Mengusahakan Pertumbuhan Pola Pikir Rohani

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters

Artikel yang saya kirimkan ke anda untuk edisi Mei ini, diambil dari cuplikan sebuah buku mungil yang berjudul Thinking Spiritually. Buku ini sebenarnya hanya merupakan digest version dari tulisan karya John Owen The Grace and Duty of Being Spiritually Minded yang aslinya jauh lebih sulit untuk dibaca khususnya untuk mereka yang kurang mahir dalam Bahasa Inggris. Tapi syukur kepada Tuhan karena Philip G. telah meringkaskannya dalam bahasa yang lebih mudah dan sederhana -- Buku ini telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Momentum dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Berpola Pikir Rohani".

Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk menjadi bacaan dan perenungan setiap orang Kristen yang sungguh-sungguh ingin hidup memuliakan Tuhan. Sekali anda baca, anda akan ingin terus membacanya sampai habis. Berikut ini saya hanya cuplikan 3 artikel/bab dari 'Bagian Dua -- Mengusahakan Pertumbuhan Pola Pikir Rohani'. Kiranya melalui 3 bacaan/bab kecil ini anda dapat dirangsang untuk semakin memikirkan hidup dan pola pikir rohani kita masing-masing.

To God be the glory!

In Christ,
Yulia

Edisi: 
029/V/2002
Isi: 

Cara Allah Mendorong Kita Memiliki Pola Pikir Rohani (Bab 11)

Suatu pola pikir rohani tumbuh serta terdiri dari kesukaan akan hal-hal rohani: apa yang kita cintai, itulah yang akan menawan diri kita. Pertandingan akbar antara surga dan neraka dimaksudkan untuk melihat yang mana di antara keduanya yang paling kita cintai. Orang yang memiliki cinta kita akan memiliki seluruh diri kita. Cinta membuat kita memberikan seluruh diri kita, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Cinta bagaikan kemudi kapal -- ke mana kemudi itu mengarah, ke sanalah kapal tersebut akan menuju.

Tidak mengherankan bila dunia berusaha mendapatkan cinta kita. Dunia harus mencoba untuk menarik minat kita sekarang, selagi ada waktu, karena dunia ditakdirkan untuk berakhir nantinya. Tetapi yang mengejutkan adalah, bila ternyata Allah pun berusaha mendapatkan cinta kita (Amsal 23:26). Karena itulah, saya ingin menasihatkan agar Saudara memikirkan hal-hal yang dapat menolong mengalihkan cinta Saudara dari dunia ini, serta mengarahkannya kepada Allah. Mengabaikan ajaran Allah yang telah dinyatakan melalui pemeliharaan-Nya atas dunia, berarti juga menghina hikmat-Nya.

Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dibandingkan dengan hal-hal rohani, hal-hal duniawi adalah sia-sia. Sebelum kejatuhan manusia dalam dosa, Allah pernah menyatakan bahwa dunia ini amat baik adanya. Akan tetapi, setelah peristiwa kejatuhan tersebut, dunia kemudian berada di bawah kutuk.

Alkitab menasihati orang Kristen untuk tidak mengasihi dunia ini (1 Yohanes 2:15-17). Melalui banyak hal yang telah dilakukan-Nya, Allah telah menyatakan dengan jelas bahwa dunia ini tidak layak mendapatkan cinta kita.

Baca Alkitab

Contohnya, hakikat sejati dunia ini telah dinyatakan melalui reaksi manusia yang hidup di dalamnya terhadap Kristus, selama Ia ada di tengah-tengah mereka. Ia hidup dengan benar dan tak bercacat, tetapi dunia menolak-Nya. Penolakan Kristus oleh manusia di dunia semata-mata menunjukkan kebobrokan penilaian mereka sendiri. Mungkinkah orang percaya mencintai nilai-nilai serta pendapat dari orang-orang yang telah menyalibkan Tuhan mereka?

Kemudian, Allah kembali menunjukkan hakikat dunia yang sudah berdosa ini melalui cara nenek moyang mereka memperlakukan para rasul. Apakah dengan para rasul berusaha menegakkan kemuliaan kerajaan Allah di dunia ini, maka kemudian dunia menerima mereka dengan penuh sukacita? Ternyata sebaliknya, mereka justru harus hidup dan mati di dalam kemuskinan dan aniaya (1 Korintus 4:11-13).

Kita juga dapat melihat bagaimana Allah mengutuk dunia berdosa ini, melalui kenyataan bahwa Ia seringkali melimpahkan kekayaan dan kekuasaan justru kepada orang-orang tak beriman. Tak akan ada yang menganggap berharga, benda-benda yang telah dlemparkan orang bijak kepada kawanan babi tersebut! Sebagian dari orang-orang yang paling kaya dan paling berkuasa di dunia ini adalah mereka yang tak beriman dan tak mengenal Tuhan. Tidakkah ini menyatakan kutukan Allah? Jika itu memang berharga, tidakkah Allah akan memberikan kepada mereka yang dikasihi-Nya?

Memang ada cara yang tepat dalam menggunakan hal-hal tersebut dan banyak masalah yang akan timbul bila manusia tidak mengetahuinya. Menurut saya, hanya mereka yang berpola pikir rohanilah yang dapat memiliki hikmat untuk menemukan cara tersebut. Orang-orang yang berpola pikir rohani akan mengerti bahaya dari itu. Mereka tidak akan memusingkan cara memperoleh semua itu, karena mereka menyadari bahwa kenikmatan hidup bukanlah diberikan untuk menjadi milik mereka, melainkan sekadar dipinjamkan kepada mereka agar dapat digunakan secara benar.

Sikap orang percaya terhadap hal-hal duniawi merupakan petunjuk yang akurat bagi kondisi kerohaniannya. Seseorang tidak mungkin dapat melepaskan diri dari hal-hal duniawi, kecuali hatinya melekat pada hal-hal rohani! Untuk dapat tidak memikirkan sesuatu hal, seseorang harus berusaha untuk lebih memikirkan hal-hal lainnya.

Kecintaan kita terhadap hal-hal duniawi benar-benar perlu ditertibkan. Bagaimana mungkin kita mencintai hal-hal yang dikutuk Allah? Kecintaan kita akan hal-hal duniawi tidak akan hilang dengan sendirinya. Kita perlu berjuang untuk menolak kuasanya atas diri kita. Seluruh hidup kita hendaknya dikendalikan oleh Firman Allah saja (1 Yohanes 2:5).

Orang Kristen mungkin saja terlihat sangat bersemangat, tetapi bila mereka juga mencintai dunia ini, fakta inilah yang menjadi ukuran kerohanian mereka yang sesungguhnya, bukan semangat mereka tersebut. Jadi, bagaimana kita dapat mengetahui kalau kita telah sungguh-sungguh mencintai hal-hal rohani? Inilah topik pembahasan kita untuk bab berikutnya.

Cinta Sejati Akan Hal-Hal Rohani (Bab 12)

Tanpa adanya perasaan cinta dan sukacita atas hal-hal rohani, kita tidak akan dapat memiliki pola pikir rohani! Bagaimana kita tahu bahwa itu adalah cinta sejati? Apakah yang dimaksud dengan cinta rohaniah? Dalam beberapa bab berikut ini saya akan mencoba menguraikannya, menunjukkan ciri-cirinya sekaligus cara-cara meningkatkannya.

Hal utama yang harus kita ingat adalah: tidak akan ada cinta sejati atas hal-hal rohani dalam diri manusia, kecuali bila terjadi pembaruan rohani atau kelahiran baru dalam hidup mereka, sebagai karya dari anugerah Allah dan kuasa Ilahi-Nya!

Kita hendaknya mulai dengan pernyataan tersebut, karena semua aktivitas alamiah jiwa kita memang telah dicemari oleh dosa (Titus 3:3). Karena ini bukan tempat yang tepat untuk mendiskusikan masalah tersebut secara terperinci, maka saya hanya akan memberikan sedikit komentar singkat. Fakta pencemaran jiwa kita oleh dosa telah dipahami oleh semua orang, termasuk oleh mereka yang tidak mempelajari Alkitab sekalipun. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalam diri kita senantiasa terdapat kesiapan untuk melakukan kesalahan. (Dan bila hanya dengan pemahaman akal manusia semata, kecemaran ini telah dapat menjadi nyata, betapa berdosanya mereka yang mengabaikan dan menolaknya justru setelah memperoleh pengajaran Alkitab tentang hal ini!)

Kesiapan untuk melakukan kesalahan yang merupakan kecenderungan alamiah setiap kita, terjadi bukan hanya pada satu macam dosa tertentu. Sebaliknya, kesiapan tersebut nampak dalam berbagai bidang kehidupan secara menyeluruh! Itulah sebabnya, tak satu pun dosa dapat ditanggalkan tanpa adanya pembaruan pada hakikat keberdosaan seseorang. Kalaupun orang tersebut telah berhenti melakukan suatu jenis dosa tertentu, dosa-dosa lainnya akan segera bermunculan oleh adanya hakikat keberdosaan di dalam dirinya. Adanya hakikat berdosa dalam diri kita akan membuat kita memiliki kemungkinan melakukan dosa apa pun! Kita akan melakukan apa saja yang kita inginkan (Kolose 3:5-7). Bahkan meskipun akal kita telah memberitahukan kita bahwa menuruti naluri berdosa merupakan suatu kebodohan, tetapi kuasa naluri berdosa tersebut sedemikian kuat, hingga kita tetap melakukannya.

Bukti paling sederhana dari hakikatnya keberdosaan kita adalah: pertama, adanya kebencian terhadap Allah dan hal-hal rohaniah; dan kedua, adanya kecintaan akan dunia ini yang membuat kita sibuk mengejar keuntungan duniawi, bagaikan sekawanan lebah yang mengitari sebuah stoples madu.

Saya harus mengingatkan Saudara bahwa ada kemungkinan bagi seseorang untuk mengalami suatu pembaruan dalam hidupnya, yang meskipun cukup penting tetapi tidak dapat menghasilkan suatu pola pikir rohani. Ini jelas bukan merupakan pembaruan khusus Allah. Adakalanya seseorang untuk sementara waktu dapat dipengaruhi oleh pemberitahuan firman dari Alkitab (Matius 13:20-21). Kadang, seseorang juga dapat berubah oleh pendekatan suatu konsep filsafat, suatu pengalaman mengerikan, atau pun oleh pendidikan serta suatu tanggung jawab yang baru (1 Samuel 10:9). Akan tetapi, pembaruan semacam itu tidak akan menghasilkan suatu pola pikir rohani, karena hanya mengubahkan arah keinginannya dari duniawi menjadi surgawi. Mencintai hal-hal terindah di dunia ini mungkin dapat membangun, tetapi tetap saja tidak ada keterlibatan konsep keagungan rohaniah di dalam hal-hal tersebut. Aroma darah akan segera membuat seekor hewan jinak menjadi liar kembali.

Kadang kala, orang-orang tidak beriman mempermalukan kita yang mengaku sebagai orang percaya, dengan cara hidup mereka yang demikian sabar, baik, dan bermanfaat bagi orang lain. Akan tetapi, hanya pembaruan yang dikaryakan oleh Roh Kudus di dalam diri seseoranglah, yang dapat mengubahkan inti dari hakikat kemanusiaannya dan dengan demikian, menjadikannya orang saleh sejati (Efesus 4:23).

Sukacita Sejati Dalam Penyembahan (Bab 15)

Orang-orang yang memiliki pola pikir rohani menemukan sukacita sejati dalam semua aspek penyembahan, sehingga mereka tidak ingin kehilangan kesempatan semacam itu. Karena itu pula terdapat begitu banyak martir -- mereka ini memilih untuk mati daripada harus berhenti melakukan penyembahan. Daud seringkali menyatakan kerinduannya untuk dapat memiliki pengalaman penyembahan seperti yang dinikmati oleh orang- orang dengan pola pikir rohani, justru ketika kesempatan tidak memungkinkan baginya (Mazmur 42:1-4; 63:1-5; 84:1-4). Selain itu, kesukaan Yesus Kristus akan kegiatan penyembahan tidak perlu diragukan lagi (Yohanes 2:17).

Bagaimanakah cara orang-orang saleh tersebut mendapatkan sukacita dari keterlibatan mereka dalam melakukan penyembahan? Apakah bedanya dengan pengalaman mereka yang tak beriman dalam memperoleh manfaat penyembahan? Saya akan menyatakan beberapa hal yang akan mengungkapkan perbedaan penting di antara keduanya.

Pertama, mereka yang mengalami pembaruan rohani dalam hidupnya, akan dapat bersukacita dalam penyembahan karena mereka menemukan bahwa iman, kasih, dan sukacita mereka di dalam Allah dibangkitkan melaluinya. Mereka tidak sekedar menampilkan formalitas, suatu tingkah-laku agama yang pada dirinya sendiri tidak bernilai sama sekali di hadapan Allah (Yesaya 1:11; Yeremia 7:22-23). Jika Allah memerintahkan kita melakukan suatu perbuatan, seringkali itu bukan demi perbuatan itu sendiri,tetapi demi menumbuhkan kasih, iman, sukacita, dan hormat kita kepada Allah. Inilah yang dialami oleh orang yang sungguh-sungguh berpola pikir rohani. Bagi mereka penyembuhan merupakan cara menumbuhkan kasih kita kepada Allah!

Mereka yang tidak pernah mengalami pembaruan rohani yang sesungguhnya, tidak akan dapat melakukan yang lain kecuali menampilkan formalitas. Yang menyedikan, sementara orang-orang tersebut mengira telah menyenangkan Allah, hal ini ternyata justru merupakan suatu penghinaan bagi Allah yang memang membenci formalitas kosong. Dan, yang menjadi masalah adalah, tidak ada lagi hal yang dapat dilakukan oleh orang semacam itu. Ketidakpercayaan mereka yang sedemikian kuat telah menunjukkan tidak adanya hal lain dalam penyembahan mereka kecuali formalitas (Yesaya 29:13-14).

Untuk menghindari terjadinya formalitas penyembahan kosong semacam inilah, orang beriman sejati mempersiapkan diri agar dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari kesempatan-kesempatan seperti ini. Mereka tahu bahwa iman merupakan satu-satunya jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah; kasih merupakan satu-satunya jalan bagi ketaatan total kepada-Nya; hormat dan sukacita merupakan satu-satunya jalan untuk hidup berkenan kepada-Nya. Mereka yang akan memperoleh manfaat dari suatu penyembahan adalah mereka yang berusaha melakukan penyembahan dengan segenap jiwa! Melakukan penyembahan tanpa memahami alasan ataupun caranya, bukan hanya akan membuat seseorang gagal memperoleh manfaatnya, tetapi juga membuatnya semakin jauh dari Allah.

Saya tidak pernah menemukan orang percaya yang menolak untuk terlibat dalam penyembahan bersama, tetapi dapat memiliki kehidupan rohani yang sejahtera. Karena itulah, kita sebaiknya lebih memikirkan hakikat dari penyembahan semata-mata demi memeliharakan iman dan kasih kita. Akan tetapi, hal itu bukan terjadi dengan sendirinya! Kita perlu mempersiapkan diri sebelum melakukan penyembahan. Selain itu, kita hendaknya menyembah dengan segenap hati dan pikiran kita (Pengkhotbah 4:17-5:1). Hal ini diperlukan karena kita dapat dengan begitu mudah mengalahkan perhatian dan minat kita kepada hal-hal lahiriah, lebih daripada kepada kuasa dan makna yang sejati. Selanjutnya, kita juga harus dapat memastikan bahwa acara penyembahan tersebut hanya berisikan hal-hal yang diperintahkan oleh firman Allah sendiri. Berbagai kesukaan yang diperoleh melalui suatu aktivitas rohani, tetapi yang sebenarnya tidak dituntut dari diri kita bukanlah timbul dari iman, melainkan dari keinginan manusia semata!

Saya yakin terdapat lebih banyak kesukaan dalam diri seorang pemimpin pelayanan penyembahan dibandingkan dengan mereka yang lain. Ini bukan karena masalah perbedaan metode ataupun pendidikan, melainkan lebih disebabkan oleh perbedaan kesesuaian dengan kebutuhan kita masing- masing akan karunia rohani. Akan tetapi, adanya perbedaan pengaruh penyembahan yang terjadi atas diri kita dari waktu ke waktu, tidak akan mengubahkan fakta bahwa kesukaan dari penyembahan sejati terletak pada kenyataan bahwa hal tersebut membangkitkan dan memperbarui iman serta kasih mereka yang telah mengalami pembaruan rohani. Bagi sebagian orang lainnya, sukacita mereka dalam penyembahan semata-mata diperoleh melalui penghargaan mereka terhadap kehebatan kemampuan manusia semata.

Alasan kedua yang membuat mereka yang telah mengalami pembaruan rohani dapat bersukacita dalam penyembahan adalah, karena acara penyembahan itu sendiri (khotbah, doa, puji-pujian, persekutuan, dll.) merupakan jalan menuju pengalaman kehadiran Allah bagi mereka. Kita mendekatkan diri kepada Allah dengan harapan dapat menumbuhkan iman dan kasih kita; tetapi ketika harapan tersebut telah terpenuhi, sukacita kita ternyata ikut pula menjadi bertambah-tambah.

Melalui penyembahan, orang yang telah lahir baru menerima keyakinan akan kasih Kristus. Inilah karya Roh Kudus (Roma 5:5) melalui penyembahan.

mereka yang mengalami pembaharuan rohani dalam hidupnya, akan dapat bersukacita dalam penyembahan karena mereka menemukan bahwa iman, kasih, dan sukacita mereka di dalam Allah dibangkitkan melaluinya.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Melalui penyembahan pula, orang yang telah lahir baru mendengar ketukan Sang Kristus pada pintu hatinya (Yohanes 14:23; Wahyu 3:20). Penyembahan bagaikan sebuah taman di mana Kristus menjumpai mereka yang dikasihi-Nya (Kidung Agung 7:21). Kenangan terhadap saat-saat di mana jiwa kita merasakan pengalaman kehadiran Kristus akan meningkatkan sukacita kita saat mengalami peristiwa-peristiwa berikutnya.

Melakukan penyembahan dengan pikiran yang sedang dipenuhi oleh pemikiran akan hal lain, atau tidak dengan diisi oleh pemikiran yang seharusnya, akan menimbulkan sikap suam-suam kuku, dingin, dan tidak peduli. Kita hendaknya segera mengenali tanda keberadaan proses pembusukan yang sedang terjadi dalam hati kita ini.

Alasan ketiga bagi mereka yang telah lahir baru untuk bersukacita dalam penyembahan adalah karena mereka mengetahui bahwa penyembahan merupakan cara untuk mempermuliakan Allah, yang memang adalah tujuan utama penyembahan. Yesus telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas melalui doa yang dia ajarkan kepada murid-murid-Nya (Matius 6:9-13). Doa tersebut penuh dengan ungkapan kerinduan akan pernyataan kemuliaan Allah di dunia. Keselamatan maupun kesejahteraan rohani kita sebagai orang percaya tergantung pada realisasi doa tersebut. Kasih kita kepada Allah identik dengan motivasi kita dalam merindukan penyataan kemuliaa-Nya. Karena itulah, orang percaya senantiasa bersukacita untuk melakukan apa saja yang dapat menyatakan kemuliaan-Nya.

Barangsiapa tidak memiliki kerinduan seperti ini ketika melakukan penyembahan, tidak akan memperoleh sukacita sejati di dalamnya, kecuali sekadar perasaan senang yang bersumber dari anggapan pribadi mereka bahwa penyembahan tersebut mempermuliakan diri mereka sendiri di hadapan Allah -- yang seperti kita lihat, ternyata tidak demikian.

Audio: Mengusahakan Pertumbuhan Pola Pikir Rohani

Sumber: 
Judul Buku
Penulis
Penerbit
Halaman
:
:
:
:
Berpola Pikir Rohani
John Owen
Momentum, Surabaya, 2001 (114 halaman)
67-78 dan 83-87

Bahkan Para Pendeta pun Membutuhkan Teman

Editorial: 

Dear e-Reformed netters,

Pertama-tama, maaf saya agak terlambat mengirimkan artikel bulan April. Juga saya ingin mengucapka

Artikel yang saya kirimkan kali ini bukan berupa uraian teologia yang berat, tapi hal yang sangat

Di lain pihak saya melihat banyak jemaat yang ingin sekali berteman dengan pendetanya untuk ngobro

Nah, mudah-mudahan artikel ini dapat menolong baik pendeta maupun jemaat untuk saling mengenal keb

Selamat berteman!

In His love,
Yulia

Edisi: 
028/IV/2002
Isi: 

Selama beberapa tahun yang lewat ini saya sering mendengar banyak alasan mengapa para pendeta harus menghindari segala bentuk ikatan persahabatan. Beberapa orang mengatakan bahwa teman-teman itu mungkin menyenangkan, tetapi waktu dan tenaga yang dibutuhkan dalam pelayanan sama sekali tidak memungkinkan menikmati kesenangan diri semacam itu. Banyak orang beranggapan bahwa persahabatan di dalam jemaat tentu akan melanggar batas, dan pendeta yang menikmati permainan golf dengan jemaat akan menimbulkan persoalan.

Meskipun belakangan ini sikap demikian telah agak berubah, tetapi bagi pendeta maupun jemaat tetap saja akan menghadapi kesulitan melihat pendeta yang terlibat dalam persahabatan yang begitu manusiawi. Banyak jemaat telah terbiasa dengan anggapan bahwa pendeta itu seharusnya hanya berdiri tegak di atas mimbar yang tinggi, dan banyak pendeta memang menyukai pemandangan dari atas mimbar itu. Mereka merasa enggan untuk turun dari tempat itu dan kemudian menjalin hubungan yang mudah mendatangkan kecaman serta terlalu akrab.

