Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI BiblikaTeologia Biblika adalah teologi eksegetis yang berurusan dengan penelahaan naskah alkitabiah (PL/PB) dan alat-alat untuk menafsirnya
Anugerah Ditegaskan Melalui Perjanjian Lama
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Banyak orang Kristen yang tidak suka membaca kitab-kitab Perjanjian Lama dengan alasan bahwa Perjanjian Lama hanya untuk orang Israel. Oleh karena itu, orang Kristen hanya tahu tentang isi Perjanjian Baru dan tidak memperhatikan Perjanjian Lama. Alhasil, pemahaman orang Kristen terhadap keselamatan dalam Yesus Kristus menjadi sangat tidak lengkap, bahkan mungkin bisa salah. Seluruh dasar rencana keselamatan Allah justru didasarkan dari Perjanjian Lama, khususnya melalui hukum-hukum-Nya. Kalau tidak mempelajari Perjanjian Lama dengan baik, orang Kristen tidak melihat adanya konsep anugerah yang solid dalam Perjanjian Lama. Melalui hukum-hukum-Nya, terutama Hukum Taurat, kita bisa melihat sifat-sifat Allah yang sempurna. Mengapa bisa demikian? Silakan temukan jawabannya dalam artikel berikut ini. Saudara yang terkasih, mari kita belajar tentang anugerah Allah dalam Perjanjian Lama melalui sajian publikasi e-Reformed ini. Biarlah Allah yang Pribadi dan yang telah berinisiatif untuk melimpahkan anugerah-Nya berkenan menyatakan diri-Nya secara lengkap kepada kita. Soli Deo Gloria!
Edisi:
Edisi 192/September 2017
Isi:
ARTIKEL Anugerah Ditegaskan Melalui Perjanjian Lama Bacaan: Galatia 3:6-29 Pengantar Ulaslah perbedaan antara pesan Paulus dan penganut Yudaisme. Mengapa orang Yahudi begitu berhasil menyesatkan orang Kristen di Galatia? Sebagian dari jawabannya adalah karena sepertinya Perjanjian Lama sejalan dengan mereka dan bukan dengan Paulus. Perjanjian Lama memberi penekanan besar pada Hukum Allah. Empat dari lima kitab pertama di Perjanjian Lama berfokus pada Hukum Taurat, dan sebagian besar Perjanjian Lama lainnya berfokus pada bagaimana Allah memberkati Israel karena ketaatan mereka terhadap Hukum Taurat, atau menghukum mereka karena ketidaktaatan mereka. Mengapa Allah begitu menekankan hal ini jika mematuhi Hukum Allah tidak penting bagi keselamatan kita? Hukum Taurat sebenarnya menyatakan "Lakukan ini dan hiduplah" (Imamat 18:5) -- yang setidaknya menyiratkan bahwa kita dapat memperoleh penerimaan Allah dengan mematuhi Hukum-Nya. Jadi, Paulus harus menunjukkan dari Perjanjian Lama bahwa Tuhan selalu menerima orang oleh anugerah melalui iman saja dan bukan dengan perbuatan. Dan, dia harus menjelaskan mengapa Allah memberikan Hukum Taurat jika Dia tidak menginginkannya menjadi sarana untuk mendapatkan penerimaan-Nya. Inilah yang dilakukannya dalam Galatia 3:6-24. Ini adalah bagian yang sangat rumit -- dipenuhi dengan kutipan Perjanjian Lama dan kiasan mengenai prinsip-prinsip Perjanjian Lama yang tidak kita kenal. Kita tidak punya waktu untuk memeriksanya secara rinci -- tetapi kita bisa mendapatkan pokok-pokok argumen Paulus. Dia menjawab dua pertanyaan penting dalam bagian ini. 1. "Bagaimana orang mendapatkan penerimaan Allah di masa Perjanjian Lama?" (Galatia 3:6-14) Bacalah Galatia 3:6-14. Apakah Anda melihat apa yang tadi saya maksud dengan "rumit"? Namun, poin utamanya cukup mudah dimengerti. Allah selalu menerima orang melalui iman dan bukan perbuatan. Paulus membuktikan hal ini dengan dua cara:
Apa yang tersirat oleh teladan Abraham secara tegas dinyatakan oleh Allah melalui nabi Habakuk (Galatia 3:11; Habakuk 2:4) -- setiap orang dibenarkan di hadapan Allah oleh iman. Allah tidak pernah menerima siapa pun melalui perbuatan. Ya, Hukum Taurat mengajarkan "Lakukanlah ini (yaitu, melakukan Hukum Taurat) dan kamu akan hidup" (Galatia 3:12; Imamat 18:5). Namun, itu ternyata hanya sebuah kemungkinan teoritis -- bukan sesuatu yang bisa dicapai siapa pun. Mengapa? Sebab, Hukum Taurat itu sendiri menyatakan bahwa Allah menuntut ketaatan sempurna atas semua hukum-Nya, dan bahwa setiap ketidaktaatan menjadikan seseorang ada di bawah penghukuman/kutukan Allah (Galatia 3:10, 11a; Ulangan 27:26). Karena standar yang sempurna ini, satu-satunya hal yang diberikan Hukum Taurat kepada seseorang adalah kutukan Allah! Inilah sebabnya Yesus datang -- untuk menyelamatkan kita dari kutuk Hukum Taurat dengan mengutuk diri-Nya sendiri (Galatia 3:13). Ya, Hukum Taurat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa penjahat besar (dilempari batu dan kemudian digantung) berada di bawah penghukuman Allah (Ulangan 21:23). Ya, fakta bahwa Yesus "digantung" membuktikan bahwa ia berada di bawah penghukuman Allah. Akan tetapi, Dia dikutuk oleh Tuhan bukan karena dosa-dosa-Nya sendiri, melainkan karena Dia dengan sukarela mengambil penghukuman kita untuk diri-Nya sendiri. Dengan melakukannya, Dia memenuhi sistem pengorbanan dalam Perjanjian Lama (di mana Allah menyediakan pengganti yang tidak bersalah, kematian-Nya membayar dosa-dosa kita) dan juga nubuat dalam Yesaya 53 (baca Yesaya 53:4b, 5a, 6b). Jadi, pesan Paulus sejalan -- tidak bertentangan -- dengan Perjanjian Lama! Orang-orang dalam Perjanjian Lama tidak pernah bisa mendapatkan penerimaan Allah dengan mematuhi Hukum Taurat-Nya. Sebaliknya, orang-orang di Perjanjian Lama mendapatkan penerimaan Allah dengan cara yang sama seperti sekarang -- dengan hanya memercayai janji Allah. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa mereka menaruh kepercayaan mereka pada janji Allah sebelum Dia memenuhinya melalui kematian Yesus (dibantu dengan keadaan dan nubuat), sementara kita menaruh kepercayaan kita kepada janji Allah setelah Dia memenuhinya dalam sejarah. 2. "Mengapa Tuhan memberikan Hukum Taurat?" (Galatia 3:15-24) Hal ini menimbulkan pertanyaan yang jelas, bukan? Jika Allah tidak memberikan Hukum Taurat sebagai sarana untuk memperoleh penerimaan-Nya, mengapa Ia memberikannya? Paulus menjawab pertanyaan ini dengan dua cara:
Dalam hukum Romawi, begitu seseorang menunjuk ahli warisnya sesuai kehendaknya dan mengesahkannya, hal itu tidak dapat diubah oleh kondisi apa pun. Mereka bisa masuk ke dalam pengaturan hukum lain dengan ahli warisnya untuk tujuan yang berbeda -- tetapi pengaturan itu tidak dapat mengubah warisan mereka. Dengan cara yang sama, Paulus mengatakan, Allah memberikan janji-Nya untuk menerima orang melalui iman jauh sebelum Dia memberikan Hukum Taurat (Kejadian 15:6). Oleh karena itu, apa pun tujuan-Nya atas Hukum Taurat, hal tersebut tidak mungkin dimaksudkan untuk mengubah landasan cara-Nya menerima orang -- karena janji Allah tidak dapat diubah. Ini sangat ironis. Kaum Yudaisme mengatakan bahwa pesan Paulus tidak mungkin benar karena itu berarti bahwa Tuhan berubah pikiran tentang bagaimana menerima orang. Sebenarnya, Paulus mengatakan, pesan Yudaismelah yang mengubah pikiran-Nya, bukan Tuhan! Lalu, mengapa Allah memberikan Hukum Taurat?
Masalah terbesar kita bukanlah dosa/pelanggaran kita -- Allah telah memberikan solusi untuk hal ini melalui Yesus. Masalahnya adalah kecenderungan terdalam kita untuk tidak mengakui bahwa kita membutuhkan solusi dari Allah. Ini seperti yang dokter sebut sebagai "penyangkalan". Seorang pasien sakit parah, tetapi dokter memiliki pengobatan untuk menyembuhkan pasien. Masalahnya, si pasien berada dalam penyangkalan. Jadi, sebelum pasien itu mau menerima pengobatan, dokter harus terlebih dahulu meyakinkannya bahwa dia membutuhkannya. Bagaimana dokter bisa melakukan ini? Dengan menunjukkan kepadanya bukti penyakitnya, dengan menunjukkan kepadanya kasus yang terjadi pada orang-orang yang menolak pengobatan, dst.. Dengan cara yang sama, Allah menggunakan Hukum Taurat untuk menerobos penyangkalan kita atas pelanggaran radikal kita sehingga kita mau menerima pengampunan-Nya melalui Yesus. Paulus menjelaskan bagaimana Hukum Taurat memenuhi tujuan ini (bagi Israel secara historis, dan bagi kita masing-masing) dalam tiga cara: 1. Hukum Taurat "menunjukkan kepada manusia dosa-dosa mereka" (Galatia 3:19). Hukum Taurat memberikan gambaran objektif tentang kebenaran sempurna Allah dan bagaimana kita melanggarnya. Hukum Taurat itu seperti X-Ray atau tes darah. Mereka tidak menyembuhkan kita -- mereka menyingkapkan masalah yang membutuhkan penyembuhan Kristus. 2. Hukum Taurat "menempatkan kita di bawah pengawasan sebagai tahanan" (Galatia 3:22, 23). Hukum Taurat tidak hanya mendakwa dosa dan kesalahan kita -- juga membuat kita tetap berada dalam tahanan sebagai terdakwa penjahat yang menunggu penghakiman Allah. 3. Hukum Taurat "adalah penjaga kita" (Galatia 3:24). Ini adalah terjemahan yang buruk. Seorang "penjaga" (paidagogos) adalah "pengawas-anak" -- seorang pendisiplin yang keras, seperti pengasuh super ketat, yang pergi ke mana-mana dengan anak-anak kecil dan menghukum mereka setiap kali mereka tidak taat. Hukum Taurat itu seperti pengasuh super ketat yang selalu menangkap kita dan mengeluarkan deklarasi baru atas kesalahan kita. Dipahami secara demikian, hukum sangatlah penting. Hukum tidak bisa menyembuhkan kita, tetapi bisa menerobos penyangkalan kita dan meyakinkan bahwa kita sakit dan perlu disembuhkan oleh dokter. Hukum tidak bisa menyelamatkan kita, tetapi bisa menerobos kebenaran diri sendiri dan meyakinkan kita bahwa kita membutuhkan keselamatan dari Allah. Apa yang terjadi bila Anda meletakkan iman Anda dalam Kristus? Begitu Hukum Taurat membawa Anda menuju iman dalam Kristus, lalu apa? Kemudian, Anda menjadi manusia baru! Paulus menjelaskan tiga perubahan besar yang terjadi saat Anda menerima Kristus.
Saya dapat mengatakan bahwa menaruh iman saya pada Kristus telah membawa ketiga perubahan ini dalam hidup saya. Saya diterima oleh Allah, yang memberi saya rasa aman yang mendalam. Saya memiliki kesetaraan dan persatuan yang nyata dengan saudara-saudari saya di dalam Kristus, yang memberi saya komunitas sesungguhnya. Dan, saya memiliki peranan unik dalam rencana Allah, yang mengisi hidup saya dengan hal yang benar-benar penting. Allah berkata, "Barangsiapa yang percaya kepada-Ku tidak akan kecewa." Saya telah mengalami pemenuhan janji itu. Dan Anda juga bisa. Sebenarnya, ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini. Allah memberikan Hukum Taurat untuk mengungkapkan karakter moral-Nya dan kehendak moral-Nya untuk hidup kita. Dia memberikannya untuk menyediakan gambaran tentang kematian penebusan Kristus di masa depan. Dia memberikannya untuk menyediakan kondisi bagi Israel untuk bisa tinggal di tanah Kanaan. Dia memberikannya untuk menyediakan sebuah pemerintahan sipil bagi orang Israel. Di sinilah Paulus menjelaskan tujuan Hukum Allah secara khusus sehubungan dengan bagaimana kita mendapatkan penerimaan-Nya. (t/Jing-Jing)
Injil dan Kuasa Roh Kudus
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Sebagai orang percaya, kita pasti tidak asing dengan istilah Amanat Agung. Sebelum Yesus terangkat ke surga, Ia memerintahkan kepada para murid agar mereka pergi memberitakan Injil. Kita, sebagai murid Kristus, juga mengemban tugas yang sama, yaitu memberitakan Injil. Namun, tanpa kita sadari, terkadang yang menjadi hambatan Injil didengar oleh orang lain datang dari dalam diri orang Kristen sendiri. Saat pemimpin gereja memilih diam, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi paragereja untuk mengerjakan apa yang belum dikerjakan oleh gereja. Pemberitaan Injil juga tidak terlepas dari tuntunan Roh Kudus. Roh Kudus yang akan memperlengkapi kita dan memberi hikmat kepada kita saat kita mengabarkan Injil. Di mana kita diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika kita tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus. Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita dapat lebih mengerti tentang hambatan yang mencegah Injil diberitakan dan pentingnya kuasa Roh Kudus yang bekerja saat kita memberitakan Injil. Penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.
