringan yang biasa terjadi di situ--sering memberi saya kesenangan tertentu yang jail. Ketika pintu terbuka dan saya melangkah keluar, sesekali orang berkata, "Anda punya aksen yang berbeda. Dari mana asal Anda?" Ketika saya menunggu sampai pintu hampir tertutup, saya berkata sambil tersenyum, "Columbia, Carolina Selatan," sambil menatap wajah-wajah kebingungan yang ekspresinya mengatakan, "Yang benar saja! Anda bukan dari sekitar sini, 'kan?" Ini merupakan satu perumpamaan mengenai apa yang mungkin terjadi pada umat Allah dalam cara kita menggunakan lidah kita, yang oleh anugerah Allah kita belajar berbicara dengan aksen seperti Yesus. Pada akhir hari itu, mungkin tidak banyak yang dikatakan orang kepada Anda ketika Anda berada dalam suatu ruangan, yang secara terbuka mengatakan mengenai pembicaraan Anda sebagai seorang Kristen. Sebaliknya, mungkin pertanyaan yang diajukan orang ketika Anda keluar dari ruangan itu. "Dari mana asalnya?" "Termasuk golongan apa dia?" Apakah Anda berbicara seperti seseorang yang sedikit "terdengar" seperti Yesus karena ketika Anda hancur di dalam kesadaran Anda mengenai lidah Anda yang berdosa, Anda mendapatkan pengampunan dan pembaruan di dalam Kristus, dan sekarang Firman-Nya tinggal diam dengan segala kekayaannya di dalam Anda? Pada akhir hari itu, seperti itulah kedewasaan rohani itu kelihatannya--atau kedengarannya--karena perubahan penggunaan lidah Anda. Kiranya hal itu semakin nyata pada diri kita!
Sumber:
Kelahiran dari Anak Dara
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Kelahiran Sang Anak Allah yang dijanjikan melalui rahim manusia adalah keunikan terbesar yang disaksikan oleh surga dan seluruh alam raya. Bagaimana tidak? Saat itu, kita dapat melihat Sang Allah kekal yang tidak terbatas itu membatasi diri-Nya dalam sesosok daging dan tubuh manusia. Dia hadir dalam sejarah umat manusia, bahkan harus menundukkan diri di bawah hukum-Nya. Dia lahir dengan cara yang sama seperti manusia mana pun, yaitu melalui rahim seorang wanita, yang telah ditentukan oleh Allah. Dia dikandung dan dilahirkan dari seorang wanita yang masih benar-benar perawan. Tentu hal ini menjadi gejolak bagi dunia karena kejadian ini tidak alamiah dan menentang hukum sebab akibat alam. Banyak orang pada saat itu meragukan berita ini karena fakta seharusnya tidaklah demikian. Namun, sejak zaman Yesaya telah dinubuatkan bahwa akan ada kelahiran yang terjadi melalui seorang perawan (Yesaya 7:14). Bahkan, dalam kitab Kejadian pun, berita tentang kelahiran-Nya telah dikabarkan. Pada edisi kali ini, redaksi e-Reformed secara khusus menyajikan sebuah artikel bertema kelahiran Kristus melalui anak dara. Ada beberapa isu yang mencoba menjelaskan bahwa bila Kristus lahir dari seorang anak dara, hal itu adalah sebuah kebohongan, bahkan mitos. Tentu saja, hal ini adalah kekeliruan besar karena bertolak belakang dengan kebenaran Alkitab yang kita percayai. Sudah semestinya setiap kita, orang percaya, turut bertanggung jawab menjelaskan dan menyampaikan kabar kebenaran Natal kepada mereka yang belum mengetahui atau bahkan menolaknya. Artikel berikut akan secara khusus memberikan penjelasan tentang fakta kelahiran Kristus melalui seorang anak dara dari sisi sejarah. Segenap redaksi e-Reformed mengucapkan "Selamat merayakan Natal kepada seluruh pembaca e-Reformed. Soli Deo Gloria!"
Edisi:
Edisi 183/Desember 2016
Isi:
Bishop David Jenkins meragukan bahkan menyatakan penyangkalannya mengenai realita sejarah mengenai kelahiran dari anak dara. Ia menyebutnya sebagai natur simbolis dan mitologis kisah kelahiran dari anak dara. Dalam suratnya Desember 1984, ia menulis bahwa sekelompok orang tidak dapat mengerti, atau tidak akan mendengarkan, poin bahwa banyak dari kisah Alkitab adalah direalitakan, tidak dengan menjadi literatur yang benar, tetapi karena menjadi simbol yang diinspirasikan oleh iman yang hidup mengenai aktivitas nyata dari Allah. Akan tetapi, banyak dari kritik bishop tidak selalai dan juga tidak sekeras kepala seperti yang ditunjukkannya. Kita tahu dengan baik bahwa ada jenis literatur yang disebut mitos yang memasukkan kebenaran dalam bentuk sejarah tanpa menyatakan bahwa itu bersifat sejarah. Ini tidak termasuk dalam perdebatan di antara kita. Banyak mitos kafir yang beredar dalam abad pertama, termasuk yang berasal dari Yunani dan Mesir asli mengenai satu dewa juru selamat yang lahir dari anak dara yang memerintah langit dan laut. Akan tetapi, kisah-kisah ini membuktikan sendiri bahwa mereka adalah mitos. Orang tidak percaya bahwa kisah itu adalah sejarah. Pertanyaannya adalah apakah para penulis Injil dengan sengaja menulis mitos ketika mereka mengisahkan kelahiran dari anak dara dan apakah mereka bermaksud untuk memberi pengertian semacam itu kepada kita. Jawaban saya: "Jelas tidak!" Profesor Henry Chadwick dalam artikelnya menunjukkan bahwa di dalam Pengakuan Iman Rasuli adalah pernyataan yang tercatat dalam sejarah dan ada yang puitis. Kalimat "Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa" termasuk dalam pengertian puitis, tetapi "Ia dilahirkan oleh Anak Dara Maria dan Pada hari yang ketiga Ia bangkit dari antara orang mati" termasuk pernyataan yang berdasarkan sejarah. Benar bahwa hal kelahiran Yesus dari anak dara tidak mendapat penekanan sebanyak yang terjadi dalam hal mengenai kematian dan kebangkitan-Nya dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam khotbah-khotbah awal Petrus dalam Kisah Rasul maupun kesimpulan Paulus mengenai Injil dalam I Korintus 15 yang menyinggung mengenai kelahiran Yesus dari anak dara. Meskipun keempat penulis Injil sesungguhnya menuliskan seperti yang dikatakan Markus Injil mengenai Yesus Kristus (Markus 1:1), dan meskipun Matius dan Lukas dalam Injil mereka mencatat mengenai kelahiran dari anak dara, tetapi tidak ada tempat dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa catatan itu menjadi bagian integral dengan Kabar Baik. Meskipun demikian jelas diajarkan dalam Injil dan sejak itu menjadi kepercayaan yang diterima dengan suara bulat dari gereja universal. Pengajaran dan tradisi ini tidak bisa begitu saja dikesampingkan. Selain itu, adalah suatu hal yang serasi bahwa Satu Pribadi yang supernatural (yang adalah Allah dan manusia) harus memasuki, seperti juga meninggalkan dunia ini, dengan cara yang supernatural. Serangan atas kelahiran dari anak dara bukanlah hal yang baru. Sebaliknya, mereka sama tuanya dengan kekristenan itu sendiri. Dalam abad pertama, banyak orang Yahudi Ebionit dan sekte tertentu dari Gnostik menyangkal keilahian Yesus, dan oleh sebab itu menghilangkan kisah kelahiran dari anak dara. Dalam abad kedua, bidat Marcion, yang menolak sepenuhnya Perjanjian Lama, memublikasikan satu versi dari hanya satu Injil (Lukas) dengan mengabaikan kedua pasal pertamanya. Kemudian, golongan rasionalis dan skeptis dari setiap abad meragukan atau meremehkan kelahiran dari anak dara. Contohnya Renan, humanis dari Perancis dengan bukunya "Vie de Je'sus" yang menimbulkan sensasi ketika beredar dalam tahun 1863, memulai bab keduanya demikian: "Yesus dilahirkan di Nazaret, sebuah kota kecil di Galilea, yang sebelumnya tidak melahirkan orang yang terkenal .... Ayahnya Yusuf dan ibunya Maria adalah orang-orang dari kalangan bawah." Kritik ini biar bagaimana pun juga berasal dari luar gereja. Yang baru sekarang ini adalah pandangan mereka ditoleransi di dalam gereja, bahkan di antara pemimpin gereja yang seharusnya dengan khidmat menjaga dan mengajarkan iman Kristen yang bersejarah. Pada awal abad ini, penahbisan William Temple ditunda dua tahun sampai ia yakin mengenai kelahiran Yesus dari anak dara dan kebangkitan tubuh, dan dalam 1917 dan 1918 Kepala bishop, Randall Davidson, menolak untuk menahbiskan Hensley Henson yang sedang dicalonkan untuk menjadi Bishop of Hereford, sampai ia mampu memberikan jaminan yang memuaskan bahwa ia tidak menyangkal doktrin-doktrin dalam Pengakuan Iman Rasuli. Sebab, Kepala Bishop John Habgood menahbiskan David Jenkins tanpa menerima jaminan yang sama sehingga banyak dari kita diganggu oleh pandangan yang mendukakan ini. Mungkin bijaksana jika pada poin ini menjelaskan pengertian dari kelahiran dari anak dara. Ada ekspresi yang salah karena menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai kelahiran Yesus, sementara kelahiran-Nya seluruhnya adalah normal dan alamiah. Penghamilannya yang tidak biasa karena sesungguhnya bersifat supernatural; karena ia diyakinkan dengan pekerjaan dari Roh Kudus, tanpa kerja sama dari seorang bapa manusiawi. Dalam diskusi kita mengenai kelahiran dari anak dara, ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan. Yang pertama mengenai kesejarahannya (Apakah itu sungguh-sungguh terjadi?) dan yang kedua adalah signifikansinya (Apakah yang terjadi?). Kesejarahan Mengenai Kelahiran dari Anak Dara Ketika kita menimbang bukti-bukti sejarah untuk kelahiran dari anak dara, ada empat bukti harus dipikirkan. Pertama, kesaksian dari para penulis Injil: Matius dan Lukas, keduanya menanggung dualitas kesaksian mengenai keperawanan dari Maria. Benar, mereka menelusuri jejak genealogi Yesus melalui Yusuf dan tidak dirintangi dalam menunjuk kepada Yusuf sebagai bapak dari Yesus. Akan tetapi, setelah ia menikah dengan Maria, ia adalah ayah yang sah dari Yesus. Maka tidak ada kesulitan di sini. Faktanya adalah bahwa menurut penulis Injil pertama dan ketiga, ketika Maria mengandung ia bertunangan, bukan menikah dengan Yusuf, dan ketika Yesus dilahirkan ia tetap seorang perawan. Lagi pula cukup jelas bahwa Matius dan Lukas memercayai hal ini. Mereka menulis dalam bentuk prosa bukan puisi, sebuah sejarah dan bukan mitos. Beberapa sarjana memperdebatkan bahwa Matius pada khususnya (bukan Lukas, yang mengklaim pengusutan sejarah telah diperhatikan) tidak cenderung untuk menuliskan sebuah narasi murni sejarah, tetapi ia bebas mengembangkan dan membubuhi sumber-sumbernya sehingga akibatnya adalah sebuah Midrash, yaitu pencampuran sejarah dengan yang nonsejarah, yang (lebih lanjut dikatakan) merupakan sebuah bentuk yang biasa yang dikenal dalam literatur Yahudi pada zamannya. Namun demikian, perkiraan ini jauh dari pembuktian. Bukti kurang dalam tiga area kritis: pertama, bahwa itu merupakan genre literatur yang biasa pada waktu itu (tidak kelihatan menjadi seperti demikian sampai abad kedua); kedua, bahwa Matius cenderung untuk menulis Midrash (ia pasti tidak membumbui Perjanjian Lama dengan fiksi, seperti yang dilakukan oleh para penafsir Midrash; dan ketiga, bahwa orang-orang pada zamannya itu mengertinya untuk menggunakan bentuk khusus ini (yang tidak dilakukan oleh bapak-bapak gereja pada awal gereja). Selain itu, ketika seseorang membaca injil Matius dengan segar, ia didorong oleh detail konteks sejarah dari kelompok orang, tempat-tempat dan waktu yang di dalamnya ia letakkan dalam kisahnya. Jika ditekankan bahwa Matius dan Lukas percaya bahwa Maria adalah ibu Yesus, yang adalah seorang dara, lalu timbul pertanyaan: mengapa Markus dan Yohanes tidak mengatakan demikian juga? Dan, mengapa sisa dari Perjanjian Baru membisu mengenai kelahiran Yesus dari anak dara? Dalam menjawabnya, kita mulai dengan mengingat bahwa argumen bisu jelas tidak dapat diandalkan. Contohnya, Markus dan Yohanes tidak mengatakan apa-apa mengenai masa kecil Tuhan Yesus, tetapi kita tidak mengonklusikan dari hal ini bahwa Yesus tidak pernah mempunyainya. Kemudian, ada bukti tidak langsung