Seandainya persahabatan itu terjalin dengan seorang anggota gereja, maka jemaat lainnya akan mulai mencurigai. Tuduhan atas sikap pilih kasih dan pengaruh yang tidak semestinya akan mulai dibisik-bisikkan di gereja.

Pendeta

Sesungguhnya, tidak semua alasan ini dengan mudah dapat kita abaikan. Melangsungkan persahabatan memang menuntut "waktu dan tenaga" yang amat banyak (kedua unsur tersebut seringkali tidak dimiliki pendeta). Dan tentunya, beberapa tuduhan mengenai sikap pilih kasih dan pengaruh yang dimiliki itu memang ada dasarnya. Kadang-kadang, para pendeta menyatakan pandangan yang tidak benar dan pendapat yang tidak begitu jelas karena menaruh kesetiaan yang tidak semestinya kepada satu atau dua anggota jemaat. Meskipun mungkin kita tak ingin mengakuinya, tetapi tidak ada peran, jubah, atau pun gelar kependetaan yang dapat menyembunyikan kenyataan bahwa kita adalah manusia. Manusia memerlukan teman -- termasuk manusia yang kebetulan saja menjadi pendeta.

Ada banyak contoh dalam Alkitab yang menopang pendapat ini. Dari Raja Daud sampai Yesus hingga Rasul Paulus. Orang-orang bijak itu senantiasa mengetahui bahwa tidaklah bijaksana untuk menempuh jalan kehidupan tanpa keceriaan, kesenangan, serta dorongan-dorongan semangat dari para sahabat. Di luar contoh yang ada dalam Alkitab tadi, ada tiga alasan terbaik yang dapat saya kemukakan untuk membina persahabatan. Orang-orang tersebut adalah: Dick, Jim, dan Gary.

Rekan Sekerja

Dick adalah pendeta pembantu di gereja Lutheran yang terbesar di Northfield. Sedangkan saya adalah seorang pendeta Baptis di Northfield, Minnesota.

Saya dilahirkan dan dibesarkan di Ohio bagian selatan, serta mengikuti kuliah di Columbia, Carolina Selatan. Saya lulus dari sebuah seminari Baptis. Selama waktu itu saya telah menghirup udara Baptis. Tiba-tiba, beberapa tahun yang lalu, saya menemukan diri saya berada dalam lingkungan benteng kaum Lutheran asal Norwegia -- ada lima buah jemaat Lutheran di kota yang berpenduduk dua belas ribu orang. Belum lagi Universitas Saint Olaf, sebuah sekolah Gereja Lutheran Amerika yang menguasai topografi dan teologi di Northfield.

Saya harus mempelajari kota Northfield. Saya mulai bertemu dengan sebuah kelompok studi untuk para pendeta yang terdiri dari lima orang Lutheran dan satu orang Baptis (tebak saja siapa?). Di situlah saya bertemu dengan Dick. Melalui sedikit usaha pendekatan -- undangan untuk makan siang, kunjungan-kunjungan secara mendadak ke kantornya -- suatu persahabatan mulai berkembang. Sungguh, hubungan ini merupakan suatu anugerah Allah.

Pertama-tama, Dick telah menjadi penerjemah saya dalam ajaran Lutheran. Ia tidak secara formal mendaftarkan saya di kelas katekesasinya, tetapi ia toh mengajarkan sesuatu kepada saya. Selama pembicaraan yang kami adakan, saya telah mendapatkan pandangan yang berarti tentang mengapa orang-orang ini percaya dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Tak akan pernah saya lupakan kata seru "Aha!" ketika kami sedang mendiskusikan (berdebat?) tentang masalah baptisan. Tiba-tiba saja, saya mulai mengerti mengapa kami selalu berselisih pendapat tanpa ada ujung pangkalnya, sedangkan kami toh memakai kata-kata yang sama juga dan membuka ayat-ayat yang sama di dalam Alkitab. Ternyata, titik pandang Dick adalah pada aktivitas Allah dalam pembaptisan, sedangkan pandangan saya tertuju pada tanggapan orang percaya yang dibaptiskan. Secara mendadak pula saya menjadi mengerti tentang dasar pemikirannya mengenai baptisan bayi. (Tentunya, kami belum juga sepaham tentang hal itu, tetapi sekarang saya menjadi lebih mengerti mengapa ia berkepercayaan sedemikian aneh itu!)

Lebih jauh, di samping peranannya sebagai penerjemah, Dick telah menjadi pendorong bagi pertumbuhan pribadi serta perkembangan pekerjaanku. Kami berdua sama-sama gemar membaca buku, tetapi mempunyai selera yang berbeda-beda. Kegemarannya ialah membaca sejarah, sedangkan saya fiksi. Sambil minum-minum kopi, kami akan bertukar pikiran tentang buku-buku, pengarang-pengarang, tema-tema menarik, pandang-pandangan, serta ilustrasi khotbah yang baik. Saya masih belum bergabung dengan Kelompok Kelompok Pencinta Buku Sejarah (Dick berharap saya bergabung supaya dia bisa mendapat tiga buah buku gratis sebagai hadiah karena membawa seorang anggota baru), tetapi saya telah memperluas selera bacaan saya lebih daripada buku-buku novel. Sama juga, Dick sudah mulai gemar membaca buku-buku Chaim Potok, Saul Bellow dan Frederick Buechner. Bersama-sama kami bergumul dengan buku Kierkegaard, Claus Westermann, dan Rabbi Harold Kushner. Ia merasa tertantang karena saya sering membuat khotbah-khotbah eksegesis berdasarkan teks Yunani yang saya kuasai. Saya menjadi kagum ketika saya mengetahui bahwa ia sedang membaca beberapa ayat dari Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani setiap malam sebelum beristirahat. 'Besi menajamkan besi' kata Kitab Amsal, dan otak saya kian menjadi tajam setelah diasah oleh sahabat saya ini.

Keluarga kami pun telah memperoleh manfaatnya dari hubungan persahabatan kami ini. Anak-anak kami kira-kira berusia sebaya dan isteri kami masing-masing bekerja sebagai jururawat di rumah sakit setempat. Kami merayakan hari-hari ulang tahun bersama-sama, saling mengundang untuk makan malam pada acara Pengucapan Syukur, dan sama-sama merasa kecapaian pada sore hari Paskah setelah memimpin kebaktian secara terus-menerus sepanjang pagi harinya. Hubungan kami telah menambahkan suatu dimensi tertentu tentang kesehatan dan kemantapan dalam kehidupan kami sehingga kami pun dapat menyampaikan cerita-cerita yang indah kepada orang-orang lain yang bisa mengerti tentang kegembiraan serta trauma yang dialami oleh seorang pendeta dan keluarganya.

Sang Penasihat

Jim, adalah seorang teman saya yang lain. Dan, akan lebih tepat jika saya memperkenalkan dia sebagai Dr. James Mason, sebab dia adalah salah seorang guru besar kesayangan saya selama berada di seminari. Maka, kini di samping menjadi sahabat saya, Jim tetap menjadi penasihat saya dalam pelayanan.

Dalam kitab Perjanjian Baru, menasihati itu merupakan suatu pola yang kuat sekali untuk mengembangkan pendeta-pendeta muda. Yesus memberikan nasihat kepada kedua belas murid-Nya, Barnabas membawa Paulus dan Markus, dan pada gilirannya Paulus pun menasihati Timotius dan Titus. Adalah sulit untuk membaca Kitab Injil atau pun Surat-Surat Penggembalaan tanpa merasakan adanya kehangatan persahabatan yang berkembang dan menghasilkan hubungan untuk menasihati ini.

Persahabatan saya dengan Jim telah dimulai sejak tahun terakhir saya di seminari dan sampai sekarang hubungan ini masih terpelihara dengan baiknya. Saya bekerja sebagai asisten dosen dan perkenalan ini bertumbuh di luar ruang kelas. Setelah berjalan melewati beberapa waktu yang penuh kesulitan bersama-sama, hubungan kami mulai bertumbuh. Ketika saya lulus, saya tidak menginginkan persahabatan itu hanya tinggal sebagai suatu kenangan indah. Jim pun berpikiran sama seperti saya.

Untuk memelihara ikatan kami itu diperlukan suatu tekad serta kesediaan untuk menanggung biayanya. Northfield berada dalam jarak kira-kira satu jam perjalanan dengan mobil dari Seminari Bethel dan pembicaraan lewat telepon adalah interlokal, tetapi biayanya masih bisa terjangkau. Di samping kesukaan dalam saling membagikan pengalaman kehidupan dan iman serta pelayanan dengan Jim, saya telah memperoleh manfaat lain-lainnya.

Dia mengenal saya. Saya berada di dalam kelasnya. Dia mengetahui jalan pikiran, prasangka-prasangka, harga diri, serta kelebihan dan kekurangan saya.

Selanjutnya, setelah dia berkhotbah di gereja saya dan mengadakan percakapan dengan jemaat, maka dia mengetahui tentang hubungan saya dengan jemaat. Dia juga mengetahui hubungan-hubungan yang lebih luas tentang keadaan jemaat serta tradisi teologis dalam gereja yang saya layani. Waktu yang diluangkan untuk saling membagi cerita ini tak dapat dinilai dengan harta. Kapan saja saya menelepon dia untuk mendapatkan nasihatnya, maka dia langsung dapat menempatkan diri dalam situasi/keadaan saya. Jika saya menghadapi kesulitan dengan khotbah saya, dia segera dapat mengatasinya. Jika saya menghadapi konflik/bentrokan dengan jemaat saya, dia memberikan suatu jalan keluar dan menolong saya untuk bisa melihat persoalan itu dengan lebih jelas.

Saya tak dapat memastikan seberapa jauh persahabatan ini telah membuahkan kepuasan dan keberhasilan dalam pelayanan saya. Banyak lubang perangkap telah dapat saya hindari, berbagai masalah pelik dapat diatasi dengan baik, lebih dari satu kali khotbah menjadi tersusun lebih baik -- semua ini dilakukan dengan bantuan penasihat dan sahabat saya.

Jika saya merasa bergairah oleh suatu kesempatan yang baru, maka saya dapat meniupkan balon percobaan saya untuk memperoleh penilaian menurut pandangannya. Atau jika saya sedang mengalami kekecewaan, saya langsung dapat menumpahkan seluruh perasaan saya itu dihadapannya. Seperti yang dia katakan kepada saya pada satu hari Senin setelah melampaui hari Minggu yang suram, "Jangan khawatir soal itu. Tujuanmu yang terutama dalam beberapa minggu ini ialah hanya menyelesaikan masalah itu."

Saya yakin bahwa penasihat-penasihat yang mempunyai kemampuan seperti Jim sudah disediakan untuk setiap pendeta muda. Seluruh mantan mahaguru, pendeta yang telah berpengalaman, serta pendeta eksekutif yang melayani di wilayah sekitar merupakan penasihat-penasihat yang amat potensial. Persahabatan seperti ini jarang terjadi secara kebetulan saja. Di sini diperlukan sekali adanya maksud baik dan kesediaan untuk memberikan waktu dan pengorbanan uang. Akan tetapi, untuk kedua belah pihak, penasihat maupun pendeta baru, kesukaan dalam kegiatan itu akan berlipat ganda apabila disampaikan kepada orang lain juga.

Orang Awam

Kelihatannya, persahabatan saya dengan Gary adalah yang paling mengandung risiko, tetapi sekaligus juga paling bermanfaat dari semua persahabatan yang saya alami. Gary adalah seorang awam yang kebetulan menjadi anggota dari gereja yang saya layani. Namun, faedahnya bagi diri saya (dan untuk jemaat) jauh lebih besar daripada risiko yang saya hadapi.

Sederhana saja, Gary menghargai kejujuran saya di dalam kehidupan kekristenan saya. Godaan yang paling besar bagi diri saya di dalam pelayanan adalah kecenderungan untuk menjadi seorang "Kristen yang profesional." Hal itu merupakan jebakan yang mudah. Saya dapat memberikan konseling dengan sebaik-baiknya, mengajarkan apa yang difirmankan oleh Alkitab, menyerukan keterikatan kepada jemaat supaya taat dan setia, kemudian pulang dengan anggapan bahwa saya sudah menjalan tugas kehidupan Kristen -- seolah-olah hidup saya bersama Tuhan hanya untuk menjalankan tugas penggembalaan atau melaksanakan tanggung jawab secara profesional saja. Gary tidak akan membiarkan saya bersikap demikian.

Dia memiliki suatu kedudukan yang khusus untuk bisa meminta pertanggungjawaban saya. Sebagai anggota yang aktif di dalam jemaat, dia mengetahui apa yang terjadi dalam kebaktian-kebaktian dan di pertemuan-pertemuan urusan gereja. Dia memperhatikan apa yang saya sampaikan dari atas mimbar dengan teliti, dan apa yang saya ajarkan di dalam ruang kelas. Dia juga mengetahui tentang semua keberhasilan maupun kegagalan saya dalam melaksanakan program gereja yang beraneka ragam. Dia mempunyai tempat dalam persahabatan kami untuk menantang diri saya menjadi apa yang saya percayai dan mempraktikkan apa yang saya sampaikan. Dia tidak terperanjat apabila saya berkhotbah tentang sesuatu hal yang tak dapat saya lakukan. Hal apakah yang tak dapat dikhotbahkan oleh pendeta? Akan tetapi, pada saat-saat senda gurau di antara kami berdua atau pada jam-jam doa mingguan, dia mendorong saya supaya menerapkan khotbah-khotbah saya untuk diri saya sendiri. Dia menantang "saya pribadi" untuk berbuat hal yang sama dengan "saya secara umum" atau jemaat.

Di samping memberikan dorongan secara langsung itu sesungguhnya kejujuran dalam kehidupannya merupakan motivasi yang sangat menekan kehidupan saya sendiri. Sebagai seorang pelatih bola basket di kampus, dia adalah salah seorang pekerja paling keras yang pernah saya jumpai. Meskipun demikian, persekutuan pribadinya dengan Tuhan, pelayanannya sebgai pemimpin kaum muda, serta keterlibatannya dalam proyek-proyek penjangkauan keluar gereja selalu diutamakan.

Dia adalah seorang Kristen yang penuh semangat, bukan seorang Kristen yang profesional. Dia menjadi "suatu peringatan" yang terus-menerus bagi diri saya untuk bersikap sama seperti dia.

Tempat Untuk Mendapatkan Seorang Sahabat

Dalam menyatakan persahabatan yang saya alami, saya telah menyaring beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat mencari seorang sahabat.

Patokan awal adalah pada diri Anda sendiri. Pepatah lama yang mengatakan "Mempunyai seorang sahabat, berarti harus bersatu" itu memang benar. Kebanyakan persahabatan tidak terjadi begitu saja; itu adalah hasil dari kehendak/keinginan dan rasa keterikatan. Untuk memperoleh faedah jangka panjang dalam persahabatan sangat memerlukan pengorbanan waktu dan tenaga.

Hal ini tidak terjadi pada saya dengan sendirinya. Menyatakan 'ya' terhadap persahabatan biasanya berarti mengatakan 'tidak' terhadap hal-hal yang lain. Kepribadian Corak-A yang ada dalam diri saya, pada tahun-tahun awal saya, tidak banyak memberi kesempatan untuk mencari persahabatan yang sesungguhnya.

Namun, selama berada di seminari, seorang teman sekelas dan Tuhan telah membuat banyak perubahan di dalam diri saya. Steve dan saya bisa saling merasakan hubungan persahabatan yang indah, baik di dalam maupun di luar kelas, tetapi barangkali hubungan itu tidak akan berkelanjutan lebih jauh jika saja Steve tidak mempunyai kemauan yang keras. Upaya yang bertumbuh ini mencapai puncaknya ketika dia mengajak saya untuk mengikutinya bersama dua rekan sekelas lainnya menikmati masa liburan ke Minnesota bagian utara untuk memancing ikan.

Sebelumnya saya tak pernah pergi memancing, dan ketika saya diberitahu bahwa kami akan berangkat sesaat setelah lewat tengah malam sehingga kami bisa tiba di danau itu sebelum fajar merekah, aku mulai berpikir seribu kali tentang petualangan itu. Akan tetapi toh, saya pergi juga. Kesukaan dalam menyaksikan matahari terbit di Minnesota, pemandangan yang baru pertama kali saya lihat, persahabatan dengan mereka -- semua pengalaman itu telah meyakinkan saya bahwa korban jam tidur yang tak seberapa itu adalah harga murah yang dibayarkan untuk mendapatkan kebijaksanaan yang besar dalam menumbuhkan persahabatan.

Ciri yang paling penting yang perlu dimiliki seorang sahabat adalah membiarkan Anda tetap bersikap/berlaku sebagai Anda. Tanpa hal ini, persahabatan yang sesungguhnya tak mungkin bisa terjadi. Hal tersebut tampaknya cukup mendasar, tetapi khususnya para pendeta mengalami bahwa karakteristik atau sifat itu sulit sekali untuk ditemukan.

Seorang pendeta harus bersedia untuk "ditanggalkan baju kependetanya", di dalam persahabatan itu. Dan, sahabat itu pun harus bersedia menerima diri Anda tanpa jubah atau gelar kependetaan Anda. Persahabatan terjadi di antara dua orang, bukan hanya dari satu orang saja.

Ketika saya tiba di Emmaus, keinginan saya adalah untuk menjadi orang yang sesuai dengan keberadaan saya sebenarnya, dan dalam arti yang lebih dalam menjadi seorang sahabat bagi segenap jemaat. Saya pun segera mengetahui bahwa betapa mustahil hal itu dapat terjadi. Namun di gereja-gereja kecil terdapat begitu banyak anggota jemaat yang dapat menikmati indahnya hubungan persahabatan yang erat dengan setiap orang lainnya. Lebih jauh, tidak semua orang menginginkan diri saya sebagai sahabat mereka (hal ini sungguh amat mengejutkan saya!) Beberapa orang jemaat lebih menyukai melihat diri saya sebagai pendeta mereka saja, bukan sebagai seorang sahabat. Saya harus bisa menerima kenyataan ini.

Akan tetapi, kenyataan ini justru membuat lebih penting untuk mempererat persahabatan akan memungkinkan saya menjadi diri saya sendiri. Jika saya ingin memandang tugas kependetaan saya sebagai sarana untuk pelayanan bukannya baju jabatan biasa saja, maka saya harus dapat melepaskannya sewaktu-waktu -- untuk menjadi Rick, bukan Pendeta. Teman-teman saya membiarkan saya berbuat demikian.

Teman-teman seperti itu tidaklah mudah ditemukan. Akan tetapi, saya telah mengetahui bahwa mereka memperbarui diri saya sebagai pribadi di hadapan Allah, sehingga peranan saya sebagai pendeta di bawah kuasa Allah semakin dipompa dan diteguhkan dengan rasa kemanusiaan yang sesungguhnya.

Persahabatan itu bersifat timbal balik. Agar hal itu bisa terjadi, maka kedua belah pihak harus mendapatkan sesuatu dari hubungan itu.

Secara sepintas hal itu tampaknya dingin dan terlalu bersifat ekonomis. Di dalam praktiknya hubungan itu dapat berkembang begitu hangat dan dalamnya. Suatu hubungan persabatan yang secara terus-menerus menguras salah seorang anggotanya, lambat laun pasti akan membosankan.

Seorang sahabat yang sejati mempunyai sesuatu untuk diberikan dan pada suatu saat perlu juga menerima sesuatu. Tanpa keseimbangan ini, tak ada hubungan persahabatan yang lestari. Hubungan itu menjadi suatu pelayanan, bukan suatu persahabatan.

Saya tidak suka mengakui hal itu, tetapi hal itu memang benar. Dan, saya percaya bahwa sebagian alasan mengapa persahabatan saya dengan Dick, Jim, dan Gary dapat berjalan dengan begitu baik ialah karena kami berada dalam lingkungan yang cukup berbeda sehingga persaingan bukan menjadi pokok persoalan. Kami sungguh-sungguh dapat merasakan kesukaan atas keberhasilan teman-teman kami dan merasa sedih atas kegagalan yang dialami oleh salah seorang di antara kami. Hal ini tak mungkin terjadi apabila terdapat sedikit saja perasaan iri hati di antara kami.

Untuk mendapatkan banyak teman berarti harus selalu siap untuk mengutamakan kepentingan orang lain. Teman-teman itu dapat ditemukan dalam diri orang-orang yang paling asing atau aneh. Allah menyukai hal-hal yang tak terduga. Dan, beberapa di antara hal-hal paling tak terduga yang tak dapat dipercaya sebgai teman-teman yang paling kita kasihi.

Jika suatu persabatan ingin bisa tetap lestari, maka persahabatan itu harus bersifat timbal balik.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Gary, misalnya, mula-mula sangat anti untuk memasuki gereja kami, karena kami adalah orang Baptis. Ketika dia dan isterinya pindah ke Northfield, saya mengunjungi mereka, setelah mereka mengadakan kunjungan perkenalan kepada kami, kebetulan gereja kami adalah yang terdekat dengan rumah mereka. Hanya sebegitu sajalah yang mungkin dapat mereka lakukan jikalau bukan Allah yang terus-menerus mengarahkan Gary dan Susie untuk bergabung ke gereja kami. Saya masih terheran-heran menyaksikan bahwa suatu kunjungan yang sangat kaku tahu-tahu telah berkembang menjadi salah satu dari hubungan persahabatan saya paling mendalam. Dan, saya yakin bahwa salah satu alasan mengapa Tuhan mengarahkan Gary ke sini ialah agar masing-masing kami dapat memperoleh kekuatan dan dukungan satu sama lain melalui persahabatan kami ini.