Edisi:
Edisi 188/Mei 2017
Isi:
Injil bukan untuk kalangan sendiri Karena orang-orang Israel tidak setuju dengan Injil Yesus Kristus, mereka berusaha menangkap para rasul. Setelah Yesus naik ke surga, para rasul berdoa. Mereka takut. Meskipun Yesus sudah bangkit, tetapi mereka tidak tahu apakah kebangkitan-Nya menjadi jaminan penyertaan-Nya. Mereka tidak punya pegangan dan tidak ada kepastian sehingga mereka mengunci semua pintu dari dalam, bukan dari luar. Petrus, Yohanes, Yakobus, dan rasul-rasul lain yang mengunci diri itu tidak bijaksana. Itu penakut. Itu keadaan kurang beriman, kurang percaya. Dari peristiwa yang penting ini, terlihatlah bahwa pintu Injil tidak pernah ditutup dari luar; Injil selalu ditutup oleh orang Kristen sendiri. Pintu Injil tidak bisa ditutup oleh komunisme, liberalisme, ataupun musuh-musuh dari luar. Pintu lnjil selalu ditutup oleh pemimpin-pemimpin gereja yang tidak berani mengabarkan Injil. Sampai kapankah kita begitu takut? Mengapa yang menginjili di Irian Jaya adalah orang-orang berkulit putih, bukan orang yang berkulit sawo matang? Apa sebabnya kita belum sadar? Kita masih berada pada tahap kita melihat: sudah mempunyai gereja yang sejarahnya cukup lama, organisasinya cukup kuat, dan segala sesuatu cukup sistematis, lalu merasa puas. Di Taiwan, seorang pendeta berkata kepada saya, "Pak Stephen Tong, gereja saya sangat penuh." Saya bertanya, "Apa sebab gerejamu penuh?" Dia bilang, sebab mereka hebat. Hati saya sedih sekali. Saya berkata, "Maaf pendeta, jawabanmu kurang baik." "Oh, maaf! Sebab, saudara-saudara kita giat sekali." "Saya kira jawaban ini lebih baik, tetapi masih kurang." Dia pikir, pikir, "Oh, sebab anugerah Tuhan." Saya bilang itu sudah lebih baik, tetapi masih kurang. Setelah tiga kali saya menjawab kurang baik, dia menjadi marah. "Kalau begitu jawaban apa yang paling baik menurutmu?" Saya berkata, "Gerejamu bisa penuh karena ada empat dinding. Coba bongkar dindingmu. Penuh tidak?" Saudara mau gerejamu penuh, gampang sekali: bikin lebih kecil, pasti penuh; lebih kecil lagi, lebih penuh. Akan tetapi, Tuhan Yesus berkata, "Aku masih memiliki domba di sana, bukan di sini. Aku harus membawa mereka masuk ke dalam kandang domba ini." Apa artinya gereja dan misi, misi dan gereja? Hanya menggembalakan gereja dan anggota yang ada belum berarti mengerjakan pekerjaan Tuhan secara sempurna. Kita harus pergi mencari domba-domba yang tersesat. Billy Graham mengatakan bahwa karena gereja-gereja mempunyai cukup banyak kesibukan sehingga mereka kekurangan waktu, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi "parachurch" untuk mengisi apa yang belum dikerjakan oleh gereja-gereja. Berapa banyak gereja tidak pernah mengirim uang ke lembaga Alkitab, ke seminari-seminari, ke siaran radio Kristen, dan menunjang pekerjaan penginjilan yang lain? Mereka hanya mementingkan gerejanya saja. Kalau ada uang, bikin lebih besar, bikin lebih besar lagi, untuk membanggakan diri, seolah-olah mereka memonopoli pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, Saudara, siapakah yang memberitakan Injil melalui siaran radio ke RRC, ke Rusia, ke Jerman Timur, ke Polandia, ke Cekoslowakia, dan ke tempat-tempat lain yang tidak bisa dikunjungi oleh para penginjil karena mereka dilarang masuk ke sana? Tentu harus ada orang yang membuat program, yang menerjemahkan Alkitab, yang menyiarkan, dan yang memberikan daya listrik yang cukup untuk mendukung penyiaran itu. Banyak gereja kurang memperhatikan hal-hal demikian sehingga Tuhan membangkitkan yang lain. Marilah kita bekerja sama, baik dalam penggembalaan maupun dalam organisasi "parachurch", dengan tidak lagi memisahkan engkau-engkau, saya-saya, karena kerajaan Allah lebih penting dari denominasi dan dinding-dinding yang mengelilingi domba-domba yang diberikan Tuhan kepada saya. Dengan demikian, hati kita akan menjadi lebih lapang, dan pandangan kita pun akan menjadi lebih luas. Saudara perhatikan, di desa-desa yang paling kecil ada coca-cola, tetapi tidak ada Injil; ada sampo dan kosmetik apa saja, tetapi belum ada guru Injil; ada onderdil-onderdil mobil dari Jepang, tetapi tidak terdengar ada orang memberitakan Injil di sana. Sampai kapankah kekristenan harus tertinggal begitu jauh? Roh Kudus dalam penginjilan Di mana engkau diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika engkau tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus. Dalam Lukas 3 tertulis, "Pada waktu Herodes menjadi raja wilayah Galilea, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi imam besar, pada waktu mereka di tanah Yudea, Roh Allah turun kepada Yohanes Pembaptis di padang belantara. Mengapa Yohanes Pembaptis tidak berkhotbah di Bait Allah di Yerusalem? Bukankah di sana ada mimbar yang tinggi, ada orang-orang yang terlatih dalam Talmud, Misnah, dan teologi orang Israel? Namun, Alkitab mengatakan bahwa Roh Tuhan bukan turun di sana, melainkan di padang belantara sehingga Yohanes Pembaptis menjadikan padang belantara tempat ratusan ribu orang menerima Tuhan Yesus. Stephen Tong, Thomas Wong, atau Chris Marantika tidak berarti apa-apa, tetapi pada waktu Roh Kudus turun dan mengurapi mereka, barulah penginjilan yang mereka lakukan bisa sukses. Oleh sebab itu, demi nama Tuhan Yesus, saya berkata kepada para pemuda-pemudi yang masih duduk di bangku SMP, SMA, ataupun universitas, "Engkau yang tidak punya uang, yang belum memiliki gelar dan pengalaman, jika engkau mau datang dan berkata kepada Tuhan, "Di sini saya, saya mau menyerahkan diri, mau dipakai oleh-Mu, Tuhan. Saya mau mempelajari Injil baik-baik dan mau dipenuhi oleh Roh-Mu yang kudus," engkau akan menjadi orang yang dipakai oleh Tuhan. Dalam Amanat Agung, Yesus memerintahkan, "Pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku." Semangat lnjil adalah pergi, pergi! Akan tetapi, dalam Kisah Para Rasul, Yesus memerintahkan mereka untuk menunggu di Yerusalem, jangan pergi dulu, sampai Roh Kudus turun ke atasmu. Inilah yang disebut paradoks (seolah-olah bertentangan, tetapi tidak). Mereka menunggu dan menunggu, lalu Roh Kudus turun dan memenuhi mereka pada hari Pentakosta yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah dan tidak pernah terulang lagi. Hari Pentakosta adalah hari jadi gereja. Pada hari itu, umat Tuhan berkumpul bersama menjadi tubuh Kristus, dan Roh Kudus yang dikirim pada hari itu tidak ditarik kembali untuk selama-lamanya sampai kita berjumpa dengan Yesus Kristus. Sebagaimana janji Yesus, "Adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi kepada Bapa. Sebab, jika Aku tidak pergi, Roh Kudus tidak akan datang kepadamu, tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu, dan Ia beserta denganmu sampai selama-lamanya." Roh Kudus sudah turun satu kali dan tidak turun lagi; lalu bagaimana dengan orang-orang Kristen dalam setiap zaman? Kita menerima Roh yang sudah diberikan kepada gereja untuk memenuhi kita. Kelahiran baru yang sejati mencakup juga baptisan Roh Kudus secara otomatis. Pada waktu engkau lahir baru, statusmu sebagai orang berdosa berubah menjadi orang suci, maka Roh Kudus pun akan berdiam dalam hatimu dan menjadi Tuan dalam hidupmu. Dia akan menguasai seluruh pikiran, emosi, dan kemauanmu. Setelah Roh Kudus memenuhi engkau, engkau diberi kuasa, diberi urapan, diberi kekuatan, diberi perlengkapan, dan dipersiapkan untuk menjadi saksi Kristus. Mengapa penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus? Perhatikan dengan teliti perkataan Petrus, "Kami (rasul-rasul) adalah saksi dari segala sesuatu itu (yaitu kematian dan kebangkitan Kristus, dua hal yang paling penting, yang merupakan inti dan fondasi dari Injil Yesus Kristus, yang menjadi pengharapan satu-satunya bagi manusia yang berdosa untuk kembali kepada Tuhan), kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia" (Kis. 5:32). Puji Tuhan! Barangsiapa betul-betul setia dan taat kepada injil serta meninggikan Kristus dengan motivasi yang murni, tidak mungkin tidak didampingi oleh Roh Kudus. Penginjilan bukan pidato, bukan pertambahan anggota gereja, bukan juga kemegahan supaya orang lain melihat denominasi saya berkembang. Penginjilan adalah peperangan rohani untuk merebut manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah yang berada di dalam tangan setan, agar ia keluar dari situ dan masuk ke dalam kerajaan Anak Allah yang kekal. Dengan demikian, tidak boleh ada seorang pun mengabarkan Injil tanpa kuasa Roh Kudus karena setan tidak takut gerejamu besar, tidak takut engkau punya teologi yang hebat dan pengetahuan yang kuat, tetapi setan paling takut engkau memiliki kuasa Roh Kudus. Sejak bulan Maret 1957 sampai sekarang, sudah 20.000 kali saya berkhotbah, tetapi tidak satu kali pun saya berani naik ke atas mimbar tanpa Roh Kudus memimpin saya. Setiap kali sebelum naik saya berkata kepada Tuhan dengan gemetar, "Tuhan jika Engkau tidak naik, saya juga tidak mau naik."
Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Injil yang utuh adalah Injil yang sepenuhnya diberitakan melalui kebenaran Alkitab, sumber utama bagi jiwa yang haus untuk dapat menemukan Kristus dan Roh Kudus, di luar itu tidak ada jalan lain. Dalam edisi kali ini, redaksi e-Reformed menyajikan sebuah artikel yang bertajuk tentang Alkitab dan Injil. Kita akan belajar dari Paulus, sang misionaris besar yang mengawali berdirinya banyak gereja dan gerakan penginjilan di Eropa. Kiranya kita boleh semakin terbeban untuk memberitakan Injil Kristus kepada setiap jiwa yang Tuhan percayakan untuk kita Injili. Soli Deo Gloria!
Edisi:
Edisi 180/September 2016
Isi:
Bagi banyak orang, kebenaran itu relatif, bergantung pada kepercayaan yang dimiliki dan kebenaran itu sering dianggap menjadi mutlak bagi para penganut kepercayaan tersebut. Inilah pengertian banyak orang. Untuk membuktikan apa Alkitab itu satu-satunya kebenaran mutlak, harus dibuktikan dari perkataan Alkitab itu sendiri. Biarlah Alkitab itu membela dirinya sendiri. Salah satu bagian Alkitab yang sangat penting yang berkaitan dengan topik ini adalah Galatia 1:6-10, di mana Rasul Paulus menegaskan kemutlakan firman yang ia beritakan kepada umat Kristen di Galatia. Ia adalah pemberita firman Tuhan kepada umat Galatia. Mereka mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanannya dan tim yang bersama-sama dengannya. Ia dengan kuasa Roh Kudus berkhotbah kepada umat Galatia yang belum pernah mendengarkan siapa itu Yesus. Dan, melalui pemberitaan itu, mereka menerima kebenaran dan percaya serta menjadi pengikut Kristus. Namun, tidak lama kemudian, Rasul Paulus harus meninggalkan daerah Galatia, dan di saat ketidakhadirannya, sekelompok penganut agama Yudaisme menyelusup masuk dan memengaruhi iman mereka yang masih muda, hingga mereka ingin berbalik kepada Yudaisme yang mengajarkan bahwa percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat itu tidak cukup, tetapi harus ditambah dengan ritual-ritual yang diajarkan Musa di Perjanjian Lama untuk menyempurnakan iman mereka. Mereka juga dipengaruhi mempertanyakan kerasulan yang dimiliki Paulus. Mendengar apa yang terjadi di Galatia, Paulus merespons dengan menulis surat Galatia ini untuk mengingatkan mereka bahwa ia sungguh-sungguh rasul yang dipilih langsung oleh Kristus sendiri (Galatia 1:1). Namun, ia tidak berlama-lama membela kerasulannya, ia justru memfokuskan apa yang terjadi di gereja itu. Ia tidak mengawali tulisannya dengan ucapan syukur seperti biasa dilakukan dalam tulisannya kepada jemaat yang dirintisnya. Ia mengutarakan kekecewaannya dengan perkataan ini, "Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu dan mengikuti suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus" (Galatia 1:6-7). Keheranan Rasul Paulus terdiri dari dua hal: pertama, ia heran karena begitu cepat mereka berbalik dari Kristus. Ketika ia ada di Galatia, mereka menunjukkan kesungguhan iman dan kesetiaan mereka pada Kristus. Mungkinkah karena iman mereka begitu muda sehingga begitu mudah diperdaya orang-orang yang sengaja ingin merusakkan iman mereka? Atau, mungkinkah karena sebagian mereka tidak sungguh-sungguh percaya pada Kristus, tetapi hanya merasa percaya pada Kristus? Sepertinya, kedua pertanyaan ini memiliki kemungkinan. Namun, pertanyaan pertama di atas memiliki pengaruh yang lebih besar, khususnya ketika orang-orang yang menyelusup tersebut menyerang kerasulan Paulus dan mempertanyakan statusnya sebagai Rasul Kristus. Jika jemaat Galatia sudah ragu akan kerasulan Paulus, mereka juga akan meragukan berita atau Injil yang diberitakannya. Namun, hal ini ditegaskannya mengenai siapa ia sesungguhnya dan apa Injil yang ia beritakan. Keheranan Paulus yang kedua adalah mereka begitu cepat mengikuti "suatu Injil lain, yang sebenarnya bukan Injil". Apa sebenarnya "Injil itu"? Ia memberi jawabannya dalam 1 Korintus 15:3b-5, "Bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci." Singkatnya, Injil itu adalah berita kehidupan, kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Berita dan Injil yang disampaikan Paulus kepada orang-orang Galatia bahwa Injil itu adalah segala sesuatunya yang berhubungan dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Kristus telah mengorbankan diri-Nya sendiri untuk memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah. Kristus telah mati di kayu salib menggantikan manusia berdosa dan apa yang telah dilakukan-Nya dalam hidup-Nya, penyaliban-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya telah cukup bagi umat manusia untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga. Jika ada suatu ajaran, pandangan, dan pemikiran bahwa manusia tidak cukup percaya pada Kristus untuk memperoleh hidup yang kekal dan surga, tetapi juga harus melakukan amal dan perbuatan baik, hal itu merupakan suatu injil lain yang harus ditolak sebagai kebenaran. Paulus menegaskan bahwa injil lain tersebut adalah injil yang tidak sama dengan Injil Kristus meskipun memakai nama dan istilah yang sama. Kata "lain" dalam paduan kata "injil lain" adalah kata "heterogen" suatu Injil yang tidak sejenis dan sama. Dengan kata lain, orang-orang yang memengaruhi jemaat Galatia meninggalkan ajaran yang diajarkan Paulus adalah suatu ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran Paulus meskipun memakai nama dan istilah yang sama yaitu Injil, tetapi isi atau berita yang disampaikan sangat berbeda dan siapa yang mengikutinya tidak akan memperoleh hidup yang kekal. Kebenaran di Luar Injil Kristus Bukanlah Kebenaran Mutlak Rasul Paulus sangat kecewa dengan jemaat Galatia yang membelot kepada injil lain, yang menganggap injil lain lebih baik dari Injil yang diberitakannya. Tetapi kenyataannya, injil lain itu tidak memberikan hidup kekal. Masa sekarang, masa kebebasan berpendapat, namun ketika pendapat itu berkaitan dengan hidup manusia, kita dituntut bersikap hati-hati. Ketika kebebasan berpendapat menduduki mimbar-mimbar gereja, dan kebebasan itu merendahkan dan meremehkan Injil sebagai kebenaran mutlak, di saat seperti itulah umat percaya harus bertindak seperti Paulus, menegakkan kebenaran firman Allah. Apa yang diajarkan Kristus dan para rasul adalah bahwa menjelang akhir zaman akan semakin banyak penyesat menyelusup masuk ke dalam gereja, yang memberitakan firman Allah sebagai sumber keuntungan, wibawa, dan hormat. Mereka tidak mengindahkan firman Allah, tetapi memperalatnya demi kepentingan pribadi. Bahkan, Yudas (bukan Yudas Iskariot) menuliskannya demikian, "Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus" (Yudas 4). Siapakah mereka ini? Mereka bisa saja orang-orang yang sangat akrab dengan kita, para pemberita-pemberita firman dari mimbar, namun bukanlah pengikut Kristus. Mereka adalah para pemakai topeng, para serigala yang berbulu domba, yang telah lama ditetapkan Allah untuk dihukum. Mereka ini akan membelotkan firman Allah demi keuntungan pribadi dan merekalah yang menjadikan gereja sebagai ladang kekayaan dan kemakmuran. Satu hal yang pasti bahwa menjelang akhir zaman Setan (Iblis) akan memakai Alkitab (firman Allah) untuk menipu dan memperdaya manusia, khususnya mereka yang ada di dalam gereja. Setan akan memutarbalikkan maksud dan arti firman Allah sama seperti yang ia lakukan ketika memperdaya Hawa di Taman Eden. Menjelang akhir zaman, Setan (Iblis) akan berjaya menipu dan memperdaya manusia dengan memutarbalikkan firman Allah. Di masa sekarang ini, itu bukanlah sesuatu yang mengherankan. Ada banyak pengkhotbah yang mengklaim telah menerima wahyu dan firman Allah untuk diberitakan kepada jemaatnya. Ada begitu banyak orang yang mengklaim telah bertemu dengan Kristus dan bergandeng tangan dengan Kristus. Ada begitu banyak orang mengklaim bahwa ia telah pulang pergi dari surga dan membawa berita atau misi khusus dari Kristus. Mendengar berita sedemikian hebohnya, berbondong-bondong orang menghadiri pemberitaan itu. Mungkinkah apa yang diberitakan benar-benar firman Allah atau pembelotan firman Allah? Dari mana kita bisa mengetahui semua klaim itu benar atau tidak? Satu-satunya standar yang harus dipakai menguji setiap klaim kebenaran adalah Alkitab itu sendiri. Di luar dari Alkitab, tidak ada standar lain. firman Allah berkata, "Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong" (Roma 3:4). Jika memang manusia adalah pembohong sekalipun sebagai orang percaya atau pemberita firman, maka perkataan mereka tidaklah mutlak sebagai kebenaran. Yang menjadi standar kebenaran adalah firman yang telah disampaikan Allah sendiri yaitu Alkitab, karena Allah tidak pernah berbohong dan Ia akan selalu benar karena Ia adalah Kebenaran. Umat Kristen harus berhati-hati terhadap setiap klaim yang menyatakan telah menerima wahyu atau kebenaran karena kebenaran satu-satunya yang tidak mengandung kesalahan hanyalah Alkitab. Jemaat Galatia telah dipengaruhi oleh pemberita-pemberita Injil palsu yang pada intinya bukanlah Injil Kristus. Mereka adalah penyesat umat Kristus. Pemberita "Kebenaran" di Luar Injil Kristus, Terkutuk Ketika Paulus mengetahui ada jemaat Galatia yang berbalik