bahwa Yohanes tidak tahu mengenai masalah ini dan percaya kelahiran dari anak dara. Saya tidak hanya berpikir mengenai pernyataan agungnya bahwa "Firman telah menjadi daging dan tinggal ... di antara kita." (Yohanes 1:14), tetapi juga mengingat kembali pernyataan bahwa Yesus "datang dari atas", "turun dari surga", "diutus oleh Bapa", "datang ke dalam dunia". Beberapa intervensi supernatural menjadi penting untuk membuat hal-hal ini dapat diterima. Fakta bahwa Markus dan Yohanes mengabaikan kisah Kristus sebenarnya tidak relevan untuk alasan sederhana bahwa mereka tidak diharuskan untuk menulis hanya tentang kelahiran dan masa kecil Yesus saja. Mereka berdua memilih untuk memulai kisah dari Yohanes Pembaptis. Poin signifikansi adalah hanya dua penginjil yang menekankan penjelasan kelahiran Yesus dan menyatakan bahwa Ia dilahirkan dari seorang dara. Faktor kedua yang perlu dipikirkan adalah keotentikan suasana yang disinggung dalam kisah. Ketika kita membaca pasal-pasal awal dari Matius dan Lukas, kita dibawa kembali kepada hari-hari akhir dari Perjanjian Lama. Zakharia dan Elisabet, Yusuf, Maria, Simeon, dan Hana adalah orang-orang beribadah dari Perjanjian Lama yang memandang dan menantikan kerajaan Allah. Konteksnya kaya dengan kesalehan khas Perjanjian Lama. Bahasa, gaya, dan susunan dari cerita-cerita adalah seluruhnya berciri Ibrani. Jauh dari tambahan legenda yang kemudian. Kisah-kisah ini terdengar dan terasa seperti ditulis pada masa sangat awal. Sebagai tambahan, kisah-kisah ini mengungkapkan kesederhanaan dan kebijaksanaan. Sesungguhnya, cerita-cerita kafir pada masa itu mengisahkan mengenai dewa-dewa yang melakukan hubungan seks dengan manusia perempuan. Akan tetapi, pada tempat dari mitos yang sadis dan fantastik itu, para penginjil bungkam. Mereka memperlakukan keintiman yang suci mengenai dikandungnya Yesus dengan cara yang paling halus. Ketiga, kita harus menanyakan tentang keaslian cerita kelahiran anak dara. Kisah Matius dan Lukas memiliki kesamaan inti. Mereka berdua menunjukkan hubungan kehamilan Maria dengan Roh Kudus, bukan Yusuf dan mereka juga menunjukkan kepada problem dan kekhawatiran yang disebabkan oleh keperawanannya. Akan tetapi, perhitungan mereka jelas berdiri sendiri (tidak ada bukti persekongkolan), saling melengkapi (mereka mengisahkan dari perspektif yang berbeda). Lukas menulis pengumuman kepada Maria, dan kebingungannya seperti bagaimana dia dapat menjadi seorang ibu sementara belum menikah. Matius, di lain pihak, menulis penemuan Yusuf bahwa Maria hamil dan kebingungannya, keputusan untuk menceraikan Maria karena itu bukan anaknya, dan mimpinya di mana di dalamnya Allah mengatakan kepadanya untuk mengambil Maria sebagai seorang istrinya. Pada puncaknya, fakta harus datang dari Maria dan Yusuf sendiri, baik dalam bentuk tulisan atau bentuk perkataan. Selama Lukas dua setengah tahun bebas di Palestina, yang saya hubungkan, tampak segala kemungkinan bahkan kemungkinan bahwa ia bertemu dengan Dara Maria secara pribadi dan menerima cerita dari bibirnya sendiri. Dalam seluruh keadaan, bukti-bukti dari dalam menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kita memiliki dua kisah asli, pada awal, yang terpisah, yang berbicara mengenai kelahiran anak dara, masing-masing berdiri sendiri, satu sama lain melengkapi, yang satu dari Yusuf, yang lain dari Maria. Faktor keempat yang kita akan lihat adalah gosip mengenai kelahiran di luar nikah dari Yesus. "Fakta pertama dan paling tidak bisa dibantah mengenai kelahiran Yesus" tulis JAT Robinson, munculnya dari Wedlock. Satu pilihan yang tidak berbukti bahwa Yesus adalah anak sah dari Yusuf dan Maria. Hanya satu pikiran terbuka bagi kita antara kelahiran anak dara dan kelahiran di luar nikah. Jelas bahwa gosip kemungkinan kelahiran di luar nikah dari Yesus sudah tersebar selama ia terjun melayani dalam masyarakat dalam usaha untuk menjatuhkan-Nya. Contohnya: ketika Ia mengemukakan bahwa pasti orang Yahudi yang tidak percaya tidak memiliki Abraham sebagai bapa, tetapi si jahat. Mereka membantah, "Kami bukan anak-anak haram!" yang sepertinya sebagai sindirian bahwa itulah Ia (Yohanes 8:41). Pada kesempatan lain, kali ini dalam kota-Nya sendiri, ketika orang-orang diserang oleh pengajaran-Nya, mereka bertanya, "Tidakkah ini anak Maria?" (Markus 6:3). Dalam lingkungan patriakh, ini adalah pembicaraan yang menghina, sindiran yang tidak mungkin meleset. Kemudian, dalam kesempatan ketiga, orang-orang tidak percaya bertambah, berteriak kepada seorang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Yesus (Yohanes 9:29). Gosip ketidaksahan Yesus bertahan lama setelah kematian-Nya. Dalam Talmud Yahudi, hal ini menjadi jelas. Dalam abad III, sarjana Kristen Origen harus menjawab kritik hinaan dari Celsus bahwa Yusuf membawa Maria keluar dari rumahnya karena ia telah berzina dengan seorang serdadu bernama Panthera. Bagaimana dalam dunia ini dapat timbul gambaran dan fitnahan kecuali telah diketahui bahwa Maria telah mengandung ketika Yusuf menikahinya? Betapa tidak menyenangkannya gosip ini, tetapi inilah bukti nyata dari kelahiran anak dara. Signifikansi dari Kelahiran Anak Dara Kita maju sekarang dari bukti kesejarahan kelahiran anak dara kepada pertanyaan mengenai signifikansinya: Apa yang terjadi? Kita telah mencatat bahwa kelahiran Yesus tidak mendapat penekanan dalam Perjanjian Baru yang sama seperti kebangkitan-Nya, bukan merupakan suatu kejutan kecil, sejak kebangkitan-Nya dipublikasikan dan mempunyai saksi mata, sementara kelahiran anak dara adalah hal yang bersifat sangat pribadi dan tidak mempunyai saksi. Akan tetapi, jurusan yang dipakai para pengkritik untuk menyerang menunjukkan bahwa mereka mengenali kepentingannya. Catatan Lukas mengenai pengumuman itu: Lukas 1:26-36:
Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia, yang disebut mandul itu."
Setelah malaikat memberi salam kepada Maria sebagai seorang yang mendapat anugerah khusus dan kehadiran Allah, pemberitahuannya kepada Maria mengenai tujuan Allah ada dalam dua tahap, yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Yang pertama, menekankan kesinambungan Anaknya dengan masa lalu karena Maria akan mengandung-Nya. Yang kedua, menekankan ketidaksinambungan-Nya, bahkan keunikan-Nya, karena Roh Kudus akan menaungi-Nya. Dalam bagian pertama (ayat 30-34), malaikat mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang putra, Ia akan menjadi "besar" (dinamakan Yesus dan Putra Yang Mahatinggi, yang berhubungan dengan pekerjaan penyelamatan Mesianik-Nya) dan bahwa Ia akan memerintah di atas takhta Bapa-Nya, Daud, dan memerintah atas rumah Yakub selama-lamanya. Dengan kata lain, Ia akan mewarisi dari ibu-Nya: kemanusiaan ("engkau akan .... melahirkan seorang putra") dan posisi-Nya di takhta Mesianik. Paling sedikit, inilah yang diimplikasikan. Dengan yakin, Rasul Paulus kemudian menekankan hal ini ketika menuliskan bahwa Yesus "dalam natur-Nya sebagai manusia adalah keturunan Daud" (Roma 1:3). Pada waktu yang bersamaan, Yusuf secara eksplisit dijelaskan sebagai keturunan Daud. Dengan menamai Yesus (Matius 1:21,25), ia menerima-Nya sebagai Putranya, dan dengan menerima-Nya, membuktikan Ia mempunyai hak-hak legal sebagai anak sah. Dalam bagian yang kedua (ayat 35), malaikat melanjutkan mengatakan bahwa Roh Kudus akan berada di atas Maria dan kuasa dari Yang Mahatinggi akan menaunginya (awan dalam Alkitab adalah simbol dari kehadiran Allah). Dan, oleh sebab itu, anak yang akan dilahirkannya adalah unik, sebagai Yang Suci (berhubungan dengan ketidakberdosaan-Nya) dan Anak Allah (yang membuktikan dalam pengertian lebih dalam daripada sebutan sebagai Mesias). Dalam cara ini, diumumkan kepada Maria bahwa kemanusiaan dan kemesiasan anaknya akan keluar daripadanya, ibu yang akan mengandung dan melahirkan-Nya, sementara ketidakberdosaan dan keilahian-Nya akan keluar dari Roh Kudus yang akan menaunginya dengan kuat kuasa-Nya. Kesinambungan akan terlihat pada kelahiran natural-Nya melalui Maria, dan ketidaksinambungan dengan kehamilan supernatural melalui Roh Kudus. Ia akan menjadi keturunan Adam melalui kelahiran-Nya, tetapi diangkat menjadi Adam kedua (kepala dari kemanusiaan yang baru) melalui dikandung-Nya dari Roh Kudus. Sebagai akibat dari kelahiran anak dara (yaitu, kebenaran dari Pengakuan Iman Rasuli bahwa Ia dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari Anak Dara Maria), Yesus Kristus secara bersamaan adalah anak Maria dan Anak Allah, manusia dan ilahi, Mesias dari keturunan Daud dan Juru Selamat yang tidak berdosa bagi orang-orang berdosa. Karena Allah adalah bebas dan mahakuasa, dan kita tidak mempunyai kebebasan untuk membatasi-Nya, tanpa diragukan lagi Ia dapat melaksanakan tujuan ini melalui beberapa cara lain. Akan tetapi, Perjanjian Baru membuktikan bahwa Ia memilih cara melalui kelahiran anak dara, dan tidak sulit untuk mengerti kemasukakalan dan kelayakannya. Respons Maria terhadap pengumuman dari malaikat menyentuh kekaguman langsung kita. "Aku adalah hamba Tuhan," ia berkata, "Jadilah kepadaku seperti yang kau katakan." Sekali tujuan dan metode Allah dijelaskan kepadanya, ia tidak keberatan. Keseluruhannya takluk kepada-Nya. Ia mengekspresikan kerelaan totalnya untuk menjadi anak dara sebagai ibu dari Anak Allah. Jelas itu adalah hak istimewa baginya: "Yang Mahakuasa telah melakukan hal besar bagiku," ia memuji (Lukas 1:49). Jelas itu menimbulkan kekaguman dan tanggung jawab besar juga. Menyangkut kesediaan untuk mengandung sebelum menikah dan membawa diri sendiri kepada malu dan penderitaan, dipandang sebagai perempuan yang tidak bermoral. Bagi saya, kerendahan hati dan semangat Maria dalam penyerahan terhadap kelahiran anak dara kontras dengan sikap pengkritik-pengkritik yang menyangkal hal itu. Kita perlu kerendahan hati Maria. Ia menerima tujuan Allah, berkata, "Jadilah padaku seperti yang kau katakan." Akan tetapi, kecenderungan dari banyak orang sekarang ini adalah menolaknya, karena itu tidak sesuai dengan praanggapan mereka. Mereka yang menolak mukjizat secara umum dan kelahiran anak dara khususnya karena mereka percaya alam semesta berada dalam suatu sistem tertentu, tidak tampak untuk melihat keganjilan dari perintah Pencipta, apa yang Ia izinkan terjadi dalam ciptaan-Nya sendiri. Bukankah tidak ada lagi mode yang lebih baik untuk meneladani reaksi Maria dalam ketaatannya akan jalan Allah? Kita juga membutuhkan semangat Maria, Ia sepenuhnya terbuka bagi Allah untuk memenuhi tujuan-Nya bahwa ia siap untuk mengambil risiko noda dengan menjadi ibu yang tidak menikah, menjadi orang yang disangka pezina dan menanggung anak yang tidak sah. Ia menyerahkan reputasinya kepada kehendak Allah. Kadang, saya heran jika penyebab utama dari begitu banyak teologi liberal adalah sarjana-sarjana yang lebih memperhatikan mengenai reputasi mereka dibandingkan wahyu Allah. Lucu tampaknya untuk menjadi naif dan cukup mudah percaya mengenai mukjizat, mereka dicobai untuk mengorbankan wahyu Allah di altar kehormatan mereka sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa mereka selalu berbuat demikian. Akan tetapi, saya merasa benar dalam hal ini karena saya sendiri merasakan pencobaan ini. Namun, jelas pengkritik akan menyeringai dan memperolok-olok, biarkan mereka. Apa yang terjadi adalah kita membiarkan Allah menjadi Allah dan melakukan dengan cara-Nya, bahkan jika bersama Maria, kita menghadapi risiko kehilangan nama baik kita.