Untuk menemukan kata yang jelas dari "Pengkhotbah" dalam Kitab Pengkhotbah mungkin akan merupakan masalah yang sulit. Namun, ada dasar yang kuat di dalam kata-kata ini.

"Dua lebih baik daripada satu karena mereka memiliki upah yang baik dari kerja keras mereka. Sebab, apabila ada yang jatuh, yang satu dapat mengangkat temannya. Namun, kasihan seseorang yang jatuh, tetapi tidak ada orang kedua yang mengangkatnya." (Pengkhotbah 4:9-10, AYT).

Di tengah segala usaha pencarian dan pergumulannya, "sang Pengkhotbah" telah menemukan suatu kebenaran yang tetap menjadi nasihat yang benar bagi para pengkhotbah" yang hidup dalam masa ribuan tahun kemudian: Para pendeta pun membutuhkan teman-teman.

Macam persahabatan yang saya anjurkan ini tidak memberi tempat bagi hak untuk menuntut kembali. Sama sekali benar untuk bersikap bersahabat kepada orang-orang yang tak bersahabat dan untuk mendapatkan kembali orang-orang yang dikalahkan oleh perubahan yang terjadi dalam kehidupan. Namun, tipe pelayanan ini hanya memerlukan sumber-sumber yang lebih besar untuk tetap memelihara diri Anda. Demikian pula, Anda tak dapat menempelkan diri Anda pada orang lain seperti lintah yang menghisap seluruh kehidupan orang itu. Jika suatu persabatan ingin bisa tetap lestari, maka persahabatan itu harus bersifat timbal balik.

Meskipun kebanyakan di antara kita agaknya tak mau mengakuinya, barangkali kita tak akan mampu untuk mengembangkan suatu persahabatan yang mendalam dengan seseorang yang kita pandang sebagai saingan kita.

Saya tahu bahwa seharusnya kita berbakti kepada Yesus Kristus tanpa memikirkan tentang kedudukan, tempat, atau hak istimewa -- dan semua rekan pelayan adalah saudara kita laki-laki dan perempuan, mereka bukan sebagai saingan kita. Saya percaya pada idealisme seperti itu. Namun, seringkali saya tak dapat meyakinkan perasaan-perasaan saya. Saya telah berupaya untuk melanjutkan persahabatan saya dengan teman baik saya di seminari maupun pada saat memancing, Steve. Kami sudah bersama-sama meluangkan waktu yang menyenangkan sejak kami melayani di gereja kami masing-masing, tetapi amatlah sulit dalam mengatasi kecenderungan untuk membanding-bandingkan. Diperlukan suatu upaya yang besar untuk mengatasi kecenderungan untuk membanding-bandingkan. Diperlukan suatu upaya yang besar untuk mengatasi daya saing yang mengarah pada sikap membela diri yang dapat merintangi terciptanya persahabatan yang akrab. Saya belum, dan tidak akan melepaskan keinginan saya untuk bersahabat dengan steve, tetapi rintangan ini harus diatas sebelum kami dapat menikmati ikatan persahabatan yang akrab seperti yang pernah kami alami.

Audio: Bahkan Para Pendeta pun Membutuhkan Teman

Sumber: 
Judul Buku
Penulis
Penerbit
Halaman
:
:
:
:
Kepemimpinan (Vol. 10)
Rick McKinniss
Yayasan Andi, Yogyakarta
33-38

Apakah Tujuan Kematian Kristus?

Dear e-Reformed Netters,

Pada kesempatan perayaan Hari PASKAH 2002 ini, saya tertarik untuk mengutipkan dua bab pendek dari buku klasik karya John Owen yang berjudul "The Death of Death in the Death of Christ". Dalam 2 bab ini dijelaskan tentang untuk siapa Kristus mati dan untuk tujuan apa Kristus mati.

Kiranya sebagian tulisan John Owen ini menolong kita untuk sekali lagi menyadari betapa pentingnya arti kematian Kristus bagi hidup kita masing-masing pribadi yang telah ditebus-Nya. Kematian Kristus bukan hanya menjadi fakta sejarah yang harus kita terima tetapi juga menjadi fakta pembebasan kita dari kuasa dosa dan si jahat, dan sekaligus menjadi kekuatan yang memungkinkan kita untuk hidup kudus di hadapan- Nya.

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Pada kesempatan perayaan Hari PASKAH 2002 ini, saya tertarik untuk mengutipkan dua bab pendek dari buku klasik karya John Owen yang berjudul "The Death of Death in the Death of Christ". Dalam 2 bab ini dijelaskan tentang untuk siapa Kristus mati dan untuk tujuan apa Kristus mati.

Kiranya sebagian tulisan John Owen ini menolong kita untuk sekali lagi menyadari betapa pentingnya arti kematian Kristus bagi hidup kita masing-masing pribadi yang telah ditebus-Nya. Kematian Kristus bukan hanya menjadi fakta sejarah yang harus kita terima tetapi juga menjadi fakta pembebasan kita dari kuasa dosa dan si jahat, dan sekaligus menjadi kekuatan yang memungkinkan kita untuk hidup kudus di hadapan- Nya. Oleh karena kematian-Nya, maka kita sekarang boleh hidup dengan kuat kuasa-Nya!

Selamat PASKAH!

In Christ,
Yulia

Penulis: 
John Owen
Edisi: 
027/III/2002
Isi: 

Pada kesempatan perayaan Hari PASKAH 2002 ini, saya tertarik untuk mengutipkan dua bab pendek dari buku klasik karya John Owen yang berjudul "The Death of Death in the Death of Christ". Dalam 2 bab ini dijelaskan tentang untuk siapa Kristus mati dan untuk tujuan apa Kristus mati.

Kiranya sebagian tulisan John Owen ini menolong kita untuk sekali lagi menyadari betapa pentingnya arti kematian Kristus bagi hidup kita masing-masing pribadi yang telah ditebus-Nya. Kematian Kristus bukan hanya menjadi fakta sejarah yang harus kita terima tetapi juga menjadi fakta pembebasan kita dari kuasa dosa dan si jahat, dan sekaligus menjadi kekuatan yang memungkinkan kita untuk hidup kudus di hadapan- Nya. Oleh karena kematian-Nya, maka kita sekarang boleh hidup dengan kuat kuasa-Nya!

BAB 2
UNTUK SIAPAKAH KRISTUS MATI?

Kita perlu memiliki kejelasan tentang untuk siapakah yang sebenarnya mendapatkan manfaat dari kematian Kristus. Ada tiga kemungkinan:

  1. Mungkin Allah Bapa, atau
  2. Mungkin Kristus sendiri, atau
  3. Mungkin kita

Ingatlah bahwa di sini saya sedang berbicara mengenai tujuan sekunder dari kematian Kristus; dengan pengertian ini, kita dapat menunjukkan bahwa kematian Kristus bukan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi Allah Bapa.

Kadangkala ada pendapat yang menyatakan bahwa Kristus mati untuk memungkinkan Allah mengampuni orang-orang berdosa, seakan-akan jika tidak menggunakan cara demikian Allah tidak mampu mengampuni kita. Pernyataan tersebut mengesankan bahwa tujuan sekunder kematian Kristus adalah untuk memberikan maanfaat kepada Bapa. Pandangan semacam ini tidak benar dan bodoh berdasarkan alasan-alasan berikut:

  1. Hal itu berarti Kristus mati untuk membebaskan Allah Bapa dari hal-hal yang menghalangi-Nya untuk berbuat yang Ia inginkan (misal, mengampuni orang berdosa) ketimbang membebaskan kita dari dosa kita. Tetapi seluruh bagian Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa Kristus mati untuk membebaskan kita dari dosa.
  2. Pernyataan tersebut berarti bahwa tidak ada seorangpun yang secara aktual telah diselamatkan dari dosa. Jika Kristus hanya mendapatkan kebebasan dari Bapa mungkin menggunakan - atau tidak menggunakan kebebasan tersebut! Jadi kematian Kristus tidak secara aktual telah mendatangkan keselamatan kita. Namun Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa Kristus benar-benar datang untuk menyelamatkan yang terhilang.

Berikutnya, kita dapat menunjukkan dengan pasti bahwa kematian Kristus bukan untuk memberikan manfaat bagi diri-Nya sendiri.

  1. Karena Kristus adalah Allah, Ia telah memiliki semua kemuliaan dan kuasa yang dapat Ia miliki. Maka, di penghujung kehidupan-Nya di dunia, Ia tidak meminta kemuliaan lain selain kemuliaan yang telah Ia miliki sebelumnya (Yoh. 17:5). Ia tidak perlu mati untuk mendapatkan manfaat baru lainnya bagi diri-Nya sendiri.
  2. Kadangkala muncul pendapat bahwa dengan kematian-Nya, Kristus memperoleh hak untuk menjadi Hakim atas segala sesuatu. Tetapi jika tujuan kematian-Nya adalah demi mendapatkan kuasa untuk menghukum sebagian manusia, maka tidak mungkin Ia telah mati untuk menyelamatkan mereka! Jadi sekalipun seandainya kita menerima pendapat tersebut, kita tidak dapat menggunakannya untuk membuktikan bahwa Kristus mati untuk menyelamatkan seluruh manusia.

Karena itu, dapat kita simpulkan bahwa kematian Kristus pastilah bertujuan untuk memberikan manfaat bagi kita. Kematian Kristus bukanlah supaya Bapa dapat menolong kita, jika Ia menginginkan. Bukan juga untuk mendapatkan beberapa manfaat baru bagi Kristus sendiri. Oleh karena itu, pastilah bahwa kematian Kristus secara aktual menghasilkan semua hal baik yang dijanjikan berdasarkan persetujuan-Nya dengan Bapa, yaitu untuk memberikan manfaat bagi mereka yang untuknya Ia telah mati. Jadi Ia mati hanya untuk mereka yang secara aktual menerima manfaat tersebut. Juga untuk membuktikan apa yang dikatakan Alkitab mengenal semua hal baik yang sekarang kita miliki.

Bab 3
APAKAH TUJUAN DARI KEMATIAN KRISTUS?

Kita akan mengulas tiga bagian ayat Alkitab yang berbicara mengenai apa yang dicapai melalui kematian Kristus.

Pertama, terdapat ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan apa yang Allah ingin kerjakan melalui kematian Kristus. Saya telah memilih delapan ayat untuk kita amati walaupun masih banyak ayat lain yang dapat kita lihat.

  1. Lukas 19:10. "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Jelaslah bahwa Allah sungguh-sungguh bermaksud menyelamatkan yang terhilang melalui kematian Kristus.
  2. Matius 1:21. "... engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Segala hal yang perlu dilakukan untuk secara aktual menyelamatkan orang-orang berdosa akan dilakukan oleh Yesus Kristus.
  3. 1 Timotius 1:15. "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa." Ayat ini tidak mengijinkan kita untuk beranggapan bahwa Kristus datang semata-mata untuk membuat keselamatan orang-orang berdosa dimungkinkan; ayat tersebut menegaskan bahwa Ia datang untuk secara aktual menyelamatkan mereka.
  4. Ibrani 2:14, 15. "... supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jelan demikian Ia membebaskan mereka ... yang ... berada dalam perhambaan ..." Apa lagi yang dapat lebih jelas dari ayat ini? Kristus datang untuk secara aktual membebaskan orang-orang berdosa.
  5. Efesus 5:25-27. "Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya [jemaat] untuk menguduskannya ... supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang ... kudus dan tidak bercela." Saya tidak dapat mengatakan yang lebih jelas daripada yang telah dikerjakan Roh Kudus dalam ayat ayat tersebut; Kristus mati untuk menyucikan, menguduskan dan memuliakan gereja.
  6. Yohanes 17:19. " ... Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran." Tentu saja kita harus mendengar sang Penebus sendiri menyatakan maksud kematian-Nya? Ia mati agar sebagian manusia (bukan seluruh manusia, karena Ia tidak berdoa bagi seluruh manusia - ayat 9) benar-benar dikuduskan.
  7. Galatia 1:4. " ... yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita ..." Sekali lagi, ayat ini menyatakan maksud kematian Kristus, yaitu untuk secara aktual membebaskan kita.
  8. 2Korintus 5:21. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." Demikianlah kita menjadi tahu bahwa Kristus datang supaya orang- orang berdosa menjadi orang benar.

Dari semua ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa kematian Kristus dimaksudkan untuk menyelamatkan, membebaskan, menguduskan dan membenarkan semua yang untuknya Ia mati. Saya bertanya, apakah dengan demikian semua manusia akan diselamatkan, dibebaskan, dikuduskan dan dibenarkan? Ataukan Kristus telah gagal mencapai maksud-Nya? Karena itu, baiklah kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah Kristus mati untuk semua manusia, atau hanya untuk mereka yang secara aktual diselamatkan dan dibenarkan!

Kedua, terdapat ayat-ayat Alkitab yang berbicara bukan hanya mengenai apa maksud kematian Kristus, tetapi juga mengenai apa yang secara aktual telah dicapai oleh kematian tersebut. Saya telah memilih enam perikop:

  1. Ibrani 9:12, 14. "dengan membawa darah-Nya sendiri ... Ia telah mendapat kelepasan yang kekal ... dan ... menyucikan hati nurani kita dari perbuatan yang sia-sia." Di sini disebutkan dua akibat langsung dari kematian Kristus - kelepasan yang kekal dan hati nurani yang disucikan. Barangsiapa memiliki hal-hal yang tersebut adalah salah seorang dari mereka yang untuknya Kristus mati.
  2. Ibrani 1:3. "Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Maha-besar, di tempat yang tinggi." Jadi ada penyucian rohani bagi mereka yang untuknya Kristus mati.
  3. 1Petrus 2:24. "Ia sendiri telah memikul dosa kita." Di sini kita mendapatkan pernyataan mengenai apa yang dilakukan Kristus - Ia memikul dosa kita di atas kayu salib.
  4. Kolose 1:21,22. "Juga kamu ... sekarang diperdamaikan-Nya ..." Suatu keadaan damai secara aktual telah tercapai antara mereka yang untuknya Ia telah mati dengan Allah Bapa.
  5. Wahyu 5:9-10. "Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam ..." Jelas ayat-ayat ini berbicara mengenai apa yang terjadi kepada mereka yang untuknya Kristus mati, bukan mengenai semua manusia.
  6. Yohanes 10:28. "Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka ..." Kristus sendiri menjelaskan bahwa hidup diberikan kepada domba- domba-Nya (ayat 27). Kehidupan rohani yang dinikmati orang-orang percaya didapati mereka melalui kematian Kristus.

Dari keenam ayat-ayat ini (dan masih banyak lagi yang digunakan), kita dapat mengatakan bahwa jika kematian Kristus secara aktual membawa pembebasan, pembersihan, penyucian, penghapusan dosa, perdamaian, hidup kekal dan kewarganegaraan surgawi, maka Ia pasti telah mati hanya untuk mereka yang benar-benar mendapatkan hal-hal tersebut. Jelas, bahwa tidak semua orang memperoleh semua anugerah tersebut! Oleh karena itu tidak mungkin kematian Kristus bertujuan untuk keselamatan seluruh manusia.

Ketiga, ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan mengenai orang-orang yang untuknya Kristus mati, dimana mereka sering disebut "banyak" - contohnya: Yesaya 53:11; Markus 10:45; Ibrani 2:10. Tetapi kata-kata "banyak" ini di banyak ayat Alkitab juga disebut sebagai:

Domba-domba Kristus
Anak-anak Allah
Anak-anak yang telah diberikan Allah kepada Kristus
Umat pilihan
Umat yang dipilih Allah
Jemaat Allah
Mereka yang dosanya ditanggung-Nya
  Yohanes 10:15
Yohanes 11:52
Yohanes 17:9; Ibrani 2:13
Roma 8:33
Roma 11:2
Kisah 20:28
Ibrani 9:28

Sebutan-sebutan semacam itu tentu saja tidak ditujukan pada semua manusia. Jadi anda lihat bahwa tujuan kematian Kristus seperti yang tertuang dalam Alkitab, tidak dimaksudkan bagi keselamatan setiap manusia.

Sumber: 

Sumber diambil dari:

Judul Buku : Kematian yang Menghidupkan
(The Death of Death in the Death of Christ)
Judul Bagian : Tujuan Sebenarnya dari Kematian Kristus;
Apa yang Telah Ia Capai
Judul Artikel : Bab 2: Untuk Siapakah Kristus Mati? ;
Bab 3: Apakah Tujuan dari Kristus Mati?
Penulis : John Owen
Penerjemah : -
Penerbit : Momentum
Halaman : 47 - 55

Engkau Tak Lagi Memberi Bunga Padaku

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dalam rangka hari Valentine, saya menemukan satu artikel yang pendek sekali tapi sangat praktis dan cocok untuk menolong mengingatkan cinta kasih kita pada pasangan kita masing-masing.
[Maaf, untuk anggota e-Reformed yang belum menikah, mungkin anda dapat menyimpan artikel ini untuk nanti kalau anda sudah menikah.]

In His Love,
Yulia

Edisi: 
025/II/2002
Isi: 

INTRODUKSI

Berbicara tentang cinta, kita sering percaya pada mitos yang mengatakan bahwa kalau cinta kita untuk pasangan (suami atau istri) kita benar-benar "sejati" dan murni maka cinta itu tidak akan pernah pudar tapi akan abadi selamanya. Mitos yang sama beredar di antara orang Kristen yang mengatakan bahwa "perkawinan orang Kristen tidak mungkin berakhir dengan perceraian" dengan dasar dari ayat Matius 19:6 "apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Ayat ini sering ditafsirkan bahwa tidak mungkin terjadi perceraian di antara orang Kristen, karena Allah yang telah mempersatukannya.

Memang ada sebagian kebenaran dari mitos-mitos tsb., tapi tidak benar sepenuhnya. Karena sebagai orang percaya kita tahu bahwa meskipun cinta kita dikatakan "sejati", manusia pada dasarnya adalah berdosa. Keberdosaan manusia ini mudah sekali merusakkan cinta "sejati" itu. Cinta "sejati" pada suami atau istri kita tidak selamanya bertahan kuat kalau tidak kita pelihara baik-baik. Apalagi kalau tidak dikondisikan, maka lama-lama cinta "sejati" itu menjadi pudar. Logika kita mengakui bahwa cinta tidak datang dengan sendirinya, namun anehnya, tidak banyak pasangan Kristen yang memikirkan hal ini sampai keadaan sudah menjadi terlambat, yaitu ketika "tiba-tiba" mereka merasa bahwa hubungan pernikahannya tidak lagi harmonis, dan merasa bahwa mereka telah kehilangan cinta "mula-mula"nya.

Ada pepatah yang mengatakan, "Kota Roma tidak dibangun dalam semalam." Saya kira pepatah ini kalau dibalik juga masih berlaku, "Kota Roma tidak hancur dalam semalam" (tetapi saya harus mengakui itu lebih cepat untuk menghancurkan dari pada membangun). Demikian juga dengan perkawinan. Perkawinan yang tidak dipelihara hari demi hari akan berakhir dengan perceraian, sekalipun Tuhan yang telah mempersatukannya.

Di dalam Alkitab, Tuhan Allah kita yang Mahakasih berulang-ulang memberikan contoh kepada kita bagaimana Ia memelihara kasih-Nya pada umat-Nya. Berkali-kali manusia mengkianati kasih Allah, namun Allah berkali-kali memperbaharuinya. Kalau bukan Allah yang terus menerus memelihara kasih-Nya pada kita, tidak mungkin kita saat ini masih bisa berkata bahwa kita mengasihi-Nya.

Nah, marilah kita mencontoh apa yang Allah telah lakukan bagi kita... Peliharalah perkawinan kita... sebelum terlambat. Beberapa petunjuk praktis dalam artikel di bawah ini mudah-mudahan dapat menolong kita semua untuk mengecek keadaan perkawinan kita masing-masing.

Wanita di antara bunga

Eh.. satu lagi..... bagi suami-suami yang biasa memberi bunga untuk istri anda yang terkasih pada hari Valentine, jangan lupa beli bunga untuknya, ya. ... Bagi suami-suami yang tidak biasa memberi bunga untuk istri anda, tidak ada salahnya untuk memulainya sekarang .... (sedikit boros nggak apa-apa untuk membahagiakan kekasih kita....). Tapi kalau isteri anda alergi bunga, coklat juga masih enak ;-)

Selamat hari Valentine!



# INTERMEZO

ROSE

Mawar merah adalah kecintaannya, ... namanya sendiri juga Rose (artinya mawar). Dan setiap tahun suaminya selalu mengirimkan mawar- mawar itu, diikat dengan pita indah.

Pada tahun suaminya meninggal, ... dia mendapat kiriman mawar lagi. Kartunya tertulis "Be My Valentine like all the years before". Sebelumnya, setiap tahun suaminya mengirimkan mawar, dan kartunya selalu tertulis, "Aku mencintaimu lebih lagi tahun ini, ... Kasihku selalu bertumbuh untukmu seturut waktu yang berlalu ..."

Dia tahu ini adalah terakhir kali suaminya mengirimkan mawar-mawar itu. Dia tahu suaminya memesan semua itu dengan bayar di muka sebelum hari pengiriman. Suaminya tentu tidak tahu kalau dia akan meninggal. Dia selalu suka melakukan segala sesuatu sebelum waktunya. Sehingga ketika suaminya sangat sibuk sekalipun, segala sesuatunya dapat berjalan dengan baik.

Lalu Rose memotong batang mawar-mawar itu dan menempatkan semuanya dalam satu vas bunga yang sangat indah. Dan meletakkan vas cantik itu di sebelah potret suaminya tercinta. Kemudian dia akan betah duduk berjam-jam di kursi kesayangan suaminya sambil memandangi potret suaminya dan bunga-bunga mawar itu.

Setahun telah lewat, dan itu adalah saat yang sangat sulit baginya. Dengan kesendiriannya dijalaninya semua. Sampai hari ini, hari Valentine .. Beberapa saat kemudian, bel pintu rumahnya berbunyi, ... seperti hari-hari Valentine sebelumnya ... Ketika dibukanya, dilihatnya buket mawar di depan pintunya. Dibawanya masuk, dan tiba- tiba seakan terkejut melihatnya. Kemudian dia langsung menelpon toko bunga itu ... Ditanyakannya kenapa ada seseorang yang begitu kejam melakukan semua itu padanya, ... membuat dia teringat kepada suaminya ... dan itu sangat menyakitkan ... Lalu pemilik toko itu menjawabnya, ... "Saya tahu kalau suami Nyonya telah meninggal lebih dari setahun yang lalu ... Saya tahu anda akan menelpon dan ingin tahu mengapa semua ini terjadi ... Begini Nyonya, ... bunga yang anda terima hari ini sudah di bayar di muka oleh suami anda, ... Suami anda selalu merencanakannya dulu dan rencana itu tidak akan berubah. Ada standing order di file saya, dan dia telah membayar semua ... maka anda akan menerima bunga-bunga itu setiap tahun. Ada lagi yang harus anda ketahui, ... Dia menulis surat special untuk anda ... ditulisnya bertahun-tahun yang lalu ... dimana harus saya kirimkan kepada anda satu tahun kemudian jika dia tidak muncul lagi di sini memesan bunga mawar untuk anda ... Lalu, tahun kemarin, saya tidak temukan dia di sini, ... maka surat itu harus saya kirimkan tahun berikutnya ... yaitu tahun ini, ... surat yang ada bersama dengan bunga itu sekarang ... di hadapan Nyonya saat ini."

Rose mengucapkan terima kasih dan menutup telepon, ... dia langsung menuju ke buket bunga mawar itu, ... Sedangkan air matanya terus menetes. Dengan tangan gemetar diambilnya surat itu ... Di dalam surat itu dilihatnya tulisan tangan suaminya menulis,

"Dear kekasihku, ... Aku tahu ini sudah setahun semenjak aku pergi. Aku harap tidak sulit bagimu untuk menghadapi semua ini. Kau tahu, semua cinta yang pernah kita jalani membuat segalanya indah bagiku, Kau adalah istri yang sempurna bagiku. Kau juga adalah seorang teman dan kekasihku yang memberikan semua kebutuhanku. Aku tahu ini baru setahun, ... Tapi tolong jangan bersedih ... Aku ingin kau selalu bahagia, ... walaupun saat ini kau sedang hapus air matamu ... Itulah mengapa mawar-mawar itu akan selalu dikirimkan kepadamu. Ketika kau terima mawar itu, ingatlah semua kebahagiaan kita, dan betapa kita begitu diberkati ... Aku selalu mengasihimu ... dan aku tahu akan selalu mengasihimu ... Tapi, ... istriku, kau harus tetap berjalan ... kau punya kehidupan ... Cobalah untuk mencari kebahagiaan untuk dirimu. Aku tahu tidak akan mudah ... tapi pasti ada jalan ... Bunga mawar itu akan selalu datang setiap tahun, ... dan hanya akan berhenti ketika pintu rumahmu tidak ada yang menjawab dan pengantar bunga berhenti mengetuk pintu rumahmu ... Tapi kemudian dia akan datang 5 kali hari itu, ... Takut kalau engkau sedang pergi ... Tapi jika pada kedatangannya yang terakhir dia tetap tidak menemukanmu ... Dia akan meletakkan bunga itu ke tempat yang ku suruh ... meletakkan bunga-bunga mawar itu ditempat dimana kita berdua dibaringkan .. untuk selamanya ... I LOVE YOU MORE THAN LAST YEAR, ... HONEY ..."

Sumber
[Diedit dari sumber: dari milis diskusi www.gerejakatolik.net]



# ARTIKEL

ENGKAU TAK LAGI MEMBERI BUNGA PADAKU

Pasangan suami istri.

Tujuh tanda yang menunjukkan adanya jarak dalam suatu kehidupan pernikahan.

Menurut Alkitab, suatu pernikahan yang ideal membuat kita "menjadi satu daging" dengan pasangan kita. Jika rasa kesatuan dan kepenuhan mulai terkikis, hal itu tidak terjadi secara mendadak seperti suatu bencana alam. Tanda-tanda pengikisan mestinya menyadarkan kita tentang adanya suatu bahaya.

Anda mendapati diri Anda mencari alternatif lain untuk menggantikan pasangan Anda.

Untuk memperkokoh persatuan memerlukan waktu, namun jika hubungan pernikahan tergelincir tidak menjadi prioritas, maka keadaan itu makin lama akan makin parah. Mereka mungkin akan mengenakan topeng hanya sekadar memenuhi tuntutan formal -- bekerja, aktivitas kegerejaan dan kemasyarakatan, atau kepentingan anak- anak. Biasanya kita melakukan hal-hal tersebut dan mendapat pujian. Jika pernikahan tidak menghasilkan pujian atau penghargaan-penghargaan, hal itu akan ditolak.

Anda merasa makin jengkel saja dengan tingkah laku pasangan Anda.

Setiap pasangan dapat saling membuat daftar yang berisi kejengkelan-kejengkelan terhadap pasangannya. Istri saya, Mellisa, dapat, dan saya pun bisa melakukannya. Kita biasanya mengatasi atau menyesuaikan dengan hal-hal ini. Ketika ada sesuatu yang tidak mengenakkan, bagaimanapun hal itu menjadi demikian jelas dalam persepsi kita. Hasil dari perasaan frustasi nampak dalam kecaman, ejekan, maupun penolakan.

Anda tidak menanyakan pada pasangan Anda untuk melakukan sesuatu bagi Anda seperti biasanya.

Suatu pernikahan yang sehat memiliki kesaling-tergantungan seimbang yang dapat dinikmati pasangan itu (bukan "co- dependency", suatu dinamika tidak sehat yang menghasilkan sifat individualistik). Manakala salah satu atau kedua orang dari pasangan tersebut tidak menikmati kesatuan, ketergantungan itu akan muncul dalam bentuk rasa bersalah atau cemas. Ini akan memudahkan pasangan Anda mengalami kemunduran tingkat ketergantungannya pada Anda daripada pengertiannya atas kebutuhan-kebutuhan Anda.

Anda berhenti berbagi rasa secara detail tentang kehidupan Anda.

Dalam kehidupan rutin pada umumnya, informasi selalu berubah. Ketika hubungan antar pribadi macet, pengalaman berbagi rasa sangat berkurang dan rencana duniawi terasa mengancam.

Minat Anda terhadap seks berkurang.

Meski dengan dorongan seks yang tinggi dari seorang laki-laki dan kebutuhan yang kuat untuk dekat dari seorang wanita, jika daya tarik telah meninggalkan percintaan, demikian juga dengan hasrat seksual. Dengan sendirinya hal ini mungkin akan tampak dalam perasaan enggan, atau sedikit demi sedikit memberikan keluhan- keluhan fisik, alasan untuk pergi tidur, atau pola kebiasaan tidur yang berubah lebih awal.

Anda mulai menginginkan menjadi pribadi yang berlawanan dengan diri Anda.

Ingat tanda yang Anda rasakan saat pasangan Anda pertama kali hadir? Apa pun itu -- hormon-hormon, kebutuhan bawah sadar, keinginan bertanding, atau sentuhan surgawi -- para pecinta akan bergairah saat yang dicintai muncul. "The very thought of you, and I forget to do ..." ("Ingatan tentang kamu, dan aku lupa melakukan ...) tergambar melalui salah satu lagu lama kesukaan saya. Ketika Anda mendapati diri ingin menjadi orang lain, hati-hatilah!

Anda menyembunyikan sumber keuangan.

Semua pasangan mempunyai tanggung jawab yang sama dalam hal pemenuhan kebutuhan keuangan keluarganya. Ini mungkin tampak setelah sekian lama kesatuan itu pergi. Ketika pernikahan mulai gagal, masing-masing mulai mencari sesuatu di luar bagi dirinya sendiri. Penggunaan uang secara berterus terang mulai berkurang. Pembukaan rekening baru mungkin mereka lakukan, kadang-kadang secara sembunyi-sembunyi. Uang dan seks, merupakan barometer bagi sehatnya pernikahan, dan melaluinya dapat mengisyaratkan adanya masalah-masalah.

Sumber: 
Judul Buku
Judul Artikel
Penulis
Penerbit
Halaman
:
:
:
:
:
Kepemimpinan (Pengharapan) Vol. 38/Tahun X
Engkau Tak Lagi Memberi Bunga Padaku
Lois Mc. Burney (Psikiater dan pendiri Marble Retreat di Marble, Colorado)
Yayasan ANDI, Yogyakarta
31 - 32

Lagu Tentang Kehendak Tuhan

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Tak terasa kita sudah melewati bulan pertama tahun 2002, dan sekarang kita sudah ada diawal bulan Februari. Bagaimana keadaan anda semua? Bersyukurkah anda dengan hari-hari yang telah anda lalui? Saya berharap kasih dan penyertaan Tuhan senantiasa kita rasakan dan nikmati, sehingga hidup kita boleh selalu memancarkan sukacita ilahi.

Biasanya setiap bulan saya selalu mengirim sebuah artikel, tapi karena bulan Februari ini ada perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine), maka saya akan mengirimkan dua buah artikel. Satu artikel akan anda nikmati melalui surat saya hari ini. Artikel yang kedua akan saya kirim tgl. 14 Februari 2002 pada perayaan Hari Valentine.

Nah, bagi anda yang menyukai musik dan menghargai musik-musik rohani klasik, berikut ini saya kutipkan artikel yang menceritakan secara singkat hidup seorang pengarang lagu yang sangat indah luar biasa, yaitu lagu Have Thine Own Way, Lord. Sebuah lagu yang telah menggugah banyak orang Kristen lahir baru untuk benar-benar mendedikasikan hidup sepenuhnya dalam kehendak Tuhan.

Selamat membaca,
Yulia

Edisi: 
024/II/2002
Isi: 

Syair lagu Have Thine Own Way, Lord dalam bahasa Inggris:

HAVE THINE OWN WAY, LORD
Have thine own way, Lord, have thine own way! Thou art the Potter; I am the clay, Mould me and make me, After thy will, While I am waiting, Yielded and still.
Have thine own way,
Lord, have thine own way!
Search me and try me, Master, today!
Whiter than snow, Lord, Wash me just now,
As in thy presence Humbly I bow.
Have thine own way, Lord, have thine own way!
Wounded and weary, Help me I pray!
Power, all power, Surely is thine!
Touch me and heal me, Saviour divine!

[[Syair: Have Thine Own Way, Lord
Oleh : Adelaide A. Pollard, 1907, Yesaya 64:8
Lagu : ADELAIDE, George C. Stebbins, 1907 ]]

Adelaide A. Pollard adalah seorang wanita yang lain daripada yang lain. Banyak pendapat dan perbuatannya yang bertentangan dengan cara berpikir dan bertindak yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang Kristen.

Namun, Nona Pollard persis sama dengan saudara-saudara seimannya dalam satu hal, yaitu: Ia sungguh ingin supaya kehendak Tuhanlah yang terjadi. Keinginannya itu pernah dicetuskannya dalam sebuah nyanyian rohani, yang kini telah menjadi lagu pilihan umat Kristen di seluruh dunia.

MENGIKUTI JALANNYA SENDIRI

Sejak kecil pengarang wanita itu rupa-rupanya tidak begitu menghiraukan nasihat orang lain: Ia lebih suka mengikuti jalannya sendiri. Bahkan, nama yang diberikan oleh orangtuanya itu tidak berkenan di hatinya. Maka, ia sendiri kemudian mengganti nama itu sehingga "Sarah A. Pollard" menjadi "Adelaide A. Pollard."

Nona Pollard yang keras kepala itu memperoleh pendidikan yang baik. Ia lahir pada tahun 1862 di Iowa, dan bersekolah di negara bagian itu. Ia pun bersekolah di daerah-daerah Amerika Serikat yang lain, yaitu: Indiana dan Massachussets. Kemudian, ia menjadi seorang guru di kota Chicago, Illinois.

Baik Adelaide maupun seluruh keluarga Pollard adalah orang-orang Kristen yang saleh. Namun, setelah ia dewasa, Adelaide Pollard jarang bertemu lagi dengan sanak saudaranya. Mungkin salah satu sebabnya ialah, karena ia selalu tertarik pada aliran-aliran Kristen yang oleh orang lain dianggap "sekte yang aneh-aneh."

Selama beberapa waktu Nona Pollard menyokong usaha seorang penginjil yang mengutamakan penyembuhan ilahi. Menurut kesaksiannya sendiri, Adelaide Pollard disembuhkan dari penyakit kencing manis (walau pada hakekatnya kesehatan itu tetap kurang stabil). Kemudian, ia beralih kepada seorang penginjil lainnya, yang mengutamakan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya.

Nona Pollard bekerja sama dengan penginjil itu untuk mengumpulkan dana agar dapat ikut serta dengan suatu rombongan utusan Injil ke benua Afrika. Akan tetapi, usaha itu gagal. Lalu, Adelaide Pollard mulai mengajar di sebuah sekolah tinggi tempat latihan untuk para calon utusan Injil.

Pada waktu ia sudah setengah umur, Nona Pollard akhirnya jadi juga pergi ke Afrika. Akan tetapi, ia hanya sempat melayani di sana selama beberapa bulan saja. Pecahnya Perang Dunia I, memaksanya mengungsi ke negeri Skotlandia. Empat tahun kemudian, barulah ia dapat pulang ke negeri asalnya.

Sepanjang hidupnya, bahkan pada waktu ia sudah mulai berusia lanjut, Nona Pollard terus mengembara sambil mengabarkan Injil dan mengajarkan isi Alkitab. Sewaktu-waktu badannya menjadi lemah; hanya pada saat-saat itulah ia pulang ke keluarganya, sampai kesehatannya agak pulih kembali.

Menjelang Hari Natal tahun 1934, ketika umurnya sudah 72 tahun, Adelaide Pollard pergi ke stasiun besar di kota New York. Ia membeli sehelai karcis kereta api, karena hendak pergi ke kota Philadelphia untuk berperan serta dalam suatu kebaktian gereja di sana.

Namun, Tuhan menghendaki agar Nona Pollard pergi ke suatu tempat tujuan yang lain daripada Philadelphia. Wanita yang sudah tua itu jatuh sakit sementara menunggu kereta api. Dalam waktu yang singkat ia sudah berpulang ke "Stasiun Surgawi"

MENGIKUTI JALAN TUHAN

kehendak Allah

Mungkin cara hidup Adelaide A. Pollard itu boleh dianggap agak aneh. Namun demikian, cukup jelaslah bahwa ia seorang wanita Kristen yang melayani Tuhan dengan rajin dan setia. Dalam beberapa hal ia memang bersikeras mengikuti jalannya sendiri. Akan tetapi, dalam hal-hal yang sungguh berarti, ia selalu berusaha mengikuti Yesaya 64:8 jalan Tuhan.

Nona Pollard, sama seperti ibunya dulu, suka mengarang syair-syair rohani. Tidaklah diketahui beberapa banyak jumlah karangannya, karena ia tidak suka membubuhi namanya pada semua hasil karyanya. Akan tetapi, paling sedikit satu di antara sajak-sajak rohani buah penanya itu sudah ketahuan rahasia asal-usulnya, yakni: lagu pilihan yang diceritakan dalam artikel ini.

Pada suatu masa hampir satu abad yang lalu, Adelaide Pollard rindu sekali untuk pergi ke Afrika sebagai seorang pengabar Injil. Namun, rupa-rupanya jalan menuju ke sana itu tertutup. Pada waktu hatinya diliputi rasa kecewa, ia menghadiri suatu pertemuan doa. Hadir juga pada saat itu seorang wanita Kristen yang sudah lanjut usianya. Dalam doanya, orang yang tua itu tidak memohon berkat-berkat Tuhan, seperti yang biasa dilakukan oleh umat Kristen. Sebaliknya, doanya berbunyi sebagai berikut:

"Tidaklah menjadi soal, apa saja yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, hanya saja, semoga kehendak Tuhanlah yang jadi!"

Permohonan yang sederhana itu sangat berkesan dalam hati Adelaide Pollard. Ia merasa terdorong untuk memperbarui penyerahan dirinya kepada Tuhan. Kalau memang bukan kehendak Tuhan supaya ia pergi ke Afrika, maka hal itu tidaklah menjadi soal.

Sepulangnya dari pertemuan doa itu, Nona Pollard merenungkan dua ayat dari Kitab Nabi Yesaya 64:8 Yeremia: "Pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya" (Yeremia 18:3-4).

"Tidaklah menjadi soal, apa saja yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, hanya saja, semoga kehendak Tuhanlah yang jadi!" (Adelaide Pollard)

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Jalan pikiran Adelaide Pollard pada malam itu kira-kira sebagai berikut: Rupa-rupanya hingga kini Tuhan telah membentuk hidupku, seperti tanah liat di dalam tangan-Nya. Akan tetapi, mungkin kemauan keras hendak pergi ke Afrika itu telah membuat hidupku rusak, sehingga Tuhan harus membentuknya kembali 'menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangan-Nya'.

Rasa damai menenangkan jiwanya. Dan, pada malam itu juga ia menulis sebuah "Lagu Tentang Kehendak Tuhan", yang sekarang dinyanyikan di seluruh dunia.

PANJANG SEKALI UMURNYA

Doa berupa syair karangan Adelaide A. Pollard itu dilengkapi dengan musik oleh George C. Stebbins. Ia dilahirkan pada tahun 1846, di negara bagian New York, Amerika Serikat. Pada umur tiga belas tahun ia sempat mengikuti suatu kursus musik. Sejak waktu itu, musiklah yang menjadi bidang kegiatannya sebagai seorang pengikut Kristus, bahkan sampai ia meninggal pada tahun 1945; umurnya 99 tahun!

Sebagai seorang pemuda, George Stebbins pindah ke kota besar Chicago. Di sana pekerjaannya merangkap: sebagai anggota staf penerbit musik rohani, dan sebagai pemimpin musik di gereja. Setelah beberapa tahun ia mulai mencurahkan sepenuh waktunya menjadi pemimpin musik di sebuah gereja yang besar. Kemudian ia pun menjadi pemimpin musik dalam kampanye-kampanye kebangunan rohani besar-besaran. Di samping itu semua, ia juga mengarang beratus-ratus lagu rohani.

Kampanye-kampanye penginjilan massal itu diadakan bukan hanya di Amerika, melainkan juga di Eropa dan di Asia. Salah satu nyanyian pujian yang paling disayangi hingga kini, pernah dikarang oleh George Stebbins pada saat ia sedang melayani Tuhan di negeri India. Dan, dua di antara lagu-lagu karangannya yang terdapat dalam buku Dua Sahabat Lama, dengan aransemen-aransemen khusus untuk solo, duet, atau kwartet.

Pada tahun 1907, George C. Stebbins menerbitkan salah satu dari beberapa buku kumpulan nyanyian pujian yang pernah disusunnya. Untuk koleksi yang baru itu, ia mengarang sebuah melodi yang digabungkannya dengan sebuah syair karangan Adelaide A. Pollard. Maka terbentuklah "Lagu Tentang Kehendak Tuhan", yang telah menjadi sebuah lagu pilihan umat Kristen, baik di Indonesia maupun di mana-mana.

Inilah syair lagu "Biarlah KehendakMu Jadi, ya Tuhan" dalam bahasa Indonesia:

BIARLAH KEHENDAKMU JADI, YA TUHAN
Kehendak Tuhan laksanakan! Ku tanah liat, Kau Penjunan;
Bentuklah aku sesuka-Mu; Aku menunggu di kakiMu
Kehendak Tuhan laksanakan! Tiliklah hatiku dan sucikan;
di hadirat-Mu ku berserah; Yesus Tuhanku, O t'rimalah!
Kehendak Tuhan laksanakan! Tolonglah aku yang berbeban;
Sembuhkan, Tuhan, hatiku resah; Yesus Penghibur Mahakuasa
Kehendak Tuhan laksanakan! Jiwa ragaku kendalikan, Isilah aku
oleh Roh-Mu; Hiduplah, Yesus, di hatiku! Amin.

Audio: Lagu Tentang Kehendak Tuhan

Sumber: 
Judul Buku
Pengarang
Penerbit
Halaman
:
:
:
:
Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian, Jilid 3
H.L. Cermat
LLB, Bandung
78 - 83

Pentingkan Relasi Kekinian, Bukan Berkat Masa Lalu

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Selamat berjumpa lagi di tahun yang baru 2002 . Kenangan apa yang anda tinggalkan di tahun 2001? Bagaimana perasaan anda memasuki tahun 2002 ini? Harapan-harapan apa yang anda miliki untuk tahun 2002 ini?

Sementara anda memikirkan pertanyaan-pertanyaan di atas, silakan membaca artikel sajian bulan Januari ini. Kiranya menolong kita semua untuk merenungkan hubungan anda dengan Tuhan, Sang Pemberi berkat.

Selamat merenungkan,
Yulia

Edisi: 
023/I/2002
Isi: 

(1 Samuel 4:1b-22)

Kehidupan orang percaya tidak dapat dipisahkan dari penyertaan Tuhan. Kita percaya bahwa segala yang dilakukan hanya dapat terlaksana dengan pertolongan dan pimpinan-Nya. Walaupun demikian, seringkali terjadi dalam kehidupan kita lebih bersandar kepada berkat masa lalu daripada kepada Tuhan. Berkat masa lalu sering kita anggap sebagai simbol dari penyertaan Tuhan. Tidak salah jika kita mengatakan bahwa gedung gereja yang megah, keberhasilan pelayanan, atau berkat materi yang didapatkan adalah bukti penyertaan-Nya. Akan tetapi, alangkah menyedihkan jika segala berkat itu membuat kita lupa kepada Tuhan, Sang Pemberinya. Karena itu relasi pribadi dengan Dia adalah sangat penting, lebih penting dari berkat masa lalu.

Allah lebih menghendaki ketaatan dan kesetiaan sebagai respons atas anugerah-Nya dalam Kristus.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Firman Tuhan dalam 1 Samuel 4 mengingatkan kita akan hal ini. Waktu itu Israel sedang berperang melawan Filistin, dan dalam peperangan itu ternyata Israel kalah dan kehilangan 4000 orang. Kekalahan itu membuat mereka berpikir tentang apa yang harus dilakukan supaya menang. Akhirnya timbul pikiran untuk mengambil tabut perjanjian TUHAN dari Silo dan membawanya ke medan pertempuran. Harapan mereka adalah supaya memenangkan peperangan (ayat 3). Tentu kita bertanya: Apa gunanya tabut itu dibawa ke medan pertempuran? Mengapa timbul ide seperti itu? Apakah tabut itu mampu melepaskan mereka dari musuh?

Sejarah Israel mencatat bahwa tabut itu sering memimpin mereka. Tabut TUHAN berjalan di depan, memimpin dan menuntun Israel di padang gurun (Bil. 10:33). Ketika masuk ke Kanaan di bawah pimpinan Yosua, mereka menyeberangi sungai Yordan dan tabut berjalan di depan mereka, dan sungai itu terbelah (Yos. 3:14-16). Pada penaklukan Yerikho, bukankah tabut itu yang ada di depan ketika tembok itu dikelilingi (Yos. 6)?

Ketika mengalami kekalahan dari Filistin, mereka berpikir jika ada tabut di tengah peperangan mereka akan menang. Reaksi yang ditimbulkan oleh hadirnya tabut di tengah peperangan sangat besar. Ketika tabut itu sampai ke perkemahan mereka bersorak dengan nyaring, karena sungguh yakin akan keampuhan tabut itu (ay. 4-5). Sebaliknya, orang Filistin yang mendengar sorakan itu menjadi takut karena mengatahui ada tabut di perkemahan Israel dan tahu akan ada kuasa besar di tengah Israel. Sebab itu mereka berkata, "Celakalah kita! Siapakah yang menolong kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini? Inilah juga Allah, yang telah menghajar orang Mesir dengan berbagai-bagai tulah di padang gurun" (ay. 7-8).

Kedatangan tabut pada satu pihak memberikan keyakinan kepada Israel tentang kemenangan, pada pihak lain bagi Filistin mendatangkan ketakutan. Akan tetapi, bagaimana kenyataannya di medan pertempuran? Apakah Israel menang dan Filistin kalah? Pada ayat 10 tercatat bahwa Israel justru mengalami kekalahan besar. Kekalahan yang ditimbulkan ketika membawa tabut itu jauh lebih besar dari kekalahan pertama. Mereka kehilangan 30000 orang, jauh lebih banyak dari peperangan pertama, yaitu 4000 orang (ay. 2,10), bahkan tabut itu dirampas.

Apakah tabut tidak memiliki kuasa lagi? Apakah Allah Israel tidak berkuasa lagi? Tabut memang menandakan kehadiran Allah dan penyertaan-Nya di tengah umat. Secara manusiawi kehadiran tabut seharusnya memberi kemenangan, tetapi ternyata tidak. Tabut ada di sana, tetapi penyertaan Tuhan tidak. Allah Sang Pemberi kemenangan tidak memberikan hal itu kepada Israel. Hal ini tidak berarti Allah tidak berkuasa lagi. Kalau kita membaca pasal lima, terlihat kuasa Allah dinyatakan. Bukankah Dagon, dewa Filistin jatuh di hadapan tabut Tuhan? Kuasa Allah sungguh nyata dan ada. Namun, mengapa mereka kalah? Jawabannya terletak pada keadaan mereka yang tidak memiliki hubungan dengan Allah. Itu sebabnya pada akhir pasal ini dicatat bahwa cucu Eli yang lahir pada masa itu diberi nama Ikabod karena "Telah lenyap kemuliaan dari Israel," sebab tabut Allah telah dirampas.

Waktu itu Israel mengalami krisis rohani sehingga mereka tidak lagi memiliki relasi dengan Tuhan. Ironisnya, hal itu terjadi di rumah Tuhan di Silo. Pemimpin mereka, imam Eli, ternyata tidak membawa umat lebih dekat kepada-Nya. Allah menegur Eli karena ia lebih menghormati anak-anaknya daripada Tuhan (2:29). Lebih lagi dalam 1 Samuel 3:1, ketika Samuel dipanggil, Alkitab mencatat pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan pun tidak sering. Bukankah itu menunjukkan mereka jarang berkomunikasi dengan Tuhan? Tidak mengherankan ketika Samuel dipanggil ia tidak mengerti suara Tuhan. Samuel tidak mengerti karena mungkin tidak pernah diajar akan hal itu. Bahkan, Eli pun baru sadar setelah Tuhan memanggil Samuel beberapa kali. Sungguh ironis hal itu terjadi di pusat kerohanian Israel.

Keadaan menyedihkan ini merupakan teguran bagi Israel waktu itu. Dalam bagian ini terdapat hal-hal yang menarik untuk diperhatikan. Israel yang memiliki tabut mengalami kekalahan, sedang Filistin yang ketakutan justru menang. Pada pasal 7 keadaan menjadi terbalik; Filistin kalah. Apakah karena tabut ada di Filistin? Tidak! Tabut telah dikembalikan kepada Israel. Kuncinya ada di 1 Samuel 7:3, yaitu pertobatan. Ketika Israel, bertobat, Tuhan memberi kemenangan. Yang menarik adalah kondisi mental mereka yang terbalik. Orang Israel dalam keadaan ketakutan, sedang Filistin dengan gagah maju mendatangi mereka (ayat 7). Namun, justru di tengah ketakutan itulah Allah bekerja luar biasa dan mereka memenangkan peperangan.

Samuel

Dalam kitab ini kehidupan Samuel merupakan sentral. Dialah yang memimpin Israel untuk taat pada Tuhan. Hal itu bisa terlihat pada pasal 3:21, "Dan TUHAN selanjutnya menampakkan diri di Silo, sebab Ia menyatakan diri di Silo kepada Samuel dengan perantaraan firman-Nya." Suatu keadaan yang kontras dengan ayat 1 di mana firman Tuhan jarang dan penglihatan pun tidak sering. Samuel dekat dan mendengar suara Tuhan. Dia mengajar Israel taat kepada Tuhan, karena itu mereka menang.

Apa kepentingan tabut bagi Israel? Apa sebetulnya yang ada dalam tabut? Di dalam tabut ada dua loh batu, yang menunjukkan perjanjian Allah-Israel, yang berarti Ia akan memimpin Israel; Dialah Allah mereka dan Israel umat-Nya (Kel. 19-20; Bil. 5). Perjanjian ini juga berarti tuntutan agar Israel setia dan menaati perintah-Nya. Meskipun demikian Allah setia dan walau mereka pernah tidak taat pada-Nya, tetapi waktu mereka bertobat dan taat, Tuhan kembali memimpin dan menolong.

Kebenaran pengalaman Israel seharusnya mengingatkan kita untuk mengoreksi diri. Sering, sebagai orang Kristen kita lebih mementingkan berkat masa lalu yang sebenarnya bukan jaminan. Allah lebih menghendaki ketaatan dan kesetiaan sebagai respons atas anugerah-Nya dalam Kristus. Allah memberikan perjanjian yang baru yang terpatri di dalam hati kita (2Kor. 3) Kesanggupan kita melayani juga adalah anugerah semata. Oleh karena itu, baiklah kita tetap waspada, mengarahkan hati pada-Nya, dan dalam menikmati segala berkat, jangan lupa kepada Tuhan Sang Pemberi berkat itu sendiri.

Audio: Pentingkan Relasi Kekinian, Bukan Berkat Masa Lalu

Sumber: 

Bulletin Seminari Alkitab Asia Tenggara, Edisi Oktober 2001

Berita Natal: Nubuat yang Digenapkan

Editorial: 

Dear e-Reformed netters,

Melalui artikel Natal ini, saya mengucapkan:

"Selamat Hari Natal dan Tahun Baru!"

Tuhan memberkati kita semua,
Yulia

Edisi: 
022/XII/2001
Isi: 

Berita Natal: Nubuat yang Digenapkan

"Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu." (2 Petrus 1:19)

Di sini rasul Petrus sedang memberikan apologetikanya. Ia sedang menghibur umat yang dalam kesusahan dan banyak kesukaran. Rasul Petrus mengingatkan mereka tentang ajaran-ajaran inti dan paling penting dari iman Kristen. Ia sedang menjawab suatu pertanyaan. Pertanyaan ini ditanyakan oleh orang-orang pada abad pertama dan hingga kini masih tetap ditanyakan. Pertanyaan itu adalah: "Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa kedatangan Tuhan Yesus Kristus sebagai raja adalah benar? Apa dasar atau alasan yang kita miliki sehingga membuat kita bisa yakin, mempercayai dan menerima hal-hal ini?"

Rasul Petrus memberikan serangkaian jawaban terhadap pertanyaan tersebut dari ayat 2 Ptr. 1:16-18. Pertama adalah bahwa kita tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, tetapi kita memiliki bukti dan kesaksian dari para rasul. Rasul Petrus berkata, "Apa yang telah kami lihat dan dengar... ketika kami bersama-sama dengan-Nya di atas gunung yang kudus." Ada bukti dan kesaksian rasuli terhadap kehidupan dan mujizat Kristus, dan khususnya apa yang terjadi di Gunung di mana Tuhan Yesus dimuliakan. Kedua, unsur penting lain dalam keyakinan kita, yakni, fakta pewahyuan, penginspirasian Alkitab (2 Ptr. 1:20-21). Petrus secara khusus mengingatkan orang-orang ini tentang natur umum nubuat dan Alkitab, yakni, Allah berbicara. Alkitab bukanlah gagasan dari pikiran dan imajinasi manusia, tetapi semuanya adalah hasil dari intervensi Allah, di mana Allah yang penuh kemurahan menyatakan dan memanifestasikan Diri-Nya kepada kita.

Tetapi itu belum semua; karena perlu pertimbangan: "kami makin diteguhkan oleh Firman yang telah disampaikan oleh para nabi." atau "kita juga memiliki suatu kata nubuat yang membuat kita lebih yakin". Ini menjadi suatu sumber penghiburan. Jika rasul Petrus hanya berkata bahwa nubuat itu lebih meyakinkan daripada dongeng-dongeng yang licik, ia tidak memberikan ketegasan apa-apa. Karena untuk menunjukkan bahwa sesuatu itu lebih baik daripada yang tidak ada, sesungguhnya sama sekali tidak perlu dipuji. Hal itu sudah seharusnya demikian.

Selanjutnya, apakah rasul Petrus berkata bahwa kata nubuatan lebih meyakinkan daripada kesaksian dan bukti rasuli? Meskipun banyak ekspositor yang setuju, tetapi bagi saya ini bukanlah penjelasan yang benar dari kata-kata ini, karena ada suatu pengertian bahwa tidak ada yang lebih besar dan penuh daripada yang mereka telah lihat di gunung, di mana Tuhan Yesus dimuliakan. Di sana mereka melihat Anak Allah itu berubah bentuk, sungguh-sungguh mendengar langsung suara dari surga yang merupakan sesuatu yang tidak bisa dibandingkan bahkan dengan suara yang sama yang berbicara melalui para nabi, yang diinspirasikan. Tetapi bagi saya yang membuat semua pendapat itu tidak dapat diterima adalah kalimat yang Petrus katakan "kami juga memiliki". Dengan perkataan lain, rasul Petrus tidak hanya-menunjuk kepada orang-orang lain, tetapi termasuk dirinya sendiri, dan ia berkata "kami", "para rasul" memiliki satu kata nubuatan yang lebih meyakinkan. Hanya ada satu dan satu-satunya penjelasan yang memadai dari kata-kata ini.

Petrus

Rasul Petrus tidak sedang membandingkan perkataan nubuat ini dengan apa yang telah ia jelaskan. Sebenarnya ia sedang membandingkan perkataan nubuat yang diberikan pada zaman dulu kepada umat yang hidup pada waktu itu, dengan perkataan nubuat yang sama pada zamannya di mana banyak nubuat yang telah terjadi. Hal ini membuat perkataan nubuat itu makin diyakini. Ini berarti bahwa perkataan nubuat itu lebih meyakinkan dibandingkan yang lain karena penggenapannya dan karena fakta-faktanya. Dengan demikian rasul Petrus berkata bahwa ada fondasi-fondasi di mana kita berdiri dan mendasarkan segala sesuatu. Para nabi berbicara tentang hal-hal yang pasti akan terjadi. Bagi para nabi dan segenap umat yang kepadanya para nabi itu berbicara adalah suatu hal yang sangat menakjubkan dan ajaib. Tetapi ketika kami memperhatikan dan merenungkan segala hal-hal itu jelas tetap menakjubkan. Itulah argumentasi yang sering digunakan dalam Perjanjian Baru (bandingkanIbrani 11). Tidak ada cara yang lebih menguntungkan selain cara yang diberikan Petrus di sini yaitu ketika kita merenungkan kelahiran Anak Allah dan kedatangan-Nya di dalam dunia, dengan cara kita merenungkannya dalam terang penggenapan dari nubuatannya. Rasul Petrus berpendapat ini cara yang paling menguatkan iman. Sesungguhnya ketika kita mempertimbangkan bukti dan kesaksian rasul, kita tidak lagi ragu-ragu. Tetapi lebih itu di dalam pengertian Perjanjian Baru segala sesuatu yang berhubungan dengan Natal dihubungkan langsung dengan penggenapan, yang sempurna tentang nubutan-nubuatan. Sebab inilah yang akan memberikan kita keyakinan yang tidak dapat digoyahkan ketika kita berada di dalam hari gelap dan sukar.

Saya akan menyatakan ini dalam bentuk beberapa preposisi. Pertama, Kristus dan kelahiran-Nya itu menggenapkan nubuat Perjanjian Lama. "Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh Firman yang telah disampaikan oleh para nabi." Dengan perkataan lain, kita mempunyai hak untuk mengatakan bahwa Perjanjian Lama dapat dimengerti sungguh-sungguh hanya di dalam Yesus Kristus. Inilah cara yang benar untuk membaca Perjanjian Lama; dengan sedapat mungkin memahaminya sebagai suatu kitab janji, sebuah kitab bayang-bayang, sebuah kitab contoh/type. Tetapi kejadian-kejadian yang dicatat di dalam Perjanjian Lama merupakan tindakan-tindakan yang tidak diragukan di dalam diri mereka sendiri dan mempunyai kepentingan serta signifikansi mereka sendiri.

Seluruh Perjanjian Lama merupakan buku bayangan dan pengharapan yang mencari, menunggu dan memperhatikan sesuatu. Sekarang kalimat agung yang diucapkan oleh rasul Petrus, yakni, kedatangan Kristus ke dalam dunia adalah menggenapkan segala sesuatu dan setiap hal yang telah dikatakan di Perjanjian Lama. Saudara tentu ingat bagaimana rasul Paulus meletakkan hal yang sama di dalam bahasa dan caranya sendiri ketika ia berkata, "Sebab Kristus adalah "ya" bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." Ada janji-janji di Perjanjian Lama, di dalam Kristus ada jawaban "ya" , "amin" membenarkan penggenapan segala sesuatu yang Allah telah katakan melalui para nabi-Nya di dalam Perjanjian Lama itu. Ini merupakan salah satu kunci utama untuk mengerti Alkitab yang sekali lagi mendemonstrasikan kesatuan yang menakjubkan dan ajaib dari Alkitab.

Kristus adalah pusat dari Alkitab; setiap bagian dari Perjanjian Lama melihat ke depan, kepada-Nya. Segala sesuatu di dalam Perjanjian Baru melihat ke belakang, kepada-Nya. Kristus adalah pusat dari sejarah. Kristus adalah titik api dari seluruh pergerakan umat manusia mulai dari penciptaan hingga akhir zaman. Saudara dapat mengumpulkan semua janji Allah sekaligus di dalam Kristus, di dalam Pribadi-Nya. Tetapi perhatikan momen penggenapan itu secara terperinci; karena ini sekali lagi merupakan sesuatu yang sungguh-sungguh sangat mengherankan dan ajaib. Kita juga tidak dapat melakukan sesuatu yang lebih baik selain mendekati hari Natal dengan mengingatkan diri kita sendiri akan natur penggenapan secara sangat detail. Bahkan jika hanya satu kalimat umum saja yang berkorespondensi dengan Perjanjian Baru itu akan menjadi sangat mengagumkan. Tetapi di sini ada penggenapan secara detail yang hanya dapat dijelaskan dengan dipandang dari fakta bahwa orang yang menulis nubuatan-nubuatan ini menulis dengan diinspirasikan oleh Allah.

Ini merupakan bukti lebih lanjut dari pernyataan bahwa nubuat-nubuat Kitab Suci itu tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, karena nubuat-nubuat masa lalu itu bukan datang dari kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah. Sekarang marilah kita secara cepat dan sepintas meninjau penggenapan detail ini. Detail-detail penggenapan ini adalah nilai yang agung. Perhatikan! Bayi yang dilahirkan di Betlehem itu termasuk suku apa? Jawabannya adalah dari suku Yehuda. Dari keturunan siapa di dalam suku Yehuda itu? Dari keturunan Daud. Kita berbalik ke belakang ke seribu tahun sebelum Natal pertama, bahkan sebelum itu, janji itu telah diberikan bahwa Kristus akan dari suku Yehuda dan dari keturunan Daud. Ketika Bayi itu lahir di Betlehem merupakan verifikasi dari janji itu.

Kapan kedatangan-Nya yang pertama itu terjadi? Ini adalah suatu hal yang sangat menarik dan penting jika Saudara mendekati kelahiran Kristus itu hanya melalui sudut pandang filsafat sejarah. Ketika Anak Allah, Sang Mesias, itu datang secara umum disetujui bahwa itu merupakan kemungkinan paling kecil untuk Ia datang. Sebab sesungguhnya waktu itu adalah waktu dimana tongkat kerajaan akan pindah dari suku Yehuda. Tetapi tepat apa yang telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya, ketika tongkat kerajaan tampaknya lepas dari tangan suku Yehuda pada hari-hari yang akan datang, maka saat itu Raja dan Pemerintah yang sesungguhnya datang. Jika membaca sejarah kontemporer Saudara akan menemukan bahwa ini merupakan pandangan orang-orang Israel ketika Tuhan kita lahir.

Dipandang dari segi nubuat nabi Daniel (Daniel 9) dengan nubuatan tentang 70 minggu, maka di sana. Saudara akan menemukan kembali secara terperinci sekali, keadaan sebelum waktu kedatanganNya secara tepat. Proses yang luar biasa ini, ketepatan ini, dan nubuat yang disampaikan oleh nabi yang terperinci sekali ini merupakan suatu yang sangat mengherankan.

Kemudian mengenai ibu-Nya. Saudara akan ingat nubuat yang mengatakan bahwa seorang perempuan muda akan melahirkan seorang anak. Saya tahu bahwa nubuat ini segera dan paling langsung berhubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi dalam sejarah pada saat itu. Namun tidak dapat membatasi hanya dalam hal itu saja. Ada suatu elemen ganda, fakta yang segera dan suatu penggenapan tersendiri "seorang anak dara akan melahirkan seorang anak". Juga mengenai tempat kelahiran-Nya. Saudara ingat bagaimana tempat itu telah diberikan oleh nabi Mikha; bahwa Ia harus dilahirkan di Betlehem. Saudara akan ingat kunjungan orang majus kepada Herodes ketika sudah genap waktunya Tuhan kita lahir. Karena Herodes tidak mengerti apa yang mereka laporkan maka ia berkonsultasi dengan para imam kepala dan ahli Taurat. Mereka memberikan jawaban bahwa Kristus harus lahir di Betlehem, tanah Yehuda, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi.

Sekarang ketika melihat Perjanjian Lama, kita melihat secara konstan dibentangkan kepada kita hal-hal yang luar biasa ini - bagaimana Allah memberikan kepada seseorang suatu fakta, kepada orang lain fakta yang lain. Hanya Mikha yang menyebutkan Betlehem. Allah memberikan kepada Mikha untuk menubuatkan fakta dan detail khusus yaitu tempat kelahiran-Nya.

Sekarang marilah kita memikirkan tentang perkataan-perkataan Tuhan Yesus sendiri. Jika Saudara membaca Yesaya 61, Saudara akan menemukan di sana bahwa nabi Yesaya menubuatkan bahwa Mesias akan mengucapkan kata-kata dan melakukan hal-hal tertentu. Pikirkanlah bahwa kejadian di rumah ibadat di Nazaret ketika Tuhan kita masuk ke rumah ibadat menurut kebiasaan­Nya. Kepada-Nya diberikan kitab suci untuk dibaca. Ia membaca dari Yesaya 61, dan setelah membaca, Ia berkata, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.

Yesus melayani.

Setiap perkataan-Nya, metode berbicara-Nya, cara mengajar-Nya, semua tindakannya ini telah dinubuatkan secara detail. Sekarang kita juga berpikir tentang karya-karya dan mujizat-mujizat-Nya. Kita membaca dalam Yesaya 35, bagaimana Ia mencelikkan mata orang-orang buta dan membuka telinga-telinga orang tuli, dan orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan orang bisu akan bersorak-sorai. Kemudian kita sampai ke Perjanjian Baru dan kita membaca laporan tentang hal-hal yang dikerjakan-Nya. Ingatlah! Yohanes Pembaptis di masa kesukarannya di penjara mengirim dua orang muridnya kepada Yesus untuk bertanya, "Engkaukah yang akan datang itu?". Tuhan Yesus berkata kedua orang ini, "Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat; orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar," dst. Di sini Yohanes diingatkan kembali kepada Yesaya 35. Tidak hanya itu, Saudara ingat Yesaya 53 tentang nubuat Hamba Tuhan yang memikul sakit-penyakit kita, dan ingat bagaimana Matius di dalam melukiskan mujizat penyembuhan yang dilakukan Tuhan kita dengan mengacu kepada nubuat itu, bahwa Ia akan memikul sakit-penyakit kita.

Ia memasuki Yerusalem dengan cara bagaimana juga telah dinubuatkan oleh nabi Zakharia, yaitu, mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Ini terjadi ketika ia memasuki Yerusalem dengan kemenangan. Ia akan dijual dengan harga 30 keping perak pun telah dinubuatkan. Penderitaan-Nya dideskripsikan secara detail, tidak hanya di dalam Yesaya 53 tetapi juga khususnya pada Mazmur 22 - bagaimana fakta bahwa tangan dan kaki-Nya ditusuk telah dinubuatkan - bagaimana setiap hal telah dinubuatkan secara detail. Semua nubuat ini telah dinubuatkan ratusan tahun sebelum semua nubuat itu terjadi. Fakta bahwa Ia akan dikubur di tempat khusus, kuburan milik orang kaya telah dinubuatkan. Memang ketika wafat, Ia dikuburkan dalam kubur dari Yusuf Arimatea. Baik kebangkitan maupun hari Pentakosta telah dinubuatkan juga. Saudara ingat bagaimana setelah kenaikan-Nya Ia mengirim Roh Kudus sesuai dengan janji-Nya, dan ketika orang-orang bingung dan mulai bertanya, apakah artinya ini? Rasul Petrus menjawab, "Itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel." Segala contoh ini, dan masih banyak contoh lain, menunjukkan bagaimana, secara detail, Tuhan Yesus melalui kedatangan-Nya, dan melalui segala yang dikerjakan dan dikatakan, telah membuat segala nubuat itu lebih meyakinkan. Semua penggenapan ini menakjubkan di dalam detailnya, tetapi juga memperlihatkan kemuliaan secara utuh. Saat kedatangan Kristus, kelahiran-Nya, Hidup-Nya dan segala tindakan-Nya di bumi menunjukkan Allah memelihara Firman yang telah disampaikan-Nya kepada orang-orang dalam masa Perjanjian Lama. Orang yang membaca Alkitab matanya akan terbuka melihat kemuliaan Kitab Suci yang unik.

Beberapa dari umat itu berteriak di masa kesesakan, "Berapa lama lagi Tuhan Engkau lupa untuk bermurah hati?" Kami membaca janji-janji yang diberikan, tetapi melihat situasi demikian berlawanan. Apakah Allah lupa, apakah Ia lupa bermurah hati dan lupa akan janji-janji-Nya itu? Ketika bayi itu lahir di kandang di Betlehem, keputusan agung yang dibuat ini membuktikan bahwa Allah telah memelihara firman-Nya. Allah telah membuktikan bahwa janji-Nya adalah benar. Segala sesuatu yang Allah pernah janjikan digenapi di sini. Ini adalah deklarasi yang agung tentang ketidakberubahan Allah dalam rencana-Nya. Firman Allah itu pasti, mutlak dan kekal.

Saya akan coba menunjukkan kemuliaan semuanya ini dengan cara ini. Kita melihat bahwa Allah telah menggenapi semua janji-janji yang pernah Ia berikan kepada manusia yang berkenaan dengan keselamatan manusia. Alkitab adalah sejarah manusia di dalam hubungannya dengan Allah, sehingga kita dapat mendeskripsikan Alkitab sebagai sejarah keselamatan. Ini adalah sejarah dari seluruh umat manusia dari awal hingga akhir. Allah menciptakan manusia itu dengan sempurna, sehingga manusia memiliki persekutuan yang sempurna dengan Allah. Tetapi dosa masuk sehingga persekutuan itu hancur. Manusia membuat dirinya sendiri ada di bawah murka Allah dan menderita. Apa yang akan terjadi pada manusia?

Di sini Alkitab datang dengan beritanya yang agung. Segera sesudah kejatuhan itu Allah mulai membuat janji-janji dan semua janji itu berkenaan dengan manusia dan keselamatannya. Sekarang mulai dari kelahiran Kristus segala janji-janji itu terlaksana dan tergenapi. Jadi sejak semula ketika manusia itu jatuh, Allah menerangi kegelapan itu dengan memberikan suatu janji yang sangat berharga.

Manusia jatuh karena ditipu oleh ular, tetapi suatu saat Allah di dalam anugerah-Nya yang tidak terbatas itu memberikan suatu janji, bahwa "keturunan perempuan ini akan meremukkan kepala dari ular." Hal ini dikatakan sekitar 4000 tahun sebelum kelahiran Kristus. Janji ini merupakan janji Allah yang pertama, janji yang orisinil. Ketika Bayi itu lahir di Betlehem janji itu dilaksanakan - benih perempuan itu telah datang dan Ia telah bertindak menghancurkan kepala dari ular itu.

Salah satu janji agung yang lain adalah ketika kita ingat di dalam Ulangan 18:15, bagaimana Musa berkata, "Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku." Orang- orang pada masa Perjanjian Lama menyebutnya sebagai "kedatangan Nabi". Inilah yang dimaksud Yohanes Pembaptis ketika ia bertanya, "Engkaukah yang akan datang itu?" Mereka sedang menunggu Nabi itu, Pemimpin itu. Mereka menunggu seseorang yang lebih besar daripada Musa yang akan melepaskan mereka dari Mesir, yang akan memimpin mereka lepas dari perbudakan dosa dan perhambaan kesalahan. Di dalam Bayi Betlehem itulah kita mendapatkan Seorang yang dirindukan dan diharapkan yang juga adalah Nabi, Guru dan Pemimpin umat.

Dengan cara yang sama diberikan janji bahwa korban persembahan suatu hari akan cukup untuk menutup segala dosa. Di dalam periode Perjanjian Lama banyak tertulis tentang persembahan-persembahan dan korban- korban, mengenai darah lembu jantan dan domba jantan, mengenai korban anak domba dsb. Namun itu semuanya bersifat sementara. Seperti yang dikatakan penulis surat Ibrani, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." Diperlukan korban yang agung, yang sungguh-sungguh berhasil dan yang memuaskan hati Allah. Hal ini terus berlangsung dalam Perjanjian Lama. "Orang ini" telah mempersembahkan Diri-Nya sendiri satu kali untuk selamanya dan yang sempurna. Perjanjian Lama juga menubuatkan bahwa seorang Imam Besar yang agung akan datang untuk mewakili kita dan memuliakan kita di hadapan Allah. Saudara ingat bahwa Harun diizinkan masuk ke ruangan "mahakudus" satu kali setahun, dan ia masuk dalam keadaan takut dan gentar. Tetapi Dia adalah merupakan Imam Besar yang sempurna, yang mengerti kelemahan kita, namun tidak berdosa.

Dia telah masuk ke dalam ruang yang mahakudus dengan suatu persembahan dan korban, yakni darah-Nya sendiri. Ia mewakili kita selama-lamanya dan terus menerus melayani, sehingga Ia dapat menyelamatkan semua orang yang datang kepada Allah melalui Dia. Ada suatu janji tentang Perjanjian baru. Allah membuat suatu perjanjian dengan manusia melalui Musa. Ini adalah suatu perjanjian hukum yang tidak dapat diperlihara oleh siapapun. Tetapi Allah juga berkata melalui nabi Yeremia, "Aku akan membuat perjanjian yang baru dengan kamu", bukan seperti perjanjian yang lama, yang menggunakan hukum-hukum yang di luar, tetapi Aku akan menulis hukum itu dalam hati dan batinmu, yakni suatu perjanjian yang baru. Nabi mana yang dapat menjadi pengantara perjanjian yang demikian? Tidak ada satu manusiapun yang layak; bahkan malaikatpun tidak memadai. Tetapi di sini, Bayi Betlehem itu adalah pengantara dari Perjanjian yang baru, seseorang yang akan memberikan Roh Kudus dan yang akan meletakkan hukum Allah itu ke dalam batin dan hati serta memberikan hidup kepada kita. Ia akan mengangkat hati yang membatu dan memberikan kita hati yang baru yang dengan hati itu kita dapat mengasihi Dia.

Tetapi di atas semua itu, ada suatu janji tentang datangnya suatu kerajaan. Melalui Perjanjian Lama gagasan tentang seorang raja yang akan datang dan memerintah, yang akan menaklukkan semua musuh dari umat serta menegakkan suatu kerajaan kebenaran dan damai sejahtera. Di mana Oknum yang demikian dapat ditemukan? Ia hanya dapat ditemukan di satu tempat. Ia adalah Bayi yang ada di palungan di Betlehem, yang adalah Raja segala raja dan Tuhan segala tuan. Karena itu orang Majus datang dan bersembah sujud serta memberikan persembahan mereka. Ia telah menaklukkan semua musuh, Setan, kematian dan neraka. Segala hal yang jahat telah dikalahkan - Ia adalah Raja universal, Yang Mahakuasa, dan Ia akan memerintah dari kutub ke kutub dan kerajaan-Nya tidak akan berakhir. Anak Allah, Raja yang kekal. Dengan demikian Saudara lihat bahwa Allah telah menggenapi, telah menyelesaikan segala janji-Nya. Akhir kata, apa yang saya simpulkan dari kata nubuat yang makin meneguhkan kita ini? Ada beberapa kesimpulan yang jelas dan tidak dapat ditolak. Keselamatan jelas hanya ada di dalam Kristus dan hanya di dalam Kristus. Kristus telah menggenapi semua janji itu. Di dalam Dialah Allah menyelamatkan umat manusia. Allah berjanji untuk menyelamatkan manusia. Kristus adalah penggenap segala janji.

Tidak ada juruselamat yang lain, dan tidak ada jalan yang lain seperti yang dikatakan rasul Petrus (Kis 4:12). Bayi Betlehem itu menggenapkan segala janji. Ia satu-satunya Juruselamat, satu-satunya jalan kepada Allah, satu-satu pengharapan akan pelepasan. Ia adalah Nabi, Ia adalah Imam, dan Ia adalah Raja. Kedua kita menyimpulkan bahwa seperti halnya kedatangan-Nya dan segala yang telah dilakukan dan dikatakan-Nya merupakan penggenapan dari semua yang telah dijanjikan oleh Allah, sehingga fakta itu sendiri telah memberikan suatu jaminan yang pasti bahwa segala sesuatu yang lain yang telah dijanjikan akan digenapi-Nya juga. Segala sesuatu yang telah dinubuatkan, diberitahukan lebih dulu, dijanjikan berkenaan dengan kedatangan-Nya yang pertama telah dilaksanakan secara tepat. Tetapi yang akan datang ada sesuatu yang lebih. Petrus sedang berbicara mengenai kedatangan-Nya yang kedua; dan meskipun kedatangan-Nya yang kedua aneh bagi kita saat ini sama seperti kedatangan-Nya yang pertama bagi orang-orang Perjanjian Lama, mari kita mengerjakan logika yang tidak dapat ditolak ini. Meskipun mereka tidak mengharapkan Dia, Ia tetap datang; meskipun banyak menertawakan gagasan itu, tidak menyiapkan Kedatangan-Nya; dan meskipun hal-hal ini tampak sebagai hal yang tidak mungkin bagi kita, apa yang telah terjadi merupakan bukti bahwa semua janji itu akan tiba juga.

Terakhir, mengenai penghiburan, kemuliaan dan sukacita. Karena inkarnasi Kristus dan segala sesuatu yang mengikuti meneguhkan nubuat. Ini memberitahukan saya bahwa Allah memelihara Firman-Nya dan melaksanakan rencana, janji dan maksud-Nya sendiri secara penuh di atas bumi. Maka saya mengambil kesimpulan bahwa, Firman Allah merupakan sesuatu yang terus dapat saya percaya. Firman Allah merupakan "janji-janji yang berharga dan yang sangat besar". Janji-janji yang diberikan kepada kita tatkala sakit, kehilangan, menjadi janda, yatim-piatu, menghadapi masalah, berduka-cita atau setiap kondisi yang mungkin terjadi dalam hidup anda dan saya itu dapat diselesaikan dengan janji-janji tersebut. Saudara, percayalah kepada janji­janji-Nya, simpanlah janji-janji itu dalam hatimu, buktikan bahwa Allah selalu setia kepada janji-janji-Nya. Ia tidak pernah gagal untuk memelihara Firman-Nya; setiap janji yang Ia berikan kepadamu adalah suatu janji yang bisa dipercaya dan turuti. Karena itu ketika saya membaca Firman-Nya lagi dan saya melihat janji-janji yang demikian seperti "Aku sekali-kali tidak pernah meninggallkanmu", "Aku akan menyertai kamu senantiasa", saya akan mempercayai janji-janji itu, Saya akan menerimanya. Saya menyatakan bahwa kedatangan Kristus membenarkan segala janji-Nya dan membuktikan bahwa segala janji-Nya itu benar. Ia. telah memberikan Firman-Nya, dan Firman-Nya dapat disandari; karena itu saya menerima-Nya berdasarkan pada Firman-Nya. Puji Tuhan! "Bersyukurlah kepada Tuhan atas karunia-karunia yang tak terkatakan itu" Bersyukurlah kepada Allah karena Kristus, di mana di dalam Dia segala janji Allah adalah ya dan amin tanpa suatu keraguan dan ketidaktentuan.

Catatan:

David Martyn Llyod-Jones (1899-1981) adalah pengkotbah eksposisi sistematis di Westminster Chapel, London. Kotbah Eksposisinya tentang Efesus (8 vol.), Roma 3-8 (6 vol) telah diterbitkan. Artikel ini disadur dari bukunya 2 Peter yang diterbitkan oleh "The Banner of Truth Trust".

Sumber: 

Majalah Momentum, yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia, edisi Natal.
Artikel ini terdapat juga di Situs:
geocities.com/reformed_movement/artikel/natal02.html

Philip Melanchthon

Editorial: 

Dear e-Reformed netters,

Tanggal 31 Oktober ditetapkan oleh gereja Kristen sebagai hari perayaan peristiwa bersejarah "Reformasi Gereja". Banyak orang Kristen yang hanya tahu Martin Luther dan John Calvin sebagai tokoh Reformasi. Tapi sebenarnya ada banyak tokoh-tokoh Reformasi lain yang ikut ambil bagian dalam mempersiapkan, mematangkan dan mengembangkan Reformasi Gereja pada tahun 1517. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah seorang Jerman yang bernama Philips Melanchthon. Nah, dalam rangka memperingati "Hari Reformasi Gereja" 2001, mari kita mengenal lebih dekat Philip Melanchthon dan karya tulisan Teologia Sistematiknya "Loci Communes".

Selamat Hari Reformasi Gereja.

In Christ,
Yulia

Edisi: 
021/X/2001
Isi: 

Riwayat Hidup Philip Melanchthon

Melanchthon dilahirkan dari keluarga yang terhormat dan saleh pada 16 Februari 1497 di Bretten, Palatin, Jerman. Ayahnya adalah seorang penyalur tenaga tentara yang cakap bagi Pangeran Philip dan kaisar Maximilianus I. Ibunya adalah kemenakan Reuchlin yang terkenal itu. Dalam menentukan studinya sangat ditentukan oleh pamannya, Reuchlin.

Melanchthon adalah salah seorang sarjana Jerman yang matang sebelum waktunya. Ia memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu pengetahuan terutama philologi klasik. Pada umur 17 tahun ia telah memperoleh gelar MA dari Universitas Tubingen. Ia menulis dan berbicara dalam bahasa Yunani, Latin lebih baik daripada orang Jerman lainnya. Puisi-puisinya disusun juga dalam bahasa-bahasa itu.

Ia memulai karyanya di depan umum di Universitas Tubingen sebagai dosen bahasa-bahasa klasik. Ia menerjemahkan karya-karya Plutarch, Aristoteles. Pada tahun 1518 ia menerbitkan Tata Bahasa Yunani yang diterbitkan beberapa kali. Namanya terkenal di mana-mana sehingga datanglah tawaran untuk menjadi mahaguru pada Universitas Ingolstadt, Leipzig dan Wittenberg. Ia memutuskan untuk pergi ke Wittenberg untuk menjadi mahaguru Yunani. Reuchlin memberikan rekomendasi kepada kemenakannya sebagai berikut: "Saya tahu tidak seorangpun di antara orang Jerman yang melebihi Philip Schwarzerd kecuali Eramus Roterdamus, seorang Belanda yang melebihi kita semua dalam bahasa Latin."

Di Wittenberg, Philip Melanchthon mendapat penghormatan yang besar dari rekan mahagurunya serta pendengar-pendengarnya. Melanchthon adalah seorang yang berperawakan tinggi, berdahi lebar, bermata biru yang bagus. Kecendekiawannya tidak perlu diragukan dan demikian juga dengan kesalehan dan hidup keagamaannya.

Melanchthon mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani agar memajukan penelitian terhadap Alkitab. Pada tahun 1519, ia juga memberikan kuliah tafsiran. Sekalipun ia tidak pernah ditahbiskan sebagai imam, tetapi ia sering menyampaikan khotbahnya kepada mahasiswa-mahasiswa asing yang kurang mengerti bahasa Jerman. Khotbah-khotbah itu diucapkannya dalam bahasa Latin. Ia mendapatkan panggilan ke mana-mana, tetapi ia lebih suka tinggal di Wittenberg hingga meninggal.

Atas anjuran Luther ia menikah dengan Katharina Krapp, saudara perempuan walikota Wittenberg, yang dengan setia menemaninya dalam suka dan duka. Mereka memperoleh 4 orang anak. Philip Melanchthon biasa mengucapkan pengakuan iman tiga kali sehari dalam keluarganya. Istrinya meninggal tahun 1557 sementara Philip Melanchthon dalam perjalanan ke Diet Worms. Ketika ia mendengar kematian istrinya di Heidelberg, ia berkata: "Syukurlah, saya segera akan mengikutimu".

"Menurut Melanchthon seluruh isi Alkitab dapat dibagi menjadi tiga topik/ bagian besar, yaitu: Dosa, Hukum dan Anugerah."

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Melanchthon mempersiapkan suatu teologia yang sistematis untuk golongan reformatis sementara Luther berada di Watburg. Karangannya itu disebut LOCI COMMUNES, yang diselesaikannya pada tahun 1521. Dalam buku ini, Philip Melanchthon menguraikan ajaran-ajaran pokok reformatis terutama mengenai dosa dan anugerah; pertobatan dan keselamatan. Loci merupakan buku dogmatik pertama dari kalangan reformatoris serta mempersiapkan jalan kepada Pengakuan Augsburg, di mana Melanchthon menyusunnya sendiri. Pengakuan Augsburg ini adalah salah satu surat pengakuan resmi Gereja Lutheran.

Melanchthon memainkan peranan penting dalam diet-diet yang diadakan oleh kaisar Karel V. Ia hadir dalam Diet Speyer, 1529; di Margburg, 1529. Dalam diet Margburg ia menentang dengan keras ajaran Zwingli tentang perjamuan kudus. Melanchthon, pada masa-masa akhir hidupnya, mencurahkan perhatiannya untuk mengorganisir gerejanya di Saksen atas dasar semi-episkopal. Karena pandangan-pandangan teologinya mirip dengan Calvin, maka Philip Melanchthon sering dicurigai sebagai Cripto-Calvinisme (Calvinisme tersembunyi). Melanchthon meninggal pada tahun 1560 di Wittenberg.

LOCI COMMUNES

Karya Melanchthon, LOCI COMMUNES ini, telah menjadi Buku Pegangan Dogmatika pertama (terbit thn. 1521) yang dibuat untuk kalangan Gereja Lutheran. Isinya antara lain adalah pembahasan tentang kebenaran Firman Allah yang disusun berdasarkan urutan yang dipakai Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma. Menurut Melanchthon seluruh isi Alkitab dapat dibagi menjadi tiga topik/bagian besar, yaitu: Dosa, Hukum dan Anugerah.

Pada bagian yang pertama, yaitu - Dosa -, dijelaskan bahwa manusia dengan kehendak bebasnya sendiri tidak mungkin melakukan sesuatu yang dapat menghasilkan pembenaran dari Allah, karena pohon yang jelek akan menghasilkan buah yang jelek pula. Pada bagian - Hukum -, Melanchthon berpendapat bahwa Allah memberikan hukum kepada manusia supaya ia sadar akan keberdosaannya. Hukum Illahi yang diberikan oleh Allah menuntut ketaatan manusia. Di sini manusia sadar bahwa ia tidak mungkin dapat memenuhinya, kecuali jika Tuhan bersedia mengampuni dosa-dosa manusia. Berangkat dari pokok inilah kemudian Melanchthon membahas kebutuhan manusia akan - Anugerah - Allah, yaitu bagian ketiga dari bukunya.

Buku LOCI COMMUNES telah direvisi berkali-kali oleh Melanchthon. Pada edisi aslinya Melanchthon menyetujui semua pendapat Luther, tetapi pada edisi-edisi perbaikan berikutnya ia memberikan beberapa pandangan yang tidak sepenuhnya setuju dengan Luther. Sebaliknya, Philip Melanchthon mengambil posisi di tengah, antara Luther dan Calvin, khususnya dalam pandangannya tentang Perjamuan Kudus. Juga, pada edisi sebelumnya, pandangan Melanchthon tentang predistinasi lebih cenderung fatalistis (determination), tetapi dalam edisi perbaikan, Philip Melanchthon lebih cenderung mengikuti pandangan Calvin.

Audio:Philip Melanchthon

Sumber: 
Judul Buku
Penulis
Penerbit
Halaman
:
:
:
:
Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja
Drs. F.D. Wellem, M.Th.
PT BPK Gunung Mulia Jakarta, tahun 1999
181 - 182

John Calvin Mencari Istri Yang Tepat, Idelette

Editorial: 

Dear e-Reformed netters,

Pertama-tama, saya minta maaf karena publikasi e-Reformed September terlambat terbit, dan baru sekarang bisa saya kirimkan.

Untuk menyambut hari Reformasi (tgl. 31 Oktober), maka pada kesempatan ini saya ingin mengajak anda mengenal sisi lain dari kehidupan John Calvin, tokoh besar Reformator kita. Mungkin kita lebih sering/biasa mengenal Calvin sebagai seorang teolog yang sangat tegas, keras dan kukuh dalam pendiriannya memerangi ajaran-ajaran yang menyimpang dari Alkitab. Bahkan karena ketegasan pendiriannya ada orang-orang yang salah mengerti tentang pribadi Calvin. Sering ia dianggap sebagai seorang yang dingin, kasar, kejam dan tidak berperasaan. Betulkah? Siapakah Calvin dan bagaimanakah pergumulan hidup kesehariannya? Artikel di bawah ini adalah salah satu kisah bagian sisi hidup Calvin yang mungkin tidak banyak dilihat orang, bahwa ia juga adalah seorang yang peka, sensitif dan penuh perasaan.

Artikel ini saya ambil dari Majalah Momentum no. 29/Triwulan I/1996 yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia.

Selamat membaca,
Yulia

Edisi: 
020/IX/2001
Isi: 

Kita melihat kehidupan John Calvin sebagai suatu kehidupan yang serius, akan tetapi pada saat kita melihat dia mencari seorang calon istri, ini merupakan suatu hal yang menarik yang cukup menggegerkan khususnya pada abad 20 ini. Sangatlah sulit ditentukan secara pasti kapan masa pencarian itu dimulai. Setelah Calvin menginjak usia 29 tahun dan menjalani masa kependetaanya di gereja berbahasa Perancis di pengungsian Strasbourg, dia tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan masalah perkawinan. Di samping itu, dia pernah menulis bahwa, "Saya tidak akan pernah bercampur dengan orang-orang yang dituduh menyerang Roma, seperti orang-orang Yunani yang bertempur melawan Troy, yang hanya bisa mengambil istri orang lain." Jadi dia sama sekali tidak terburu-buru.

John Calvin

Akan tetapi Strasbourg lebih dari sekedar tempat pengungsian bagi Calvin. Tidak berapa lama setelah dia berada di kota itu, dia tinggal bersama dengan Martin dan Elizabeth Bucer. Martin adalah seorang pendeta yang ramah dari gereja St. Thomas di kota tersebut. Dan Elizabeth adalah seorang tuan rumah yang ramah juga seperti Martin. Rumah mereka terkenal sebagai "pondok kebenaran". John Calvin tidak pernah melihat suatu pernikahan yang begitu bahagia. Bucer sangat bahagia sehingga dia menganjurkan tentang pernikahan kepada semua rekan sepelayanannya "Calvin, kamu harus mencari seorang istri." Martin mengatakan ini kepada Calvin lebih dari satu kali.

Philip Melanchthon pernah sekali memperhatikan bahwa John Calvin kelihatan seperti seorang yang pendiam dan pelupa, walaupun itu bukan merupakan karakternya, setelah menghadiri suatu konprensi yang melelahkan sepanjang hari. "Baiklah! Baiklah!", kata Melanchthon, "...sepertinya theolog kita ini sedang memikirkan seorang calon istri." Pada saat itu, Melanchthon telah menikah selama 19 tahun dan pernikahannya merupakan suatu pernikahan yang bahagia. Ny. Melanchthon, adalah seorang yang humoris, yang merawat Philip dengan sangat baik. Satu-satunya keluhan yang pernah disampaikan Philip kepada John Calvin, adalah, "Dia (Ny. Melanchthon) senantiasa mempunyai pikiran bahwa saya akan mati kelaparan jika saya tidak selalu diberi makan yang banyak."

Demikian juga Calvin, menyadari bahwa dia memerlukan seseorang untuk memperhatikannya. Ketika dia pindah keluar dari "pondok kebenaran" Bucer, dia menyewa satu rumah untuk dirinya sendiri, saudara- saudaranya, adik tirinya dan beberapa murid yang tinggal bersama dengan dia. Dia merasa bahwa beban untuk mengurus suatu rumah tangga sangatlah sulit, dan pada saat yang bersamaan dia juga harus melayani sebagai seorang pendeta di gereja yang sedang berkembang. Ini merupakan alasan lain yang menunjang Calvin untuk mencari seorang pendamping. Oleh sebab itu, dia memberitahukan pada koleganya bahwa dia sekarang siap untuk dicarikan seorang istri dan dia terbuka untuk semua saran-saran.

Tentu saja, seperti biasa, dia tahu apa yang dikehendakinya. Kualifikasi dari "pekerjaan" tersebut adalah : "Harus diingat bahwa apa yang saya harapkan dari istri saya - dia harus merupakan seseorang yang halus di dalam budi bahasanya, tidak terlalu rewel, hemat, sabar dan apabila memungkinkan dia harus bisa memperhatikan kesehatan saya juga. Saya tidak seperti anak-anak muda umumnya yang hanya jatuh cinta dan tertarik dengan keadaan fisik dari seseorang."

Pada saat itu, Calvin sedang menghadapi masalah sehingga dia berharap bebannya akan sedikit ringan apabila dia mempunyai seorang istri; walaupun sebenarnya tidak menyelesaikan masalahnya. "Saya tidak pandai menyimpan uang. Sangatlah mengherankan bagaimana uang saya semuanya habis untuk semua keperluan di luar keperluan biasa". Seperti apa yang dituliskan oleh T.H.L Parker, "...kesehatan Calvin sangatlah menurun, dia juga bukan merupakan seorang yang bisa mengatur diri sendiri, dia seorang yang tidak sabaran dan kemungkinan akan berubah menjadi lebih baik apabila dia menikah."

Pada kenyataannya, Calvin sangat yakin bahwa langkah berikut di dalam kehidupannya untuk tahun 1539 adalah menikah, sehingga dia menetapkan satu tanggal, beberapa hari setelah Paskah adalah merupakan hari pernikahannya. William Farel, teman dekatnya, yang akan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Tapi kita tidak tahu adalah apakah dia sudah memilih seorang calon istri?

Beberapa bulan kemudian, calon pertama dipertemukan dengan Calvin. Dia adalah seorang wanita Jerman yang kaya, yang mempunyai seorang kakak yang menjadi manajer kampanye wanita itu. Mereka merupakan pendukung Calvin yang setia, dan kakaknya berpendapat bahwa pernikahan di antara mereka berdua akan merupakan suatu pernikahan yang saling menguntungkan. Calvin sering mengatakan bahwa dia ingin sekali hidup sebagai seorang ilmuwan. Dan hasil dari royalti penjualan buku-bukunya tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan; ini akan merupakan suatu hal yang membantu kehidupannya apabila dia menikah dengan seorang wanita yang kaya.

Akan tetapi, Calvin mempunyai dua permasalahan dengan calon pertama ini; alasan yang pertama - dia tidak mengerti sama sekali mengenai bahasa Perancis dan tidak menunjukkan itikad untuk mempelajarinya; alasan yang kedua - seperti yang dia jelaskan kepada Farel bahwa, "Dia pasti akan membawa emas kawin yang banyak dan hal tersebut akan sangat memalukan bagi diri saya, sebagai seorang hamba Tuhan yang miskin. Dan saya juga berpendapat bahwa dia juga tidak akan merasa puas hanya dengan menjadi seorang istri hamba Tuhan yang sederhana."

Farel mempunyai seorang calon yang cukup memenuhi syarat untuk dikenalkan dengan Calvin. Dia cukup mahir dalam bahasa Perancis, dan merupakan seorang Protestan yang saleh; akan tetapi berbeda usia mereka cukup jauh, di mana Calvin 15 tahun lebih muda dari wanita tersebut. Calvin tidak pernah menginginkan yang ini.

Calon berikutnya merupakan seorang wanita yang mahir di dalam bahasa Perancis dan dia juga tidak mempunyai harta yang berlimpah; teman- teman Calvin sangat menyetujui. Calvin kelihatannya sangat tertarik, dan merupakan suatu alasan yang cukup kuat untuk mengundang dia ke Strasbourg untuk berkenalan. Calvin sekali lagi mengingatkan Farel, "Apabila semuanya berjalan dengan lancar, dan ini yang sungguh-sungguh kita harapkan semua, maka upacara pernikahannya tidak akan ditunda dan melewati tanggal 10 Maret." Pada saat itu, Calvin telah berusia 31 tahun, tepatnya pada tahun 1540. "Saya harapkan kamu bisa hadir dan memberkati pernikahan ini," tetapi Calvin menambahkan, "saya akan kelihatan seperti orang bodoh apabila semua yang kita harapkan kali ini tidak akan berjalan sesuai dengan rencana." Dan ternyata rencana pernikahan tersebut tidak pernah terlaksana sesuai dengan yang telah ditetapkan.

John sangat malu dengan semua masalah yang ditimbulkannya dan semua surat-surat yang dikirimnya kepada William Farel; dia menulis di salah satu suratnya kepada Farel, "Saya masih belum menemukan seorang istri pun dan saya merasa sungkan untuk melanjutkan "pencarian" tersebut." Akan tetapi, pada saat dia berhenti untuk mencari, dia menemukan pasangannya. Di antara para jemaatnya ada seorang janda muda, Idelette de Bure Stordeur. Dia, suaminya dan kedua anaknya, datang ke Strasbourg sebagai penganut Anabaptis. Setelah mendengarkan khotbah- khorbah dari John Calvin mengenai eksposisi-eksposisi Alkitab, pandangan mereka berubah menjadi pandangan Reformed.

Jean Stordeur, suami Idelette, merupakan seorang pemimpin Anabaptis dan tidak diragukan bahwa John Calvin sering mendiskusikan masalah- masalah theologi dengan keluarga Stordeur di tempat kediaman mereka. Pada tahun 1537, ketika Calvin masih berada di Geneva, Stordeur telah datang ke kota itu untuk berdebat dengan para Reformator di kota itu. Stordeur kalah di dalam perdebatan tersebut dan diperintahkan untuk keluar dari kota itu dan kembali ke Strasbourg. Tidak kita ragukan bahwa diskusi itu dilanjutkan ketika dua tahun kemudian Calvin tiba ke Strasbourg. Pada akhirnya, Calvin berhasil menyakinkan mereka dengan ayat-ayat dari Alkitab mengenai perbedaan-perbedaan yang ada tetapi tidak semuanya. Di dalam beberapa hal, Calvin memasukkan beberapa hal mengenai pemikirannya sendiri. Tetapi setelah itu suami istri Stordeur mengikuti kebaktian di gereja Calvin, dan turut serta di dalam Perjamuan Kudus, anak mereka kemudian di baptis oleh Calvin - setelah melalui diskusi yang cukup lama; pada akhirnya seluruh keluarga Stordeur menjadi anggota jemaat di gereja tersebut yang mana anggota jemaatnya telah mencapai 500 orang pelarian dari Perancis dan negara- negara yang letaknya di bawah Perancis.

Kemudian pada tahun 1540 di musim semi, Jean Stordeur diserang oleh penyakit pes dan tiba-tiba meninggal. Idelleta menangisi kematian suaminya, John Calvin merasa sedih karena kehilangan seorang teman. Pada saat John Calvin sudah menyerah mengenai rencana pernikahan oleh karena kegagalan-kegagalan sebelumnya pada saat itulah teman- temannya, pendeta Martin Bucer menganjurkan kepada Calvin, "Mengapa tidak mempertimbangkan Ideletta sebagai calon istrimu?". Dan John Calvin benar-benar mempertimbangkan saran tersebut.

Idelette adalah seorang wanita yang menarik, cerdas, seorang yang berbudi bahasa, dan dia berasal dari kalangan kelas menengah atas. Dia juga seorang wanita yang berkarakter dan sangat bersemangat. Tidak memerlukan waktu terlalu lama bagi sang Reformator untuk menulis surat kepada William Farel, meminta kesediaan dia untuk datang dan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Kali ini bukanlah alarm yang salah lagi; dan pada bulan Agustus, John dan Idelette resmi dinikahkan.

Untuk Idellette, dia lebih memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya bahwa mereka memiliki seorang ayah yang baik, sedangkan untuk John, dia merasa lega oleh karena telah menemukan seorang istri yang baik. Penyesuaian besar pertama bagi Idellete adalah pindah ke asrama Calvin dan tinggal bersama dengan para murid-muridnya, dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan pengurus rumah tangga yang mempunyai lidah yang "tajam".

Idellete juga harus dihadapkan dengan masalah kesehatan. Mereka berdua, jatuh sakit tidak lama setelah hari pernikahan mereka dan diharuskan untuk tinggal di tempat tidur. Calvin mengirimkan kartu ucapan terima kasih kepada William Farel dan mencantumkan, "...sepertinya semua ini telah diatur, sehingga pernikahan kami tidak berkesan terlalu "menggembirakan", Tuhan telah memberikan suatu kebahagiaan yang sepantasnya kami dapatkan."

Di dalam tulisan-tulisannya, John Calvin tidak pernah banyak menyinggung masalah-masalah pribadinya, dan demikian juga mengenai istrinya. Sama sekali berbeda dengan Martin Luther - akan tetapi melalui surat-suratnya kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa Idellete adalah adalah seorang istri yang benar-benar memperhatikan suaminya, demikian juga kepada anak-anaknya. Penulis biografi Calvin menyimpulkan bahwa Idelette adalah seorang wanita yang kuat dan berpribadi; dan John Calvin sendiri menggambarkan dia sebagai seorang penolong yang setia darinya, serta merupakan seorang teman hidup yang paling menyenangkan. John Calvin pastilah tidak kecewa dengan pernikahannya tersebut.

Walaupun dia sangat menikmati kebersamaan Idelette di sampingnya, akan tetapi pada tahun pertama pernikahan mereka - dia tidak begitu mempunyai banyak waktu. Setelah mereka sembuh, John Calvin harus berkeliling, meninggalkan Idellete untuk mengurusi permasalahan- permasalahan yang timbul di asrama, demikian juga kedua anak-anaknya sendiri. Sebenarnya John Calvin tidak ingin pergi, tetapi Raja Charles, penguasa Holy Roman Empire telah memanggil para pemimpin- pemimpin Roma Katholik dan para Sarjana Protestan untuk berkumpul dan mendiskusikan bagaimana mereka bisa menghentikan perdebatan di antara mereka dan membentuk satu kesatuan untuk melawan kerajaan Turki yang hendak menguasai pemerintahannya.

Setelah tiga bulan kemudian, John Calvin kembali ke rumah untuk sebulan lamanya, sebelum dia harus kembali melanjutkan tugas pelayanannya untuk menghadiri suatu konferensi yang dihimpun oleh Raja Charles. "Saya dipaksa untuk pergi", dia menuliskannya, tetapi dia berangkat juga.

Ketika dia menghandiri konprensi tersebut, dia menerima kabar bahwa Strasbourg diserang oleh wabah penyakit pes. Dia sangat mencemaskan istrinya. "Siang dan malam, saya selalu memikirkan istri saya." Dia menyadari bahwa penyakit pes ini telah mengambil nyawa suami Idelette setahun yang lalu, ada kemungkinan Idellete akan terserang oleh penyakit tersebut oleh karena dia belum pulih benar setelah sembuh dari sakitnya. Dia menulis surat kepada istrinya dan meminta dia untuk meninggalkan Strasbourg, sampai wabah penyakit tersebut berlalu.

Akan tetapi, Idelette telah bertindak duluan. Dia telah membawa anak- anaknya untuk mengungsi ke rumah kakaknya, Lambert. Lambert dulunya adalah seorang tuan tanah yang kaya di Liege, sebelum dia dipaksa untuk pergi dan meninggalkan semua yang dimilikinya. Tetapi hanya dalam beberapa tahun saja semenjak kedatangannya di Strasbourg, dia kembali memulihkan reputasinya menjadi seorang penduduk yang terhormat.

Pada penghujung tahun tersebut, John Calvin dipanggil kembali untuk menghadiri suatu konprensi. Dia dan Idelette terpisah selama 32 minggu dari 45 minggu pertama semenjak hari pernikahan mereka. Walaupun demikian, John Calvin masih dihadapkan pada suatu tantangan yang lebih besar daripada hanya sekedar perpisahan mereka yang cukup lama. John Cavin dihadapkan pada suatu dilema dimana dia disuruh untuk kembali ke Geneva. Dia tidak mau pergi, "Saya lebih baik menghadapi "100 kali kematian" daripada diberi kebebasan untuk memilih, saya lebih baik melakukan apa saja yang lain di dunia ini."

Tetapi pada bulan September, tahun 1541. John Calvin menuju Geneva untuk melihat kemungkinan apakah dia harus merubah pikirannya. "Saya menyerahkan hati saya kepada Tuhan sebagai persembahan", dia menuliskan. Idelette tinggal di Strasbourg untuk sementara, sampai Calvin merasa yakin kalau Geneva akan aman untuk Idelette dan anak- anaknya. Geneva memberikan John Calvin banyak hadiah. "Ada jubah baru dari kain beludru hitam, yang dihiasi dengan bulu domba. Dan disediakan rumah di Rue de Chanoines, yang terletak di suatu jalan kecil dekat katederal. Di belakang rumah tersebut didapati taman yang menghadap ke danau yang biru." Para dewan anggota mengirimkan kereta kuda mewah untuk menjemput Ideletta, anak-anaknya dan membawa semua perabotan dari Strasbourg ke Geneva. Ini merupakan suatu perpindahan yang traumatis baik bagi Idelette maupun John Calvin sendiri. Strasbourg telah menjadi rumah bagi Ideletta dan juga anak-anaknya. Apalagi kakaknya, Lambert, beserta keluarganya juga tinggal di Strasbourg. Semua yang diketahui oleh dia mengenai Geneva adalah berdasarkan cerita pengalaman John Calvin selama dia berada di Geneva, dan semuanya itu menggambarkan suatu ketidakpastian dan kebimbangan, jika bukan pencobaan dan penderitaan.

Pada akhirnya, Idelette pergi juga menuju Geneva. Dan setelah dia mulai menetap di rumah baru mereka di Rue de Chanoines No. 11, dia merasa bahagia. Keadaan di Geneva sama sekali berbeda dengan keadaan di asrama Strasbourg yang penuh sesak.

Para dewan kota meminjamkan Calvin perabotan-perabotan, oleh karena mereka tidak memiliki banyak perabotan. Di belakang rumah mereka ada kebun yang ditanami sayur, pohon-pohon untuk obat dan bumbu masak dan juga ditanami berbagai bunga yang mengharumkan udara, semua ini dirawat oleh Idelette. Ketika para tamu berkunjung, dengan bangga John Calvin menunjukkan kepada mereka kebun yang dirawat oleh Idelette.

Pada musim panas mereka yang pertama di Geneva, Idelette melahirkan seorang bayi laki-laki prematur. Si kecil Jacques meninggal dunia pada usia 2 minggu. Ini merupakan suatu pukulan yang berat untuk mereka berdua. "Tuhan memberikan suatu pelajaran kepada kami melalui kematian putera kami." John menuliskan kesedihannya kepada sesama koleganya. "Tetapi Dia sendiri sebagai seorang Bapa, mengetahui apa yang terbaik untuk anak-anak-Nya."

Tiga tahun kemudian, putri mereka juga meninggal pada saat dilahirkan, dan dua tahun kemudian, ketika John dan Idelette menginjak usia 39 tahun, lahirlah anak ketiga yang prematur, yang juga meninggal kemudiannya. Setelah semua kejadian yang menimpa mereka, kondisi kesehatan Idelette mulai menurun; yang disertai dengan batuk-batuk yang memberatkannya.

Walaupun kehidupan di Geneva bagi John Calvin lebih baik, akan tetapi ini juga bukan merupakan suatu kehidupan yang mudah. Dia mempunyai banyak musuh di kota tersebut sama seperti ia mempunyai banyak sahabat. Beberapa penduduk kota tersebut memanggil anjing-anjing mereka "Calvin". Tetapi yang membuat Calvin lebih marah, apabila mereka juga mengikutsertakan Idelette di dalam gunjingan mereka.

Pernikahan Idelette yang pertama dengan John Stordeur bukanlah merupakan suatu pernikahan yang bersifat suatu upacara pemberkatan resmi, oleh karena ajaran Anabaptis mempercayai bahwa pernikahan itu merupakan suatu hal yang sakral, bukan merupakan suatu tindakan hukum. Beberapa tahun kemudian, gunjingan-gunjingan tersebut makin meluas ke seluruh kota dan mereka berpendapat bahwa Idellete adalah seorang wanita yang mempunyai reputasi yang jelek, dan bahwa kedua anaknya tersebut itu lahir di luar nikah. John Calvin dan Idelette pada saat ini tidak bisa mempunyai anak, mereka mengatakan bahwa Tuhan sedang menghukum mereka oleh karena perbuatan-perbuatan amoral Idelette di waktu lampau.

Walaupun kesehatan Idelette semakin menurun, Idelette tetap berusaha unuk menjaga supaya John tetap berada pada keadaan emosi yang stabil. Teman-teman mereka mengatakan bahwa John berada pada keadaan di mana dia bisa mengontrol emosinya dengan baik, walaupun dia harus dihadapkan dengan berbagai macam serangan.

Idelette masih berusia 30 tahunan ketika dia diserang oleh penyakit, kemungkinan tuberkulosa (TBC), yang merupakan penyebab utama dari kemunduran kesehatannya. Pada bulan Agustus 1548, John Calvin menulis, "Dia begitu dikuasai rasa sakitnya sehingga dia sendiri hampir sama sekali tidak mampu untuk mendukung dirinya sendiri." Pada tahun 1549, ketika dia berusia 40 tahun, dia terbaring dengan lemahnya. Idelette hanya baru menikah dengan John untuk 9 tahun, pada saat dia terbaring sakit. Di tempat tidurnya, Idelette mempunyai dua masalah yang sangat diperhatikannya. Salah satunya adalah bahwa sakit penyakitnya janganlah sampai menghalangi pelayanan Jon Calvin. Yang satunya lagi adalah anak-anaknya.

Di kemudian hari, di salah satu surat John Calvin, dia menuliskan, "Semenjak saya mengetahui bahwa kekhawatirannya terhadap anak-anaknya akan sangat menghabiskan tenaganya, saya mengambil kesempatan ini, tiga hari sebelum hari kematiannya untuk mengatakan bahwa saya tidak akan mengecewakan dia di dalam bertanggungjawab terhadap anak- anaknya." Dia kemudian membalas saya dengan berkata bahwa, 'Saya (Idelette) telah memercayakan anak-anak saya ke dalam tangan Tuhan.' Ketika saya menjawab dia bahwa biarpun demikian, saya (John Calvin) tidak akan hanya berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa. Kemudian dia menjawab, 'Saya mengetahui bahwa kamu tidak akan melalaikan itu semua, walaupun engkau tahu telah saya serahkan sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan.'"

"John telah mengetahui banyak mengenai Allah Bapa itu berdaulat, tetapi melalui kehidupan dan kematian Idelette, Idelette mengajari dia mengenai Roh Kudus sebagai Penghibur."

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Pada hari kematiannya, John sangat terkesan dengan ketenangannya. "Dia tiba-tiba berseru sehingga semua orang bisa melihat bahwa rohnya telah meninggalkan dunia ini. Inilah seruan terakhirnya,"Ya kebangkitan yang mulia! Ya Allah Abraham dan Bapa dari kami semua, sungguh semua orang percaya sepanjang abad yang telah percaya kepada-Mu tidak menaruh pengharapan kepada hal yang sia-sia. Dan sekarang saya memusatkan pengharapan hanya kepada-Nya." Kalimat pernyataan yang singkat ini lebih diserukan secara nyaring daripada hanya sekedar suara bisikan. Ini bukan merupakan suatu pernyataan yang didiktekan oleh orang lain kepada dia. Pernyataan tersebut merupakan kata-kata yang keluar dari pemikirannya sendiri."

Satu jam kemudian, Idelette sudah tidak dapat berbicara dan dia berada dalam keadaan setengah sadar. "Akan tetapi raut wajahnya masih mencerminkan suatu tanda kesadaran mentalnya", John berusaha untuk mengingat peristiwa pada saat itu. "saya membisikkan beberapa kata kepada dia mengenai anugerah Kristus, pengharapan akan kehidupan kekal, pernikahan kami dan kematiannya yang diambang pintu. Kemudian saya berpindah ke samping dan berdoa. Tidak lama kemudian, dia secara perlahan-lahan menghembuskan nafasnya yang terakhir."

John menghadapi masa-masa kesedihan yang sangat mendalam. Dia menulis kepada temannya, Viret, "Kamu mengetahui bagaimana pekanya perasaan saya. Jika saya tidak mengontrol diri saya dengan kuat, saya tidak akan mampu menghadapi masa-masa sulit tersebut sampai saat ini. Kesedihannku sangat mendalam. Teman hidupku yang terbaik telah "diambil" dari kehidupanku. Apabila saya menghadapi kesulitan, dia selalu siap untuk mendengarkannya dan saling berbagi-rasa, bukan hanya dalam pembuangan dan kemiskinan bahkan sampai pada saat terakhir kepergiannya pun dia masih mendengarkan saya."

Surat kepada temannya, William Farel, dia menuliskan bahwa "Saya tidak dapat menjauhi diri saya dari kesedihan yang sangat memukul ini. Teman-teman yang lain juga berusaha untuk menghibur saya...Sekiranya Tuhan Yesus... memberikan saya kekuatan di dalam pencobaan yang berat ini." John Calvin baru berusia 40 tahun pada saat Idelette meninggal dunia, tetapi dia tidak pernah menikah lagi. Di kemudian hari, dia menceritakan tentang keunikan Idelette dan dia bermaksud untuk menghabiskan sisa hidupnya di dalam "kesendirian".

Kehidupan Idelette de bure Calvin merupakan suatu kehidupan yang dipenuhi dengan kepedihan, tetapi dia tidak pernah merajuk, dia membawa kebahagiaan dan damai di manapun dia berada. John telah mengetahui banyak mengenai Allah Bapa itu berdaulat, tetapi melalui kehidupan dan kematian Idelette, Idelette mengajari dia mengenai Roh Kudus sebagai Penghibur.

Audio: John Calvin Mencari Istri

Sumber: 

Artikel tulisan William J. Petersen* yang diambil dari Majalah Christian History Volume V. No. 4 th. 1986

*William J. Petersen adalah senior editor pada penerbit Revell Books

Naskah Khotbah: Hamba Tuhan dan Bacaannya

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Publikasi bulan Agustus ini akan menyajikan tulisan Daniel Lukas yang saya ambil dari JURNAL TEOLOGI DAN PELAYANAN "VERITAS" Edisi 2, yang diterbitkan oleh Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT).

Setelah membaca artikel ini, silakan anda bagikan pengalaman anda sendiri dalam hal baca-membaca buku. Berapa banyak waktu yang anda luangkan untuk membaca buku-buku bermutu? Buku apakah yang terakhir anda baca? Mengapa hanya ada beberapa glintir penulis-penulis Kristen Indonesia yang menulis karya yang bermutu?

Selamat sharing.....

In Christ,
Yulia

Edisi: 
019/VIII/2001
Isi: 

Nas Alkitab: II Timotius 4:13: "Jika engkau ke mari bawa juga... kitab- kitabku, terutama perkamen itu."

Antara tahun 1835-1910 hiduplah seorang yang bernama Samuel Langhorne Clemens atau yang lebih dikenal dengan nama Mark Twain. Ia adalah seorang penulis novel Amerika, khususnya novel anak-anak. Dua buah karyanya yang terkenal berjudul Huckleberry Finn dan Tom Sawyer. Sebagai seorang penulis yang cukup dikenal, pada suatu kali Mark Twain mengundang cukup banyak orang ke rumahnya untuk beramah-tamah. Istri Mark Twain yang bernama Olivia sibuk sekali mempersiapkan acara tersebut dan mengatur segala urusan rumah tangga. Tidak heran, karena mereka mengadakan arisan bagi para tamu di mana yang datang terutama adalah ibu-ibu tetangga mereka.

Ketika mereka sedang menikmati makanan kecil, salah seorang tamu bertanya tentang buku-buku yang dimiliki Mark Twain. Ia memang mempunyai banyak sekali buku. Ada yang berderet rapi dan ada juga yang berserakan di sana-sini. "Untuk apa buku sebanyak ini?" demikian tamu tersebut bertanya heran. Olivia yang sederhana dan memang lugu itu menjawab singkat: "Untuk dibaca." Mendengar jawaban singkat itu tamu tersebut bertambah penasaran sehingga ia bertanya lagi "Dibaca semuanya?" "Tentu. Bahkan, kadang-kadang ada buku yang dibaca berulang- ulang," sahut Olivia ringan.

Percakapan tersebut kebetulan didengar Mark Twain. Kemudian sesudah para tamunya pulang, ia berkata kepada istrinya: "Oliv-ku sayang, lain kali kalau ada tamu yang datang dan bertanya seperti itu lagi tentang buku kita, katakan saja bahwa buku-buku itu memiliki banyak kegunaan: buku itu ada yang tebal, yang tipis, dan yang sedang. Yang tebal bisa kita gunakan sebagai bantal, kalau kita tidak punya bantal; bisa juga kita pakai sebagai anak tangga, atau bisa juga untuk tempat duduk darurat kalau engkau sedang bekerja dan kebetulan tidak ada kursi. Sedangkan buku yang berukuran sedang bisa untuk mengganjal meja, kalau misalnya meja kita goyang-goyang, juga untuk mengganjal almari, dan bisa juga untuk melempar ayam, kucing, memukul kecoa atau apa saja. Buku yang tipis bisa dipakai untuk kipas-kipas, atau menyabet anak yang bandel dan anjing yang susah diatur dan perlu didisiplin. jadi, katakan kepada tamu kita bahwa buku itu mempunyai banyak sekali kegunaan." Begitu kira-kira sindiran Mark Twain untuk orang yang tidak mengerti apa artinya buku.

Bagi kita yang hidup di zaman modern ini, kalau suatu ketika kita berkunjung ke rumah seseorang yang makmur secara materi, kadang-kadang kita juga akan melihat berderet-deret buku diletakkan dengan sangat rapi di rak yang mahal bersama dengan benda-benda antik. Biasanya mereka juga meletakkan berbagai set ensiklopedia yang disorot dengan lampu yang tertata apik. Sebagai tamu mungkin kita masih boleh bertanya tentang apa nama atau judul buku tersebut. Tetapi sedapat mungkin jangan bertanya apa isinya, karena jangan-jangan tuan atau nyonya rumah akan kebingungan untuk menjawabnya. Mengapa? Karena sebagian orang akan lebih siap menjelaskan isi album foto, arti lukisan mahal yang dipajang, dan nilai atau harga barang hiasan dan benda-benda antik seperti patung, guci atau apa saja, daripada harus menjelaskan isi buku tertentu.

Buku ternyata sudah sedemikian bergeser fungsinya bagi sebagian orang. Saya tidak tahu bagaimana kebanyakan hamba Tuhan memperlakukan buku- buku yang dimilikinya. Berkaitan dengan buku, pada kesempatan ini saya mengajak kita memikirkan apa yang dapat kita pelajari dari rasul Paulus.

Pertama, bagi Paulus buku adalah bagian dari kehidupan yang esensial atau penting sifatnya. Ketika menulis ayat di atas, Paulus sedang bermukim di dalam penjara yang pengap. Bantalkah yang ia perlukan sehingga Paulus mencari buku? Tentunya tidak demikian. Saya kira Paulus juga bukan seperti orang modern yang saya sebutkan tadi yang menginginkan buku sekadar untuk koleksi saja; perkara dibaca atau tidaknya, itu urusan belakangan. Ia juga bukan sekadar ingin memperlihatkan kepada rekan kerja atau temannya dan juga orang lain di kota Roma bahwa ia mempunyai sedemikian banyak koleksi kitab. Sekali lagi, saya kira kita tidak akan berpikir demikian. Kemungkinan besar Paulus meminta kitab itu karena ia rindu untuk bisa membaca, ditengah- tengah kehidupan penjaranya yang terakhir itu. Bayangkan, seorang rasul seperti Paulus saja memerlukan buku untuk dibaca, apalagi kita yang bukan nabi dan rasul. Bayangkan juga, sebagai seorang rasul yang telah melayani selama lebih kurang 30 tahun -- suatu pengalaman yang panjang sekali -- Paulus tetap rindu membaca buku.

Saudara, Paulus adalah seorang rasul yang mempunyai banyak pengalaman spektakuer (mujizat, nubuat, penglihatan). Kita dapat menyimak fakta tersebut di Alkitab. Ia pernah berjumpa dengan Tuhan Yesus, pernah menyaksikan seseorang yang naik ke langit yang ketiga, pernah mendapatkan wahyu atau penyataan seperti yang disebutkan dalam Galatia 1:12. Semua pengalaman tersebut dapat dikatakan tidak pernah kita alami sekarang, kecuali ada tokoh aliran tertentu yang mengaku-aku demikian. Kalau kita perhatikan kesaksian-kesaksian orang-orang terkenal, misalnya seorang pengusaha besar, tokoh bisnis atau artis, atau bahkan kita sendiri yang mempunyai satu pengalaman pertobatan tertentu, seringkali ternyata pengalaman yang itu-itu saja dipakai terus-menerus baik untuk kesaksian, untuk pelayanan, untuk khotbah. Cerita yang disampaikan dari tempat yang satu ke tempat lainnya biasanya yang itu-itu juga. Oleh sebab itu, tidak heran kalau saudara menjumpai bacaan yang berisi kesaksian Catherine Baxter yang katanya dituntun oleh Tuhan Yesus 40 hari 40 malam turun ke neraka, dan ada begitu banyak orang yang tertarik untuk membaca tulisan tersebut. Berbeda sekali dengan rasul Paulus. Walaupun ia telah berjumpa dengan Tuhan Yesus, tetapi ketika menceritakan pengalaman spektakuler itu, Paulus melakukannya dengan sangat hati-hati dan ia tidak membanggakan pengalaman tersebut. justru yang kita lihat disini pada hari tuanya pun Paulus tetap rindu membaca buku. Padahal, kita pasti tahu bahwa biasanya orang-orang tua senang sekali menceritakan pengalaman masa lalunya, mengulang cerita yang itu-itu juga sampai-sampai yang mendengar menjadi jenuh karena terus-menerus mendengar pengulangan ceritanya.

Yang kedua, bagi Paulus semua orang boleh meninggalkan dia, rekan kerja boleh pergi ke tempat yang lain, tetapi harus ada buku yang menemani untuk menghangatkan kehidupan. Kalau saudara membaca ayat 10, di sana dikatakan "Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku ... Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia." Lalu ayat 12, "Tikhikus telah kukirim ke Efesus." Kemudian juga di ayat 14 dan 15 kita membaca tentang seorang bernama Alexander yang menyakiti hati Paulus dengan cara berbuat jahat kepadanya. Pada ayat 16 Paulus mengatakan: "Pada waktu pembelaanku yang pertama, tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku." Di tengah kesepian seperti itulah, Paulus rindu kepada satu itu yaitu kitab-kitab yang bisa dan biasa menemaninya. Memang kalau saudara perhatikan ayat 11, Paulus mengatakan hanya Lukas yang tinggal dengan dia. Dan kalau kita perhatikan sosok pribadi Lukas, selain disebut sebagai seorang dokter dan seorang sejarawan, ia juga dapat disebut sebagai seorang kutu buku, orang kitab. Yang menemani Paulus adalah orang yang mencintai kitab atau mencintai buku. Saya katakan demikian sebab Lukas mengatakan bahwa sebelum ia menulis Injil Lukas ia menyelidiki dengan teliti bahan-bahan yang ada, literatur yang ada. Jadi boleh dikata ia adalah seorang yang suka melakukan riset dan mencintai kitab. Paulus pun sama. Ia adalah seorang yang mencintai kitab.

Suatu kali saya pernah berjumpa dengan seorang teolog Injil ketika saya melanjutkan studi di Trinity Evangelical Divinity School. Ia adalah seorang yang sudah berusia tujuh puluhan dan dari caranya berjalan orang dapat menduga bahwa ia sudah cukup uzur. Orang itu sering memakai topi bila berjalan di udara terbuka karena ia sudah kehilangan banyak rambut alias botak. Walaupun ketika itu musim dingin, ia masih mengajar di sana padahal umurnya sudah kakek. Orang itu adalah Carl F.H. Henry. kalau ia masih hidup sekarang (tahun 2000) pasti usianya sudah 80 tahun lebih. Bayangkan, pada waktu itu ia masih rajin ke perpustakaan, rajin menulis dan rajin membaca buku. Saya yang masih muda merasa malu kalau saya menjadi sedikit malas ketika mengerjakan sesuatu. Setiap kali saya menjadi sedikit malas, saya teringat pada orang itu. Ia telah memberi teladan tentang suatu semangat hidup yang sedemikian besar. Jikalau dalam kehidupan kita sekarang ini kita cenderung bermalas-malasan baik dalam studi, pelayanan atau apa saja, kita seharusnya malu kepada orang-orang yang usianya lebuh tua dari kita tetapi masih tetap rajin. Oleh sebab itu, marilah kita mengingat orang rajin yang usianya lebih tua dari kita seperti Carl Henry atau seperti Paulus. Suatu hari nanti, jika dalam pelayanan kita merasa tidak ada orang yang menemani, dan kebanyakan orang sudah meninggalkan kita atau meninggal lebih dulu, kita mewarisi suatu kebiasaan yang baik dari teladan rasul Paulus, yaitu buku yang bisa menemani kita dan tidak ada yang dapat digantikan dengan apa pun juga.

Yang ketiga, bagi Paulus sekalipun buku-buku adalah penting tetapi Kitab itu yang adalah firman Tuhan merupakan bagian yang paling utama. Saya katakan firman Tuhan karena disini ada dua istilah yang berbeda: kitab-kitab dan perkamen. Kitab (biblion) yaitu gulungan atau terjemahan. Biasanya satu gulungan adalah satu buku. Tetapi istilah "perkamen" (dalam bahasa Yunani "membrana"; bahasa Inggris "parchment") diterjemahkan oleh F.F. Bruce sebagai "let it be especially the Bible." Perkamen biasanya dibuat dari kulit binatang, misalnya kulit kambing, antope dan sebagainya. Oleh karena itu perkamen umumnya lebih tahan lama. Tetapi, selain itu, harganya lebih mahal. Dengan demikian jelaslah bagi kita mengapa materi perkamen dipakai untuk penulisan bagian dari firman Tuhan. Jadi yang Paulus maksud ketika ia meminta dibawakan perkamen itu ke penjara tempat ia ditahan, berarti ia minta dibawakan sebagian dari Alkitab Perjanjian Lama atau bagian dari Injil atau bagian dari surat-surat yang pernah ia tulis atau yang ditulis rasul lain. Yang mana yang Paulus minta tidak jelas, tetapi yang pasti itu adalah bagian dari Alkitab yang adalah firman Allah.

Coba kita perhatikan: pada waktu itu rasul Paulus sedang mengalami kesusahan yang besar. Ia harus berada dalam penjara yang sama sekali tidak menyenangkan di hari tuanya. Ia berada dalam keadaan kedinginan, kesepian, tetapi dalam keadaan demikian, selain buku, ia mencari firman Tuhan. Saya rasa Paulus sesungguhnya tahu cukup banyak tentang Alkitab Perjanjian Lama. Bahkan ia mungkin telah hafal bagian-bagian tertentu dari firman Tuhan, apalagi ia pernah mendapatkan wahyu secara langsung. Tetapi pada hari tuanya ia tetap minta dibawakan kitab-kitab dan perkamen dari kota yang bernama Troas yang jaraknya untuk waktu itu jauh sekali, yaitu kurang lebih 500 kilometer.

Bagi kita yang saat ini sedang melayani di ladang Tuhan atau yang sedang menempuh pendidikan di sekolah teologi, kita tidak boleh melupakan pentingnya membaca buku, terutama Alkitab. Jikalau kita tidak membiasakan diri membaca ketika masih berusia muda, tidak ada jaminan bahwa nanti setelah 10, 20 atau 30 tahun kemudian kita masih mau dan mampu membaca. Harapan dan doa saya adalah supaya kita semua yang dipanggil untuk melayani Dia, kita juga akan tetap mencintai buku- buku dan terutama firman Tuhan sepanjang hidup kita di dunia ini. Sebab, jikalau kita tidak melatih tubuh dan jiwa kita sekarang untuk mencintai firman Tuhan dan buku-buku, di tengah-tengah kesibukan pelayanan kita nanti di ladang Tuhan, agaknya kita tidak akan mempunyai cukup waktu lagi baik untuk persiapan pelayanan maupun untuk pertumbuhan kerohanian kita. Kiranya Tuhan mendorong kita semua supaya lebih mencintai literatur tetapi yang terutama adalah mencintai firman Tuhan. Amin.

Audio: Naskah Khotbah: Hamba Tuhan dan Bacaannya

Sumber: 

Lukas, Daniel; JURNAL TEOLOGI DAN PELAYANAN "VERITAS" Edisi 2; Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT)

Komentar


Syndicate content