mengikuti "injil lain" yang sebenarnya bukan Injil, ia mengucapkan perkataan yang mungkin tak seorang pun suka mendengarnya. Dia berkata, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia" (Galatia 1:8). Dalam pelayanan, Paulus memiliki tim pelayan seperti Timotius, Silas, Titus, Lukas, dll.. Ia ingin memberitahukan bahwa jika seandainya salah satu dari tim ini memberitakan injil yang berbeda dari apa yang telah ia beritakan kepada jemaat Galatia, terkutuklah dia. Ia menganggap hal yang sangat serius tentang pemberitaan "injil lain", maka ia menegaskan jika seandainya ada malaikat dari surga datang dan memberitakan injil yang berbeda dari apa yang diberitakannya, malaikat itu juga terkutuk. Tentu tidak mungkin ada malaikat turun dari surga memberikan injil lain saat ini. Semua malaikat yang di surga adalah malaikat yang setia kepada Tuhan Yesus. Semua malaikat yang jahat dan tidak setia sudah dihukum Allah termasuk pimpinan mereka, yaitu Lucifer. Namun, ia ingin memberitahukan kepada jemaat Galatia betapa seriusnya penyimpangan dari kebenaran mutlak Injil. Kata "terkutuk" berasal dari kata Yunani "anathema" yang memiliki arti, "suatu objek yang dikhususkan untuk dihancurkan", "sesuatu yang terkutuk" (ref. Roma 9:3;1 Korintus 12:3;16:22). Jika hal ini diterapkan kepada manusia, berarti orang yang dikatakan "anathema" (terkutuk) adalah seseorang yang diserahkan kepada Tuhan untuk dibinasakan atau dimusnahkan. Orang yang memberitakan injil yang berbeda dengan Injil Kristus Yesus berada di bawah kutuk dan akan dibinasakan Allah. Kita harus memercayai Allah sebagaimana telah memberitakan siapa Ia sesungguhnya. Allah adalah Pencipta, tidak berubah, setia, berdaulat, berkuasa, dan Ia akan menepati semua janji dan perkataan-Nya. Setiap perkataan-Nya benar dan tidak mengandung kesalahan. firman-Nya adalah kebenaran mutlak. Namun, sekarang ini ada begitu banyak umat Kristen yang tidak memercayai firman Allah. Ketika Allah berkata, Ia menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan bahwa dunia ini, hasil evolusi. Ketika Allah berkata, Dialah yang menciptakan manusia dan segala apa yang ada di bumi ini, ada banyak umat Kristen yang masih mengatakan manusia berasal dari kera (hasil evolusi) dan bukan ciptaan Tuhan. Ketika Allah berkata dalam firman-Nya, air bah yang terjadi di masa Nuh adalah air bah yang menutupi seluruh bumi (Kejadian 7-8), ada banyak orang Kristen yang masih berkata, air bah itu hanya terjadi di Timur Tengah. Ketika Allah berbicara dalam firman-Nya, Yesus melakukan mukjizat dengan berjalan di atas air, ada banyak orang Kristen yang masih berkata hal itu tidak mungkin terjadi karena bertentangan dengan daya gravitasi bumi, dan Yesus hanya berjalan di pinggir pantai yang kelihatan seperti berjalan di atas air. Injil Kristus adalah kebenaran mutlak. Kita harus lebih memercayai perkataan firman Allah daripada perkataan manusia yang meskipun mengatasnamakan ilmuwan. Allah tidak pernah berbohong (Roma 3:4) dan apa yang diberikan dalam firman-Nya adalah kebenaran yang membawa hidup. Kita harus memercayai firman-Nya dan jangan memutabalikkannya dengan cara dan tujuan apa pun juga. Pemberita firman yang memutarbalikan firman Allah berada di bawah kutuk dan tidak ada toleransi bagi Penyesat. Pemberita Injil Harus Berjuang Menyenangkan Kristus Ketika Paulus mengucapkan kalimat dalam Galatia 1:8-9, dengan pasti para pengajar sesat atau pemberita "injil lain" itu sangat membencinya. Tak seorang pun manusia yang dengan rela mau dikatakan sebagai orang terkutuk. Akan tetapi, ia harus mengucapkan kata-kata itu demi menunjukkan keseriusan kesalahan yang dilakukan jemaat Galatia karena mengikuti "injil lain". Ia ingin memberitahukan apa yang dilakukan mereka adalah kesalahan besar. Dia sebagai pemimpin dan bapa rohani jemaat Galatia harus mengambil sikap terhadap apa yang sedang terjadi. Paulus tidak mengucapkan kata-kata yang lemah lembut ketika berhadapan dengan pengajaran sesat. Ia tidak segan-segan menegur pengajar sesat seperti yang disampaikannya dalam Galatia 1:8-9. Bahkan, dalam Galatia 1:10, ia memberikan pertanyaan retorik (pertanyaan yang menuntut jawaban, tidak). Dia berkata, "Adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia?" Ia ingin memberitahukan bahwa ia tidak mencoba mencari kesukaan manusia atau mencoba berkenan kepada manusia. Jika seandainya itu yang ingin dicarinya, maka sepatutnya tidak perlu mengucapkan kata-kata dalam ayat 8-9. Akan tetapi, karena hanya ingin mencari kesukaan Allah, maka ia ada di pihak Allah. Ia akan membenci apa yang dibenci Allah. Ia akan mengatakan salah apa yang dikatakan Allah salah. Ia tidak mencoba berkenan kepada manusia. Ia tidak mencari promosi di hadapan manusia. Ia hanya ingin menyenangkan Allah dan terus berjuang menyenangkan Allah. Bagi pemberita firman Allah, ada yang harus diwaspadai terutama ketika berhubungan dengan kebutuhan hidup. Ada pemberita firman meninggalkan kebenaran mutlak Allah hanya karena ingin mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih besar, fasilitas yang lebih banyak, dan tunjangan yang lebih besar. Jika memang Tuhan memberkati pelayanannya yang akhirnya diberkati dengan hal material, ia bisa menerimanya dengan penuh ucapan syukur. Akan tetapi, jangan sekali-kali mengorbankan kebenaran Injil demi hal materi, wibawa, hormat, dan jabatan. Banyak orang mengatakan bahwa Billy Graham salah satu contoh pemberita Injil yang meninggalkan kebenaran. Pada permulaan pelayanannya, ia melayani di sebuah gereja kecil di Chicago. Ia terlibat dalam organisasi pemuda bagi Kristus. Tidak lama kemudian, ia semakin dikenal di negaranya. Sebagai seorang pengkhotbah yang muda, ia dipercaya sebagai ketua sebuah sekolah Kristen di Minneapolis, yaitu Northwestern Schools. Selama masa permulaan pelayanannya, ia dikenal sebagai pengkhotbah yang sangat fundamental, yang tidak mau berkompromi dengan kelompok modernis dan Liberal. Bahkan, pada tahun 1948, ia telah menjadi salah satu anggota editor majalah fundamental di USA yang berjudul "The Sword of the Lord" yang diketuai oleh John R. Rice. Namun, tak lama kemudian, ia berubah dari posisi sebelumnya sebagai fundamentalis. Pada tahun 1957, ia mengadakan penginjilan yang dikenal dengan New York Crusade. Inilah yang menjadi titik awal perubahannya di mana mendapatkan dukungan dari kelompok liberal dan modernis, baik dalam komiti dan kepengurusan penginjilan (crusade) yang diselenggarakannya. Ia telah berubah dan menganggap Yesus bukanlah satu-satunya jalan menuju hidup yang kekal dan surga. Dalam sebuah percakapan yang dikutip oleh Foundation Magazine, Billy Graham mengatakan bahwa setiap orang yang setia dengan agamanya bisa masuk ke dalam kerajaan surga. Bukankah hal ini sama seperti apa yang dikatakan Yudas 4 Paulus sebagai injil lain? Jika pada masa Paulus ada pengajar sesat yang menyelusup masuk di tengah-tengah gereja, maka pada masa sekarang akan lebih banyak lagi (ref. Yudas 4). Ketahuilah, semua pemberita kebenaran harus berjuang menyenangkan Kristus. Inilah yang dilakukan para rasul, dan ini jugalah yang dilakukan para reformator dan orang-orang yang mati syahid karena Injil dan Kristus. Audio: Alkitab Satu-Satunya Kebenaran Mutlak
Adoption (Pengangkatan sebagai Anak)
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Siapakah yang disebut dengan "anak Allah"? Dalam Alkitab istilah anak Allah menunjuk pada Yesus Kristus, Putra Allah (Anak Allah); para malaikat (Ayub 38:7); dan orang-orang percaya (Yohanes 1:12). Orang percaya adalah orang yang secara legal diangkat Allah untuk menjadi anak-Nya. Siapa pun boleh dan bisa menyebut dirinya sebagai anak Allah yang hidup, tetapi Alkitab memberikan kejelasan siapa yang disebut sebagai anak Allah yang sejati. Dalam Kisah Para Rasul 17:28 Paulus juga mengatakan kepada para penyembah berhala di Atena, "Kita ini dari keturunan Allah juga." Namun, ada pengertian yang lebih tinggi, dekat, dan erat, yang menyatakan bahwa hanya orang-orang yang lahir kembali yang benar-benar anak-anak Allah. Yohanes berkata, "Tetapi semua orang yang menerima-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah" (Yohanes 1:12). Ketika berbicara dengan jelas kepada orang percaya, dia berkata, "Saudara-saudara kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah." Tidak ada perbedaan di antara Paulus dengan Yohanes. Di satu sisi, ini berbicara tentang anak-anak Allah dalam pengertian luas sebagai manusia, sementara di sisi lainnya ini berbicara dalam pengertian terbatas sebagai anak angkat. Melalui artikel dalam edisi ini kita dapat belajar lebih dalam tentang anugerah yang telah Allah Bapa berikan kepada kita melalui Kristus, yang memampukan kita untuk menjadi anak-anak Allah yang sejati dan mewarisi berkat-berkat surgawi. Kiranya kita selalu ingat untuk terus mengucapkan syukur kepada Allah, dan bermegah atas kasih karunia-Nya. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.
Edisi:
Edisi 173/Februari 2016
Isi:
ARTIKEL
1. Definisi Yang dimaksud dengan adopsi di sini adalah bahwa orang percaya secara legal ditempatkan di dalam status sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian, ia berhak atas segala sesuatu yang berkaitan dengan status itu. Katekismus Westminster: Kata Yunani untuk adopsi adalah "HUIOTHESIA". Kata ini dipakai dalam literatur di luar Alkitab untuk menunjukkan pengadopsian secara legal bersama-sama dengan hak pewarisan dan kewajiban seperti dipelihara orangtua angkatnya. Di dalam Perjanjian Baru, kata ini hanya dipakai oleh Paulus dan merujuk kepada tindakan Allah yang menempatkan umat-Nya di dalam status legal sebagai anak. Kata "HUIOTHESIA" ini adalah kata yang secara istimewa digunakan oleh Paulus. Dan, ia menggunakan kata ini beberapa kali dalam Perjanjian Baru yang diterjemahkan dalam Alkitab bahasa Inggris dengan "adoption", atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan diterima menjadi anak/diangkat menjadi anak. Kata tersebut berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu "thesia" yang berarti menempatkan, dan "huios" yang berarti anak. Jadi, "HUIOTHESIA" berarti anak yang ditempatkan dalam suatu keluarga atau diangkat menjadi anak. Ada pandangan mengenai persaudaraan universal bahwa semua manusia bersaudara serta ajaran/doktrin kebapaan Allah secara universal (the universal fatherhood of God) atau Allah adalah Bapa dari semua orang. Namun, Alkitab tidak mengajarkan demikian. Allah disebut Bapa secara universal hanya dalam pengertian bahwa Allah adalah Sang Pencipta, maka Ia adalah Bapa dari semua manusia karena Bapa mengandung arti asal pemberi makan/pemelihara (anourisher), pelindung (protector), penopang (upholder), bapa (father), dan asal mula keluarga (the originator of a family). Karena itu, status Saudara harus dipahami sebagai satu bapa, dan hanya umat pilihan yang adalah sesama saudara, di luar itu adalah umat yang ditolak, dan Yesus berkata, "Iblislah bapamu ...." Semua manusia, secara natur, melalui kelahiran secara daging adalah manusia yang telah berdosa. Dan, dosa itu memisahkan kita dari Allah. Seperti Paulus menulis dalam Efesus 2:1, "Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu." Jadi, menurut kelahiran dan natur, kita adalah anak-anak yang patut dimurkai dan telah mati oleh karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa kita. Namun, Roh Kudus telah menghidupkan kita, Ia meregenerasikan kita dan memberikan kelahiran baru kepada kita. Bukan oleh kehendak manusia, bukan oleh keinginan daging, dan juga bukan oleh usaha manusia, tetapi oleh Roh Allah. Dalam kelahiran kembali kita diadopsi atau diangkat atau diterima ke dalam keluarga Allah. Semua orang yang mengenal Allah di dalam Kristus diadopsi ke dalam keluarga Allah. Dan, kita diperlakukan secara istimewa dalam keluarga Allah. Kita diperlakukan secara istimewa sebagai anak. Paulus menegaskan, "Jadi kamu bukan lagi hamba (doulos), melainkan anak (huios); jikalau kamu anak maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah." (Galatia 4:7) Seorang hamba bekerja untuk mendapatkan upah. Namun, walaupun kita bekerja seumur hidup, kita hamba tetap menjadi hamba, dan bukan anak. Seorang hamba dapat bekerja untuk selama-lamanya. Hamba dapat menerima upah untuk selamanya, tetapi tidak akan pernah memperoleh status sebagai anak dan ahli waris dalam keluarga itu. Namun, di dalam Kristus, oleh kasih karunia yang dicurahkan atas kita, kita diadopsi ke dalam keluarga Allah. Bukan dengan pekerjaan atau usaha (kebaikan) kita, kita menerimanya, tetapi itu adalah sesuatu yang Allah lakukan atau kerjakan bagi kita. Ia menanggalkan status kita sebagai hamba, dan mengangkat atau menerima kita sebagai anak dan ahli waris Kerajaan Bapa. Sesungguhnya kita tidak lebih daripada "doulos", kita tidak lebih daripada seorang budak, kita tidak lebih dari seorang pelayan, tetapi kemudian kita diterima/diadopsi menjadi anak. Dan, sebagai anak kita adalah ahli waris Allah melalui Kristus. 2. Dasar Alkitab bagi Ajaran Adoption (Pengangkatan sebagai Anak) a. Di dalam 1 Yohanes 3:1-2,9: (1) Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (2) Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. (9) Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. b. Yohanes 1:12-13: (12) Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya. (13) Orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. c. Efesus 1:5: Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya. Ayat ini, menurut beberapa terjemahan lain: NIV: "He predestinated us to be adopted as his sons through Jesus Christ, in accordance with his pleasure and will." (Ia telah mempredestinasikan kita untuk diadopsi sebagai anak-anak-Nya melalui Yesus Kristus, sesuai dengan kesenangan dan kehendak-Nya.) NASB: "He predestinated us to adoption as sons through Jesus Christ to Himself, according to the kind intention of His will." (Ia telah mempredestinasikan kita untuk pengadopsian sebagai anak-anak melalui Yesus Kristus bagi diri-Nya sendiri, sesuai dengan maksud/tujuan yang baik dari kehendak-Nya.) Dengan demikian, kita melihat bahwa pengadopsian kita menjadi anak-anak Allah berakar pada dekrit kekal Allah dan bertujuan untuk kemuliaan-Nya. Dengan kata lain, "adoption" berakar pada predestinasi. d. Galatia 4:4-7: (4) Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. (5) Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. (6) Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa! (7) Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah "melalui Kristus" – cetak miring ada dalam KJV. Ungkapan "takluk kepada hukum Taurat" (yaitu di bawah kewajiban untuk menaati hukum Taurat) merujuk kepada ketaatan aktif Kristus kepada hukum Taurat, untuk menebus umat pilihan yang telah dipilih oleh Bapa. Ketaatan Kristus ini sekarang dikaitkan dengan pengadopsian diri kita, yaitu "supaya kita diterima menjadi anak", yaitu agar kita secara legal diadopsi oleh Allah menjadi anak-anak-Nya sehingga menerima segala hak yang berkaitan dengan kondisi/status sebagai anak itu. e. Roma 8:14-17: (14) Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. (15) Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (16) Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. (17) Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. Yang Paulus maksudkan dengan "Roh yang menjadikan kamu anak" (ayat 14) adalah Roh Kudus yang memimpin orang-orang percaya. Kita semua yang berada di dalam Kristus telah menerima Roh, yang melalui-Nya kita sekarang dengan penuh sukacita memanggil Allah sebagai Bapa kita. Roh yang sama terus-menerus bersaksi bersama roh kita bahwa kita sungguh-sungguh adalah anak-anak Allah -– suatu kesaksian yang dinyatakan kepada kita melalui Firman, pengalaman dalam hidup ini, kemurahan setiap hari, kekuatan tiap jam, dan sukacita yang terus-menerus ada. Kata bersaksi di sini ditulis dalam bentuk "present tense", yang berarti sebuah tindakan yang berkelanjutan/terus-menerus. Penerimaan hak kita sebagai anak dimulai dengan penerimaan Roh Kudus yang menerapkan di dalam hati dan kehidupan kita penebusan yang telah didapatkan Kristus bagi kita. Menurut Ibrani 1:2, Kristus telah ditetapkan oleh Allah sebagai "pewaris segala sesuatu". Warisan milik Kristus itu sekarang menjadi milik kita berdasarkan anugerah. Terdiri dari apakah warisan itu? Warisan itu berarti:
3. Kesimpulan a. Dari pembahasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia di dalam Adam adalah manusia berdosa, hamba dan budak dosa, anak-anak Iblis. Namun, semua orang di dalam Kristus adalah manusia baru, anak-anak Allah yang telah ditebus, yang diubah statusnya dari hamba menjadi anak-anak Allah. Atau, dengan kata lain "adoption" mengubah status dari hamba menjadi anak-anak Allah. b. Pengangkatan sebagai anak diperoleh melalui penebusan Kristus akan orang-orang pilihan yang telah ditetapkan oleh Bapa, dan kemudian diteguhkan oleh Roh Kudus yang meregenerasikan, dan memberikan iman dan memampukan kita memanggil Allah sebagai Bapa kita. Artinya "adoption" tidak terlepas dari pembenaran dan kelahiran baru, orang yang telah dibenarkan, pasti akan diadopsi sebagai anak. Pembenaran adalah sesuatu yang berhubungan dengan hukum, dengan kata lain, pembenaran berhubungan dengan status anugerah, sedangkan regenerasi (kelahiran kembali) berhubungan dengan keadaan di dalam anugerah, yaitu membangkitkan di dalam kita sebuah natur atau karakter baru. c. Pengangkatan sebagai anak berdampak pada status serta hak-hak yang melekat pada status kita sebagai anak-anak Allah. Karena itu, berbahagialah dan bersukacitalah kita. Marilah naikkan segala pujian syukur hormat kepada Allah Tritunggal yang Kudus, yang telah memilih kita, menebus kita, dan mengadopsi atau menjadikan kita anak-anak-Nya serta senantiasa hidup bersyukur kepada-Nya. Dan, dengan kepala tegak kita dapat menjalani kehidupan iman kita sambil terus percaya bahwa Allah, Bapa kita, senantiasa memelihara kita anak-anak-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.