Aplikasi Tafsiran Alkitab
John Calvin dan Inerrancy (II)
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Banyak keberatan yang diajukan oleh para kritikus kepada John Calvin yang menyudutkan pemikiran-pemikirannya sebagai "anti-inerrancy". Namun, benarkah Calvin demikian? Benarkah dia menolak kebenaran mutlak Alkitab? Dalam edisi ini, kita akan melihat lanjutan pembahasan dari edisi bulan lalu. Edisi lanjutan ini akan membahas tentang asumsi/dugaan 5 enigma (kebingungan) yang akan diajukan oleh para kritikus kepada Calvin jika memang benar ia tidak mengakui doktrin inerrancy, dan bagaimana kesimpulan penulis terhadap hal ini. Selamat membaca. Kiranya kita boleh belajar untuk semakin kritis dalam mengerti kebenaran Alkitab.
Edisi:
Edisi 182/November 2016
Isi:
John Calvin dan inerrancy (II) Seorang akan meneliti bagaimana pernyataan yang tidak mempunyai bukti dari pandangan "limited inerrancy" (yaitu pandangan inerrancy yang terbatas hanya pada hal-hal yang berkenan dengan iman dan etika) dapat sesuai dengan seluruh skema dari pekerjaan Calvin sepanjang hidupnya. Hal ini yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika diasumsikan bahwa Calvin tidak mengakui doktrin inerrancy, maka kemungkinannya menurut saya akan muncul lima enigma (kebingungan). Enigma pertama, berhubungan dengan proposisi bahwa Calvin memisahkan diri dari doktrin inspirasi dari skolastik yang berlaku saat itu, termasuk inerrancy, yang pada saat itu telah diakui dan telah diterima secara lazim pada paruh pertama abad ke-16. Namun, tidak ada fakta bahwa ia menolak implikasi dari doktrin inerrancy. Karena itu, kita di sini mengonfrontasi usul yang tidak masuk akal, yaitu bahwa ketika dengan tegas Calvin mengungkapkan perbedaan yang sangat banyak dengan pandangan Roma Katholik. Di dalam banyak pendapat yang muncul, kadang kala ia membiarkan pandangan Alkitab mereka tidak diganggu gugat. Tentunya jika Calvin menegur Roma Katholik di dalam permasalahan ini, bukanlah karena mereka taat membabi buta kepada seluruh pernyataan Alkitab, tetapi LEBIH kepada karena mereka gagal untuk menaati Alkitab secara benar (sesuai dengan mandatnya) atau untuk mengikat diri dari mereka sendiri kepada apa yang dinyatakan oleh Alkitab. Sangatlah aneh jika seseorang yang dipimpin di dalam iman yang sebesar ini, yang telah mampu melepaskan diri dari cara penerimaan Alkitab yang membabi buta ini, gagal untuk menyatakan tidak sependapat dengan mereka yang masih berada di bawah kuk ini. Pasti akan dikatakan bahwa hal tersebut terjadi karena Calvin takut bahwa dirinya akan diserang oleh permasalahan yang sama yang akan mengakibatkan pengajarannya tidak diterima dan berdasarkan kecerdikannya. Ia merasa adalah lebih bijaksana untuk tidak melakukan hal itu demi masa depannya, khususnya yang berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai otoritas Alkitab. Rentetan alasan yang dimunculkan ini harus berhadapan dengan suatu keberatan yang serius, mengingat bahwa keterusterangan adalah tabiat Calvin untuk menyatakan suatu hal yang ia mengerti sebagai kebenaran. ![]() Enigma kedua, timbul ketika asumsi tersebut dihubungkan dengan fakta bahwa Calvin dengan keras mengecam orang-orang seperti Servetus, Castellion, dan lain-lain, yang tidak menerima otoritas Alkitab atau tidak serius menerimanya. Di lain pihak, ia juga menentang mereka yang menerima apa saja sebagai otoritas, padahal tidak dimandatkan dengan jelas oleh Alkitab. Oleh karena itu, ketika Calvin menyanggah, baik kepada mereka yang tidak sepenuhnya menerima otoritas Alkitab maupun kepada mereka yang menerima otoritas yang tidak wajar di luar Alkitab, secara jelas, Calvin mengungkapkan keyakinan dan pengakuannya akan prinsip sola scriptura. Meyakini hal itu sambil memegang prinsip-prinsip sub rosa mengenai penerimaan yang utuh akan inspirasi Ilahi adalah merupakan suatu kepura-puraan atau sikap bermuka dua, dan sangat sulit menerima bahwa hal ini adalah karakteristik Calvin. Enigma ketiga, berhubungan dengan kemampuan Calvin untuk bersahabat dengan orang-orang seperti Peter Martyr, Zanchius, dan lainnya, yang mengaku mengenal doktrin inspirasi, bahkan hingga ke poin dari penerimaan beberapa formula dari doktrin skholasitisme. Kita tidak pernah menemukan kritikan yang diajukan Calvin berkenaan dengan pandangan mereka. Tentunya, jika Calvin merasa bahwa pandangan yang kuat tentang inspirasi mampu membuat perpecahan yang serius di dalam gereja, ia tidak akan ragu-ragu untuk menyatakan ketidaksetujuannya ini. Yang terjadi adalah bahwa Calvin merekomendasikan penggantiannya, Theodore dari Beza, yang menurut para sarjana, secara praktis berorientasi kepada metodologi skolastik dan pandangan tentang Alkitabnya sesuai dengan kerja pikir inerrancy. Tidaklah benar jika mengatakan bahwa Calvin membuat rekomendasi tersebut karena ketidaktahuannya, karena ia mempunyai banyak kesempatan untuk mengenal keseluruhan pandangan dan metode dari Beza. Melalui pengaruh Calvinlah, Beza bekerja di Akademi Lausanne dan mendapat posisi sebagai direktur dari Akademi di Jenewa (1559) -- suatu proyek yang sangat penting dalam pandangan Calvin. Dalam lima tahun terakhir dari kehidupan Calvin, Beza mendiskusikan kepadanya tentang tanggung jawab dari pastoral konseling di Jenewa. Dengan restu Calvin, Beza berhasil menjadi konselor pernikahan di kota itu, di mana pengaruhnya berlangsung selama 40 tahun. Membayangkan bahwa Calvin dengan cara ini merekomendasikan seseorang yang mempunyai pandangan yang tidak dapat disetujuinya atau bahwa Calvin gagal melihat adanya jurang pemisah antara Beza dengan dirinya adalah hal yang tidak dapat diterima dan menggelikan, terutama sekali karena berdasarkan keberatan yang diajukan Beza yang tampaknya menolak pendekatan Calvin. Namun, fakta mengatakan bahwa jika ada satu keberatan muncul dari biografi Beza tentang Calvin, hal itu karena telah dibubuhi dengan beberapa elemen hagiography. Dengan demikian, Beza tidak lebih merasakan adanya jurang pemisah antara pandangan-pandangan Calvin dengan dirinya. Enigma keempat, muncul dari fakta bahwa telah sangat lama berselang setelah kematian Calvin, tidak seorang pun berpikir bahwa Calvin memegang segala sesuatu kecuali pandangan yang ketat tentang doktrin inspirasi. Orang yang tidak setuju dengan pandangan demikian pasti akan memisahkan diri dari Calvin. Usaha-usaha orang mengepung Calvin untuk mendukung doktrin inerrancy yang terbatas, muncul menjadi suatu perkembangan pada akhir-akhir ini yang dibuat lebih tidak cocok dengan fakta karena hal ini timbul sangat terlambat di dalam sejarah pemikiran. Sulit untuk menerima bahwa pandangan Calvin telah disalahmengertikan oleh teman-teman dan musuh-musuhnya, dan bahwa kita harus menunggu sampai ke akhir abad 19 dan 20 untuk menangkap kembali kebenaran dari pandangannya. Jika ternyata Calvin berpandangan, misalnya seperti yang dikatakan oleh Rogers dan McKim, kita juga harus percaya bahwa Calvin berusaha keras untuk menyembunyikan pandangannya ini, tidak saja selama hidupnya, bahkan sampai 300 tahun setelah kematiannya. Hal ini adalah suatu mukjizat dalam hal menemukannya kembali tanpa menemukan sumber-sumber baru yang tidak terpecahkan oleh penulis-penulis sebelumnya. Pada faktanya adalah bahwa pandangan ini tidak pernah muncul terdokumentasi satu pun, baik oleh pernyataan-pernyataan Calvin maupun orang-orang sesamanya. Alasan utama yang menegaskan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy terbatas didasarkan pada keinginan banyak orang untuk memasukkan Calvin pada barisan orang-orang pendukung pendapat mereka. Namun, hal ini adalah ambisi yang tidak beralasan dan bukan keobjektifan akademis. Kita pasti bangga, bahwa banyak orang ingin untuk mendapat dukungan Calvin. Namun, keinginan ini tidaklah merupakan jaminan langsung untuk menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat yang baru-baru akhir ini saja ada di dalam teks. Enigma kelima, berhubungan dengan sifat dasar dari fakta-fakta sebelumnya untuk membuktikan bahwa Calvin tidak memegang doktrin inerrancy. Calvin dituduh bahwa ia mengakui kebebasan dari para penulis Perjanjian Baru dalam mengutip Perjanjian Lama -- dan ini sama dengan para penganut inerrancy yang modern -- tetapi Calvin memperlihatkan perhatian besar untuk menunjukkan keharmonisan arti dan kesesuaian metodologi dari para penulis Perjanjian Baru. Calvin dituduh bahwa ia mengakui hanya perkiraan atau kurang ketepatan di dalam detail kronologis, akomodasi terhadap pandangan dunia, dan hidup dari dunia purbakala -- demikian juga pandangan inerrancy yang modern -- namun dia menimbulkan permasalahan ini untuk menunjukkan ketaatan dari praktis penulis-penulis Alkitab (misalnya bandingkan 1 Korintus 10:8). Calvin dituduh menyamakan kekuatan kalimat pengajarannya dengan Alkitab -- dan demikian juga inerrancy yang modern -- namun hal itu adalah untuk menguraikan pengajarannya yang sesuai dengan pola dari kalimat-kalimat di dalam Alkitab. Bagi Calvin, mengajar adalah untuk menguraikan Alkitab secara terperinci dan tidak ada hal yang lain. Calvin dituduh memperhatikan doktrin dan etika Firman, dan tidak mau menghabiskan waktunya dengan detail yang tidak mengenai pokok permasalahannya -- dan inerrancy yang modern tidak mempunyai alasan yang baik untuk bergabung dengannya --, namun hal ini tidak berarti bahwa Calvin berpandangan ada masalah-masalah minor yang bertentangan di dalam Alkitab autographa . Karena itu, di dalam pengajarannya, Calvin berusaha untuk mengorelasikan ayat-ayat Alkitab. Hal ini dicatat di dalam Commentary on the Harmony of the Gospel dan di dalam keseluruhan tulisannya. Beberapa orang menganggap penjelasan ini tidak masuk akal. Namun, makin banyak penjelasan yang ia berikan, lebih banyak lagi bukti yang menunjukkan kesatuan dan keharmonisan Alkitab. Calvin dituduh menyatakan bahwa ada beberapa kesalahan di dalam Alkitab yang harus diperbaiki -- dan kaum inerrancy yang modern tidak mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan teks autographa -- tetapi hanya 2 contoh tipe ini yang dikemukakan dari tulisan Calvin, yaitu ulasan dari Matius 27:9 dan dari Kisah Para Rasul 7:16, dan kedua ayat ini lebih baik ditafsirkan sebagai perbedaan di dalam kritik tekstual (textual criticism) daripada koreksi Calvin dari pesan aslinya. Tentunya, jika ada pengakuan tentang adanya kesalahan yang tercantum di dalam tulisan Calvin, seseorang dari antara ke-28 sarjana di dalam daftar yang kedua di atas dapat menemukannya dan mengutipnya untuk membuktikan kebenaran pandangan mereka. Tentu, mereka tidak membiarkan permasalahan ini di dalam ketegangan dan tetap hanya mengutip bagian-bagian yang tidak meyakinkan. ![]() Saya sangat meyakini posisi saya dalam persoalan ini. Sebagai bukti dari keyakinan saya akan pengetahuan tentang John Calvin, maka saya siap untuk memberikan hadiah US$. 100.00 kepada orang pertama yang dapat membuktikan dari tulisan Calvin yang otentik bahwa Calvin menolak kebenaran dari teks autographa dari setiap pernyataan Alkitab.