Mereka yang Miskin secara Rohani
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Selamat bertemu kembali pada awal tahun yang baru ini. Kami berharap dan berdoa kita semua terus memiliki kerinduan yang semakin besar untuk mengenal Allah kita di dalam anugerah khusus-Nya. Pada awal tahun, biasanya kita mendengar banyak resolusi yang orang tulis atau katakan karena mereka memiliki harapan agar tahun baru memberi semangat baru untuk hidup lebih baik. Banyak orang mengejar keberhasilan secara materi, tetapi kita berharap orang-orang percaya akan mengejar pertumbuhan rohani, sebab inilah yang seharusnya menjadi aspek hidup terpenting -- bagaimana bertumbuh dan semakin kaya dalam iman kepada Allah. Pada masa sekarang, gereja banyak mendorong jemaat untuk berkembang dan maju dalam segala aspek hidup. Akan tetapi, pernahkah Saudara mendengar pendeta Saudara mendorong jemaatnya untuk menjadi miskin secara rohani? Mungkin istilah atau kondisi "miskin" akan dihindari oleh banyak orang, termasuk gereja. Padahal, kegagalan menjadi miskin secara rohani justru akan membawa kita pada kehancuran rohani. Bagaimana bisa demikian? Edisi e-Reformed pertama tahun ini akan menyajikan satu artikel yang menarik untuk kita simak, yaitu tentang kemiskinan rohani. Kiranya artikel ini menjadi berkat bagi kita semua. Selamat menjalani tahun baru dan selamat membaca. Soli Deo Gloria.
Edisi:
Edisi 172/Januari 2016
Isi:
Kemiskinan secara rohani bukanlah menunjuk pada masalah keuangan ataupun keadaan depresi meski memang sering kali disalahtafsirkan menjadi demikian. Ada sementara orang Kristen yang mencoba merelakan semua milik mereka demi menemukan kebenaran kalimat-kalimat bahagia tersebut, tetapi kemudian mendapati bahwa seorang manusia ternyata bisa tidak lagi memiliki apa pun, namun tetap tidak dapat mengalami kemiskinan secara rohani. Miskin secara rohani juga tidak sama dengan suatu gambar diri yang buruk, yang ditandai oleh adanya sikap penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah, sikap memikirkan diri sendiri, dan sikap-sikap tidak wajar lainnya. Seorang manusia dapat memiliki sikap-sikap demikian tanpa memiliki secuil pun pemahaman atas apa yang Tuhan Yesus maksudkan. Dalam Perjanjian Lama, istilah "si miskin" lebih dimaksudkan sebagai istilah teknis bagi sekelompok orang. Mazmur 34:7 berbicara mengenai "orang yang tertindas (miskin)" yang telah datang kepada Tuhan dan yang telah didengar serta diselamatkan. Sementara di dalam Mazmur 40:18, sang pemazmur menggambarkan dirinya sendiri sebagai "orang yang sengsara dan miskin", dan meminta Tuhan supaya mengingat dan menyelamatkannya. Di bagian lain, pernyataan serupa menegaskan suatu fakta bahwa menjadi miskin berarti menjadi lemah dan tidak berdaya, tidak mempunyai hak, dan tidak mempunyai akal untuk membela dan menyelamatkan diri sendiri. Orang miskin adalah orang yang membutuhkan belas kasihan, bagaikan para tawanan yang sebagai satu-satunya tempat perlindungan dan keselamatan mereka (Mazmur 69:33-34). Mereka merupakan orang-orang yang telah bangkrut di dunia ini, yang karenanya kemudian memercayai Tuhan sebagai satu-satunya harapan bagi perlindungan dan pembebasan mereka. Akan tetapi, apakah arti ungkapan "miskin secara rohani"? Dengan membicarakan miskin secara rohani, Yesus bermaksud menegaskan bahwa Ia bukan sedang berbicara tentang kemiskinan secara materi. Kemiskinan materi memang memungkinkan terjadinya kemiskinan rohani, tetapi keduanya tidak selalu identik. Bahkan, kemiskinan secara materi sering kali dapat memperkuat harga diri kita. Yesus pernah bercerita tentang seorang manusia yang sadar dirinya mengalami perbudakan rohani, sadar akan utang dosa-dosanya, dan mengetahui bahwa ia tidak memiliki hak di hadapan Tuhan (Matius 6:12). Yang dapat dilakukannya hanyalah meminta belas kasihan dan bersandar kepada Tuhan. Tidak ada seorang pun yang dapat menjadi orang Kristen tanpa adanya roh ini. Setiap orang Kristen mempunyai roh ini, yang bagaikan roh anak yang suka berfoya-foya. Dengan angkuh, ia meninggalkan bapanya dan menggantungkan diri pada harta warisan yang menjadi bagiannya. Akan tetapi, ketika ia bangkrut, "dia menjadi sadar kembali" (Lukas 15:17). Dengan penuh kerendahan hati dan dengan mengesampingkan semua kesombongannya, ia pulang ke rumah bapanya dengan tangan kosong, tidak lagi congkak, melainkan bersandar penuh pada kemurahan bapanya. Begitu juga halnya dengan orang Kristen: Tak sesuatu pun ada padaku,
A.M. Toplady Pada pasal-pasal permulaan kitab Roma, Paulus mengisyaratkan proses kelahiran Roh yang baru itu. Kita mendapati bahwa keberadaan kita bukannya layak dan berkenan kepada Allah, melainkan secara alamiah kita memiliki sifat memberontak terhadap Dia; kita telah menghancurkan hukum-hukum-Nya. Semua perbuatan yang menurut dugaan kita dapat menyenangkan Dia, justru semakin menjauhkan kita dari hadirat-Nya. Kita berdosa mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, mulai dari mulut kita yang penuh kecurangan hingga kaki kita yang tidak mengenal jalan damai (Roma 3:13-17). "... Tidak ada yang benar, seorangpun tidak, tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak." (Roma 3:10-12) Apa akibatnya bila pada saat kita memikirkan kursi pengadilan Allah dan putusan bersalah-Nya atas hidup kita, kita mempertimbangkan dakwaan Ilahi ini dengan serius, dan menerapkannya pada diri sendiri? Paulus tidak membiarkan khayalan kita menjawabnya, ia menjawab: supaya tersumbat setiap mulut, dan seluruh dunia – termasuk kita – jatuh ke bawah hukuman Allah (Roma 3:19). Kita yang menyombongkan kelayakan atau kemampuan kita; yang bersyukur kepada Allah karena kita tidak lagi seperti orang berdosa lainnya, tidak akan bisa mengatakan apa-apa lagi pada Hakim Agung kita. Kita akan menghadap Dia dengan rasa malu, mulut terkunci, dan hati yang benar-benar hancur. Saat Tuhan menolong kita untuk menyadari keberadaan kita yang sebenarnya di hadapan hadirat-Nya, saat itulah perasaan miskin secara rohani lahir di hati kita. Barulah setelah itu, kita pada akhirnya dapat melihat bahwa Tuhanlah satu-satunya pengharapan kita. Kita hanyalah manusia lemah yang tidak memiliki kebajikan apa pun untuk dapat membela diri di hadapan-Nya. Di depan pengadilan Tuhan, kita telah bangkrut dan menjadi para pengutang. Yang dapat kita lakukan hanyalah memohon pengampunan-Nya. Pada masa sekarang ini, kita didorong untuk mengembangkan segala macam kemampuan rohani, kecuali kemampuan untuk menjadi miskin secara rohani. Padahal, kegagalan kita untuk menjadi miskin secara rohani akan membawa kita kepada kehancuran rohani, seperti ternyata dalam peringatan Yesus kepada jemaat di Laodikia: "Engkau berkata, Aku kaya; dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa. Tetapi engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat dan malang, miskin, buta dan telanjang" (Wahyu 3:17). Jika kita tidak panas ataupun dingin, kita berada dalam suatu bahaya untuk dimuntahkan dari mulut Kristus. Ada banyak pengajaran tentang bagaimana mendapatkan kepenuhan roh, tetapi di mana kita dapat mempelajari cara mengosongkan diri dari kecenderungan untuk mementingkan, membenarkan, dan memercayai diri sendiri? Adalah kenyataan yang menyedihkan kalau ternyata kita mengetahui sedemikian sedikit mengenai berkat yang Yesus bicarakan (dan berikan) hanya karena kita begitu sibuk dengan diri sendiri ataupun dengan pengertian kita sendiri mengenai istilah berkat. Memang tidak ada alasan yang lebih menyedihkan bagi kegagalan kita untuk dapat menjadi miskin secara rohani, selain daripada ketidaksiapan kita untuk merelakan pikiran kita diketahui oleh orang lain. Sebaliknya, manusia yang miskin secara rohani akan tinggal tenang di hadapan hadirat Allah dan semata-mata akan membicarakan apa yang dengan penuh kerendahan hati telah dipelajarinya dari Allah. Maka, bila Saudara ingin menjadi kaya dan memiliki kerajaan Allah, pertama-tama Saudara harus meninggalkan segala sesuatu, -- termasuk diri sendiri dan sifat mementingkan diri sendiri -- lalu berusaha untuk dapat menjadi miskin secara rohani.
Sumber:
Pada Mulanya adalah Firman
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Selamat menyambut hari Natal tahun 2015 bagi Saudara-saudara terkasih di dalam Kristus. Dalam bulan ini, secara khusus, e-Reformed akan menyuguhkan sebuah artikel yang terkait dengan kelahiran Sang Kristus. Mari kita melihat dalam Injil Yohanes 1:1. Hal yang menarik dalam ayat ini adalah ayat ini dibuka dengan sebuah susunan kata yang sama seperti dalam kitab Kejadian 1:1: "Pada mulanya". Kitab Kejadian menyatakan bahwa "Pada mulanya Allah menciptakan alam semesta", dan menurut Yohanes, "Firman itu ada bersama-Nya." Lebih dari itu, dalam penciptaan, Allah memakai firman-Nya untuk mencipta segala sesuatu (Yohanes 1:3). Firman yang sama inilah yang juga menjadi manusia di dalam diri Yesus Kristus. Hal ini sangat penting untuk kita ketahui bersama dalam perenungan Natal tahun ini. Mari kita menyambut Natal tahun ini dengan penuh sukacita. Kiranya kita boleh semakin mengerti bahwa Kristus Yesus adalah Sang Firman yang telah lahir dan mengambil wujud manusia untuk menggenapi kabar baik bagi semua bangsa di bumi. Mari beritakan kabar sukacita! Soli Deo Gloria.
Edisi:
Edisi 171/Desember 2015
Isi:
ARTIKEL
Himne-himne Kristen pada abad permulaan merayakan Yesus sebagai seseorang yang, karena kepatuhan-Nya secara sukarela terhadap penghinaan dan kematian, ditinggikan oleh Allah ke tingkatan yang menguasai alam semesta dan dianugerahi gelar "Tuhan" -- "nama di atas segala nama". Namun, himne tersebut dibuka dengan pernyataan yang mencakup jangka waktu sebelum kehidupan Yesus sebagai manusia dimulai. "Dia telah-selalu ada dalam rupa Allah, tetapi Dia tidak pernah menganggap bahwa kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu hal yang harus di pergunakan demi kepentingan diri-Nya sendiri. Sebaliknya, Dia mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa sebagai seorang hamba" (Filipi 2:6-11). Kalimat-kalimat ini, bukan berarti bahwa Dia menukar "rupa Allah" dengan "rupa hamba", tetapi yang sebenarnya adalah bahwa Dia menunjukkan rupa Allah melalui rupa hamba. Pada waktu perjamuan terakhir, Dia mengambil posisi sebagai hamba dan mencuci kaki para murid-Nya, Dia menampakkan sifat keilahian-Nya sama seperti di dalam tindakan-tindakannya yang lain. Kata/istilah "rupa" tidak mempunyai arti bahwa Dia adalah seorang aktor yang memainkan beberapa peran, sekarang peran sebagai Allah dan sekarang peran sebagai hamba; tetapi kata tersebut berarti bahwa Dia juga mempunyai sifat keilahian dan cara-Nya dalam menunjukkan sifat tersebut di dunia ialah dengan melayani orang lain. Melayani orang lain adalah sifat-Nya yang alami. Akan tetapi, yang menjadi problema bagi kita pada zaman ini adalah himne tersebut kelihatannya menganggap bahwa Dia telah ada sebelum Dia menjadi manusia. Anggapan yang sama ini juga yang banyak dipakai oleh penulis Perjanjian Baru; tetapi oleh Yohanes hal ini sangat ditekankan dengan sangat tajam di awal Injil yang ke empat. "Pada mulanya adalah Firman," kata Yohanes, "Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah .... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita" (Yohanes 1:1,14). Pernyataan bahwa "Firman itu telah menjadi manusia" inilah yang dikembangkan menjadi doktrin inkarnasi. Karena "Firman" telah menjadi manusia di dalam diri Yesus dari Nazareth. "Firman" adalah gelar dari Yesus sejarah (Jesus of history). Sewaktu menjadi "manusia", firman Allah yang kekal menjadi suatu sejarah. Akan tetapi, gelar tersebut juga adalah kepunyaan Yesus sebagai Kristus Iman (Christ of faith); itu adalah kedalaman iman yang diberikan kepada-Nya, bukan sewaktu karier-Nya di dunia, melainkan setelah kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Kalau begitu, apakah arti dari Firman yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah, yang juga ada dalam bentuk dan sifat Allah -- Firman yang pada saatnya nanti "menjadi manusia"? Ini adalah penampakan atau pengekspresian Allah. Allah, yang menampakkan atau mengekspresikan diri-Nya melalui banyak cara sebelum kedatangan Kristus (dan sampai sekarang pun), telah memberikan kepada kita penampakan dan pengekspresian sifat-Nya yang sepenuhnya dan tak bercacat di dalam diri Yesus. Injil Yohanes dibuka dengan susunan kalimat yang sama seperti kitab Kejadian: "Pada mulanya". Menurut kitab Kejadian, "Pada mulanya Allah menciptakan alam semesta", dan menurut Yohanes, "Firman itu ada bersama-Nya". Lebih dari itu, Firman itu adalah alat yang dipakai oleh Allah di dalam karya penciptaan: "segala sesuatu dijadikan oleh Dia" (Yohanes 1:3). Firman yang sama ini jugalah yang "menjadi manusia" di dalam diri Yesus dari Nazaret. Ini adalah awal mula dari bahasa orang-orang Kristen abad permulaan yang menghubungkan karya penciptaan kepada Yesus. Baris kedua dari himne "Agungkan Kuasa Nama-Nya" (All hail the power of Jesus' name) -- yang dihilangkan dari banyak versi modern dari himne ini -- haruslah menjadi sebagai berikut: Crown him, ye morning stars of light,
"Bola yang mengambang ini -- floating ball" ialah bumi, dan Yesus dikatakan telah "melontarkannya -- launched" (atau, menurut versi lain, himne-himne Kuno dan Modern, yang telah "menempatkan"nya). Bagi orang-orang yang sudah terbiasa dengan gaya bahasa seperti ini, mungkin tidak akan berhenti untuk memikirkan kembali betapa hebatnya hal ini. Seorang manusia yang hidup di Timur Dekat sekitar hampir 2000 tahun yang lalu telah disebut-sebut menciptakan ion-ion dunia sebelumnya. Bagaimanakah ide itu bisa timbul -- di benak pengikut-pengikutnya yang paling setia pun? Narasi karya penciptaan di Kejadian 1 mencatat bahwa "Allah bersabda", dan sebagai akibatnya fase-fase selanjutnya dari pekerjaannya yang kreatif itu menjadi nyata. Allah bersabda, "Jadilah terang"; dan terang itu jadi ... Allah bersabda, "Baiklah kita membuat manusia, maka Allah menciptakan manusia (Kejadian 1:3, 26-27). Bagian-bagian Perjanjian Lama yang lebih puitis membicarakan karya penciptaan ini sebagai sesuatu yang dilaksanakan melalui firman Tuhan. "Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan" (Mazmur 33:6) adalah cara lain untuk mengatakan "sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi" (Mazmur 33:9). Firman Tuhan dipersonifikasikan sebagai alat-Nya dalam karya penciptaan. Di bagian lain di PL, kata yang sama dipersonifikasikan sebagai alat Tuhan dalam karya penampakan (seperti misalnya "firman Tuhan datang" ke nabi ini dan itu) dan juga di dalam karya keselamatan: ketika jiwa manusia merasa terancam, ia berteriak minta tolong kepada Allah, "disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka, dan diluputkan-Nya mereka dari liang kubur" (Mazmur 107:20). Sebab itu, firman Tuhan dipersonifikasikan sebagai alat-Nya atau pembawa berita-Nya. Akan tetapi, bahasa yang dipakai sebagai istilah di PL digunakan oleh Yohanes di bagian pembukaan kitab Injilnya, digunakan untuk mengekspresikan tidak hanya secara personifikasi, tetapi juga sebagai kepribadian yang nyata dan berbeda dari yang lain. Seperti Yesus di dalam sejarah di mana sifat-Nya benar-benar suatu pribadi, maka menurut Yohanes, Firman ilahi "menjadi manusia", dari awal mulanya benar-benar bersifat pribadi, menikmati persekutuan yang pribadi dengan Allah dan juga menikmati keilahian-Nya. Ini adalah aspek dari Kristus Iman (Christ of faith). Kita telah beranggapan bahwa Kristus bangkit dan dimuliakan sebagai objek masa kini dari iman orang-orang pada zaman-Nya; tetapi Injil Yohanes menyatakan Dia sebagai seseorang yang mempunyai praeksistensi kekal -- yang tinggal selama beberapa tahun di bumi, mengalami kelahiran dan kematian seperti halnya manusia sejati, dalam perjalanan dari kemenangan menuju ke kemenangan. Yohanes tentunya bukan satu-satunya penulis di dalam Perjanjian Baru yang menggunakan istilah "praeksistensi" sewaktu menunjuk kepada-Nya, tetapi dialah yang lebih secara terbuka menggunakannya dibandingkan dengan penulis yang lainnya. Hanya di dalam pembukaan injilnya, Yohanes mengatakan Yesus adalah Firman. Sepertinya, pembukaan tersebut berfungsi untuk mengingatkan para pembacanya bahwa di dalam pekerjaan apa pun dan perkataan Yesus mana pun yang tercatat di kitab Injil, di sinilah firman Tuhan sedang bekerja; inilah saat di mana Tuhan sedang menyatakan diri-Nya sendiri. Ketika kalimat pembukaan itu berbicara mengenai "Firman" dan "Tuhan", isi dari Injil justru berbicara mengenai "Anak" dan "Bapa". Kalimat pembukaan itu mencakup 18 ayat, dan tepat di bagian akhirnya dinyatakan bahwa Anak Tunggal Allah, "yang ada di pangkuan Bapa" (yaitu, yang mempunyai pengertian yang sempurna dan saling mengasihi dengan Bapa), adalah seseorang yang telah "menyatakan"-Nya. Pernyataan Yoh. 1:18 ini membentuk suatu transisi dari kalimat pembukaan ke bagian isi dari Injil. Di dalam Injil Yohanes, Anak adalah cerminan Bapa. Oleh karena itu, barangsiapa yang telah melihat Anak, juga telah melihat Bapa. Bapa dan Anak hadir bersama-sama dalam suatu hubungan saling mengasihi yang abadi sifatnya, dan mereka yang dipersatukan dengan Anak karena percaya pada-Nya juga dapat masuk ke dalam hubungan berikut: Bapa-Nya Yesus juga menjadi Bapa mereka. Namun, di dalam awal kitab-kitab Injil, Yesus selalu menunjukkan kesadaran sepenuhnya mengenai hubungan seorang anak terhadap Bapa-Nya sewaktu Dia berbicara mengenai Allah sebagai Bapa-Nya. Dia adalah "Sang Anak" di dalam arti secara khusus; meskipun begitu dia mendorong para muridnya untuk memanggil Allah sebagai Bapa mereka ('Abba') dan untuk datang kepada-Nya dengan penuh rasa percaya diri dan sebebas-bebasnya, seperti halnya Yesus sendiri. Injil Yohanes menjelaskannya secara lebih detail. Kitab Injil sinoptik mewakili para murid Yesus dan yang lainnya yang kadang-kadang bertanya-tanya mengenai siapakah Yesus itu sebenarnya: "Siapakah gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?" (Mrk. 4:41) Namun, Yohanes membeberkan rahasia ini kepada para pembacanya dari kalimat pertama Injilnya, sedangkan dia membuat dengan sangat jelas sekali bahwa para murid yang lain tidak mengerti rahasia ini sampai setelah kebangkitan gurunya.
Mazmur 23
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Dalam edisi kali ini, e-Reformed menyajikan sebuah artikel dari Billy Kristanto mengenai Mazmur 23. Mazmur ini merupakan salah satu mazmur yang sudah dikenal banyak orang. Mazmur ini begitu meneduhkan hati ketika dibaca dan menggambarkan relasi yang sederhana, tetapi mendalam, antara sang Gembala dan kawanan domba-Nya. Kiranya mata hati kita semakin terbuka melalui sajian yang kami berikan, dan relasi kita dengan Allah semakin intim. Solus Christos! Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Edisi:
edisi 16/April 2015
Isi:
Mazmur 23Mazmur 23:1-31 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. 2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; 3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Mazmur yang sangat terkenal ini tidak dapat dipisahkan dari Mazmur sebelumnya yang berbicara tentang pergumulan sang Mesias dalam penderitaan-Nya. "TUHAN adalah gembalaku (Mazmur 23:1) menjadi perkataan yang sungguh-sungguh berarti bagi yang mengungkapkan penderitaannya, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" (Mazmur 22:2). Dan, tentu saja Mazmur 23 ini lebih "disukai" daripada Mazmur 22 (secara tradisi, pasal 23 ini memang mendapatkan tempatnya yang tepat untuk penghiburan orang-orang yang ditinggalkan oleh seorang yang dikasihi, dan saya pribadi tampaknya belum pernah menjumpai kebaktian penghiburan dengan Mazmur 22). Akan tetapi, penghiburan yang sesungguhnya adalah penghiburan yang datang pada saat penderitaan dan kesusahan. Kedekatan (intimacy) yang benar adalah kedekatan yang didapatkan melalui momen-momen kejauhan. Kita dapat membaca pasal 23 ini dengan penghayatan romantik atau bahkan mistik (hubungan antara jiwa dan Allah), tetapi penghayatan yang seperti itu saja dapat menjadikan iman kita dangkal. Tuhan Yesus (dan juga Daud) mengatakan kalimat-kalimat pada pasal ini setelah melalui berbagai pergumulan hidup yang sangat berat. Demikianlah "Tuhan adalah gembalaku" teruji bukan hanya pada saat pengalaman-pengalaman di atas puncak gunung, melainkan juga dalam lembah kekelaman. Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap situasi dan kondisi hidup kita. Pasal ini dimulai dengan sebuah metafora (Tuhan adalah gembala), suatu persoalan yang sangat menarik yang dibicarakan dalam filsafat bahasa dunia kontemporer. Dalam zaman kita, metafora dianggap sebagai suatu terobosan yang sanggup membawa orang dalam kejenuhan pemahaman yang bersifat proposisional, yang mendobrak tatanan bahasa yang sudah baku, dan yang memberikan suatu momen inspirasi dan imajinasi yang melampaui kekayaan definisi-definisi. Namun, metafora juga mengakibatkan makna rangkap (atau bahkan lebih) yang dapat memimpin manusia kepada kesesatan bahasa atau setidaknya sikap skeptis terhadap makna yang sesungguhnya. Menarik jika kita perhatikan struktur dalam pasal 23 ini, bahwa sesungguhnya firman Tuhan, dengan menggunakan metafora gembala, tetap memberikan arah pemahaman terhadap imajinasi manusia yang berdosa, dengan mencatat ayat kedua sampai dengan ayat terakhir. (Saya sengaja tidak menggunakan kata "batasan" di sini karena kata ini bernuansa reduktif sekalipun artinya bisa juga positif.) Lebih menarik lagi ketika pemazmur menghubungkan metafora gembala dengan kelimpahan hidup, "takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b). Metafora sama sekali bukan sesuatu yang baru, yang "ditemukan" pada zaman postmodern karena Alkitab sudah menggunakannya sebagai cara mengomunikasikan wahyu Allah. Dan, itu berbeda dari filsafat bahasa kontemporer yang mengajarkan metafora terutama sebagai momen kreativitas dan penerobosan terhadap proposisi. Jadi, dalam Alkitab, metafora memiliki dimensi inkarnasi, penyampaian bahasa yang akomodatif dari Allah sang Pencipta kepada makhluk ciptaan -- manusia. Penggunaan metafora dalam Alkitab adalah Allah yang merendahkan diri-Nya berbicara dalam bahasa manusia, sementara manusia postmodern berusaha menerobos keterbatasannya dan akhirnya menjumpai jalan buntu dan kekacauan yang tidak ada habisnya. Kapan manusia mau belajar untuk rendah hati seperti Penciptanya? "... takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b). Pengenalan akan Tuhan, yang adalah Gembala, merupakan satu proklamasi/pemberitaan bahwa hidup saya cukup, bahkan berkelimpahan. Ini merupakan salah satu rahasia kebahagiaan, yaitu jika manusia merasakan kecukupan bahkan kelebihan dalam hidupnya. Banyak orang kaya tidak pernah merasa cukup (content) dengan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Demikian juga, banyak selebriti yang memiliki ribuan pengagum hidup dalam ketersendirian dan keterasingan karena tidak belajar mencukupkan diri. Bukankah kita juga kadang menjumpai orang yang selalu melihat kekurangan dan kejelekan dalam diri orang lain, orang-orang yang selalu kekurangan ketajaman mata untuk menyaksikan kebaikan dan berkat Tuhan dalam diri orang lain? Orang demikian tidak pernah puas, baik atas dirinya, atas orang lain, maupun atas segala sesuatu, dia adalah orang yang senantiasa kekurangan. Tidak demikian halnya dengan orang yang gembalanya adalah Tuhan. Hidupnya bukan hanya tidak kekurangan, melainkan mengalirkan kelimpahan hidup yang terus-menerus bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Kelimpahan ini dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya. Mazmur 23:2 mengatakan hidupnya takkan kekurangan ketenangan dan istirahat (rest). Itulah yang dicari di tengah-tengah generasi yang sangat sibuk ini. Kita bekerja di tengah-tengah tekanan kota besar dan segala macam permasalahannya. Dan, alangkah banyaknya janji yang ditawarkan hanya untuk mendapatkan ketenangan. Itulah kehidupan manusia: menjaga keseimbangan antara ketenangan dan kepanikan, stres dan kesenangan hidup (leisure), bahkan salah satu strategi quantum teaching-quantum learning (yaitu, strategi "merayakan") menganjurkan agar setiap kerja keras dihadiahi sebuah perayaan sebagai upahnya. Kita bekerja keras, menghadapi berbagai macam tekanan, tetapi tidak apa-apa, nanti akan ada waktu untuk menikmati diri sendiri, melakukan hobi kita sepuas-puasnya.Akan tetapi, yang Alkitab ajarkan mengenai "istirahat" adalah ketenangan di tengah-tengah badai kehidupan, itulah air tenang yang sesungguhnya. Ada seorang penulis yang mengatakan bahwa tatkala seseorang bekerja seperti melakukan hobinya, sesungguhnya orang itu tidak pernah bekerja. Poinnya adalah banyak orang bekerja dan merasakan itu sebagai beban berat dan siksaan hidup yang harus kita tanggung (akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan karena itu kita perlu pelepasan, yaitu waktu-waktu untuk kesenangan/hobi kita). Akan tetapi, mereka yang sanggup menemukan kenikmatan dalam pekerjaannya, sesungguhnya seperti tidak bekerja (dalam pengertian bekerja sebagai tugas dan kewajiban yang melelahkan). Di situ, dia mengalami istirahat, air yang tenang di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya. "Ia menyegarkan jiwaku" (Mazmur 23:3a). Gembala itu tidak hanya sanggup menyediakan istirahat bagi domba-domba-Nya, melainkan juga kesegaran dan pemulihan jiwa (restore). Istirahat dan ketenangan memang sering kali