Yuk, Ikut Kelas Natal!
John Calvin dan Inerrancy (I)
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Bulan ini adalah bulan Reformasi Gereja. Untuk memperingatinya, edisi e-Reformed kali ini menyajikan sebuah artikel yang mengupas satu isu penting yang menimpa salah satu reformator gereja dalam kiprahnya sebagai penafsir dan pengkhotbah yang alkitabiah. Tokoh yang saya maksud adalah John Calvin, "a man of the Bible", julukan yang cukup pantas diberikan kepadanya, seorang pemikir dan pengkhotbah Kristen yang mendobrak banyak kekeliruan gereja Roma Katolik semasa hidupnya hingga pertengahan abad ke-16. Banyak hal yang sudah ia kerjakan sebagai pelayan Tuhan terutama dalam penyelidikan teks Alkitab. Karya-karya yang dikerjakan John Calvin semasa hidupnya menjadi salah satu referensi penting yang digunakan oleh banyak pemikir Kristen dan teolog modern untuk menyelidiki Alkitab. Ia memakai sebagian besar waktu hidupnya untuk menguraikan dan menjelaskan banyak buku dalam kitab suci. Tak hanya itu, sejarah gereja juga mencatat bahwa John Calvin telah berkhotbah ratusan kali di hadapan banyak orang. Seluruh tema khotbahnya dipusatkan pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Namun, ia juga tidak luput dari tuduhan beberapa kritikus kristen yang menyatakan bahwa ia menolak doktrin "ineransi Alkitab". Kita akan melihat bersama kilas kehidupan sang reformator dan konflik yang dihadapinya dalam menegakkan iman Kristen. Karena artikel ini cukup panjang, redaksi membagi menjadi dua bagian. Bagian selanjutnya akan dipublikasikan dalam edisi e-Reformed bulan November. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!
Edisi:
Edisi 181/Oktober 2016
Isi:
Jika ada sesorang yang layak untuk menerima sebutan "manusia Alkitabiah" (a man of the Bible), maka John Calvin adalah orang yang memenuhi seluruh persyaratannya. Pengabdiannya kepada otoritas Firman Allah sangat jelas dalam karyanya Institutes I.vi-ix dan IV.viii, tanpa menyebutkan sejumlah halaman lainnya di dalam karyanya tersebut. Hal ini didukung dengan tujuannya yang jelas dalam bukunya, yaitu dari awal hingga akhir tidak menguraikan apapun secara terperinci, kecuali apa yang ada di dalam Alkitab. Penyusunan Institutes itu sistematis, di dalam natur isinya bertujuan untuk menjadikan karya tersebut Alkitabiah dan banyak mengacu pada Alkitab. Indeks buku ini di dalam terjemahan Beveridge ada 14 halaman yang masing-masing mempunyai 3 kolom (dengan tiap kutipan dihubungkan lebih dari satu kali) dengan kurang lebih 60 baris di setiap kolomnya. Jumlah ini mencapai lebih dari 2500 referensi. Calvin juga berusaha mengkhotbahkan seluruh Alkitab, namun batas hidupnya tidak memberikannya kesempatan untuk menyelesaikan seluruh rencana tersebut secara sempurna. Untuk memberikan gambaran tentang lingkup pekerjaan yang dilakukannya, dapat dicatat bahwa ia telah memberikan 200 khotbah dari kitab Ulangan, 159 khotbah dari kitab Ayub. Di dalam ke 22 khotbahnya dari kitab Mazmur 199, seluruh tema khotbah itu berpusat pada pentingnya Alkitab dan manfaat pengajaran Alkitab. Selain itu, Calvin mempersiapkan dan menerbitkan tafsiran yang luas dari kitab Kejadian hingga Yosua, Mazmur, dan seluruh kitab-kitab nabi Perjanjian Lama, kecuali Yehezkiel 21-48, demikian juga dengan Perjanjian Baru, kecuali 3 kitab ( 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Wahyu). Di dalam risalah dan surat-surat Calvin, kita menemukan lebih banyak lagi bukti mengenai minat dan ketaatannya kepada Kitab Suci. Seluruh tulisan ini banyak pertanyaan langsung yang memberikan indikasi bahwa Allah adalah pengarang Alkitab, bahwa penulis-penulis kudus merupakan mata pena atau mulut Allah, bahwa Allah mendiktekan Alkitab kepada mereka, dan bahwa otoritas Alkitab didasarkan pada fakta dari keilahian pengarang-Nya. Secara harafiah, ada beberapa referensi yang dapat dan telah dikutip untuk mendukung pendapat ini. Tafsiran 2 Timotius 3:16 dari Calvin yang sangat terkenal, dapat dipakai sebagai contoh suatu pandangan yang menggambarkan Calvin. Inilah prinsip yang membedakan kepercayaan kita dari kepercayaan lainnya, yaitu kita tahu bahwa Allah telah berbicara kepada kita dan kita yakin sepenuhnya bahwa para nabi tidak berbicara dari dirinya sendiri, tetapi sebagai alat Roh Kudus. Mereka hanya mengungkapkan apa yang ditugaskan dari Surga. Setiap orang yang rindu untuk menerima pengajaran Alkitab, harus terlebih dahulu menerima hal ini sebagai prinsip dasar yang telah tegak berdiri, yaitu bahwa Taurat dan kitab para nabi tidak memberikan pengajaran untuk menyenangkan manusia atau bersumber dari pikiran manusia, tetapi yang didiktekan oleh Roh Kudus. Jika seseorang menolak dan bertanya bagaimana hal ini dapat diketahui, jawaban saya adalah bahwa hal ini dapat terjadi melalui wahyu dari Roh yang sama, yang dicurahkan baik kepada yang belajar maupun kepada pengajar-pengajar, yang akan mengungkapkan bahwa Allah adalah pengarang Alkitab. Musa dan para nabi tidak mengucapkannya secara gegabah maupun tidak teratur tentang apa yang telah kita terima dari mereka, tetapi berbicara berdasarkan dorongan dari Allah, sehingga dengan berani dan tanpa takut, mereka menyaksikan kebenaran, sebagaimana mulut Tuhan sendiri yang berbicara melalui mereka. Roh yang sama, yang telah meyakinkan Musa dan para nabi tentang pekerjaan mereka, kini bekerja juga di dalam hati kita, sehingga Dia berkenan memakai mereka sebagai pelayan-pelayan Firman untuk mengajarkan kepada kita. Inilah arti dari uraian pertama bahwa kita berhutang pada Alkitab, yaitu hutang kemuliaan yang sama seperti hutang kemuliaan kita kepada Allah, karena Alkitab bersumber dari Dia dan tidak bercampur dengan sumber dari manusia. Di dalam menggunakan kata "dikte" yang akan sering kita jumpai di dalam karya Calvin, rupanya Calvin tidak bermaksud untuk mengindikasikan tentang metode tertentu yang mungkin digunakan Allah untuk mengomunikasikan isi Alkitab ke dalam pikiran para pengarangnya, manusia. Fokusnya adalah pada hasil akhirnya - yaitu pada fakta bahwa teks yang dihasilkan dari tangan penulis-penulis kudus tersebut, sesungguhnya adalah karya sejati Allah sendiri, kelihatannya seolah-olah Alkitab itu didiktekan langsung kata demi kata oleh Dia. Bagaimana Allah bekerja untuk mencapai tujuan ini, tanpa menggunakan metode khusus yang akan mengurangi sifat kemanusiaan pengarangnya dan merubahnya menjadi robot, tidak dijelaskan. Permasalahan seperti ini, yang terus menerus dihadapi oleh pemegang doktrin inspirasi plenary, memang muncul di dalam tulisan Calvin, tetapi di sini kita tidak menemukan suatu usaha rasional yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan tersebut. Pengakuan Calvin atas otoritas Alkitab dengan sangat jelas terlihat di dalam penyerangannya kepada teologi Roma Katolik di satu pihak, dan kepada kelompok yang hanya berdasarkan emosi atau semangat saja di lain pihak. Dalam serangannya kepada teologi Roma Katolik, harus diperhatikan bahwa ia tidak pernah mencaci mereka, karena kepatuhannya yang berlebihan kepada Alkitab. Sebaliknya, dengan penuh kerelaan dan tanpa syarat, ia menerima otoritas Alkitab yang kanon yang diterimanya melalui gereja Katolik. Batas-batas kanolikal tersebutlah yang perlu diselidiki, sehingga dalam hal ini pandangan Roma Katolik yang berkenan dengan hal ini harus diperbaiki. Tetapi, ketika yang berkenan dengan kitab yang diakui sehingga kitab kanon, tidak pernah Calvin berkeberatan dengan otoritas kitab-kitab tersebut. Dalam hubungannya dengan golongan yang hanya berdasarkan emosi atau semangat di satu pihak, Calvin dengan keras menekankan bahwa pengetahuan manusia tentang Allah hanya bersumber dari Alkitab semata dan bahwa manusia tidak dapat memiliki wahyu-wahyu yang diterima pribadi yang setara dengan Alkitab, sehingga dapat menggantikannya atau bahkan dapat menambahkan ajaran-ajarannya. Dia menekankan pandangan yang sama ini ke dalam perbedaan dengan konsep Roma Katolik tentang tradisi dan meminta dengan tegas untuk menahan diri dari spekulasi, bahkan dari daya tarik yang besar yang mengarah kepada arah yang bertujuan untuk menjaga ketenangan hati seseorang. Kita dapat sekali lagi mengutip tafsiran 2 Timotius 3:16 kembali. Dengan tidak langsung, dia menegur orang-orang yang suka melakukan hal yang sia-sia, yang memberikan makan orang-orang dengan spekulasi kosong seperti angin. Dengan alasan yang sama, saat ini kita mungkin menghukum setiap orang yang tidak peduli kepada pengajaran-pengajaran rohani dan yang dengan licik selalu mengganggu dengan pertanyaan yang tidak berguna. Setiap kali kelicikan seperti ini di bicarakan, mereka harus ditangkis dengan perisai, yakni frasa yang mengatakan, "Alkitab itu bermanfaat". Berdasarkan hal ini, maka menggunakan Alkitab secara sia-sia itu adalah salah. Berdasarkan hal ini, terlihat aneh jika natur dari doktrin inspirasi Calvin yang setepat-tepatnya menjadi pokok pertengkaran yang luar begitu gencar dan secara terbuka. Karena doktrin ini merupakan poros bagi seluruh stuktur iman yang Calvin pahami, sehingga normal saja jika berharap bahwa Calvin menyatakan posisinya di dalam topik ini secara jelas. Inilah tujuan dari penulisan ini, bahwa Calvin secara fakta, melakukan hal itu dan pernyataan-pernyataan para sarjana Alkitab lainnya yang memberikan kesan bahwa Calvin mengakui tentang banyaknya limitasi tajam di dalam doktrin otoritas Alkitab adalah sangat mengaburkan permasalahan, itu hanya bertujuan untuk membuktikan bahwa kepercayaan Calvin sesuai dengan mereka dan/atau untuk menunjukan keraguan atau pertanyaan, yang secara sederhana mencerminkan adanya keraguan atau ketidakpastian sebagaimana yang telah diajukan sebelumnya oleh reformator Jenewa ini. ![]() Kenyataan ini sangat jelas sehingga telah banyak tulisan diterbitkan berkenan dengan masalah tersebut. Di dalam 1900 bibliography Ericshon, telah ada 6 judul penulisan yang relevan, tanpa memperhitungkan lebih dari 16 karya yang berhubungan dengan Calvin sebagai seorang pengeksegese. Di dalam karya Niesel, yang diterbitkan tahun 1959 menambahkan jumlahnya menjadi 52 judul, dan D. Kempff menambahkan 70 lagi sampai tahun 1974. Hingga akhir tahun 1982, banyak sumbangan-sumbangan pemikiran yang lebih matang telah diterbitkan. Tentu saja, di dalam kerangka pikir satu makalah saja sangat sulit untuk menguraikan seluruh pokok-pokok permasalahan ini secara terperinci. Appendix bibliophical menyajikan hasil survey dari pekerjaan -pekerjaan tersebut yang diberikan kepada saya dengan evaluasi singkat mengenai hubungan mereka dengan sikap inerrancy Calvin. Dalam bagian ini, hanya disebutkan secara kronologis nama-nama penulis yang berpendapat bahwa Calvin menyetujui inspirasi verbal dan inerrancy, dan yang menolaknya, sehingga menyatakan bahwa mereka tidak layak diterima sebagai anggota dalam Evangelical Theological Society. Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin memegang doktrin inerrancy (untuk pekerjaanya yang terperinci, lihat lembar appendix. Nama-nama mereka yang tidak memegang doktrin inerrancy ditandai dengan bintang, dan dukungan mereka sangat berarti karena mereka tidak bertujuan untuk mengasimilasikan/mencocokkan doktrin Calvin agar sesuai dengan doktrin mereka) termasuk L.Bost (1883). C.D.Moore (1893), *R.Seeberg (1905,1920), *O.Ritschl (1908), *P.Lobstein (1909), *J.orr (1909), B.B.Warfield (1909), *P.Wernle (1919), *A.M.Hunter (1902), *Herman Bauke (1922), D.J.de.Groot (1931), C.Edward (1931), T.C.Johnson (1932), A.Christie (1940), *R.Davies (1946), K.Kantzer (1950,1957), *E.Dowey (1952), *B.A.Gerrish (1957), *R.C.Johnson (1959), J.K.Mickelsen (1959), A.D.R.Polman (1959), L.Praamsma (1959), J.Murray (1960), P.Hughes (1961), *H.J.Forstman (1962), J.I.Packer (1974;1984), J.Gerstner (1978), R.A.Muller (1979), L.J.Mitchell (1981), J.Woodbridge (1982). Penulis-penulis buku yang menyatakan bahwa Calvin menolak inspirasi verbal dan inerrancy Alkitab, adalah H.Heppe (1861), P.Menthonnex (1873), J.Cramer (1881), C.A.Briggs (1883, 1890, 1892), E.Rabaud (1883), A.Benezech (1890), J.Pannier (1893, 1906), E.Gauteron (1902), J.Chapuis (1909), E.Doumerge (1910), J.A.Cramer (1926), H.Clavier (1936), W.Niesel (1938), P.Lehmann (1946), F.Wemndel (1950), T.H.L.Parker (1952), H.Noltensmeier (1953), R.S.Wallace (1953), W.Kreck (1957), J.K.S.Reid (1957), J.T.McNeill (1959), L.deKoster (1959,1964), R.C.Prust (1967), F.L.Battles (1977), R.Stauffer (1967), J.Rogers and D.McKim (1979), D.W.Jellema (1980). Di antara jumlah tersebut ada beberapa orang yang memegang pandangan yang agung (high view) tentang Alkitab, yang berusaha menyatakan bahwa Calvin mendukung pendapat mereka. Kasus yang berkenaan dengan hal ini ditemukan buku terbaru karya Rogers dan McKim, yang berjudul The Authority and Interpretation of the Bible (Otoritas dan penafsiran Alkitab). Mereka berpendapat bahwa dengan kecakapan kesarjanaannya yang luar biasa, Calvin membebaskan diri dari belenggu sistem Skolastisisme dan dari dominasi gereja Roma Katolik. Calvin benar-benar mendasarkan teologinya pada otoritas Alkitab, memandang Alkitab sebagai norma iman dan praktis diberikan oleh Allah secara khusus hanya untuk tujuan religius. Karena itu, jika mengembangkan materi yang menyangkut iman dan etika itu lebih jauh akan berbahaya. Allah menyatakan bahwa Alkitab secara keseluruhan dapat dipercaya, namun pengawasan Ilahi ini tidak meluas hingga sampai kepermasalahan yang tidak relevan dengan iman, seperti sejarah, geografi atau ilmu pengetahuan secara mendetail. Di dalam bidang ini Rogers dan McKim percaya, Calvin berpendapat bahwa para penulis Alkitab diizinkan untuk dipakai dalam keterbatasan pengetahuannya, sehingga mencampurkan ke dalam Alkitab catatan-catatan data yang salah. Hal ini ditekankan, khususnya di dalam tafsirannya, Calvin sendiri mengakui terlihat banyak ketidaksesuaian yang disebabkan oleh keterbatasan manusia. Kebebasan dalam pengutipan Perjanjian Lama yang dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru, misalnya, adalah suatu bentuk kebebasan yang Calvin sering temui di banyak tempat di Perjanjian Baru, yang juga dipakai untuk mendukung pendapat ini. ![]() Sebagai jawaban dari seluruh pendekatan permasalahan ini terdapat 2 arah kesimpulan yang berbeda. Seorang dapat mempelajari secara terperinci contoh-contoh yang ditemukan untuk membuktikan bahwa Calvin mengakui adanya kesalahan di dalam teks asli Alkitab. Tentu saja hal ini harus diteliti karena jika ada pernyataan yang mengekspresikan adanya kesalahan tersebut, walaupun pada fakta hanya ada satu saja yang mengekspresikan hal itu, telah merupakan dasar yang kokoh untuk mengatakan bahwa doktrin Calvin tentang otoritas Alkitab tidak meliputi atau tidak berimplikasi kepada suatu penegasan doktrin inerrancy. Presuposisi yang diambil dari sini adalah bahwa Calvin konsisten dengan dirinya sendiri, sehingga ia tidak akan menegaskan sesuatu di satu tempat apa yang ia sangkal di tempat lainnya. Mereka yang mengenal karya Calvin akan langsung menyetujui presuposisi ini, karena asumsi ini bukan tidak beralasan. Penelitian-penelitian seperti ini telah sering dilakukan, namun maafkanlah saya, jika dalam penulisan ini saya tidak berusaha untuk mengulang kembali seluruh pernyataan tentang kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dibuktikan ini.
Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Injil yang utuh adalah Injil yang sepenuhnya diberitakan melalui kebenaran Alkitab, sumber utama bagi jiwa yang haus untuk dapat menemukan Kristus dan Roh Kudus, di luar itu tidak ada jalan lain. Dalam edisi kali ini, redaksi e-Reformed menyajikan sebuah artikel yang bertajuk tentang Alkitab dan Injil. Kita akan belajar dari Paulus, sang misionaris besar yang mengawali berdirinya banyak gereja dan gerakan penginjilan di Eropa. Kiranya kita boleh semakin terbeban untuk memberitakan Injil Kristus kepada setiap jiwa yang Tuhan percayakan untuk kita Injili. Soli Deo Gloria!
Edisi:
Edisi 180/September 2016
Isi:
Bagi banyak orang, kebenaran itu relatif, bergantung pada kepercayaan yang dimiliki dan kebenaran itu sering dianggap menjadi mutlak bagi para penganut kepercayaan tersebut. Inilah pengertian banyak orang. Untuk membuktikan apa Alkitab itu satu-satunya kebenaran mutlak, harus dibuktikan dari perkataan Alkitab itu sendiri. Biarlah Alkitab itu membela dirinya sendiri. ![]() Salah satu bagian Alkitab yang sangat penting yang berkaitan dengan topik ini adalah Galatia 1:6-10, di mana Rasul Paulus menegaskan kemutlakan firman yang ia beritakan kepada umat Kristen di Galatia. Ia adalah pemberita firman Tuhan kepada umat Galatia. Mereka mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanannya dan tim yang bersama-sama dengannya. Ia dengan kuasa Roh Kudus berkhotbah kepada umat Galatia yang belum pernah mendengarkan siapa itu Yesus. Dan, melalui pemberitaan itu, mereka menerima kebenaran dan percaya serta menjadi pengikut Kristus. Namun, tidak lama kemudian, Rasul Paulus harus meninggalkan daerah Galatia, dan di saat ketidakhadirannya, sekelompok penganut agama Yudaisme menyelusup masuk dan memengaruhi iman mereka yang masih muda, hingga mereka ingin berbalik kepada Yudaisme yang mengajarkan bahwa percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu tidak cukup, tetapi harus ditambah dengan ritual-ritual yang diajarkan Musa di Perjanjian Lama untuk menyempurnakan iman mereka. Mereka juga dipengaruhi mempertanyakan kerasulan yang dimiliki Paulus. Mendengar apa yang terjadi di Galatia, Paulus merespons dengan menulis surat Galatia ini untuk mengingatkan mereka bahwa ia sungguh-sungguh rasul yang dipilih langsung oleh Kristus sendiri (Galatia 1:1). Namun, ia tidak berlama-lama membela kerasulannya, ia justru memfokuskan apa yang terjadi di gereja itu. Ia tidak mengawali tulisannya dengan ucapan syukur seperti biasa dilakukan dalam tulisannya kepada jemaat yang dirintisnya. Ia mengutarakan kekecewaannya dengan perkataan ini, "Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu dan mengikuti suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus" (Galatia 1:6-7). Keheranan Rasul Paulus terdiri dari dua hal: pertama, ia heran karena begitu cepat mereka berbalik dari Kristus. Ketika ia ada di Galatia, mereka menunjukkan kesungguhan iman dan kesetiaan mereka pada Kristus. Mungkinkah karena iman mereka begitu muda sehingga begitu mudah diperdaya orang-orang yang sengaja ingin merusakkan iman mereka? Atau, mungkinkah karena sebagian mereka tidak sungguh-sungguh percaya pada Kristus, tetapi hanya merasa percaya pada Kristus? Sepertinya, kedua pertanyaan ini memiliki kemungkinan. Namun, pertanyaan pertama di atas memiliki pengaruh yang lebih besar, khususnya ketika orang-orang yang menyelusup tersebut menyerang kerasulan Paulus dan mempertanyakan statusnya sebagai Rasul Kristus. Jika jemaat Galatia sudah ragu akan kerasulan Paulus, mereka juga akan meragukan berita atau Injil yang diberitakannya. Namun, hal ini ditegaskannya mengenai siapa ia sesungguhnya dan apa Injil yang ia beritakan. Keheranan Paulus yang kedua adalah mereka begitu cepat mengikuti "suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil". Apa sebenarnya "Injil itu"? Ia memberi jawabannya dalam 1 Korintus 15:3b-5, "Bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci." Singkatnya, Injil itu adalah berita kehidupan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Berita dan Injil yang disampaikan Paulus kepada orang-orang Galatia bahwa Injil itu adalah segala sesuatunya yang berhubungan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kristus telah mengorbankan diri-Nya sendiri untuk memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah. Kristus telah mati di kayu salib menggantikan manusia berdosa dan apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup-Nya, penyaliban-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya telah cukup bagi umat manusia untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga. Jika ada suatu ajaran, pandangan, dan pemikiran bahwa manusia tidak cukup percaya pada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga, tetapi juga harus melakukan amal dan perbuatan baik, hal itu merupakan suatu injil lain yang harus ditolak sebagai kebenaran. Paulus menegaskan bahwa injil lain tersebut adalah injil yang tidak sama dengan Injil Kristus meskipun memakai nama dan istilah yang sama. Kata "lain" dalam paduan kata "injil lain" adalah kata "heterogen" suatu Injil yang tidak sejenis dan sama. Dengan kata lain, orang-orang yang memengaruhi jemaat Galatia meninggalkan ajaran yang diajarkan Paulus adalah suatu ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Paulus meskipun memakai nama dan istilah yang sama yaitu Injil, tetapi isi atau berita yang disampaikan sangat berbeda dan siapa yang mengikutinya tidak akan memperoleh hidup yang kekal. Kebenaran di Luar Injil Kristus Bukanlah Kebenaran Mutlak ![]() Rasul Paulus sangat kecewa dengan jemaat Galatia yang membelot kepada injil lain, yang menganggap injil lain lebih baik dari Injil yang diberitakannya. Tetapi kenyataannya, injil lain itu tidak memberikan hidup kekal. Masa sekarang, masa kebebasan berpendapat, namun ketika pendapat itu berkaitan dengan hidup manusia, kita dituntut bersikap hati-hati. Ketika kebebasan berpendapat menduduki mimbar-mimbar gereja, dan kebebasan itu merendahkan dan meremehkan Injil sebagai kebenaran mutlak, di saat seperti itulah umat percaya harus bertindak seperti Paulus, menegakkan kebenaran firman Allah. Apa yang diajarkan Kristus dan para rasul adalah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyesat menyelusup masuk ke dalam gereja, yang memberitakan firman Allah sebagai sumber keuntungan, wibawa, dan hormat. Mereka tidak mengindahkan firman Allah, tetapi memperalatnya demi kepentingan pribadi. Bahkan, Yudas (bukan Yudas Iskariot) menuliskannya demikian, "Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus" (Yudas 4). Siapakah mereka ini? Mereka bisa saja orang-orang yang sangat akrab dengan kita, para pemberita-pemberita firman dari mimbar, namun bukanlah pengikut Kristus. Mereka adalah para pemakai topeng, para serigala yang berbulu domba, yang telah lama ditetapkan Allah untuk dihukum. Mereka ini akan membelotkan firman Allah demi keuntungan pribadi dan merekalah yang menjadikan gereja sebagai ladang kekayaan dan kemakmuran. Satu hal yang pasti bahwa menjelang akhir zaman Setan (Iblis) akan memakai Alkitab (firman Allah) untuk menipu dan memperdaya manusia, khususnya mereka yang ada di dalam gereja. Setan akan memutarbalikkan maksud dan arti firman Allah sama seperti yang ia lakukan ketika memperdaya Hawa di Taman Eden. Menjelang akhir zaman, Setan (Iblis) akan berjaya menipu dan memperdaya manusia dengan memutarbalikkan firman Allah. Di masa sekarang ini, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Ada banyak pengkhotbah yang mengklaim telah menerima wahyu dan firman Allah untuk diberitakan kepada jemaatnya. Ada begitu banyak orang yang mengklaim telah bertemu dengan Kristus dan bergandeng tangan dengan Kristus. Ada begitu banyak orang mengklaim bahwa ia telah pulang pergi dari surga dan membawa berita atau misi khusus dari Kristus. Mendengar berita sedemikian hebohnya, berbondong-bondong orang menghadiri pemberitaan itu. Mungkinkah apa yang diberitakan benar-benar firman Allah atau pembelotan firman Allah? Dari mana kita bisa mengetahui semua klaim itu benar atau tidak? Satu-satunya standar yang harus dipakai menguji setiap klaim kebenaran adalah Alkitab itu sendiri. Di luar dari Alkitab, tidak ada standar lain. firman Allah berkata, "Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong" (Roma 3:4). Jika memang manusia adalah pembohong sekalipun sebagai orang percaya atau pemberita firman, maka perkataan mereka tidaklah mutlak sebagai kebenaran. Yang menjadi standar kebenaran adalah firman yang telah disampaikan Allah sendiri yaitu Alkitab, karena Allah tidak pernah berbohong dan Ia akan selalu benar karena Ia adalah Kebenaran. Umat Kristen harus berhati-hati terhadap setiap klaim yang menyatakan telah menerima wahyu atau kebenaran karena kebenaran satu-satunya yang tidak mengandung kesalahan hanyalah Alkitab. Jemaat Galatia telah dipengaruhi oleh pemberita-pemberita Injil palsu yang pada intinya bukanlah Injil Kristus. Mereka adalah penyesat umat Kristus. Pemberita "Kebenaran" di Luar Injil Kristus, Terkutuk ![]() Ketika Paulus mengetahui ada jemaat Galatia yang berbalik mengikuti "injil lain" yang sebenarnya bukan Injil, ia mengucapkan perkataan yang mungkin tak seorang pun suka mendengarnya. Dia berkata, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia" (Galatia 1:8). Dalam pelayanan, Paulus memiliki tim pelayan seperti Timotius, Silas, Titus, Lukas, dll.. Ia ingin memberitahukan bahwa jika seandainya salah satu dari tim ini memberitakan injil yang berbeda dari apa yang telah ia beritakan kepada jemaat Galatia, terkutuklah dia. Ia menganggap hal yang sangat serius tentang pemberitaan "injil lain", maka ia menegaskan jika seandainya ada malaikat dari surga datang dan memberitakan injil yang berbeda dari apa yang diberitakannya, malaikat itu juga terkutuk. Tentu tidak mungkin ada malaikat turun dari surga memberikan injil lain saat ini. Semua malaikat yang di surga adalah malaikat yang setia kepada Tuhan Yesus. Semua malaikat yang jahat dan tidak setia sudah dihukum Allah termasuk pimpinan mereka, yaitu Lucifer. Namun, ia ingin memberitahukan kepada jemaat Galatia betapa seriusnya penyimpangan dari kebenaran mutlak Injil. Kata "terkutuk" berasal dari kata Yunani "anathema" yang memiliki arti, "suatu objek yang dikhususkan untuk dihancurkan", "sesuatu yang terkutuk" (ref. Roma 9:3;1 Korintus 12:3;16:22). Jika hal ini diterapkan kepada manusia, berarti orang yang dikatakan "anathema" (terkutuk) adalah seseorang yang diserahkan kepada Tuhan untuk dibinasakan atau dimusnahkan. Orang yang memberitakan injil yang berbeda dengan Injil Kristus Yesus berada di bawah kutuk dan akan dibinasakan Allah. Kita harus memercayai Allah sebagaimana telah memberitakan siapa Ia sesungguhnya. Allah adalah Pencipta, tidak berubah, setia, berdaulat, berkuasa, dan Ia akan menepati semua janji dan perkataan-Nya. Setiap perkataan-Nya benar dan tidak mengandung kesalahan. firman-Nya adalah kebenaran mutlak. Namun, sekarang ini ada begitu banyak umat Kristen yang tidak memercayai firman Allah. Ketika Allah berkata, Ia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan bahwa dunia ini, hasil evolusi. Ketika Allah berkata, Dialah yang menciptakan manusia dan segala apa yang ada di bumi ini, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan manusia berasal dari kera (hasil evolusi) dan bukan ciptaan Tuhan. Ketika Allah berkata dalam firman-Nya, air bah yang terjadi di masa Nuh adalah air bah yang menutupi seluruh bumi (Kejadian 7-8), ada banyak orang Kristen yang masih berkata, air bah itu hanya terjadi di Timur Tengah. Ketika Allah berbicara dalam firman-Nya, Yesus melakukan mukjizat dengan berjalan di atas air, ada banyak orang Kristen yang masih berkata hal itu tidak mungkin terjadi karena bertentangan dengan daya gravitasi bumi, dan Yesus hanya berjalan di pinggir pantai yang kelihatan seperti berjalan di atas air. Injil Kristus adalah kebenaran mutlak. Kita harus lebih memercayai perkataan firman Allah daripada perkataan manusia yang meskipun mengatasnamakan ilmuwan. Allah tidak pernah berbohong (Roma 3:4) dan apa yang diberikan dalam firman-Nya adalah kebenaran yang membawa hidup. Kita harus memercayai firman-Nya dan jangan memutabalikkannya dengan cara dan tujuan apa pun juga. Pemberita firman yang memutarbalikan firman Allah berada di bawah kutuk dan tidak ada toleransi bagi Penyesat. Pemberita Injil Harus Berjuang Menyenangkan Kristus Ketika Paulus mengucapkan kalimat dalam Galatia 1:8-9, dengan pasti para pengajar sesat atau pemberita "injil lain" itu sangat membencinya. Tak seorang pun manusia yang dengan rela mau dikatakan sebagai orang terkutuk. Akan tetapi, ia harus mengucapkan kata-kata itu demi menunjukkan keseriusan kesalahan yang dilakukan jemaat Galatia karena mengikuti "injil lain". Ia ingin memberitahukan apa yang dilakukan mereka adalah kesalahan besar. Dia sebagai pemimpin dan bapa rohani jemaat Galatia harus mengambil sikap terhadap apa yang sedang terjadi. Paulus tidak mengucapkan kata-kata yang lemah lembut ketika berhadapan dengan pengajaran sesat. Ia tidak segan-segan menegur pengajar sesat seperti yang disampaikannya dalam Galatia 1:8-9. Bahkan, dalam Galatia 1:10, ia memberikan pertanyaan retorik (pertanyaan yang menuntut jawaban, tidak). Dia berkata, "Adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia?" Ia ingin memberitahukan bahwa ia tidak mencoba mencari kesukaan manusia atau mencoba berkenan kepada manusia. Jika seandainya itu yang ingin dicarinya, maka sepatutnya tidak perlu mengucapkan kata-kata dalam ayat 8-9. Akan tetapi, karena hanya ingin mencari kesukaan Allah, maka ia ada di pihak Allah. Ia akan membenci apa yang dibenci Allah. Ia akan mengatakan salah apa yang dikatakan Allah salah. Ia tidak mencoba berkenan kepada manusia. Ia tidak mencari promosi di hadapan manusia. Ia hanya ingin menyenangkan Allah dan terus berjuang menyenangkan Allah. Bagi pemberita firman Allah, ada yang harus diwaspadai terutama ketika berhubungan dengan kebutuhan hidup. Ada pemberita firman meninggalkan kebenaran mutlak Allah hanya karena ingin mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar, fasilitas yang lebih banyak, dan tunjangan yang lebih besar. Jika memang Tuhan memberkati pelayanannya yang akhirnya diberkati dengan hal material, ia bisa menerimanya dengan penuh ucapan syukur. Akan tetapi, jangan sekali-kali mengorbankan kebenaran Injil demi hal materi, wibawa, hormat, dan jabatan. Banyak orang mengatakan bahwa Billy Graham salah satu contoh pemberita Injil yang meninggalkan kebenaran. Pada permulaan pelayanannya, ia melayani di sebuah gereja kecil di Chicago. Ia terlibat dalam organisasi pemuda bagi Kristus. Tidak lama kemudian, ia semakin dikenal di negaranya. Sebagai seorang pengkhotbah yang muda, ia dipercaya sebagai ketua sebuah sekolah Kristen di Minneapolis, yaitu Northwestern Schools. Selama masa permulaan pelayanannya, ia dikenal sebagai pengkhotbah yang sangat fundamental, yang tidak mau berkompromi dengan kelompok modernis dan Liberal. Bahkan, pada tahun 1948, ia telah menjadi salah satu anggota editor majalah fundamental di USA yang berjudul "The Sword of the Lord" yang diketuai oleh John R. Rice. Namun, tak lama kemudian, ia berubah dari posisi sebelumnya sebagai fundamentalis. Pada tahun 1957, ia mengadakan penginjilan yang dikenal dengan New York Crusade. Inilah yang menjadi titik awal perubahannya di mana mendapatkan dukungan dari kelompok liberal dan modernis, baik dalam komiti dan kepengurusan penginjilan (crusade) yang diselenggarakannya. Ia telah berubah dan menganggap Yesus bukanlah satu-satunya jalan menuju hidup yang kekal dan surga. Dalam sebuah percakapan yang dikutip oleh Foundation Magazine, Billy Graham mengatakan bahwa setiap orang yang setia dengan agamanya bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Bukankah hal ini sama seperti apa yang dikatakan Yudas 4 Paulus sebagai injil lain? Jika pada masa Paulus ada pengajar sesat yang menyelusup masuk di tengah-tengah gereja, maka pada masa sekarang akan lebih banyak lagi (ref. Yudas 4). Ketahuilah, semua pemberita kebenaran harus berjuang menyenangkan Kristus. Inilah yang dilakukan para rasul, dan ini jugalah yang dilakukan para reformator dan orang-orang yang mati syahid karena Injil dan Kristus. Audio: Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Alkitab Yang Terbuka dalam Aplikasi AndroidPuji Tuhan! Masyarakat Kristen Indonesia semakin diberkati dengan adanya versi Alkitab yang baru, yaitu Alkitab Yang Terbuka (AYT). AYT memiliki sifat "SETIA, JELAS, dan RELEVAN": selengkapnya...» Gambar Allah yang Rusak dan Urutan Anugerah
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Dalam edisi bulan ini, redaksi e-Reformed menyajikan satu artikel yang akan membawa kita semua untuk belajar tentang doktrin dosa dan akibat seriusnya, juga melihat anugerah besar yang Tuhan berikan melalui Kristus. Satu sisi dosa benar-benar mematahkan kehidupan manusia, tetapi di sisi lain anugerah Tuhan yang begitu besar telah memberi pengharapan yang begitu dalam dan luas bagi manusia. Manusia tidak akan pernah memahami karya Allah atas hidupnya sebelum terlebih dahulu mereka mengerti mengapa mereka membutuhkan anugerah Allah. Anugerah terbesar sepanjang masa yang telah Tuhan berikan kepada manusia adalah saat Ia memberikan Anak-Nya bagi keselamatan umat pilihan-Nya. Ia memberikan Anak-Nya untuk menebus kembali manusia dari kebinasaan kekal, dan ini menjadi anugerah yang bersifat kekal. Ia datang bukan hanya untuk menawarkan keselamatan, tetapi juga memberikan kemerdekaan dari belenggu maut yang kekal bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Bertepatan dengan bulan Agustus, bulan kemerdekaan Indonesia, kami segenap redaksi e-Reformed turut mengucapkan "Dirgahayu yang ke-71 tahun untuk bangsa kami Indonesia. Merdeka!" Kiranya belas kasih dan damai sejahtera dari Tuhan Yesus Kristus menyertai bangsa Indonesia sepanjang waktu. Soli Deo Gloria.
Edisi:
Edisi 179/Agustus 2016
Isi:
Bishop J.C. Ryle, dalam bukunya yang terkenal, "Holiness", mengatakan barangsiapa yang ingin memiliki konsep kesucian Kristen yang benar harus terlebih dahulu memahami apa itu dosa sedalam-dalamnya. Pandangan yang keliru mengenai kesucian biasanya dapat ditelusuri akarnya dari pandangan yang keliru mengenai kerusakan dosa dalam hidup manusia. Pandangan Ryle tepat adanya, baik secara doktrinal maupun dalam pengalaman praktis hidup orang Kristen. Hanya dengan mengerti bagaimana kondisi kita sebelum percaya kepada-Nya, barulah kita menghargai apa artinya menjadi ciptaan baru dalam Kristus. Sekalipun manusia tidak jatuh dalam dosa, ia tetap membutuhkan kasih Tuhan. Terlebih lagi, Injil menyaksikan betapa serius dan kritisnya kondisi manusia berdosa. Kita tidak akan pernah memahami karya Allah atas hidup kita sebelum terlebih dahulu kita mengerti mengapa kita membutuhkan anugerah Allah. ![]() Efek Dosa Ada empat hal mendasar yang ditekankan Alkitab mengenai akibat dosa atas hidup manusia. 1. Gambar Allah Rusak Kejadian 1:26-27 menyebutkan pada awalnya manusia adalah pembawa gambar Allah. "Gambar Allah" berarti Allah sesungguhnya menciptakan manusia agar merefleksikan sifat-Nya yang kudus dan kedudukan manusia sebagai penguasa atas semua ciptaan-Nya. Dalam hal inilah, manusia seperti Allah. Namun, Kejadian 3 menyebutkan sesuatu telah terjadi yang merusak rencana mulia-Nya. Satu "penyakit" yang ganas menyebar ke dalam seluruh hidup manusia saat ia berdosa. Ia bersembunyi dari hadapan Allah (Kejadian 3:8-10) ; hubungan suami istri menjadi saling menggigit dan menyalahkan; tanah terkutuk dan manusia bersusah payah bekerja. Semua hal ini cukup menyedihkan, tetapi terlebih lagi semua ini disertai dengan satu perubahan atas gambar Allah. Satu bencana besar. Bayangkan kini, manusia adalah gambar Allah yang seharusnya merefleksikan kemuliaan-Nya, malah manusia mulai merefleksikan kebalikannya. Manusia memakai semua yang diberikan Allah agar ia mampu hidup dalam ketaatan yang mendatangkan sukacita, menjadi satu senjata untuk melawan Penciptanya. 2. Manusia di Bawah Kuasa Dosa dan Kematian Kejadian 3 menceritakan tragedi manusia menyerahkan dirinya kepada pencobaan, yang akhirnya seluruh kisah dalam Alkitab melukiskan dosa bagaikan binatang liar yang terus mengoyak mangsanya. Baik dalam ajaran Tuhan Yesus maupun Paulus mengungkapkan kebenaran ini, "Barangsiapa berbuat dosa, ia hamba dosa". Manusia tak berdaya sekalipun ada keinginan kuat untuk melawan, tetapi "kejahatan yang tidak ingin aku lakukan, justru itu yang aku lakukan" (Roma 7:19). 3. Manusia Bersalah di Hadapan Allah Relasi manusia dengan Tuhan telah dipengaruhi oleh dosa. Manusia kini bersalah. Bukan saja manusia menderita karena akibat dosa, tetapi ia juga berada di bawah penghukuman Allah. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah akan menghakimi segala perbuatan manusia yang berdosa. Manusia tidak mempunyai kebaikan yang dapat membenarkannya. Berdasarkan standar Allah, semua manusia gagal mencapainya. Di luar Kristus, maka murka Allah tetap tinggal (Yohanes 3:36). 4. Manusia dalam Cengkeraman Iblis Ada satu aksioma dalam Alkitab, yaitu semakin besar cahaya wahyu Tuhan, semakin gelap kegelapan melawannya karena terang menelanjangi kedok asli kegelapan itu. Dalam PL, kita menemukan pekerjaan, sifat, dan rencana jahat iblis. Tetapi hanya dalam terang Kristus, maka ia semakin ditelanjangi kedoknya. Dalam Efesus 2:1-4, kita dibukakan bahwa manusia bukan hanya menjalani hidup yang sebenarnya mati dalam dosa, yang dikuasai oleh nafsu dunia, tetapi dilukiskan juga di bawah kuasa setan. Tragedi terbesar bagi pemahaman diri manusia adalah ia percaya dirinya bebas, tetapi ia tidak sadar ia adalah budak dosa dan melayani kehendak setan. Kebutuhan dasar apa yang kita dapatkan dalam berita Injil?
Di dalam kemuliaan Injil, kita menemukan jawaban kebutuhan kita. Akan tetapi, bagaimana keselamatan itu digenapkan oleh Kristus? Dia datang dalam dunia, sebagai Adam kedua (1 Korintus 15:45,47), melalui kuasa Roh Kudus, kita merefleksikan kemuliaan gambar Allah, di dalam kematian-Nya kita berbagian mengalahkan kuasa dosa (Roma 6:10). Dan, di bawah naungan-Nya, kita terbebas dari murka Allah. Tinggal pertanyaan yang penting: bagaimana saya bisa berada dalam Kristus, menerima keselamatan ini? Rencana Keselamatan Allah mempunyai satu rencana bagi keselamatan manusia. Inkarnasi Kristus bukanlah sesuatu insiden atau langkah antisipasi. Seluruh pelayanan Yesus memperlihatkan konsep soal "saat-Nya". Itulah sebabnya, sangatlah mendasar bagi semua orang Kristen untuk berpikir bahwa Allah kita adalah Allah yang berencana. Maka untuk memahami sepenuhnya akan apa yang Allah telah lakukan bagi kita dalam Kristus, kita harus menggali rencana keselamatan-Nya. Dengan memahami rencana keselamatan ilahi ini, kita akan beroleh manfaat yang berlimpah karena di situlah kita menemukan satu perspektif ilahi atas seluruh hidup kita. Hidup kita adalah berpusatkan anugerah Allah dan bukan hasil usaha kita. Ada tiga bagian Alkitab yang merefleksikan keseluruhan alur keselamatan itu dengan sudut pandang masing-masing. Yang pertama adalah Roma 8:28-30. Jelas sekali melalui ayat ini, adanya rencana keselamatan dari Allah merupakan sumber penghiburan besar bagi anak-anak Tuhan di tengah keluh kesah dunia ini. Bagaimana bisa segala sesuatu yang terjadi bekerja sama mendatangkan kebaikan? Karena Allah mempunyai rencana agung bagi setiap orang Kristen. Untuk menggenapkan rencana agung ini, Allah memakai segala kemungkinan suka dan duka untuk menghasilkan karakter Yesus dalam hidup kita. Mampukah kita menjaminnya? Jawabnya, karena kita yang dipilih dari semula oleh-Nya, pasti akan dipanggil untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya dan pasti dibenarkan-Nya. Di sini, Paulus bermaksud menjelaskan rasionalitas di balik pikiran Allah. Ada unsur yang sama untuk setiap kita, yakni Allah memilih, memanggil, membenarkan, dan memuliakan mereka. Bagian kedua adalah Efesus 1:3-14. Pendekatan Paulus dalam Roma 8 dengan Efesus 1 ini sangat berbeda. Dalam Roma, Paulus terlebih dahulu memulai dengan memaparkan kondisi tragis manusia berdosa yang berada di bawah murka dan hukuman Allah. Manusia tak berdaya, ia membutuhkan anugerah ilahi di dalam Kristus. Setelah itu, barulah Paulus menelusuri ke belakang bahwa sumber segala anugerah keselamatan adalah di dalam rencana kekal Allah. Pembahasan ini ditutup di pasal 8 dari Roma dengan mengembalikan pujian kepada Allah karena rencana-Nya yang mulia. Sebaliknya dalam Efesus, Paulus memulai suratnya dengan rencana keselamatan terlebih dulu, diawali dengan respons "terpujilah kemuliaan-Nya". Roma 8, Paulus mengupas multidimensi realisasi keselamatan (predestinasi, pilihan yang memimpin kepada panggilan, pembenaran, dan pemuliaan). Dalam Efesus 1, ia menekankan pusat kristologis: dalam Kristus. Dalam Roma 8 bicara mengenai jalinan rantainya, sedangkan Efesus 1 bicara mengenai as, pusatnya yang mengikat jalinan ini bagaikan sebuah roda. Efesus 1 mengatakan, di dalam Kristus, kita diberkati, dipilih, ditentukan sebagai anak, dianugerahi, diterangi, dan dimateraikan. Penekanan kata-kata ini bukan kronologis, melainkan melukiskan kelimpahan anugerah Allah yang diberikan dalam Kristus. Namun, kita menemukan dalam Efesus 1, Paulus menambahkan dimensi lain kepada Roma 8:28-30, yakni percaya mengikuti panggilan, dan menerima Roh Kudus sebagai pengalaman mereka yang percaya kepada Kristus. Maka kita dapat memperluas peta rencana Allah ini, dengan mencoba memperluas Roma 8:28-30, "Mereka yang ditentukan dan dipilih Allah, mereka juga dipanggil; mereka yang dipanggil melalui firman akan percaya, mereka dibenarkan dan dimateraikan oleh Roh Kudus. Mereka pula akan dimuliakan." Bagian ketiga adalah Yohanes 1:12-13. Sama seperti rasul Paulus, Yohanes mengajarkan bahwa Kristus diterima dengan iman (Kolose 2:6-7). Yang Yohanes tambahkan kepada garis besar yang dibuat Paulus yaitu iman memberikan hak khusus adopsi, dan secara paradoks, iman itu justru adalah buah dari kelahiran baru dari Tuhan. Mereka yang menerima Kristus dan diadopsi adalah mereka yang lahir "bukan dari keturunan alamiah, bukan keputusan manusia, melainkan lahir dari Allah". Dalam ajaran Paulus, hidup baru itu berasal dari rencana Allah sebelum adanya waktu (dalam kekekalan) hingga penggenapannya setelah waktu berakhir. Ini diperkaya oleh Yohanes bahwa pengalaman kita akan hidup baru itu dimulai ketika Allah menyentuh hidup kita dengan kuasa-Nya, yakni dalam regenerasi (kelahiran kembali). ![]() Urutan anugerah keselamatan dari Allah menyentuh hidup kita sedemikian: keputusan kekal Allah dalam pemilihan, menyentuh hidup kita dalam panggilan-Nya. Dia memberikan kita kelahiran baru yang memungkinkan kita memasuki kerajaan Allah oleh iman dan pertobatan. Ketika kita percaya dan bertobat, Allah membenarkan kita. Adopsi adalah anugerah selanjutnya, sehingga dengan jaminan sebagai anak, memungkinkan kita menjalani kehidupan pengudusan sampai hari pemuliaan tiba. Semua berkat ini diperoleh di dalam, oleh, dan untuk Yesus Kristus. Pemahaman doktrinal akan anugerah keselamatan Allah ini bukanlah sekadar pemuasan akademis, melainkan menimbulkan respons apresiasi yang begitu dalam bagi hidup kristiani kita. Kehidupan rohani orang Kristen sering menjadi miskin dan kering, bukan karena kurangnya pemahaman doktrinal yang benar saja, tetapi juga kehilangan dimensi "doxologycal". Itulah sebabnya, setelah Paulus memahami kedalaman doktrinal keselamatan dari Allah melahirkan doksologi, "Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya" (Roma 11:33).
Sumber:
Mengapa menginjili?Penulis_artikel:
Pdt.Antonius Un
Tanggal_artikel:
26 Agustus 2016
Isi_artikel:
Mengapa menginjili? Apa itu penginjilan? Penginjilan adalah memberitakan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Penginjilan adalah mengajak orang lain supaya bertobat dari dosa mereka dan menerima Yesus Sang Juruselamat. Ada penginjilan langsung (direct evangelism), ada juga penginjilan tidak langsung. Penginjilan langsung terbagi dua yaitu short-cut evangelism dan friendship evangelism. Sedangkan penginjilan tidak langsung misalnya penginjilan melalui mengirim traktat, sms dan lain-lain. Mengapa menginjili?
Pertama, menginjili berarti menghormati otoritas Tuhan yang memerintahkan penginjilan. Waktu menginjilli kita sedang menghormati otoritas Tuhan. Sebelum Tuhan memberikan perintah menginjili, Ia menyatakan otoritas-Nya terlebih dahulu, “Kepadaku diberikan kuasa (dalam bahasa Yunaninya berarti otoritas) di surga dan di bumi karena itu pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku”. Waktu kita tidak menginjili berarti kita menghina otoritas-Nya. Dalam Perjanjian Lama waktu Tuhan memberikan 10 perintah Allah, Ia pun menyatakan otoritas-Nya terlebih dahulu, “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari perbudakan Mesir”. Berarti Tuhan sangat serius. Tuhan memberi perintah untuk dijalankan. Demikian pula waktu kita tidak menginjili, kita sedang menghina otoritas Tuhan yang begitu serius memberikan perintah. Dalam 2 Tawarikh pasal terakhir, Tuhan marah kepada Zedekia, Raja Yehuda, karena ia tidak merendahkan diri di hadapan Yeremia yang membawa pesan Tuhan kepadanya. Demi Tuhan, demi Raja di atas segala raja, kita harus minta ampun atas dosa kita selama ini yang tidak pergi menginjili. Kedua, perintah Tuhan harus ditaati. Waktu perintah Tuhan tidak ditaati kita berdosa. Dalam gereja dosa nomor satu adalah kesombongan, merasa diri layak. Dosa kedua terbesar dalam gereja adalah tidak menginjili. Kita harus bertobat dari dosa tidak menginjili. Tidak ada alasan untuk kita tidak menginjili. Cara kita menginjili bisa begitu banyak. Misalnya: waktu kita parkir mobil bisa membagikan traktat kepada tukang parkir, waktu kita masuk pintu gerbang tol juga bisa membagikan traktat. Daripada kita bayar parkir sambil marah-marah lebih baik bayar parkir sambil memberi traktat. Jika demikian, dalam satu bulan bisa berapa banyak orang yang kita injili? Charles Spurgeon waktu tidak punya uang menulis sendiri traktat untuk dibagikan pada orang lain. Bagaimana kita sekarang? Tentu tidak ada jemaat yang tak sanggup untuk membeli traktat bukan? Tuhan akan menagih orang-orang yang hidup di sekeliling kita. Apakah pembantu, supir kita sudah kita injili? Mereka mendedikasikan hidupnya kepada kita, apakah kita tega satu kalipun tidak memberitakan Injil kepada mereka? Kesetiaan pembantu rumah tangga kita terhadap kita dibandingkan kesetiaan kita kepada Tuhan lebih setia mana? Padahal berkat Tuhan kepada kita jauh lebih besar dibandingkan gaji yang kita berikan pada pembantu kita. Bagaimana kita mempertanggungjawabkan orang-orang di sekeliling kita kepada Tuhan? Tuhan berbicara pada Yehezkiel, “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! — dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.” (Yeh. 3:18-19). Mari kita minta Tuhan beri kekuatan supaya kita punya beban memberitakan Injil. Ketiga, Tuhan memperlengkapi kita dengan otoritas dan penyertaan untuk memberitakan Injil. Kita berdiri mewakili Tuhan untuk memberitakan Injil kepada dunia. Seorang anak kecil menginjili kakeknya, ia diberi otoritas oleh Tuhan. Tuhan Yesus memberi otoritas dan Roh Kudus memberi kuasa sehingga waktu menginjili dalam keterbatasan kita pun orang dapat bertobat. Tuhan memberi hak pada orang Kristen. Orang non Kristen tidak diberi hak ini. Tidak hanya hak tetapi juga kuasa sehingga anak kecil memberitakan Injil pun dapat membuat orang bertobat. Jika orang Kristen tidak mau menginjili, Tuhan bisa pakai apapun dan siapapun untuk membawa Injil kepada orang yang belum percaya. Tuhan menyertai dengan hak, kuasa dan penyertaan. Yesus berjanji akan menyertai kita yang memberitakan Injil sampai akhir zaman. Jika demikian apa lagi alasan yang dapat kita berikan untuk tidak memberitakan Injil? Keempat, kita menginjili karena hutang darah Yesus. Jika Tuhan tidak selamatkan kita apakah arti hidup kita? Meski memperoleh begitu banyak harta dan popularitas apa gunanya hidup kita jika tidak diselamatkan oleh Kristus? Mari kita punya pola pikir darah Yesus. Salah satu rahasia kerohanian Kristen yang baik adalah karena kita senantiasa memikirkan dan mengingat darah Yesus. Jika seorang pria Kristen memikirkan darah Yesus masih bisa punya pikiran cabul tidak? Masih bisa dendam tidak? Orang Kristen yang hidupnya memikirkan darah Yesus hidupnya serius. Dimanapun kita berada ingat bahwa Tuhan sudah mati bagi kita. Setiap kali kita menghadapi pencobaan jangan mengandalkan kekuatan sendiri tetapi ingat bahwa Tuhan sudah mati untuk kita, darah-Nya sudah dicurahkan bagi kita, karena itu kita tidak boleh hidup ngawur. Orang Kristen yang terus mengingat salib dan darah Kristus hidupnya tidak main-main. Darah Kristus menjadi motivasi kita untuk memberitakan Injil. Jika Tuhan sudah mati bagiku, sekarang bagaimana dengan orang lain? Demi darah Yesus mari kita menginjili. Kelima, yang Tuhan minta bagi kita adalah hal yang sangat kecil dibandingkan dengan apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita. Kita tidak diminta untuk mati di kayu salib, kita tidak diminta untuk berperan seperti Roh Kudus yaitu meluluhkan hati orang, tidak. Kita hanya diminta memberitakan Injil. Ini bagian yang sangat kecil, itupun kita tidak mau. Mari kita pikirkan bagaimana perasaan Tuhan waktu kita tidak mau menginjili? Kita menginjili demi Tuhan senang. Demi orang tua senang saja kita seringkali melakukan hal yang tidak benar, masak kita tidak mau melakukan hal yang benar supaya Tuhan senang? Keenam, kita menginjili karena mencintai jiwa-jiwa. Yunus tidak mau melakukan hal ini. Yunus diperintahkan Tuhan untuk memberitakan Injil pada orang Niniwe. Orang Niniwe adalah orang yang begitu kejam. Orang-orang Yahudi lidahnya dicabut, mereka digantung, tangan kaki diikat di kuda lalu dipecut sampai terbelah, wanita diperkosa oleh bangsa Niniwe. Yunus dendam pada mereka dan tidak mau memberitakan Injil pada mereka. Tetapi Tuhan sayang pada bangsa Niniwe karena Ia yang menciptakan mereka (Yun.4:10-11). Mari belajar mengasihi orang-orang yang sangat tidak kita kasihi. Kita harus mengutamakan perasaan Tuhan daripada perasaan kita. Tuhan melihat jiwa. Mari kita melihat orang lain dari mata Tuhan bukan dari mata kita. Kita harus memikirkan kemana jiwa orang lain setelah ia mati? Kita harus menginjili. Kita dapat menginjili di mana saja, kapan saja. Ketujuh, kerohanian orang Kristen bertumbuh dengan memberitakan Injil. Kesucian akan datang bersamaan dengan hati menginjili. Orang yang hidupnya ngawur tidak suka menginjili, hidupnya tidak menjadi kesaksian. Sementara orang yang suka menginjili akan berhati-hati dalam hidupnya, tidak sembarangan karena ia tidak mau hidupnya menjadi batu sandungan bagi orang lain sewaktu mendengar berita Injil. Mari kita taat memberitakan Injil. Biarlah kita pulang dengan beban yang kaya untuk menginjili. (Belum diperiksa oleh pengkhotbah. VP) Sumber Artikel:
Komentar![]() |
Publikasi e-ReformedRSS Blog SABDA
|