dikaitkan dengan pemulihan kesegaran, baik fisik maupun jiwa. Dalam kehidupan yang terus berubah, manusia selalu berusaha untuk mencari kesegaran melalui segala sesuatu yang baru, yang senantiasa berubah. Contoh yang baik yang bisa mewakili adalah mode/fashion. Tiap tahun, ada pergantian mode, dan yang tidak mengikuti akan merasa diri kurang ada kesegaran karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Dan, bukan hanya masalah berdandan, dunia pemikiran pun memiliki modenya sendiri, demikian juga dengan arsitektur, desain interior, lukisan, musik, dan bidang-bidang yang lain. Kesegaran, pembaruan, perubahan yang terus-menerus. Firman Tuhan begitu unik dan khusus karena justru sanggup memberikan kesegaran dalam ketidakberubahan (baca: kekekalan). Bukankah Mazmur 23 dari dulu sampai sekarang tetap sama? Namun, berjuta-juta manusia telah disegarkan olehnya dari zaman ke zaman, waktu ke waktu. Demikian juga Yesus Kristus tetap sama, baik dulu, sekarang, dan sampai selamanya, tetapi dari Dia kita beroleh kesegaran hidup yang terus-menerus karena Dia adalah kebenaran yang hidup, yang tidak berubah tetapi mengubahkan. Dunia terus mencari dan menjanjikan kesegaran, tetapi kesegaran yang sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus dan firman-Nya. "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya" (Mazmur 23:3b). Gembala itu juga yang akan memimpin hidup kita di jalan yang benar. Kita tidak akan kekurangan pimpinan Tuhan. Namun, mengapa banyak orang Kristen sepertinya bergumul dan sulit sekali mengetahui kehendak Tuhan? Bahkan, tampaknya kita harus bekerja keras untuk mengetahuinya, sementara Tuhan sepertinya kurang tergerak untuk menjadikan segala sesuatunya jelas. Kita sangat ingin tahu, tetapi Tuhan menjadikannya agak kabur (agar kita tetap belajar beriman dan bertekun, itulah jawaban yang sering kali kita terima). Seorang penulis Kristen berani mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa sesungguhnya Tuhan sangat ingin kita mengetahui kehendak-Nya, tetapi sesungguhnya kitalah yang tidak sungguh-sungguh mau taat sehingga kehendak-Nya seperti terselubung, kabur, tidak jelas, lalu kita terus bertekun agar Tuhan berkenan untuk menyatakannya, padahal kita seharusnya lebih bertekun untuk menyerahkan seluruh hidup kita dalam pimpinan dan kehendak Tuhan yang tidak mungkin salah. Permasalahannya bukan dalam diri Tuhan, melainkan pada ketidaksiapan hati kita jika Tuhan segera menyatakannya. Itu yang pertama. Yang kedua, sering kali, kita meminta pimpinan atau kehendak Tuhan secara khusus atas hidup kita karena kita takut salah jalan, dan akhirnya kita harus menuai malapetaka dan bencana yang harus kita terima, akibat salah ambil keputusan. Bukankah persoalan mengetahui kehendak Tuhan memang sering kali dibicarakan dalam konteks menikah dengan siapa, bekerja di mana, studi jurusan apa, tinggal di kota apa, dan sebagainya? Pergumulan itu sering kali berpusat pada keinginan kita untuk hidup bahagia dengan risiko hidup yang sekecil mungkin, dan bukan oleh karena nama-Nya. Karena itu, pimpinan dan kehendak Tuhan itu sering kali masih kabur dan tidak jelas karena Tuhan senantiasa menunggu dan ingin membentuk kita menjadi seseorang yang bergumul untuk menaati pimpinan-Nya, semata-mata karena nama-Nya (kebahagiaan akan diberikan sebagai akibat dan bukan sebagai sesuatu yang kita kejar sebagai tujuan hidup). Kita harus belajar untuk bergumul mengetahui kehendak dan pimpinan Tuhan secara khusus atas hidup kita karena hidup kita adalah milik Tuhan, dan hanya Tuhanlah yang sanggup memberikan kepada kita kepenuhan hidup yang sesungguhnya. Kita bahkan tidak mampu membahagiakan diri kita sendiri. Mereka yang mengarahkan hidupnya untuk Tuhan, menyerahkan diri sepenuhnya bagi Tuhan, akan menyaksikan dalam pengalaman yang hidup bahwa Tuhan adalah gembalanya, yang menuntunnya di jalan yang benar. Berbahagialah mereka yang gembalanya adalah Tuhan karena mereka tidak akan kekurangan ketenangan dan peristirahatan, kesegaran jiwa, dan pimpinan Tuhan. Kiranya Ia mengaruniakan kehidupan yang sedemikian dalam diri kita semua. Mazmur 23:4-64 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. 5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. 6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya" (Mazmur 23:4a). Kekayaan hidup Daud diwarnai dengan saat-saat berjalan dalam lembah kekelaman. Dataran rendah adalah tempat di mana domba-domba menghabiskan waktunya pada musim dingin. Lembah-lembah ini, sekalipun kaya dengan padang rumput dan air, merupakan tempat yang berbahaya. Binatang buas mengintai dan siap menerkam jika domba tidak dilindungi. Demikian pula sinar matahari tidak bersinar dengan cemerlang ke bagian lembah ini sehingga lembah ini dapat disebut juga lembah bayang-bayang maut. Saat-saat bahaya tidak dapat kita hindarkan dalam hidup kita. Akan tetapi, sama dengan saat-saat padang rumput dan air yang tenang, di sini pun Tuhan kita hadir dan beserta dengan kita. Banyak komentator yang menyoroti pergantian kata ganti ketiga (Ia) menjadi kata ganti kedua (Engkau) pada ayat ini. Sering kali, justru pada saat-saat bahaya dan sulit, relasi kita dengan Tuhan menjadi begitu bersifat khusus dan pribadi. Sebaliknya, kita dapat juga belajar bahwa pada saat-saat bahaya, sesungguhnya hubungan saya dengan Tuhanlah yang paling penting (bahkan lebih penting daripada hubungan saya dengan jalan keluar permasalahan). Namun, kita juga ingin menyoroti penggunaan kata ganti ketiga yang tidak kalah menarik dengan perubahan kata ganti kedua ini. Kata ganti ketiga ini tidak berarti hubungan dengan Tuhan sebagai orang atau pribadi ketiga, melainkan merupakan sebuah kesaksian hidup (testimonia) bagi sesama manusia. Sering kali, mazmur ditulis dengan alur balik yang menceritakan pergumulan hidup yang dialami sebelumnya. Demikianlah pengalaman lembah kekelaman ini mendorong Daud menyaksikan imannya pada Mazmur 23:1-3. Kehidupan Kristen yang utuh adalah kehidupan yang mengenal Tuhan dalam relasi orang kedua (bukan hanya mendengar kata orang) dan juga menyaksikan Dia kepada orang-orang yang kita jumpai. "Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku" (Mazmur 23:4b). Kita tidak takut bahaya, takkan kekurangan keamanan, perlindungan serta penghiburan Tuhan. Dengan gada dan tongkat, Gembala itu memimpin serta memerintah kehidupan domba-domba-Nya. Dengan itu, Ia memukul dan mengusir musuh-musuh yang berbahaya, dan dengan itu pula, seperti dikatakan oleh Spurgeon, Ia mengoreksi jalan yang salah dari domba-domba-Nya. Di sini, ada kerendahan hati dari pemazmur yang menyadari bahwa jalan kita tidak selalu sejalan dengan Gembala kita. Percaya bahwa Tuhan sanggup dan ingin senantiasa mengoreksi perjalanan hidup kita adalah penghiburan yang besar. "Engkau menyediakan (prepare) hidangan bagiku, di hadapan lawanku" (Mazmur 23:5a). Seorang gembala yang baik akan mempersiapkan terlebih dahulu sebelum domba-dombanya dibawa ke dataran tinggi untuk makan. Ia akan menyingkirkan bahaya-bahaya yang ada di sekitarnya, seperti mencabut tanaman-tanaman yang beracun dan mengusir pemangsa-pemangsa liar. Demikian pula pada zaman kuno, para gembala menggunakan campuran minyak untuk melindungi domba-dombanya dari serangga, selain untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diakibatkan karena infeksi. Kita takkan kekurangan pemeliharaan Tuhan, yang senantiasa setia menyediakan dan mempersiapkan apa yang sungguh-sungguh kita perlukan. Pemenuhan kebutuhan ini dikaitkan dengan pengurapan minyak, yang dalam bahasa Alkitab melambangkan sukacita, sukacita yang penuh melimpah. Perhatikanlah kata "penuh melimpah". Inilah yang banyak disoroti dalam tulisan orang-orang Kristen yang saleh karena memang merupakan ciri khas kehidupan Kristen yang sesungguhnya. Bukan sekadar sukacita yang biasa-biasa saja, melainkan sukacita dalam segala kepenuhan dan kelimpahan. Kehidupan Kristen yang diberkati adalah kehidupan yang meluber keluar (overflow) karena kepenuhan Kristus. Hidup Kristen bukanlah suatu kehidupan yang diusahakan dengan susah payah, sampai akhirnya suatu saat orang tersebut akan burned out, putus asa, pesimis, dan depresi karena tidak mencapai target yang ditetapkan sendiri. Tidak demikian, melainkan satu kehidupan yang mengalirkan sukacita dan berkat Tuhan yang memancar memenuhi kehidupan orang lain. "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku" (Mazmur 23:6a). Allah yang kita percaya adalah Allah yang positif, Allah kebaikan dan kemurahan hati (God of goodness and of mercy). Kebaikan dan kemurahan dialami oleh Daud, baik pada saat pengalaman rohani yang puncak maupun dalam lembah kekelaman. Itu tidak menjadikan Daud menjadi seseorang yang penuh dengan kepahitan dan kekecewaan, melainkan membentuk dia menjadi orang percaya yang mempunyai gambaran yang begitu indah akan Allahnya. Begitu banyak orang mempertanyakan kebaikan Allah setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Namun, barangsiapa tetap percaya akan penyertaan Tuhan dalam setiap momen hidupnya akan mampu mengatakan bersama dengan Daud bahwa sesungguhnya Ia Mahabaik dan Mahamurah. "Dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa" (Mazmur 23:6b). Tuhan sudah menyediakan tempat tinggal kekal bagi mereka yang percaya dalam nama-Nya. Ini menjadi keyakinan pemazmur sekaligus mengarahkan mata hatinya untuk senantiasa memandang ke depan karena ia tahu pada akhirnya adalah tinggal bersama dengan Tuhan selama-lamanya; suatu keyakinan iman yang sanggup membawa siapa saja untuk mengarungi kehidupan yang sementara ini. Kekuatan harapan mendorong kita untuk terus berjalan dan berkarya sebagai seorang musafir yang terus berkelana di dunia ini. Salah satu musik yang terindah dari Mazmur 23 ini ditulis oleh Franz Schubert, seorang komponis zaman Romantik, yang mengakhiri lagu ini dengan melodi kromatik pada suara sopran 2 pada kata Ewigen Haus (rumah yang kekal). Melodi ini mengekspresikan perasaan kerinduan yang dalam (yearning quality) sekaligus gerakan menuju kepada kekekalan, ditutup dengan akord tonika dasar (bukan major 7th) karena harapan itu begitu pasti dan kokoh, tidak terguncangkan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita kehidupan yang sedemikian!
Sumber:
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Keutamaan Pengajaran Pengampunan
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Pengampunan merupakan salah satu topik yang sering didengungkan dan didengar, tetapi jarang dijalankan dengan baik. Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa kita sudah diampuni, dan karena itu kita juga wajib untuk mengampuni. Namun, untuk melakoninya dibutuhkan kedewasaan iman dan kedewasaan karakter. Faktanya, kita lebih sering mengabaikannya dan lebih senang menuruti harga diri dan keakuan kita. Sesulit apa pun, menurut Sung Jin (Peter) Kim, penulis artikel di bawah ini, mengampuni bukanlah sebuah pilihan. Pengampunan adalah perintah Allah yang harus kita jalankan sebagai murid Kristus. Kristus sendiri telah memberikan teladan kepada kita melalui peristiwa salib. Bagi Anda, dan juga saya, yang masih sering bergumul dengan persoalan pengampunan, edisi e-Reformed Oktober 2014 ini akan menolong kita semua merenungkan lebih dalam tentang arti pengampunan. Selamat menyimak, kiranya kita semakin rindu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Staf Redaksi e-Reformed, N. Risanti < http://reformed.sabda.org >
Edisi:
Edisi 157/Oktober 2014
Isi:
Keutamaan Pengajaran PengampunanYang pertama dan terutama yang harus didengar agar kita dapat mengampuni adalah kita harus mengetahui tanggung jawab pribadi dari dosa kita. Mazmur 51 merupakan tanggapan pribadi dan mendalam dari Daud untuk dosanya sendiri. Kasihanilah aku, ya Allah (ayat 3). Cara baik mempelajari dosa Daud adalah dari satu cerita dalam 2 Samuel 12. Nabi Natan, melalui satu cerita, mengungkapkan dosa yang sangat keji dari sang raja. Dalam cerita ini, ada seseorang yang kaya raya dan seseorang yang miskin. Orang kaya itu mempunyai banyak domba. Orang miskin itu mempunyai satu domba yang sangat dihargai. Dia mengasihinya. Keluarganya mengasihinya. Suatu hari, seorang pelancong datang ke rumah orang kaya itu. Si kaya ingin menjamu makan si pelancong, tetapi alih-alih mengambil seekor domba dari ternaknya sendiri, ia pergi kepada orang miskin itu dan mengambil dombanya. Dia menyembelihnya dan memasaknya. Ketika mendengar cerita itu, Daud menjadi sangat marah. Dia menginterupsi cerita Natan dan berkata, "Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas-kasihan" (ayat 5-6). Kemudian, datanglah perkataan Natan kepada raja: "Engkaulah orang itu" (ayat 7). Daud berkata, "Aku sudah berdosa kepada TUHAN" (ayat 13). Dia menerima tanggung jawab pribadinya. Jadi, Daud memulai Mazmur penyesalannya dengan berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah." Daud juga mengakui bahwa ia berdosa karena apa yang oleh Augustinus disebut sebagai "dosa asal", karena dia mengakui bahwa ia tidak hanya berdosa, tetapi bahwa dia adalah seorang pendosa: "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku". Kaum Reformasi menyebutnya sebagai "kebejatan total". Artinya, ada satu kehancuran serta pemberontakan bawaan terhadap Allah. Kita bukan pendosa karena kita berbuat dosa, kita berbuat dosa karena kita pendosa. Richard John Neuhaus dalam karyanya, Death on A Friday Afternoon menuliskan, "Sesuatu telah sangat salah dengan dunia dan dengan kita yang ada di dunia. Segala sesuatu telah kehabisan pukulan. Bukan semuanya merupakan kesalahan kita, tetapi itu adalah kesalahan kita. Kita tidak dapat menyalahkan orang tua kita yang jauh pada sore hari yang sangat menentukan di taman itu karena kita juga ada di sana. Kita juga telah memetik buah terlarang itu .... Sebagian besar dari kita tidak melakukannya, tetapi sebagian melakukannya, berdiri di puncak satu gunung dan mengacung-acungkan tinju melawan langit yang berbadai, mengutuki Allah .... Sesuatu yang sangat buruk telah terjadi dalam bentuk daftar yang suram dan panjang dari sejarah yang mengerikan, mulai dari kamp konsentrasi sampai penyiksaan anak-anak yang tidak berdosa sampai mati ... kebenaran yang sudah pasti digambarkan dalam cara yang tak terbilang jumlahnya, dari Auschwitz sampai ke stoples kue yang hancur berantakan di lantai dapur." Jadi, pengampunan tidak akan ada sampai kita mengetahui pengampunan dari Allah. Untuk mengetahui pengampunan, kita harus mengetahui dan mengakui bahwa ada stoples kue yang hancur dalam hidup kita. Lebih dari itu, ada sesuatu dalam diri kita yang sangat membutuhkan obat ilahi, jika tidak, kita akan terus memecahkan stoples kue. Menyadari keadaan bahwa "Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah", Allah kita bukan hanya sibuk memunguti pecahan-pecahan stoples kue, atau bekerja menguatkan kelemahan kita, tetapi Dia membuat kita lahir baru ke dalam satu pengharapan yang hidup; dosa asal itu sudah dicabut, dipamerkan, dan diampuni; lalu, Anda tahu bahwa Anda dapat mengampuni orang lain karena mereka juga pendosa-pendosa seperti Anda. Hal Penting Pertama Keharusan untuk mengetahui konsekuensi-konsekuensi dosa yang mengerikan itu. Daud membeberkan peristiwanya sendiri ketika ia mengatakan, "Tahirkanlah aku dari dosaku," kita mengakui rasa malu karena dosa yang tidak kemanusiaan, yang membuat karat hidup kita." Dia membutuhkan pembersihan sebagai seorang pribadi. Lalu, ia juga berkata, "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." Kita mengerti bagaimana rasa bersalah itu melumpuhkan hidup kita. Jika kita jujur, kita dapat melihat masyarakat kafir yang mempersembahkan korban binatang pada masa kini, sesuatu harus dilakukan! Juga ketika berkata, "Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat ...." Kita merasakan pengucilan yang menimpa Kain pada saat ia melarikan diri dari semua manusia karena dosa memisahkan kita dari orang-orang yang kita kasihi dan merusak citra Allah dalam hidup kita. Lalu, juga "Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali! .... Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil Roh-Mu yang Kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela" (Mazmur 51:10-14). Betapa hebat rasa nyeri yang ada dalam orang percaya yang jatuh ke dalam dosa. "... jalan orang durhaka itu sukar adanya" (Amsal 13:15, TL). Dalam buku H.G. Wells, The Time Machine, seorang profesor berkelana ke masa yang jauh di depan, dan dia tercengang oleh apa yang dilakukan manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap dunia. Terkadang, kita berharap bahwa orang-orang yang percaya, mereka dapat terus berbuat dosa tanpa ada konsekuensinya berani masuk ke dalam mesin waktu itu untuk membawa mereka ke masa depan. Mereka akan melihat konsekuensi-konsekuensi dosa, dan apa yang dapat dilakukan oleh dosa-dosa mereka yang tidak diakui kepada mereka dan kepada dunia. Dosa Daud mendatangkan kedukaan ke dalam rumahnya, perselisihan dalam keluarganya, penyiksaan dan pembunuhan, dan juga pemberontakan terhadap Daud oleh putranya sendiri, Absalom. Hal itu menuntun kepada perpecahan dari kerajaan yang besar itu. Apa yang dapat kita pelajari dari dosa Daud ialah bahwa jatuhnya kerajaan Daud dimulai dari dosa di dalam hati Daud dan melihat perempuan yang bukan istrinya. Ada kenikmatan yang lewat, tetapi itu segera menjadi terasa asam, dan akhirnya pahit di dalam jiwa. Itu menyengat, membusukkan, dan menjangkiti sisa hidup kita. Hubungan-hubungan, harapan-harapan, mimpi-mimpi, talenta-talenta, bahkan seluruh hidup kita terinfeksi olehnya. Jika kita diselamatkan dari konsekuensi-konsekuensi seperti itu, kita juga ingin menghentikannya dari orang-orang lain. Hal Penting Kedua Untuk mengampuni, kita harus mengetahui dalamnya kasih karunia Allah yang tidak terselami! Daud berdoa kepada Allah dari kasih yang tetap setia. Ini berasal dari kata Ibrani yang indah, hesed. Hesed adalah perjanjian kasih dari Allah. Itu adalah perjanjian kasih karunia, saat Allah akan melakukan bagi kita apa yang kita sendiri tidak mampu melaksanakannya. Inilah Injil Yesus Kristus, kasih Allah, belas kasihan Allah. Ada satu kiasan indah yang digunakan Daud di sini: "Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!" Hisop adalah sebuah tanaman dengan batang-batang kecil dan panjang yang tumbuh seperti tumbuhan ivy karena dikatakan bahwa hisop itu tumbuh pada dinding batu (1 Raj. 4:33). Tanaman ini digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk memercikkan darah domba pada tiang pintu sehingga malaikat maut melewati rumah itu selama Paskah yang pertama (Kel. 12:22). Hisop juga digunakan untuk menahirkan orang-orang kusta. Hisop digunakan untuk menahirkan orang yang sudah terkena mayat. Daud menunjukkan dirinya sendiri sebagai pendosa, dicemari oleh dosa, dan memerlukan hisop Allah untuk menyucikannya, untuk membasuhnya. Inilah yang membuat penulis kidung pujian besar, William Cowper, menulis, "Yesus mencurah darah-Nya dengan kelimpahan; Genap yang berdosa oleh-Nya boleh disucikan." Untuk membatalkan utang, kita perlu memandang diri sendiri sebagai orang yang bersalah, yang busuk, yang dijadikan najis oleh dosa kita, tetapi dicuci oleh darah Yesus Kristus, Anak Domba Allah, yang disembelih bagi dosa-dosa kita. Kemudian, kita dapat mengampuni. Kasih karunia Yesus Kristus tidak meninggalkan tempat yang tidak diampuni dalam hidup Anda. Hal Penting Ketiga Harus mengetahui berkat-berkat menyenangkan dari pengampunan Allah! Dalam hal ini, Daud tidak didorong untuk datang kepada Allah hanya oleh dosanya, tetapi oleh keinginannya yang kudus untuk mengetahui pengampunan Allah. Apakah berkat-berkat pengampunan itu? Untuk mengetahui hikmat (ayat 6b): Dengan bertobat dan diampuni, Daud akan menikmati hati yang terbuka untuk menerima firman Allah. Di mana dosa menghalangi penerapan Firman, pengampunan menciptakan ruang rahasia di relung-relung hati yang terbuka untuk pengajaran, yang membawa hidup. Sukacita dan kegembiraan (ayat 8) diketahui saat dosa yang membawa kesedihan diganti menjadi hidup baru yang membawa sukacita. Dari pengalaman pribadi, saya tidak pernah bersukacita sebesar ketika saya berdoa untuk menerima kasih karunia Allah dan meminta pengampunan atas dosa-dosa saya; dan melemparkan apa yang saya kira merupakan pekerjaan kebenaran ke atas tumpukan abu pengakuan dosa, dan hanya memandang kepada Allah Tuhan saja untuk keselamatan. Kemudian, bersukacita dan bergembira; itu tidak pernah meninggalkan saya! Untuk mengetahui roh yang benar, yaitu hati nurani yang bersih (ayat 10). Untuk mengetahui hadirat Allah yang adikodrati, yang memimpin, membimbing (bukan permohonan yang meragukan kuasa Allah, melainkan permohonan untuk memulihkan hubungan), untuk mengarahkan dan menghibur (ayat 11). Diampuni berarti dipulihkan. Jika Anda, seorang kudus yang berdosa, mengetahui hadirat Allah yang menghiburkan dalam hidup Anda, Anda bukan lagi seorang pelarian dari Tuhan dalam hati Anda, melainkan seorang anak yang dibawa ke pelukan Bapamu. Untuk mengetahui sukacita keselamatan (ayat 12): Bertobat dan kembali kepada Tuhan adalah sama dengan membuang rokok dan mulai merasakan lagi kue apel atau es krim pisang setelah lama berdiet makanan yang hambar. Ini adalah merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita sendiri, seolah-olah itu adalah yang pertama kalinya. Agar dipergunakan Allah untuk memberitakan Injil, dari pengalaman pribadi atas kasih karunia Allah kepada orang lain, karena kita membaca, "Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu" (ayat 15). Puji Allah karena Ia menggunakan orang-orang yang datang kepada-Nya dalam pertobatan dan iman dalam karya-Nya yang sudah tuntas di kayu salib. Saya pernah mendengar seorang pengkhotbah yang mengatakan bahwa ia telah berbuat dosa yang sangat besar. Ia kehilangan mimbarnya. Ia kehilangan semuanya. Ia mengatakan bahwa ia telah melarikan diri dari Allah, tetapi Allah mengejarnya sampai ia mengakui dosanya. Ia mengatakan bahwa setelah itu, ia ingin memberitakan lebih dari sebelumnya. Ia menjadi seorang pengkhotbah di jalan-jalan yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang jalanan. Ia terpusat dan bahagia. Hal Penting Keempat Untuk mengampuni, kita harus mengetahui secara pribadi cinta tak terbayangkan Yesus Kristus! Ketika Daud pergi kepada Allah perjanjian itu. Ia berdoa kepada Allah untuk membebaskannya, dan dia menyebut Dia sebagai, "Allah keselamatanku". Kita tahu Allah ini adalah Yesus Kristus. Bagi Daud, mengetahui Juru Selamatnya berarti mengetahui pengampunan yang utuh. Dia yang memanggil kita untuk berdoa memohon pengampunan, sama seperti kita juga mengampuni orang lain, adalah Dia yang tergantung di kayu salib, yang memanjatkan doa pertama dari ketujuh doa-Nya, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." Mendengar perkataan ini dari Yesus di dalam hati Anda hari ini adalah mendengar Yesus secara pribadi. Itu adalah mengetahui bahwa Dia telah mengampuni Anda secara pribadi atas dosa-dosa yang diketahui dan dosa-dosa yang tidak Anda ketahui. Mendengar pengampunan seperti itu adalah diampuni, mengampuni diri sendiri, dan mengampuni orang lain. Hubungan pengampunan kita atas perjumpaan secara pribadi dengan Yesus dengan pengampunan kita atas seseorang sebagai satu pribadi sangatlah penting. Kita mengampuni karena Kristus telah mengampuni kita. Beberapa dari kita ingat kesaksian dramatis Corrie Ten Boom, wanita Kristen Belanda terkenal yang hidup sebagai tahanan perang di sebuah kamp Nazi, yang menjadi terkenal dalam buku The Hiding Place. Satu hal paling menakjubkan yang pernah terjadi antara Corrie Ten Boon dan penjaga kamp konsentrasi Nazi terjadi di Munich bertahun-tahun setelah Perang Dunia II. Di sebuah gereja di Jerman, ia berbicara tentang bagaimana Tuhan mengampuni orang, apa pun dosanya ketika orang itu mengakuinya dan berpaling kepada-Nya. Setelah pelayanan itu, dia berdiri berhadapan muka dengan seorang lelaki yang jelas telah tersentuh oleh khotbahnya. Lelaki itu bertanya, "Fraulein Ten Boom, apakah Anda mengingat saya?" Mengingat dia! Dia telah menghabiskan bertahun-tahun untuk mencoba melupakan dia! Ia adalah salah satu penjaga penjaranya! "Ya, saya ingat Anda," katanya dingin. Dengan emosi yang menyesakkan, mantan Nazi yang bertanya, "Apakah benar bahwa Allah dapat mengampuni saya setelah semua hal mengerikan yang telah saya lakukan itu?" "Ya, Allah akan mengampuni Anda pada saat Anda menyerahkan hidup Anda kepada-Nya." "Oh, ini adalah kabar yang sungguh baik!" katanya dengan mata penuh air mata. "Fraulein Ten Boom, apakah Anda akan mengampuni saya?" Corrie menatapnya dan berpikir, "Pertanyaannya apakah saya akan mengampuni Anda, melainkan apakah saya dapat mengampuni Anda?" Jawabannya adalah jelas: "Tidak! Tidak, saya tidak dapat mengampuni Anda karena saya tidak mempunyai kasih yang sebesar itu." Namun, dia tahu, demi mereka berdua, dia harus memaafkannya. Jadi, ia berdoa diam-diam, "Tuhan, saya tidak suka orang ini. Saya tidak bisa memaafkannya. Berilah saya kasih-Mu supaya melalui Engkau, saya dapat mulai mengampuninya sehingga dia dan saya dapat menemukan penyembuhan yang sama-sama kami butuhkan." Itu bukan sekadar pengampunan. Itu adalah pengampunan yang utuh. Itu adalah pengampunan yang diberikan Kristus kepada orang-orang berdosa, yang kemudian dapat mengampuni orang-orang berdosa yang lainnya. Pengampunan membebaskan Anda untuk membebaskan orang lain. PENUTUP Apakah Anda mengetahui pengampunan Yesus dalam hidup Anda seperti ini? Saya tidak meminta Anda untuk melihat Anda memaafkan orang lain dengan cara ini. Saya meminta Anda untuk menerima pengampunan Yesus bagi Anda dengan cara ini. Sesudah itu, dan hanya sesudah itu, Anda dapat membayangkan pengampunan seperti itu bagi orang lain. Apakah Anda mengenal pengampunan-Nya? Maka, Anda bebas untuk mengampuni musuh-musuh Anda ... dan teman-teman Anda.
Sumber:
Mazmur 8
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Pemahaman kita sebagai orang percaya dibangun atas dasar pengenalan kita akan Allah melalui relasi yang karib dengan Dia. Seseorang tidak dapat menyelami pekerjaan Allah secara benar tanpa membangun cara berpikir yang sesuai dengan pemikiran Allah. Oleh karena itu, kita harus membangun pola pikir yang sesuai dengan kebenaran Allah. Hal ini memang tidak mudah, dan merupakan pergumulan yang berat bagi orang percaya untuk memahami karya-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Lalu, bagaimana kita seharusnya memahami dan menyikapi setiap hal yang terjadi dalam perjalanan kehidupan kita bersama Allah? Edisi e-Reformed bulan ini, yang mengangkat topik "Mazmur 8", kiranya dapat memberikan wacana kepada kita untuk melihat kemuliaan Allah dan menolong kita untuk melihat seperti apakah Tuhan itu, serta bagaimana seharusnya kita menghormati Tuhan. Dan berikutnya, kita dapat semakin mengenal-Nya dan hidup berpusat pada kehendak-Nya. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus! Tuhan memberkati. Staf Redaksi e-Reformed,Ryan < http://reformed.sabda.org >
Edisi:
Edisi 155/Agustus 2014
Isi:
Mazmur 8Mazmur ini adalah Mazmur pertama yang merupakan mazmur pujian (hymn of praise). Di sinilah, kita sekali lagi melihat kekayaan kitab ini, yang memiliki nuansa yang beraneka ragam. Mazmur ini dimulai dengan satu pujian karena kemuliaan dan keagungan Tuhan yang mengatasi ciptaan-Nya. Dan, jikalau kita mau mengerti, sesungguhnya ini merupakan suatu berkat yang besar! Tidak setiap orang memiliki mata rohani untuk menyaksikan kemuliaan Tuhan. Ada orang yang hidupnya selalu bertanya-tanya: mengapa Allah mengizinkan ini dan itu, mengapa Allah tidak mencegah, mengapa Dia berdiam diri, dan seterusnya. Orang-orang seperti ini sedang mencurigai Allah, seolah mereka tahu yang lebih baik daripada Allah, mereka tidak melihat kemuliaan dan keagungan Allah, yang mereka lihat adalah kejahatan dan kebusukan semata-mata. Seperti yang pernah dikatakan oleh Nietzsche, "... keretakan pada tembok, itulah Allah!" Bukankah memang benar, bahwa mereka yang tidak mampu melihat dan menyaksikan kemuliaan Allah cenderung akan menghujat nama-Nya, entah dengan lantang atau diam-diam? Itulah sebabnya, pada ayat yang ketiga dikatakan "Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam." Bukan di dalam pengertian bahwa kelak bayi-bayi serta anak-anak itu akan mengalahkan para musuh mereka, melainkan bahwa bahkan bayi-bayi pun tahu bagaimana memberitakan kemuliaan Tuhan dan memuji Dia, sementara orang yang terus mencurigai Tuhan akan dibungkam. Tuhan akan terus menyatakan diri dalam segala kemuliaan-Nya, berbahagialah mereka yang melihat serta mengagumi-Nya. Ketika pemazmur melihat keindahan ciptaan Tuhan yang begitu dahsyat, kemahabesaran Tuhan dalam ciptaan-Nya, ia dibawa masuk ke dalam kesadaran keterbatasan manusia -- betapa kecilnya manusia, dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Secara ukuran, manusia memang seperti sebutir debu yang menghiasi kerumitan alam semesta. Pemazmur mengetahui keterbatasan dirinya, kerentanannya, kefanaannya, ketidakberartian dirinya jika dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yang sangat luas. Kemuliaan Tuhan dalam ciptaan seharusnya membawa manusia untuk mengenal diri dengan benar. Namun, pemazmur tidak berhenti di situ. Ia tidak menjadi putus asa, kecewa, dan kemudian mengutuki Allah, melainkan justru pada titik ini, ia mendapati bahwa sesungguhnya manusia diciptakan secara khusus dan dengan keunikan yang tiada taranya karena Allah telah membuatnya hampir sama seperti diri-Nya sendiri. Dalam hal ini, ia bukan hanya mengenal keterbatasan dirinya, melainkan juga mengetahui keunikan dan kehormatan yang dimilikinya. Apakah perbedaan pernyataan pemazmur di sini dengan seseorang yang memegahkan kebolehan dirinya, kehebatannya, mungkin kepandaiannya, mungkin segala bakat yang dimiliki, kuasa, pengaruh, dan lain sebagainya? Perbedaannya adalah, tidak seperti pemazmur, orang ini tidak pernah mengenal keterbatasan dirinya, dan karena itu, tidak mungkin pula ia melihat kebesaran dan kemuliaan Allah yang dikaruniakan-Nya kepada dirinya. Yang dilihatnya adalah kemuliaan dirinya sendiri! Inilah paradoks yang ada dalam hidup manusia yang sangat singkat itu. Alangkah indahnya jika kita diberikan mata yang mampu melihat, melihat apa yang Allah lihat, bukan apa yang mau kita lihat. Pengertian itulah yang membuat pemazmur mengenali tempat dan posisinya dalam alam semesta. Pada ayat 7, kita membaca bahwa manusia, sekalipun terbatas dan kecil, diberi kuasa atas ciptaan yang lain, bahkan segala-galanya telah diletakkan Tuhan di bawah kakinya. Kemuliaan serta kehormatan yang ada pada diri manusia ditandai dengan penguasaan manusia atas alam semesta. Alangkah hinanya ketika kita menyaksikan manusia justru dikuasai oleh ciptaan yang lebih rendah, entah itu uang, emas, minyak, atau bahkan dikuasai oleh kekuasaan itu sendiri! Sekali lagi, manusia memang makhluk yang paradoks. Sesungguhnya, Tuhan sendiri telah memberikan kuasa itu dalam diri manusia, tetapi manusia justru jatuh untuk memperebutkan kekuasaan, seolah-olah itu merupakan sesuatu yang ada di luar diri manusia. Mengapa terjadi kebingungan (confusion,) kekuasaan? Mazmur ini mengatakan bahwa itu karena manusia tidak melihat kemuliaan dan keagungan Allah yang mengatasi seluruh ciptaan. Dengan kata lain, manusia tidak melihat kekuasaan dan pemerintahan Allah atas segala ciptaan, termasuk atas hidup manusia itu sendiri. Kuasa yang diberikan kepada manusia hanya bisa dijalankan dengan benar ketika manusia menundukkan diri di bawah pemerintahan Allah yang berdaulat. Kejatuhan manusia ke dalam dosa sudah diselesaikan oleh Yesus Kristus, yang memulihkan ketaatan manusia di bawah pemerintahan kehendak Allah yang di surga. Yesus Kristus tidak hanya menjadi teladan, sosok seorang manusia yang menundukkan diri di bawah kekuasaan Allah, melainkan Dia sendiri adalah satu-satunya jalan menuju kepada ketaatan yang sejati sehingga barangsiapa percaya dalam nama-Nya akan beroleh keselamatan. Keselamatan yang mencakup pengampunan dosa, kehidupan yang kekal, pemulihan pengenalan diri yang benar, posisi manusia dalam ciptaan, menjalankan kuasa yang ada dalam diri manusia, dan pada akhirnya, bagaimana manusia semakin jelas melihat kemuliaan nama Tuhan di seluruh bumi.
Sumber:
Diambil dan disunting dari:
Roh Kudus: Oknum Ketiga Allah Tritunggal
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Selama bulan April -- Juni, kita merayakan empat peristiwa berturut-turut yang sangat penting dalam sejarah kekristenan, yaitu kematian Tuhan Yesus di kayu salib, kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian, kenaikan-Nya ke surga, dan penggenapan janji-Nya tentang Penolong yang akan datang, yaitu Roh Kudus, yang jatuh tepat pada Hari Raya Pentakosta. Dalam artikel bulan ini, kita akan melihat kepada Pribadi ketiga Allah Tritunggal. Pribadi Allah yang peran-Nya mungkin paling sering diremehkan oleh orang Kristen masa kini. Banyak orang Kristen salah dalam mengenali Roh Kudus: mereka sering kali menganggap bahwa Roh Kudus hanyalah kuasa dari Allah, keberadaan-Nya dibatasi hanya pada munculnya fenomena-fenomena rohani yang spektakuler, bahkan tidak jarang orang Kristen yang berusaha mengendalikan atau bersikap tidak hormat kepada Roh Kudus. Banyak juga lembaga gereja yang menuduh gereja lain "tidak ada Roh Kudusnya" hanya karena tidak pernah menggunakan "bahasa roh" di dalam ibadah. Artikel di bawah ini diambil dari buku berjudul "Allah Tritunggal" yang ditulis oleh Pdt. Dr. Stephen Tong. Artikel ini berusaha meluruskan pandangan orang Kristen terhadap Roh Kudus dengan menunjukkan beberapa pengajaran yang salah mengenai Roh Kudus serta memberikan bukti-bukti bahwa Roh Kudus adalah Pribadi, Oknum ketiga dari Allah Tritunggal. Kiranya artikel ini dapat menjadi berkat bagi kita semua. Soli Deo Gloria! Pemimpin Redaksi e-Reformed,Teddy Wirawan < teddy(at)in-christ.net > < http://reformed.sabda.org >
Penulis:
Pdt. Dr. Stephen Tong
Edisi:
edisi 152 - Roh Kudus: Oknum Ketiga Allah Tritunggal
Isi:
Roh Kudus: Oknum Ketiga Allah TritunggalPada waktu Yesus baru memulai pekerjaan-Nya sebagai Mesias, Dia mengutip dari Kitab Yesaya, sebagai berikut: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Lukas 4:18-19) Dalam ayat ini, kita melihat dengan jelas ketiga Pribadi: Allah Bapa mengurapi Yesus Kristus dengan pengurapan Roh Kudus dan mengutus Dia masuk ke dalam dunia. Hal yang sama terlihat dalam Kisah Para Rasul 10:38, "yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." Di sini, sekali lagi, muncul tiga Pribadi; Allah Bapa mengurapi Allah Anak dengan Allah Roh Kudus. Yang mengurapi adalah Bapa, yang diurapi adalah Kristus, dengan urapan Roh Kudus. Pada waktu Yesus Kristus berada di dunia, Ia pernah mengajarkan mengenai Roh Kudus kepada murid-murid-Nya. Dalam pengajaran-Nya itu, dengan sangat jelas Ia memberitahukan beberapa sifat Roh Kudus yang hanya dimiliki oleh Allah. Yesus pernah mengajar murid-murid-Nya dengan berkata, "Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni." (Lukas 12:10) Apa arti ayat di atas? Ada dua kemungkinan interpretasi yang salah terhadap ayat ini, yaitu (1) Tafsiran yang salah menganggap Roh Kudus lebih besar daripada Pribadi yang lain (Yesus Kristus, Anak Allah) sehingga kalau berdosa terhadap Anak masih bisa diampuni, sedangkan berdosa terhadap Roh Kudus tidak bisa diampuni lagi, sebab tingkatnya lebih tinggi. (2) Roh Kudus mempunyai sifat yang lebih keras sehingga tidak mau mengampuni kesalahan orang; sedangkan Pribadi yang lain (Anak Allah) lebih bersifat rahmani, murah hati, dan suka mengampuni. Walaupun kedua interpretasi di atas salah, tetapi paling tidak kita mengetahui bahwa Roh Kudus mempunyai hak, kedudukan sebagai Allah yang tidak bisa lebih rendah dari Pribadi yang lain (Anak Allah). Siapakah Roh Kudus itu? Dalam Wahyu yang progresif (Progressive Revelation) dan dalam mengajarkan tentang Roh Kudus yang akan datang, Kristus sudah memberitahukan beberapa sifat Roh Kudus yang penting berikut ini: "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya," (Yohanes 14:16) Ada Alkitab bahasa Indonesia yang tidak mencantumkan kata "selama-lamanya" pada ayat ini. Kata ini memang tidak ada di dalam Alkitab bahasa aslinya. Namun, kata yang dipakai (aorist tense) di sini menunjukkan arti selama-lamanya. Jadi, sifat kekal dari Roh Kudus dinyatakan oleh Tuhan Yesus di sini. Adakah, pernahkah, seorang nabi atau seorang rasul yang hidup di dunia ini menyertai murid-muridnya atau para pengikutnya sampai selama-lamanya? Tidak ada. Jika demikian, siapakah Dia yang dijanjikan oleh Kristus kepada mund-murid-Nya ini? Dalam ayat selanjutnya (ayat 17) dijawab: "yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu." Justru inilah yang membuat jaminan hidup kekal menjadi mungkin karena Roh itu adalah Roh Pemberi Hidup, dan Roh itu akan bersama-sama dengan kita untuk selama-lamanya. Itulah sifat kekekalan yang dimiliki oleh Roh Kudus, sifat Allah, sifat yang tidak lebih kecil daripada Anak. Sifat ilahi dari Roh Kudus juga diberitahukan di dalam Yohanes 3:34: "Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas." Tidak terbatas adalah ousia atau sifat asasi dari Allah. Siapakah yang tidak terbatas, selain Allah sendiri? Di sini, dikatakan bahwa Roh Kudus tidak terbatas, berarti Roh Kudus mempunyai sifat yang hanya ada pada Allah. Sifat-sifat ilahi Roh Kudus muncul dalam banyak ayat lainnya. Hal ini disangkal oleh aliran-aliran yang disebut Saksi Yehovah, Unitarianisme, Monarchianisme, Modalistic Monarchianisme atau yang disebut juga Sabelianisme, serta Liberalisme. Kita hanya akan membahas sedikit mengenai Sabelianisme di sini karena secara tidak disadari, ajaran ini sekarang sedang menjalar di Indonesia. Sabelianisme mengajarkan bahwa Allah itu Esa, tetapi mereka tidak percaya adanya tiga Pribadi. Mereka berusaha menjelaskan segala indikasi yang menunjukkan bahwa Allah Tritunggal di dalam Alkitab hanya sebagai semacam persona (Pribadi) yang diartikan sebagai topeng. (Sangat disesalkan, bahwa istilah persone dalam bahasa Latin, yang kemudian diterjemahkan menjadi person di dalam bahasa Inggris dan menjadi pribadi dalam bahasa Indonesia, mula-mula mempunyai pengertian topeng, yaitu topeng yang dipakai di dalam sandiwara.) Maksudnya, seorang pelaku sandiwara dapat berperan sebagai dua atau lebih tokoh dengan menggunakan topeng. Misalnya, pada babak pertama, dia berperan sebagai orang tua dengan memakai topeng orang tua, kemudian pada babak yang lain dia berperan sebagai anaknya sendiri dengan memakai topeng seorang anak. Dengan demikian, seorang pelaku dapat muncul beberapa kali dengan topeng yang berbeda-beda. Tentu saja, para penontonnya tidak tahu; mereka tertipu oleh topeng-topeng itu. Istilah persone inilah yang diambil oleh segolongan orang dan mengartikannya sebagai topeng-topeng untuk memainkan peranan yang berbeda-beda. Maka, golongan Sabelianisme merasa mudah untuk mengartikan Allah Tritunggal, yaitu sebagai Allah Yang Esa yang mempunyai tiga peranan: dalam zaman Perjanjian Lama, Allah berperan sebagai pelaku pertama dengan memakai topeng Bapa; kemudian dalam zaman Perjanjian Baru, Allah yang sama muncul dengan memakai topeng Anak berperan sebagai Allah Anak; dan setelah Yesus naik ke surga, Dia datang kembali dengan memakai topeng ketiga sebagai Roh Kudus. Bandingkan dengan, misalnya: Pada waktu saya di mimbar, saya berperan sebagai pengkhotbah; di rumah saya sebagai seorang ayah atau kepala keluarga; pada waktu saya mengajar di sekolah saya sebagai seorang guru atau dosen. Itu bukan konsep Tritunggal, melainkan tunggal yang tritopeng, triperanan atau tripelaku, dan trifungsi. Seorang pelaku yang memerankan tiga tokoh dengan tiga topeng; kelihatannya seperti ada tiga pelaku, padahal cuma seorang pelaku dengan tiga peranan. Demikianlah Sabelianisme (dari seorang yang bernama Sabelius yang hidup pada abad kedua) atau Modalistic Monarchianime menjelaskan mengenai Tritunggal. Ajaran ini termasuk bidat, bukan ajaran Tritunggal yang sesuai dengan Alkitab. Di dalam Tritunggal, Pribadi Pertama bukan Pribadi Kedua, dan Pribadi Kedua bukan Pribadi Ketiga. Berlainan Pribadi bukan berarti lain Allah, melainkan tetap satu Allah; satu Allah mempunyai tiga Pribadi, dan tiga Pribadi berada di dalam satu esensi Allah; inilah Tritunggal. Jika kita menerima ajaran Sabelianisme, kita menerima bahwa ketika Allah mengutus Anak-Nya di dunia, berarti Allah mengutus dan diutus oleh diri-Nya sendiri karena pribadi yang bertopeng pertama itu mengutus dirinya sendiri yang bertopeng kedua. Jadi, yang mengutus adalah yang diutus. Kalau demikian, kita tidak bisa menghindarkan diri dari kesalahan teologis yang lain, yang disebut Patripachianisme, yaitu kesengsaraan Bapa sendiri. Maksudnya, pada waktu Yesus Kristus disalibkan, berarti Allah Bapa yang dipaku karena Bapa sedang memakai topeng Anak, datang ke dunia, dan disalibkan; Dia sendiri yang mengalami penderitaan dan sampai mati. Kalau Pribadi Pertama yang memakai topeng Pribadi Kedua itu mati, berarti Allah itu mati; dan pada waktu Allah mati, siapakah yang menopang alam, semesta ini? Teologi tidak semudah apa yang mungkin kita pikirkan. Bukankah banyak orang tidak menyukai teologi; mereka lebih menyukai khotbah-khotbah yang berisi banyak cerita, pengalaman, kesaksian, yang enak dan mudah didengar, yang lucu-lucu, serta yang ajaib. Tetapi, sadarkah kita bahwa orang-orang bidat yang menamakan diri Saksi-saksi Yehovah telah mendapatkan 70% anggotanya dari Protestan dan Katolik, Mormon 80%. Celakalah kalau gereja-gereja dan para pemimpinnya tidak mengajarkan doktrin-doktrin yang benar dan penting kepada anggota-anggotanya. Alkitab selalu memperingatkan, "Peliharalah firman Tuhan! Peganglah ajaran-ajaran yang benar! Bertekunlah di dalam pengajaran-pengajaran yang murni! Jangan berkompromi, tetapi lawanlah ajaran-ajaran yang sesat! Pertahankanlah ajaran yang benar sampai Tuhan Yesus datang kembali!" Sejarah sudah menjadi guru besar bagi kita. Seorang filsuf Jerman bernama Hegel pernah mengucapkan suatu kalimat yang mengejutkan, "Pelajaran terbesar dari sejarah adalah bahwa manusia tidak menerima pengajaran sejarah." Sejarah sudah mengajarkan kepada kita bahwa ajaran-ajaran bidat sudah muncul; isi ajarannya dan cara munculnya sudah dipelajari, tetapi manusia masih saja tidak waspada. Pintu selalu dibiarkan terbuka sehingga generasi berikutnya juga ditelan oleh ajaran-ajaran bidat itu. Mari kita menantang arus pengajaran yang tidak beres di zaman ini dengan menanamkan ajaran-ajaran secara ketat. Gnostiksisme dan Arianisme yang hanya mempertahankan Keesaan Allah tanpa memedulikan kemungkinan adanya tiga Pribadi di dalam diri Allah Yang Esa itu, akhirnya jatuh kepada kepercayaan terhadap Yesus yang moralis saja, tanpa bersifat ilahi, dan menganggap Roh Kudus sebagai yang tidak berpribadi. Mereka tidak mau memerhatikan kesaksian Alkitab yang demikian banyak mengenai ketiga Pribadi Allah. Apakah Roh Kudus hanya kuasa? Apakah Roh Kudus hanya semacam prinsip? Apakah Roh Kudus berpribadi? Yang disebut pribadi paling tidak mempunyai tiga unsur: (1) Unsur rasio, sehingga dapat berpikir serta mempunyai pengertian akan kebenaran; (2) Unsur emosi, sehingga bisa mencintai, membenci, sedih, berduka, sukacita, dan sebagainya; (3) Unsur kemauan, sehingga mempunyai kebebasan untuk bertindak menurut kemauan yang ada. Jika demikian, apakah Roh Kudus hanya semacam embusan angin atau kuasa, atau prinsip pekerjaan Allah saja? Ataukah sebaliknya, Roh Kudus adalah satu Pribadi? Alkitab memberikan penjelasan mengenai Roh Kudus di dalam ayat-ayat berikut: Roh Kudus adalah Kebenaran "Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran." (1 Yohanes 5:6) Yesus Kristus pernah berkata, "Akulah Kebenaran," maka kebenaran yang ada pada Kristus itu menjadi "ousia" ilahi. Demikian juga, kebenaran yang ada pada diri Roh Kudus itu pun menjadi ousia ilahi, sebab Roh Kudus adalah kebenaran. Lain halnya jika kita memikirkan mengenai kebenaran, maka kita hanya sebagai orang yang berhak untuk mempunyai dan melakukan fungsi intelek memikirkan tentang kebenaran. Namun, Roh Kudus adalah diri Kebenaran itu sendiri. Roh Kudus bukan saja berintelek, tetapi juga menjadi sumber segala intelek. Roh Kudus bukan hanya mempunyai rasio, tetapi juga merupakan Sumber segala rasio yang benar karena Dia adalah Kebenaran itu. Bukan saja demikian, Roh Kudus adalah Roh yang mewahyukan kebenaran, dan Roh yang memimpin masuk ke dalam segala kebenaran. "yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak dapat melihat Dia. Tetapi, kamu mengenal Dia, Sebab Dia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu" (Yohanes 14:17). "Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku." (Yohanes 15:26) "Tetapi apabila Dia datang, yaitu Roh Kebenaran, Dia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Dia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Dia akan memberikan kepadamu hal hal yang akan datang." (Yohanes 16:13) Roh Kebenaran bukan saja mempunyai kebenaran pada diri-Nya, tetapi Dia adalah diri kebenaran itu sendiri; bukan saja diri kebenaran, tetapi Dia juga adalah Pewahyu kebenaran; bukan saja Pewahyu kebenaran, tetapi juga yang memimpin pikiran manusia masuk ke dalam kebenaran. Dia bukan saja mempunyai rasio, tetapi Dia adalah Sumber dari semua makhluk yang berasio. Inilah unsur pertama yang dimiliki Roh Kudus, yang menunjukkan Dia adalah satu Pribadi, yaitu rasio. Roh Kudus Memiliki Emosi Roh Kudus mempunyai kasih, dan kasih Allah dicurahkan kepada kita justru melalui Roh Kudus. "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Roma 5:5) Roh Kudus juga bisa merasa sedih dan berduka, sebagaimana tertulis di dalam Efesus 4:30, "Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan." Apa yang dimaksud mendukakan Roh Kudus di sini? Ini berarti membuat Dia sedih dan susah karena ketidaktaatan manusia. Sebagaimana seorang ibu yang penuh kasih sayang sedih melihat anaknya yang tidak taat kepadanya, demikianlah Roh Kudus menjadi sedih apabila kita tidak taat kepada-Nya karena Dia dikaruniakan kepada setiap orang yang percaya; Roh Kudus menjadi materai dan berdiam di dalam diri setiap orang yang sungguh-sungguh telah diperanakkan kembali oleh-Nya sendiri. Roh Kudus Memiliki Kemauan, Kebebasan, Ketetapan "Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu ini." (Kisah Para Rasul 15:28) Ayat ini mengenai larangan makan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala dan daging dari binatang yang mati lemas, larangan minum darah, serta percabulan. Ini adalah keputusan Roh Kudus dan rasul-rasul. Jadi, kita melihat, Roh Kudus mempunyai kemauan untuk mengambil keputusan. Roh Kudus bukan hanya kuasa, gerakan, atau prinsip kerja Allah; Roh Kudus adalah satu Pribadi yang mempunyai kemauan serta kemampuan memberikan keputusan atau ketetapan. "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." (Roma 8:14) Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut." (Roma 8:2) Roh Kudus, bukan saja memberikan keputusan bagi manusia, tetapi juga memimpin manusia. Roh Kudus bukan saja memimpin manusia, tetapi juga memberikan kebebasan kepada manusia sehingga di tempat Roh Kudus berada, di situ juga ada kebebasan. Roh Kudus bukan saja mempunyai kebebasan memimpin manusia masuk ke dalam manusia, tetapi juga memimpin manusia masuk ke dalam kebebasan. Roh Kudus juga mengutus orang untuk melayani Tuhan. Misalnya, Roh Kudus mengutus Barnabas dan Saulus dari Antiokhia untuk mengabarkan Injil keluar: "Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus, 'Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.'" (Kisah Para Rasul 13:2) Pengutusan itu direncanakan dan ditetapkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus bukan saja memberikan pimpinan positif, tetapi kadang-kadang juga memberikan pimpinan negatif. Roh Kudus bisa merintangi seseorang pada saat-saat dan di tempat-tempat tertentu dalam hal tertentu. Misalnya, Roh Kudus mencegah Paulus dan Silas untuk memberitakan Injil di Asia karena Roh Kudus ingin agar mereka memberitakan Injil ke Makedonia yang menjadi pintu gerbang untuk Injil masuk ke daratan Eropa (Kisah Para Rasul 16:6-12). Siapakah Roh Kudus? Jika Roh Kudus bukan Pribadi, bagaimanakah Dia dapat mengambil keputusan, bagaimanakah Dia dapat mengutus, bagaimanakah Dia dapat membebaskan kita dan memimpin kita masuk ke dalam kebebasan? Roh Kudus adalah satu Pribadi, yaitu Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal.
Sumber:
Diambil dan disunting dari:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |