Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI ArtikelArtikel
Seni dalam Perspektif KekristenanPenulis_artikel:
Paul Hidayat STh.
Tanggal_artikel:
20 Januari 2020
Isi_artikel:
Seni dalam Perspektif KekristenanKarya-karya seni sepanjang sejarah kemanusiaan merupakan bukti tentang kehebatan manusia, yang jauh mengungguli makhluk-makhluk lainnya. Untuk memperbesar kekaguman kita akan kemanusiaan, cukup kita pergi ke museum, atau ke peninggalan-peninggalan purba, atau ke gedung orkestra, atau ke suatu pameran lukisan. Arsitektur, musik, lukisan, karya pahat, film, fotografi, tari-tarian, tulisan, dsb., akan segera membangkitkan rasa kagum kita tadi, sebab karya-karya seni ini menggemakan kehebatan manusia. Siapa tidak kagum melihat lukisan-lukisan karya Basuki Abdullah atau Affandi? Siapa tidak tenggelam dalam kedalaman pengisahan tulisan penulis-penulis besar seperti Tolstoy, Tagore, Dostoevsky, Mangunwijaya, dsb? Siapa tidak takjub melihat arsitektur kuno seperti Borobudur maupun arsitektur modern seperti Opera House di Sidney? Siapa pula tidak terbuai oleh musik-musik indah karya komponis agung seperti Bach, Mozart, Vivaldi, Tschaikovsky, dsb? Siapa pula dari kita yang tidak bangga dengan aneka ragam kesenian Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Seni tanda keagungan manusia yang membuat hidup ini terasa lebih indah, tidak lepas dari permasalahan. Misalnya, ada seni pahat yang indah, ada pula yang dijadikan berhala yang disembah manusia. Ada lukisan dan foto-foto seni yang mengagumkan, ada pula yang menggiurkan merangsang nafsu. Ada musik yang menyentuh kalbu dan menyegarkan jiwa, ada pula yang mengaduk perasaan menjadi galau. Orang Kristen tinggal di tengah-tengah dunia yang dibanjiri oleh berbagai tren kesenian, masing-masing lengkap dengan produknya. Kita harus memilih dan menentukan sikap. Apalagi karena kini seni dengan penggabungan teknologi canggih (misalnya lewat video, majalah, kaset, dsb), mampu dimassalkan menerobos segala bentuk batasan, dan memperhadapkan kita langsung dengan berbagai pilihan seni. Patokan apa dapat kita pakai untuk menilai dan memilih? Bukan hanya itu. Kekristenan bukan saja bergumul tentang seni di luar dirinya, yang harus disaringnya sebelum dapat diterima, tetapi seni di dalam kekristenan pun wajib kita pergumulkan. Seni, karunia Tuhan yang agung itu, tidak saja mampu membawa kita ke dalam suasana indah, tetapi kadang-kadang membuat kita bingung dalam pemilihan sikap. Bagaimanakah sikap Alkitab terhadap seni? Apa tanggung jawab dan peran Kristen dalam bidang seni? Seni yang bagaimana yang sebaiknya kita kembangkan dalam corak ibadah dan pelayanan Kristen? Seni menurut Alkitab Barangsiapa mencari dukungan Kel. 31:1 Alkitab untuk sikap antipatinya terhadap seni, akan kecewa. Sebaliknya orang yang mencari dukungan Alkitab atas sikap pro seni tanpa pandang bulu, juga akan dikecewakan. Kedua sikap pro dan kontra dapat kita temui dengan jelas diajarkan dalam Alkitab. Alkitab bukan saja mendukung pengembangan kesenian, tetapi bahkan memerintahkan kita untuk mengembangkannya. Seni sebagai bagian dari panggilan dan karunia budaya, jelas merupakan suatu karunia yang harus dikembangkan oleh manusia. Bukankah kreativitas manusia merupakan salah satu aspek dari keberadaan manusia sebagai gambar Allah, Sang Pencipta yang Mahakreatif itu? Maka, mengembangkan daya seni yang Tuhan telah tanamkan dalam diri kita adalah bentuk ketaatan kita terhadap panggilan-Nya untuk mencerminkan Dia melalui hidup dan karya kita. Sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kita menjumpai perkenan Allah atas berbagai upaya dan karya seni: Bezaleel dan Aholiab (Kel. 31:1- I 1), desainer seni Kemah Sembahyang; mazmur-mazmur; hymnologi yang diungkapkan Paulus dalam surat-suratnya (Fil. 2:6-I I; Kol. I : 15-23); sampai ke doxologi di Kitab Wahyu, semuanya menyaksikan fakta ini dengan jelas. Bila kita telusuri kisah Bezaleel dengan lebih teliti, kita dapat menarik beberapa kesimpulan tentang seni. Pertama, seni ada dalam cakupan kehendak Allah, sebab Allah sendiri yang memerintahkan pembuatan Kemah Sembahyang secara berseni. Allah menginginkan tempat ibadah umat-Nya itu memiliki penampilan bercita-rasa seni tinggi (Kel. 25-28). Kedua, kemampuan seni adalah karunia Allah. "Lalu Musa memanggil Bezaleel dan Aholiab dan setiap orang yang ahli, yang dalam hatinya telah ditanam TUHAN keahlian..." (Kel. 36:2). Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin menandaskan bahwa setiap kemampuan seni atau ilmiah, bahkan juga yang dimiliki mereka yang tidak beriman, adalah karunia Roh Kudus. "The knowledge of all that is most excellent in human life is said to be communicated to us through the Spirit of God" (Institutes 22 16). Maksud Calvin bukanlan bahwa seniman yang tak beriman memiliki Roh Kudus, tetapi bahwa semua kemampuan dalam diri manusia adalah akibat pekerjaan Roh Kudus dalam anugerah umum. Lebih jauh, Keluaran 31 mengembalikan seluruh detil kemampuan seni yang dibutuhkan untuk merancang interior maupun eksterior Kemah Sembahyang itu sebagai karunia Roh Kudus. (Perhatikan kata-kata "Kutunjuk", "Kupenuhi", "Kuperintahkan" 3 I :2-6). Seni selain merupakan karunia, juga merupakan panggilan hidup dari Allah. Banyak kaum injili masa kini mengkategorikan hanya pelayanan gerejawi sebagai panggilan hidup dari Tuhan. Akan tetapi, melalui gerakan Reformasi kita disadarkan bahwa seluruh kehidupan kita adalah pelayanan dan ibadah untuk Tuhan, dan karena itu, adalah panggilan Tuhan untuk kita. Bezaleel menerima panggilan itu. Panggilan di bidang seni, seperti halnya panggilan di bidang pelayanan Firman, atau di bidang ilmu, tidak berlaku umum tetapi berlaku khusus. Tuhan memanggil secara pribadi. Seseorang bisa dipanggil Tuhan menjadi pendeta atau misionaris atau guru atau ilmuwan, bisa pula dipanggilNya menjadi seniman! Walaupun terhadap seniman-seniman bukan Kristen tidak dapat kita katakan bahwa "ilham" yang mereka terima adalah bukti mereka dipimpin oleh Roh Kudus, namun dalam kasus seniman Kristen (seperti halnya Bezaleel dalam Kel. 35:30) dapat disimpulkan adanya hubungan erat antara mutu kerohanian dengan mutu seninya. Urutannya jelas: "memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan..." (Kel. 35:31). Juga kepandaian untuk mengajar (ayat 34). Melalui kisah Bezaleel ini kita menarik pelajaran indah bahwa seni adalah karunia yang Tuhan berikan kepada manusia dan merupakan panggilan khusus untuk orang tertentu yang dipanggil-Nya menjadi seniman. Pelayanan dalam bidang seni ini meliputi prinsip pimpinan Roh, pemberian kemampuan, penggunaan akal dan pengetahuan serta pengembangannya melalui jalur ajar-mengajar. Di pihak lain, Alkitab juga mengungkapkan penyalahgunaan seni oleh manusia. Firman Tuhan melarang pembuatan patung dan berbagai simbol lainnya untuk disembah (Kel. 20:4,5). Harun dengan lembu emasnya, Nebukadnezar dengan patung raksasanya, dan kitab-kitab petenung zaman Kisah Para Rasul, cukup menjadi bukti betapa mudahnya daya seni manusia itu dipakai untuk menghasilkan hal-hal yang jahat, buruk dan melawan Tuhan. Teologi Reformed mengingatkan kita bahwa kejatuhan manusia dalam dosa mencemarkan seluruh aspek kemanusiaan kita, termasuk kepekaan dan daya seni manusia. Bila Alkitab bersikap seperti itu, kita pun seharusnya bersikap demikian. Kita patut bersikap positif, menerima dengan syukur dan mengembangkan potensi seni yang Tuhan titipkan pada kita. Di lain pihak kita wajib sadar akan pengaruh dosa yang mungkin membelokkan arah seni dari memuliakan Tuhan dan membangun kemanusiaan menjadi sesuatu yang memberontak melawan Allah dan menghancurkan kemanusiaan. Peran Kristen terhadap kesenian Terhadap kesenian, orang Kristen dan gereja wajib menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja. Sebagai imam, kita dipanggil untuk "menyelamatkan" kesenian dalam arti menyaksikan prinsip-prinsip Kristen ke dalam pergumulan dan pengungkapan seni dunia di sekitar kita. Sebagai nabi kita dipanggil untuk menyuarakan kebenaran dan menilai kesenian dalam terang kebenaran Firman Tuhan. Sebagai raja kita dipanggil untuk memerintah, menguasai, memengaruhi kesenian, terutama dengan jalan menciptakan ungkapan-ungkapan kesenian yang dinafasi oleh kekristenan dalam keterlibatan penuh kita di dalam kesenian. Bila semua peran itu kits jalankan, maka timbullah beberapa konsekuensi praktis dalam sikap kita terhadap kesenian. Ada kemungkinan kita harus membuangnya, sebab karya seni bersangkutan sudah sedemikian dirusak oleh ketidakbenaran dan kejahatan (misalnya berhala-berhala, kitab primbon, film porno, dsb). Ada pula saat ketika kita boleh menerima karya seni bersangkutan karena prinsip isi dan bentuknya tidak menyimpang dari kekristenan. Lebih dari itu, orang Kristen terpanggil untuk mengembangkan daya seninya sedemikian rupa sampai mampu mencetuskan karya-karya seni yang berprinsip Kristen dan memengaruhi dunia. Kesenian gerejawi Dalam sejarah terbukti bahwa kesenian yang dikembangkan dalam konteks gereja sempat menjadi ratu yang berpengaruh dan ditiru kesenian dunia ini. Arsitektur gereja dan musik gereja adalah dua contoh paling jelas tentang hal ini. Akan tetapi, apa yang dulu merupakan kebanggaan gereja rupanya kini sudah berbalik. Dalam banyak hal, gereja paling ketinggalan dalam kesenian di zaman ini. Kenyataan ini merupakan cambuk yang melecut kita untuk mawas diri dan bangun dari ketiduran kita dalam bidang seni gerejawi. Di manakah dramawan, musikus, pelukis, arsitek, pernahat, novelis Kristen abad ini yang mau menggeluti ulang panggilan Tuhan untuk bidang seni dan menghasilkan karya-karya berkaliber? Seni Kristen/gerejawi bukan saja yang semata merupakan ungkapan kisah-kisah Alkitab. Karya-karya Dostoevsky (The Brother's Karamazov) yang sarat dengan masalah filsafat, religius, dan sosiologis juga dapat dipakai Tuhan untuk mentobatkan orang. Karya Tolkien mungkin lebih mampu berkomunikasi dengan banyak orang tentang kebenaran Kristen. Karena itu kita perlu lebih banyak seniman Kristen yang menempatkan ulang Kekristenan di panggung pergelaran seni dunia. Namun demikian, sisi lainnya tidak boleh kita lupakan. Seperti yang Tuhan Yesus ingatkan, semua orang yang ingin taat kepada-Nya pasti akan menerima salibnya sendiri. Dalam bentuk penghinaan, dipandang tak berarti, dianggap tidak sesuai tren, dsb. Demikian pula tidak selamanya Tuhan mengijinkan kesenian gerejawi diterima di panggung kesenian dunia ini. Selama penolakan dunia atas kesenian gerejawi dan orang Kristen bukan disebabkan oleh kelalaian, kebodohan atau kemalasan kita sendiri dalam mengembangkan seni, maka jelas bahwa itu adalah konsekuensi kemuridan kita mengiring Kristus. Konklusi Orang Kristen dan gereja tidak dapat mengelak dari keharusan terlibat dalam kesenian, paling tidak menikmatinya. Kita disadarkan bahwa daya seni manusia adalah suatu karunia yang sangat mulia yang menunjukkan aspek kemanusiaan kita sebagai gambar Allah. Dalam Alkitab sendiri, kesenian bisa dikatakan sebagai puncak ibadah yang dimulai dari iman (doktrin), dilanjutkan oleh kasih (dalam etika) dan diakhiri dengan doxology (estetika). Itu sebabnya, Kristen harus terlibat dalam kesenian dan mengupayakan kesenian yang bermutu tinggi. Di pihak lain, kita disadarkan bahwa dosa dan pengaruh iblis merembes masuk ke semua kapasitas kemanusiaan kita, tidak terkecuali daya seni kita Karena karya seni adalah karya manusia berdosa, seni pun besar kemungkinan tercemar oleh dosa. Karena itu, Kristen terpanggil menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja. Kesenian harus dikembalikan kepada tempatnya semula, yaitu sebagai alat untuk memuliakan Tuhan, mengungkapkan keindahan-Nya dan ciptaan-Nya dalam ungkapan-ungkapan artistik dan menunjukkan kebenaran. Seni bukan tujuan akhir yang diberhalakan dan memperbudak manusia. Seni dapat memuliakan Allah, mencerminkan kebenaran dan keindahan serta membangun kemanusiaan, bisa pula sebaliknya. Karena itu, kita harus berperan aktif: memperbaiki, menilai dan mencetuskan yang baru. Sumber Artikel:
Sumber:
Legenda Santa ClausPenulis_artikel:
John W. Cowart
Isi_artikel:
"Ayah, bangun! Seseorang memanjat terali jendela kita!" Sang ayah yang kuatir terjaga. Terhuyung-huyung, masih setengah sadar, menghampiri kamar tidur putrinya dan memandang ke luar. Seseorang sedang memanjat terali dengan diam-diam. "Apa-apaan ini? Sepertinya tidak cukup kesusahan yang kuhadapi," kata sang ayah. "Akan kutangkap banjingan itu." Diambilnya sebatang kayu api yang besar panjang di sisi perapian dan merayap ke luar. Ayah yang dalam kesusahan ini tidak dapat tidur semalaman. Ketika ia berbaring, pikirannya tetap berputar dari satu problem ke problem lainnya. Tiga orang anak perempuan yang sudah layak menikah dan tidak ada mas kawin yang dapat disediakannya walau hanya untuk satu calon menantu saja. Kemiskinan telah menguras kekuatannya. Ia telah memutuskan untuk menjual gadis-gadisnya ke tempat pelacuran lokal -- tampaknya itu jalan keluar satu-satunya. Namun ia tidak tentram dengan keputusan itu, dan tidur mengajaknya lari dari persoalan itu. Sekarang ada lagi. Ketika ia membuka pintu, didengarnya suara berdebuk. Pengacau itu melemparkan sesuatu ke dalam kamar putri-putrinya dan sekarang menuruni terali. Ayah yang marah ini mengejar pengacau itu. Sekejab mereka terjatuh, terengah-engah, berhadapan dengan dinding batu. Sang ayah juga kehabisan napas untuk mengangkat gadanya, melihat pengacau itu ternyata seorang pemuda yang kehabisan napas. Putri yang tertua lari menghampiri. "Lihat ayah!" ia menjelaskan, "lihat apa yang dilemparkannya ke jendela kita." Tangannya memegang sebuah tas kulit penuh dengan uang emas. "Apa arti semua ini?" tuntut sang ayah. Tawanannya menjelaskan bahwa ia seorang Kristen dan orang tuanya baru saja meninggal dengan mewariskan kekayaan yang besar. "Tuhan mengatakan," pemuda ini menjelaskan, "bahwa kita harus menjual harta kita dan memberikannya kepada orang miskin, kemudian mengikutNya. Saya ingin mengikut Yesus, maka ketika saya mengetahui kesulitanmu dan rencanamu ... apa yang dapat saya perbuat? Jika seseorang memiliki segala harta dunia ini dan melihat saudaranya membutuhkan, kemudian mengeraskan hati terhadap saudaranya itu dan tidak memberikannya, bagaimana kasih Allah bisa tinggal dalam orang ini?" Ayah yang bingung, tetap mencurigai adanya suatu permainan, bertanya, "Mengapa engkau menyelinap ke rumah kami pada malam hari? Apa maumu? Siapa namamu?" "Nama saya Nicholas. Saya datang secara sembunyi karena Yesus memerintahkan ketika engkau memberi kepada orang miskin dengan tangan kananmu, tangan kirimu tidak perlu tahu. Simpan pemberianmu sebagai rahasia. Simpanlah uang itu, tetapi saya mohon sesuatu sebagai imbalannya. Jangan beritahu siapapun mengenai hal ini. Jaga rahasia ini." Ayah itu berjanji dan untuk bertahun-tahun tidak menceritakan bagaimana ia mendapatkan mas kawin untuk gadis-gadisnya. Cerita ini, dikisahkan oleh Metaphrastes dalam tahun 912 M, menunjukkan satu alasan mengapa St. Nicholas, seorang yang benar-benar ada dalam sejarah, yang menjadi dasar dari legenda mengenai Santa Claus, adalah seorang yang paling terkenal di seluruh dunia. KUNJUNGAN ST. NICK Nicholas dilahirkan pada abad ketiga di Patras. Sebuah kota di Asia Kecil. Orang tuanya yang kaya raya adalah orang-orang Kristen yang saleh. Setelah mereka meninggal, ia menggunakan warisannya untuk menolong orang miskin dan memasuki Biara Sion Kudus, dekat kota Myra untuk mendapatkan pendidikan. Alkisah ketika menjadi dewasa, Nicholas membuat perjalanan perubahan hidup ke Tanah Suci. Di Betlehem ia melihat tempat kelahiran Kristus. Ia berdiri di Bukit Zaitun di mana Kristus mengajar. Dan ia berdoa di kubur kosong, tempat kebangkitan Kristus. Perjalanan ini meneguhkan pikirannya mengenai yang telah dipelajari dalam Alkitab -- bahwa Kristus sesungguhnya Allah beserta kita. Keyakinan teguh ini membentuk karir masa depannya. Ketika ia berlayar pulang, kapalnya memasuki kancah badai. Nicholas menolong para kelasi mengikat layar dan menguasai kayuh. Kelasi-kelasi itu mempercayakan perjuangan mereka di tangan Nicholas; dan ia menyerahkan keselamatannya kepada Allah. Ia bernasar untuk pergi ke gereja mengucap syukur setibanya kapal itu di daratan. Ketika Nicholas melangsungkan perjalanannya, bishop di Myra meninggal dunia. Pemimpin gereja berdebat tentang penggantinya. Setelah melalui perdebatan panjang, seseorang menyarankan, "Kita tunggu keputusan Allah; orang yang pertama datang melalui pintu gereja besok pagi akan menjadi bishop yang baru." Kapal Nicholas terdampar menjelang fajar. Secepatnya ia pergi untuk mengucap syukur karena dibebaskan dari badai. Para pemimpin gereja menyambutnya di pintu gerbang dengan topi dan tongkat jabatan bishop. Maka ia menjadi bishop termuda di dalam sejarah. KONFLIK DENGAN PEMERINTAH Tidak lama setelah itu, Bishop Nicholas menghadapi konflik dengan otoritas pemerintah. Suatu bencana kelaparan melanda Myra. Hasil panen layu dan kering di ladang. Tidak ada makanan di manapun juga. Jemaat mencari Nicholas untuk melepaskan mereka dari kelaparan. Eustathios, gubernur propinsi, menyita beberapa muatan kapal berisi gandum di pelabuhan Andriaki. Pejabat yang korup merencanakan untuk menahan gandum itu sampai tawaran tertinggi atas gandum itu tercapai. Nicholas meyingkapkan timbunan gandum itu dan mempermalukannya sehingga melepaskan kapal-kapal itu. Hubungan Nicholas dengan Eustathios lebih buruk lagi ketika ia mempelajari proposal hukuman mati dari tiga tawanan politik. Nicholas mendesak untuk kebebasan ketiga orang yang tidak bersalah itu. "Terlambat!" seru Eustathios, "mereka sedang menjalani pemancungan sekarang." Nicholas berlari ke alun-alun di mana hukuman mati itu dilaksanakan. Tawanan pertama sudah siap dihukum mati dengan lehernya di tempat pemancung dan kepala di atas keranjang. Pelaksana mengayunkan tangan. Nicholas merebut pedang yang sedang terayun turun dari tangan algojo. Ia memotong ikatan tangan para tawanan dan membebaskan mereka. Masyarakat menyatakan jaminan keselamatan selanjutnya bagi orang-orang ini. Gubernur mundur -- untuk sementara waktu. Penganiayaan yang terus menerus Pada 23 Februari 303 M, kaisar Diocletian mengeluarkan satu peraturan yang menjadi awal penganiayaan yang paling sistematis dan panjang atas gereja Kristen yang pernah terjadi. Penganiayaan Diocletian ditandai dengan serangan pertama yang terorganisir atas Alkitab. Karena keputusan ini menuntut bahwa orang Kristen harus menyerahkan kitab suci mereka untuk dibakar. Menolak berarti mati. Seorang yang setia (seperti Felix, bishop Thibiuca, yang mengatakan kepada prajurit yang menangkapnya, "Lebih baik aku dibakar daripada Alkitab.") berdalih untuk berbagai alasan, seperti menggantinya sebagai kitab tatabahasa, kitab mengenai pengobatan, koleksi khotbah dan buku-buku agama lain, untuk melindungi Alkitab. Eusebius, seorang saksi mata mengatakan, "Kata-kata tidak dapat menjelaskan penderitaan mengenaskan yang ditanggung oleh para martir ... mereka dicabik dari kepala sampai kaki dengan pecahan beling seperti cakar, sampai mati melepaskan mereka. Wanita-wanita diikat sebelah kakinya dan dipacang tinggi ke udara dengan kepala di bawah, tubuh mereka telanjang tanpa secarik pakaian pun ... aku berada di tempat itu dan melihat sendiri mereka dihukum mati ... pesta gila- gilaan itu berlangsung lama, pisau pembunuh itu menjadi muntul dan rusak sendiri. Pelaksana hukuman mati itu sendiri kehabisan nafas dan bergantian melaksanakan tugas. Secara relatif orang Kristen mempunyai kesempatan untuk mendramatisir iman mereka dengan menyitir kata-kata terakhir di hadapan penonton di arena. Hampir semua ketakutan, kuatir, merasa tidak pasti, tersembunyi, tertawan dan menderita, berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak Kristen bertumbuh dengan tidak mengenal kondisi lain dalam hidupnya. Bishop Nicholas mengambil bagian dalam hal ini. Ia tertangkap di awal penganiayaan dan ditawan. Mereka memukulinya. Mereka mencap kulitnya. Mereka menggunakan tang-tang besi untuk menjepit berbagai bagian tubuh mereka. Kemudian dibiarkan sendiri di selnya sampai cukup kuat untuk mulai disiksa lagi. Penganiayaan berlangsung bertahun-tahun. Tetapi Nicholas tidak menyangkal bahwa Yesus adalah Allah dari segala allah. Bidat yang berbahaya Kaisar kafir telah meninggal. Konstantin naik takhta dan menghentikan penganiayaan. Nicholas bertahan menghadapi penderitaan, tetapi sekarang ia diperhadapkan dengan bahaya ... yang lebih besar, yang merusak Kekristenan secara perlahan-lahan. Arius, pengkhotbah terkenal dari Alexandria, mulai mengajarkan bahwa Kristus lebih rendah dari Allah. Ia mengajarkan bahwa Yesus bukan Allah menjadi manusia, tetapi sebagai roh ciptaan yang menjadi pengantara yang didagingkan -- bukan Allah tetapi juga bukan manusia saja. Arius menyebarluaskan idenya dengan memasukkan dalam musik peminum yang terkenal di kalangan penyembah berhala. Melodinya begitu menarik sehingga sebentar saja semua orang bersiul mengikutinya di jalan dan pasar. "Situasi menjadi skandal," komentar Eusebius, "sehingga dalam gedung kesenian orang yang tidak percaya, pengajaran yang seharusnya dihormati mengenai Allah diekspos sehingga sangat aneh dan memalukan. Orang percaya yang setia berjuang melawan penganiayaan, seperti Nicholas, berkhotbah dan menjelaskan kepada orang-orang mengenai Yesus, menunjukkan ayat Alkitab seperti Kolose 2:9: "Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keAllahan."; Yohanes 14:9: "Yesus berkata: "Barang siapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa."; Yohanes 1:1,14: "Pada mulanya adalah Firman: Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah ... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita ... "; Ibrani 1:3: "Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah." Semua ini tidak berguna. Arianisme menarik pikiran yang dirasionalisasikan bahwa kalau mereka tidak dapat mengerti Tritunggal, maka tidak ada Tritunggal. Konsili Kontroversial Konstantin membentuk sebuah konsili dari pemimpin-pemimpin gereja di Nicean untuk mendiskusikan pengajaran Arius dan hal-hal lain yang memecahbelahkan gereja. Mereka yang menghadiri konsili Nicean telah berjuang atas penganiayaan Diocletian. Sebagian dari mereka cacat kehilangan lengan. Sebagian lagi lumpuh (Tawanan dibuat cacat agar tidak dapat melarikan diri). Banyak yang datang dengan rongga mata kosong karena mata mereka dicukil. Legenda mencatat bahwa dalam kesempatan tampil dalam konsili Arius mulai menyanyikan salah satu dari lagu-lagunya yang terkenal. Beberapa bishop langsung keluar dari tempat pertemuan. Yang lainnya menutup telinga. Nicholaus berjalan perlahan-lahan ke tengah, tempat Arius bernyanyi dan meninju mulutnya. Bishop yang kaget bersimpati kepada Nicholaus, tetapi tidak dapat menyetujui tindakannya. Biar bagaimanapun, Kristus, yang dipertahankan Nicholaus, mengajarkan pengikut-pengikutNya untuk mengasihi musuh- musuh mereka dan menjadi umat yang damai. Mereka menurunkan Nicholaus dari jabatan bishop (kemudian jabatan ini dikembalikan kepadanya) dan mengusir Arius. Sebelum konsili berakhir, mereka menuliskan Pengakuan Iman Nicean yang menyatakan apa yang harus dipercaya orang Kristen mengenai Yesus. Nicholaus menghabiskan sisa hidupnya di Myra untuk memperhatikan yang sakit, merawat yatim piatu, melindungi orang miskin dari pemeras- pemeras dan mempertahankan hak-hak legal orang Yahudi. Ia sering bermain dengan anak-anak dan memalukan martabat kesementaraannya dengan mengijinkan anak-anak berandal jalanan dengan mengijinkan mereka memakai topi bishop. Ia meninggal tahun 343 M dan dijadikan orang suci. Kemurahan hati dan kasihnya kepada anak-anak terus berkembang sehingga tidak hilang dalam legenda St. Nick -- Santa Claus. Artikel ini diterjemahkan dari majalah HIS edisi Desember 1989. Sumber Artikel:
Sumber:
Teologi PenginjilanPenulis_artikel:
Pdt. Dr. Stephen Tong
Tanggal_artikel:
29 Maret 2019
Isi_artikel:
Teologi Penginjilan"Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa- dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci." (1 Kor. 15:3-4). Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan dua hal yang menjadi fondasi Injil. Apakah itu Injil? Injil adalah satu-satunya kabar baik dari Tuhan Allah, yang ditujukan bagi orang berdosa, bahwa Kristus yang diutus oleh Allah sudah mati dan sudah bangkit menjadi Penebus orang berdosa. Dia mati karena dosa kita masing-masing, dan Dia bangkit dengan tujuan memberikan kebenaran Allah kepada kita, yang datang kepada-Nya. Ada sifat penting dalam Injil yang harus kita pertahankan. Gereja yang kehilangan pegangan atas sifat Injil yang penting ini, pasti akan menjadi gereja yang berkompromi. Sifat paling mendasar dari Injil adalah sifat penebusan -- The redemptive nature of the Gospel. Injil bukan satu pengajaran baru, bukan semacam perubahan moral, bukan satu popularisasi dari ajaran agama Kristen. Mengabarkan Injil bukan satu gerakan menambah anggota gereja, bukan suatu pidato mengenai keagamaan. Mengabarkan Injil merupakan peperangan yang membawa manusia keluar dari tangan Setan masuk ke dalam tangan Allah. Jikalau kita betul-betul mengetahui apakah artinya PI, kita tidak mungkin PI tanpa semangat, jikalau kita belum mengerti apa sifat Injil yang sejati, kita tidak mungkin membedakan kegiatan kita dengan kegiatan agama-agama yang lain. Sifat PI, berdasarkan sifat esensi dari Injil itu sendiri. Injil bersifat penebusan, yang tidak ada di dalam agama lain. Jikalau agama-agama mengajar manusia berbuat baik, dan orang-orang yang menganut agama itu taat pada pengajaran agamanya, maka mereka berbuat segala kebaikan sesudah menerima ajaran agama mereka. Ini tidak berarti perbuatan-perbuatan dosa sebelum itu sudah bisa diselesaikan. Jika seseorang berbuat baik menurut agama mereka, dan sampai mati tidak berbuat dosa lagi, tetap belum membereskan soal dosa kemarin, kemarin dulu dan tahun-tahun yang silam dan waktu-waktu yang sudah lalu. Agama mengajar manusia bermoral baik, tetapi Kristus menebus manusia keluar dari kuasa dosa dan kuasa Setan. Inilah perbedaan agama dan Injil Yesus Kristus. Jikalau orang Kristen tidak mengenal keunikan dan inti dari istilah penebusan ini, kita tidak mungkin berperang dengan semangat, api yang murni, dan ketekunan tanpa henti untuk melayani Tuhan. Di dalam kematian Kristus, fokus terpenting adalah keunikan Oknum yang telah menderita kematian ini. Siapakah Dia yang dipaku di atas kayu salib? Golgota tidak hanya menyalibkan Yesus. Banyak orang yang dipaku di sana. Perampok-perampok yang diadili menurut hukum dari Romawi dipaku, digantung dan dibunuh di sana. Yesus bukan orang pertama yang disalibkan. Menurut catatan sejarah, pada waktu Yesus berusia 11 tahun sudah lebih dari 100 orang Israel yang dipaku di atas kayu salib di Nazaret. Berarti Yesus yang masih kecil sudah mempunyai kesan: inilah nanti pengalaman yang harus diterima-Nya, pada waktu Dia mengakhiri perjalanan dalam melaksanakan kehendak Allah sebagai Mesias. Akan tetapi, kesengsaraan Kristus lebih dari kesengsaraan penjahat yang disalib, sehingga Dia berteriak, "Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Suatu kesengsaraan yang tidak mungkin dimengerti oleh rasio manusia, melampaui kemungkinan penganalisaan teologis. Martin Luther setelah berjam-jam merenungkan ayat itu pada satu hari Jumat Agung, tetap tidak mengerti, akhirnya dia berdiri, memukul meja dan berkata: "Siapakah yang dapat mengerti Allah Oknum Pertama meninggalkan Allah Oknum Kedua?" Siapakah yang mampu mengerti mengenai hal Allah meninggalkan Allah? Namun, setiap orang Kristen yang tidak mengerti secara mutlak dan tuntas akan hal ini harus mengerti satu hal: Dia dibuang oleh Allah, supaya kita bisa diterima kembali oleh Tuhan Allah. Itulah Injil. Suatu kebenaran yang tidak ada di dalam agama-agama, di dalam filsafat, di dalam ilmu-ilmu pengetahuan mana pun yang ditemukan manusia melalui otak yang diberikan oleh Tuhan, untuk menyelidiki rahasia-rahasia kebenaran ciptaan Allah yang tersembunyi di dalam alam. Kematian Kristus harus kita renungkan terus menerus, menjadi dorongan kekuatan yang konsisten untuk menopang gereja. Salib Kristus adalah rahasia kemenangan dari zaman ke zaman bagi gereja Tuhan yang sejati. Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib mengandung empat arti:
Saya membagikan perdamaian melalui Kristus dan salib-Nya di dalam lima aspek:
A. Perdamaian antara orang berdosa dengan Allah. Sebelumnya, saya berdosa dan menjadi musuh Allah. Sebagai seteru Allah, saya dibenci dan dibuang Allah. Murka Allah ada pada saya, tetapi Kristus yang menanggung sehingga di dalam Kristus saya kembali kepada Allah. "Oh, Bapa ampunilah saya," dan Tuhan berkata, "Aku menerima engkau kembali. Sekarang kau bukan musuh-Ku. Aku memberikan hak kepadamu menjadi anak-anak-Ku." Kita berdamai dengan Allah. B. Perdamaian kita dengan kita melalui Yesus Kristus. Setelah pengampunan dosa kita terima, maka dengan sendirinya terjadi perdamaian kedua: kita berdamai dengan kita sendiri. Berapa banyak orang menjadi manusia yang tidak rela. Hidup tidak rela, terhadap isteri tidak rela, melihat anak nakal tidak rela hati, benci, jengkel terhadap dirimu. Mengapa? Karena ada perpecahan antara dirimu dan dirimu. Engkau menjadi musuh dirimu, engkau jengkel terhadap dirimu, benci diri, engkau begitu mendendam diri, tetapi tidak berani mati. Akhirnya terpaksa hidup terus di dunia. Orang gila, orang yang bunuh diri adalah mereka yang menjadi fanatik dan ekstrim. Melampaui batas, upnormal, terjadi permusuhan antara oknum diri dengan diri secara kelebihan, sehingga mereka menjadi gila dan bunuh diri. Kita yang mengalami kesulitan dan kesulitan terus menerus kadang-kadang tidak bisa mempunyai keharmonisan diri, kita memerlukan perdamaian diri Tuhan Yesus. Kita boleh mencintai diri tetapi kita tidak boleh egois. Mencintai diri menjadi dasar etika mencintai orang lain. Alkitab mengatakan, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Mrk. 12:31). Jadi, orang yang membunuh orang lain bukan karena membenci orang lain, tetapi karena membenci manusia dan dirinya adalah manusia. Karena membenci diri sekaligus membenci semua yang namanya manusia. Akan tetapi, orang yang mencintai diri, lalu mempunyai konsep bahwa di dalam setiap orang ada diri, akan memperluaskan cinta ini menjadi cinta diri yang lain, itu menjadi dasar mencintai orang lain. Alkitab tidak salah. Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri. C. Perdamaian kita dengan orang lain melalui Yesus Kristus. Perdamaian dengan diri mengakibatkan engkau mempunyai hidup yang limpah. Setelah berdamai dengan Allah dan berdamai dengan diri sendiri di dalam Kristus, dia mulai bisa melihat setiap orang itu bisa dicintai. Seorang Kristen yang sudah mengalami kuasa Injil, mau tidak mau mempunyai perdamaian. Orang Kristen yang sudah mengalami Injil mau tidak mau berdamai dengan semua orang. Saya mencintai semua orang, saya harap saya bisa baik-baik hidup selama saya masih diberikan kesempatan bernapas di atas bumi ini, tidak menjadi musuh siapa pun. D. Memperdamaikan orang lain dengan orang lain melalui Kristus. Jika ke mana saya pergi saya tidak membuat orang lebih benci satu dengan lain. Tidak menghasut melainkan memberikan benih perdamaian. Saya ke sini, di sini ada damai, ke sana sana ada damai. Inilah janji Tuhan: "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Mat. 5:9). Puji Tuhan! E. Memperdamaikan orang lain dengan Allah melalui Kristus. Memperdamaikan orang lain dengan Allah dikerjakan oleh orang yang sudah mengalami perdamaian Allah dalam diri sendiri, mengalami perdamaian antara diri dengan diri, mengalami perdamaian diri dengan orang lain, mengalami memperdamaian orang lain dengan orang lain, puncaknya adalah memperdamaikan orang berdosa dengan Allah Yang Suci melalui penginjilan. Setiap kali engkau mengabarkan Injil berarti memperdamaikan manusia dengan Tuhan Allah melalui Yesus Kristus. Ini empat sifat dasar dari Injil itu sendiri berdasarkan kematian Kristus. Kematian Kristus bersifat propitiation, berarti memulihkan Allah dari murka. Kematian Kristus bersifat redemption, menebus dan membawa kita kembali kepada Tuhan, karena harga yang tunai yang sudah dibayar. Kematian Kristus bersifat reconciliation memperdamaikan kita dengan Allah, memperdamaikan kita dengan diri, memperdamaikan kita dengan orang lain dan memungkinkan kita memperdamaikan orang lain dengan orang lain, dan membawa orang lain yang bermusuhan dengan Allah kembali berdamai dengan Tuhan Allah. Ini sifat nuklir dari Injil. Sifat Unik Injil 1. Injil bersifat Esa. Injil hanya satu. Saya tidak percaya kita mungkin membandingkan Injil dengan yang lain, lalu menyetarakan Injil dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Injil bukan berasal dari sejarah dan bersifat sementara. Bukan hasil dari kebetulan dan bukan produksi kebudayaan. Injil merupakan sesuatu yang timbul dari rencana Allah, yang dinyatakan di dalam proses dinamis sejarah. Injil itu Esa, satu- satunya kabar baik, satu-satunya Juru Selamat, harus dipegang teguh oleh kaum Injili. Agama banyak, Injil hanya satu. Pendiri agama banyak, Juru Selamat hanya satu. Pengajar moral banyak tetapi Pengantara hanya satu. Satu-satunya Pengantara di tengah-tengah manusia dengan Tuhan Allah; satu-satunya Juru Selamat yang melepaskan kita dari kuasa dosa, kuasa setan, kuasa maut dan kuasa kutukan Taurat. Hanya di dalam nama Yesus Kristus kita mendapatkan penebusan dan keselamatan serta hidup yang kekal. "Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." (Yoh. 20:31). "Semua itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal." (1 Yoh. 5:13). Ini tidak ada di dalam kebenaran agama, sistem filsafat dan ideologi-ideologi manusia yang lain. 2. Injil bersifat sempurna Injil dan kuasa Injil sudah sempurna. Ini berarti jangan ditambah-tambah lagi. Kuasa Kristus, keselamatan yang digenapi oleh Kristus di dalam Injil sudah sempurna, mutlak, tidak boleh ditambah-tambah lagi. Di dalam dunia, kita melihat ada dua macam agama, semacam agama yang menolak Kristus. Mereka berpendapat manusia boleh langsung datang kepada Allah tanpa Kristus, tidak perlu pengantara, tidak perlu Juru Selamat. Agama macam kedua, di antara Kristus dan manusia di tambah lagi yang lain: orang suci, rasul-rasul dsb. Mereka bukan hanya berdoa melalui Kristus kepada Bapa, tetapi mereka berdoa kepada bunda Maria, berdoa kepada rasul-rasul lain, berdoa kepada orang-orang suci lain untuk datang kepada Kristus. Yang tambah atau yang kurang, semua tidak menyadari bahwa Kristus sudah cukup dan sudah sempurna. 3. Injil bersifat mutlak Berarti dari kekal sampai kekal tidak ada perubahan. Biarpun teologi berjalan terus, jangan melanggar kemutlakan Injil. Biarpun penyelidikan dan penafsiran Alkitab terus berkembang, jangan meniadakan Injil dari yang direncanakan oleh Tuhan. Injil mutlak adanya sehingga Paulus berkata, "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." "Jikalau ada orang lain datang mengabarkan Injil kepadamu berlainan dengan apa yang kuajarkan kepadamu, bukan saja jangan terima dia, biar dia dijatuhkan kutukan." "Jikalau ada orang datang kepadamu, memberitakan injil yang lain, injil yang berbeda dengan apa yang kuberitakan kepada engkau, meskipun malaikat. Jikalau malaikatpun datang mengabarkan injil berlainan dengan Injil di dalam Alkitab, biarlah malaikat itu juga dijatuhkan laknat." Mengapa perkataan-perkataan begitu keras keluar dari mulut Paulus? Paulus berkata bahwa Injil adalah mutlak dan dipertahankan. Jikalau ada orang mengabarkan Injil kepadamu berlawanan dengan apa yang kukabarkan, itu bukan Injil, dan mereka harus dijatuhkan laknat, berarti Paulus minta gereja mempertahankan kemurnian dan kemutlakan Injil. Bagaimana dengan kaum Injili? Orang yang mencintai Injil, peliharalah Injil! Orang-orang yang betul-betul menamakan diri Injili bukan hanya mulut gembar-gembor tapi hati yang setia kepada Injil. Mengerti, memelihara, mencintai dan memelihara Injil dengan setia sampai Yesus Kristus datang kembali. Dunia akan berubah. Paulus berkata: "Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu." (Kis. 20:29), Paulus berkata: "Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya." (2 Tim. 4:4). Pada waktu kita memberitakan Injil, kita harus bijaksana. Bijaksana bukan berarti takut, bijaksana bukan berarti kompromi. Orang yang berkompromi, orang yang takut selalu mengatakan: "Ini bijaksana." Menurut pikiran Plato dan Socrates, orang Yunani mengatakan: "Suatu hal yang tidak mungkin! Bagaimana saya dapat percaya seorang bodoh seperti Yesus Kristus tersalib tanpa dapat menyelamatkan umat manusia? Bagi logika saya yang sudah dilatih oleh filsafat, saya tidak bisa terima." Sementara orang Yahudi mengatakan: "Inikah Juru Selamat? Inikah Mesias? Omong kosong! Mesias bersifat militer, Mesias bersifat politik, Mesias bersifat dendam, Mesias bersifat kemenangan. Kristus yang menang harus Kristus yang berpolitik, Kristus yang betul-betul mempunyai kekuasaan militer, yang melepaskan Israel itu bisa menjadi Kristus, itu bisa menjadi Juru Selamat, tetapi yang dipaku di atas kayu salib ini tidak mungkin!" Mereka pergi. Lalu, Paulus berkata: "Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang- orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan" (1 Kor. 1:22), itu Injil. Sekarang, berapa banyak orang mengabarkan Injil mencoba berusaha dengan mukjizat dan bijaksana untuk menarik orang datang kepada Tuhan. Saya percaya, Tuhan lebih bijak dari siapa pun, saya juga percaya Tuhan melakukan mukjizat, betul-betul berkuasa sampai sekarang: Dia menyembuhkan orang lain, Dia melakukan mukjizat, tetapi pusatnya adalah kayu salib Kristus. Orang Yunani minta bijaksana, mereka menganggap salib itu bodoh, orang Yahudi minta mukjizat, mereka merasa Golgota lemah. Paulus berkata: "Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia." (1 Kor. 1:25). Ini saya sebutkan sebagai sifat paradoks, berarti kelihatan salah tetapi benar, kelihatan konflik tetapi harmonis, itu disebut paradoks. Paradoks pertama adalah salib yang paling lemah, menjadi kuasa terbesar di alam semesta. Karena salib adalah tempat paling bodoh maka melebihi segala bijaksana. Karena salib adalah tempat paling bodoh, tidak mampu membela diri maka di salib terjadi pembelaan terbesar bagi umat manusia. Salib adalah tempat yang memberikan pengampunan. Ketika paku menusuk Dia, pada saat yang bersamaan darah pengampunan keluar, itulah Injil. Paradoks kedua waktu kita mengabarkan Injil kepada yang membutuhkan, mereka tidak terima. Ingat pada waktu Paulus di Troas? Pada waktu Paulus di Troas, pada waktu malam, mungkin mimpi, mungkin penglihatan, ada orang Makedonia berkata: "Mari menyeberang ke sini, tolonglah kami!" Paulus menyangka pimpinan Tuhan, lalu dia pergi. Paulus pergi ke Makedonia. Kota pertama yang dikunjunginya adalah Filipi. Ia berkhotbah, hari kedua langsung masuk penjara. Ia tidak mengerti, di dalam visi disuruh ke sini, sudah datang, masuk penjara. Itulah Injil. Ketika pengabar Injil datang ke Irian Jaya, pergi, dimakan singa. Engkau bilang Sumatera perlu, ayo datang, Nommensen ke Sumatera hampir dibunuh mati. Jackson ke Birma, Hudson Taylor ke Tiongkok, David Branerd ke India, William Carrey ke India. Dalam sejarah dari misi, tidak ada satu tempat pun membuka kedua tangan secara luas untuk menyambut Injil. Jikalau mereka bisa begitu baik bereaksi kepada Allah, mereka tidak perlu Injil, justru Injil diperlukan oleh orang yang merasa tidak perlu, Injil dikabarkan kepada mereka yang tidak mau dikabarkan, Injil harus diberitakan kepada mereka yang menolak berita, itu Injil. Injil untuk orang yang belum menjadi Kristen, untuk orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus. Kita harus hati-hati dan bijaksana sungguh-sungguh, menyediakan hati yang bersedia untuk menerima kesulitan. Tidak ada seorang yang lebih berat penderitaannya dari Kristus. Yesus berkata: "Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya ...." Setiap kali kalimat itu diucapkan, dikaitkan dengan penderitaan. Jikalau Kristus sudah menderita begitu berat, maka tidak ada satu orang menderita lebih berat dari Yesus. Jikalau begini, apakah Dia tidak sanggup menghibur engkau? Barang siapa ingin memberitakan Injil, ia harus bersedia untuk masuk ke mana saja termasuk penjara. Orang yang bersedia mengabarkan Injil harus mempersiapkan diri dengan mengerti sifat paradoks Injil. Paradok ketiga, sifat Injil adalah berinisiatif. Tidak tunggu orang lain datang, engkau pergi .... Mentalitas pergi harus dipupuk di antara anggota gereja kita masing-masing. Berapa banyak gereja anggotanya hanya datang satu kali setiap minggu ke gereja. Akan tetapi, itu bukan kehendak Allah. Kehendak Allah adalah setiap orang Kristen pergi. Beberapa tahun yang lalu, saya bertemu dengan David Elis yang pernah menjadi ketua OMF Indonesia, dia berkata kepada saya, "Stephen, I like to see my church empty." Saya kaget, dia ingin melihat gerejanya kosong? Dia berkata, "Saya menghargai gereja saya kosong." Saya tanya mengapa, "Mengapa engkau ingin gerejamu kosong?" Dia berkata, "Saya mau anggota saya semua pergi, pergi ke seluruh dunia, kabarkan Injil, sehingga tidak ada satu yang sisa di dalam gereja." Pupuklah semangat ini, berikan kepada mereka dorongan seperti ini, biar gereja kita menjadi gereja misioner. Sumber Artikel:
Sumber:
Tuhan Tidak BerubahPenulis_artikel:
J. I. Packer
Isi_artikel:
Mereka mengatakan bahwa Alkitab adalah Firman Allah, pelita bagi kaki kita dan terang bagi jalan kita. Mereka katakan kepada kita bahwa kita akan menemukan dalam Alkitab mengenai pengenalan akan Allah dan kehendakNya untuk hidup kita. Kita percaya pada mereka -- tepat -- karena yang mereka katakan adalah benar. Maka kita mengambil Alkitab kita dan mulai membacanya. Kita baca dengan mantap dan merenungkannya, karena kita tertarik -- sungguh ingin mengenal Allah. Tetapi ketika kita baca, makin lama makin bingung. Meskipun terpesona, kita tidak dikenyangkan. Pembacaan Alkitab tidak menolong kita dan membuat kita bingung dan jika kebenaran diungkapkan, terasa sangat menekan. Kita heran sendiri mengapa sampai terjadi demikian. Apa kesulitan kita? Yang mendasar adalah sebagai berikut. Pembacaan Alkitab membawa kita ke dalam dunia baru yaitu dunia Timur Dekat pada jaman ribuan tahun lalu, primitif dan barbar, dengan sistim agrikultural dan tidak mekanis. Dalam dunia seperti itulah kisah-kisah dalam Alkitab terjadi. Di dalamnya kita bertemu Abraham, Musa, Daud dan lainnya dan memperhatikan cara Allah berhubungan dengan mereka. Kita mendengar nabi-nabi mencela dengan terang-terangan akan penyembahan berhala dan melakukan penghakiman atas dosa. Kita melihat Orang dari Galilea melakukan mujizat, berdebat dengan orang Yahudi, mati bagi orang berdosa, bangkit dari kematian dan naik ke surga. Kita membaca surat-surat dari guru-guru Kristen yang ditujukan untuk melawan kesalahan-kesalahan menyolok yang sejauh kita ketahui sekarang tidak ada lagi. Semua itu sangat menarik tetapi nampaknya sangat jauh. Itu adalah bagian dari dunia dulu, bukan dunia sekarang. Kita merasa berada di luar dunia Alkitab, sebagai orang yang menjenguk ke dalamnya. Kita hanya penonton dan hanya itu. Pemikiran kita yang tak terkatakan adalah: Ya Allah melakukan segalanya, kemudian dan sangat mengagumkan bahwa orang-orang termasuk di dalamnya, tetapi bagaimana hal itu berhubungan dengan kita sekarang? Kita tidak hidup dalam dunia yang sama. Bagaimana catatan perkataan dan perbuatan Allah dalam jaman Alkitab, catatan hubungan Allah dengan Abraham, Musa, Daud dan sebagainya, menolong kita untuk hidup dalam jaman angkasa ini? Kita tidak dapat melihat bagaimana dua dunia ini digabungkan dan lagi-lagi kita menemukan bahwa kita merasa apa yang kita baca dalam Alkitab tidak mempunyai aplikasi bagi kita dan ketika sesering mereka gemetar dan takjub, perasaan tidak berada dengan mereka menekan kita. Banyak pembaca Alkitab mengenal perasaan ini. Tidak semua tahu bagaimana menghadapinya. Beberapa orang Kristen pasrah, tetap mempercayai catatan Alkitab, tapi tidak mencari atau mengharapkan bagi mereka sendiri suatu keintiman dan hubungan langsung dengan Allah sebagai yang diketahui oleh tokoh-tokoh Alkitab. Sikap sedemikian, terlalu biasa pada saat sekarang, merupakan efek dari pengakuan mengenai kegagalan untuk menembus masalah ini. Tapi bagaimana perasaan terpencil dari pengalaman mengenai Allah yang alkitabiah dapat dikalahkan? Banyak hal dapat dikatakan. Tapi point yang penting adalah ini. Perasaan terpencil adalah ilusi yang lahir dari pencarian mata rantai antara situasi kita dengan beragam karakter Alkitab di tempat yang salah. Benar dalam pengertian ruang, waktu dan kebudayaan, mereka dan epos sejarah yang mereka miliki adalah sangat jauh dari kita. Tetapi mata rantai antara mereka dan kita tidak ada pada level itu. Mata rantai itu adalah Allah sendiri. Karena Allah dengan siapa mereka harus berhubungan adalah Allah yang sama dengan Allah kita sekarang. Kita dapat mempertegas hal ini dengan mengatakan, pasti Allah yang sama; karena Allah tidak berubah dalam hal sekecil apapun. Terlihat dalam kebenaran yang di dalamnya kita harus tinggal, dengan tujuan untuk membuang perasaan bahwa ada lembah yang tidak terjembatani antara posisi orang-orang dalam jaman Alkitab dan jaman kita sekarang, yaitu kebenaran Allah yang tidak berubah. Allah tidak berubah. Mari kita pikirkan.
Ia adalah dari kekekalan (Mazmur 93:2), "Raja Kekal" (Yeremia 10:10), "tidak rusak" Roma 1:23, "tidak takluk kepada maut" (I Timotius 6:16). "Sebelum gunung-gunung dilahirkan dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah" (Mazmur 90:2). "Bumi dan langit, demikian kata pemazmur, "akan binasa tetapi Engkau tetap ada dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian, seperti jubah Engkau akan mengubah mereka dan mereka berubah. "Akulah yang awal," kata Allah, "Aku juga terakhir." (Yesaya 48:12). Ciptaan mempunyai awal dan akhir, tetapi tidak demikian Pencipta mereka. Jawaban untuk pertanyaan anak kecil, "Siapa yang menciptakan Allah?" adalah sederhana bahwa Allah tidak perlu dibuat karena Ia selalu di sana. Ia ada untuk selama-lamanya dan Ia selalu sama. Ia tidak bertumbuh lebih tua. Hidupnya tidak bertambah atau menyusut. Tidak bertambah kuasa baru, ataupun kehilangan yang pernah dimilikiNya. Ia tidak menjadi dewasa atau berkembang. Ia tidak menjadi lebih kuat, atau lebih lemah atau lebih bijaksana dengan bertambahnya waktu. Ia tidak dapat berubah untuk yang lebih baik, tulis A.W. Piner. Karena Ia telah sempurna; dan menjadi sempurna. Ia tidak dapat berubah menjadi kurang baik. Perbedaan utama dan mendasar antara Pencipta dan makhluk ciptaanNya adalah mereka dapat berubah dan natur mereka mengalami perubahan, sementara Allah tidak berubah dan tidak pernah dapat berhenti untuk menjadi Dia, seperti yang disebutkan dalam hymn: Kita berbunga dan tumbuh seperti dedaunan di pohon kemudian layu dan binasa namun tidak ada yang merubah Engkau Itulah Allah sendiri - hidup yang tanpa akhir (Ibrani 7:16). Tegang atau shock atau leukomoni dapat merubah karakter manusia tetapi tidak ada yang dapat merubah karakter Allah. Dalam kehidupan manusia, rasa, penampilan dan temperamen dapat berubah secara radikal: seorang yang baik dan tidak banyak berubah, dapat berubah menakutkan dan cepat marah, seorang dengan kehendak baik dapat menjadi sinis dan ..... Tetapi tidak pernah hal ini terjadi dengan Pencipta kita. Ia tidak pernah kurang kebenaran atau belas kasihan, atau keadilan atau kebaikan seperti biasanya. Karakter Allah adalah sekarang dan akan selalu tepat seperti dalam jaman Alkitab. Terbentuk dari hubungan ini pernyataan dua nama Allah dalam kitab Keluaran. Penyataan nama Allah adalah jelas, lebih dari sekedar label; sebuah penyataan apakah Ia dalam hubungan dengan manusia. Dalam Keluaran 3 kita membaca bagaimana Allah menyatakan namaNya kepada Musa sebagai "Aku adalah Aku" (ayat 14) -- satu frase di mana Yahweh (Jehovah, TUHAN) di dalam bentuk yang dipersingkat (ayat 15). Nama ini bukan gambaran Allah tetapi sebagai deklarasi dari keberadaanNya dan kekekalanNya yang tidak berubah; mengingatkan umat manusia bahwa Ia mempunyai hidup dalam diri sendiri, dan bahwa apa Ia sekarang, Ia adalah kekal. Dalam Keluaran 34, kita membaca bagaimana Allah menyatakan nama TUHAN kepada Musa dengan menyatakan beragam sisi dari karakter kudusNya: penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasihNya dan setiaNya, yang meneguhkan kasih setiaNya kepada beribu- ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya...." Proklamasi ini melengkapi Keluaran 3 dengan mengatakan kepada kita siapa Yahweh sesungguhnya dan bahwa Keluaran 3 melengkapi dengan mengatakan kepada kita bahwa Allah adalah selama-lamanya sama seperti pada saat itu, 3000 tahun yang lalu, ketika Ia menyatakan kepada Musa siapakah Dia. Karakter moral Allah tidak berubah. Maka Yakobus, dalam bagian yang berhubungan dengan kebaikan dan kesucian Allah, kemurahanNya kepada manusia dan permusuhan kepada dosa, berbicara mengenai Allah yang padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran. Manusia kadang mengatakan hal-hal yang sebenarnya bukan yang mereka maksudkan, hanya karena mereka tidak tahu pikiran sendiri, juga karena pandangan mereka berubah, mereka sering menemukan bahwa mereka tidak dapat lebih lama berpijak pada hal-hal yang mereka lakukan pada masa lalu. Semua kita kadang harus menarik kembali kata-kata kita, karena mereka tidak lagi mengekspresikan apa yang kita pikirkan; kadang kita harus menelan kata-kata kita, karena fakta jelas menolaknya. Kata-kata manusia adalah hal-hal yang tidak bisa disandari. Tetapi tidak demikian dengan kata-kata Allah. Mereka teguh selama-lamanya, sebagai ekspresi sahih dan kekal dari pikiran Allah. Tidak ada situasi yang memaksaNya untuk menarik kembali kata-kataNya, tidak ada perubahan- perubahan dalam pemikiranNya sendiri yang menuntutNya untuk merubah mereka. Yesaya menuliskan," ... firman Allah kita tetap untuk selama- lamanya." Hampir sama, pemazmur mengatakan, "Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu tetap teguh di sorga." (Mazmur 119:89,152). Kata yang diterjemahkan kebenaran dalam ayat terakhir mempunyai ide kestabilan. Oleh sebab itu ketika kita membaca Alkitab, kita harus ingat bahwa Allah tetap teguh dalam janji, tuntutan, pernyataan- pernyataan tujuan dan kata-kata peringatan, semua diperuntukkan kepada orang percaya Perjanjian Baru. Tidak ada sisa dari jaman yang sudah berlalu, tetapi suatu pernyataan sahih yang kekal dari pikiran Allah kepada umatNya dalam segala generasi, sejauh dunia ini berjalan. Seperti Tuhan sendiri berkata kepada kita, "Kitab Suci tidak bisa dibatalkan." (Yohanes 10:35). Tidak ada yang dapat mengakhiri kebenaran Allah yang kekal. Ia terus menerus bertindak terhadap manusia yang berdosa dalam cara yang Ia lakukan dalam kisah-kisah Alkitab. Tetap Ia menunjukkan kebebasan dan KetuhananNya dengan mengadakan diskriminasi di antara orang berdosa, antara mereka yang dapat mendengar Injil dan sebagian yang tidak mendengarkan; menggerakkan sebagian yang mendengar untuk bertobat sementara yang lain tinggal dalam ketidakpercayaan; kemudian mengajar orang-orang kudusNya bahwa Ia tidak berhutang belas kasihan kepada siapapun, semua adalah anugrahNya. Tidak ada yang melalui usaha mereka sendiri sehingga mereka dapat menemukan hidup. Ia tetap memberkati mereka yang Ia kasihi dengan cara yang merendahkan mereka agar segala kemuliaan hanya untukNya. Tetap Ia membenci dosa umatNya dan menggunakan segala macam penderitaan dari dalam dan dari luar dan kesengsaraan untuk menghentikan hati mereka dari kompromi dan ketidaktaatan. Tetap Ia mencari persekutuan umatNya dan mengirim penderitaan dan sukacita dengan tujuan memisahkan kasih mereka dari hal-hal lain dan mengarahkan hanya kepadaNya. Tetap Ia mengajar orang percaya untuk menghargai janji-janji yang diberikanNya dengan membuat mereka menantikan janji-janji itu dan memaksa mereka untuk berdoa tanpa henti untuk janji-janji tersebut sebelum Ia mencurahkannya. Maka kita membaca Ia berhubungan dengan umatNya dalam catatan Alkitab dan Ia tetap berhubungan dengan mereka. Tujuan dan prinsip-prinsip tindakanNya tetap konsisten; Ia tidak satu kalipun bertindak di luar karakterNya. Jalan manusia, kita tahu, adalah tidak konsisten, tetapi tidak demikian dengan jalan Tuhan. "Yang Kuat, Israel tidak akan berdusta atau menyesal" pernyataan Samuel, "karena Ia bukan manusia yang harus menyesal." I Samuel 15:29. Bilangan 23:19, "Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta, bukan anak manusia sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?" Menyesal berarti memeriksa kembali penilaian seseorang dan merubah rencana tindakan. Allah tidak pernah melakukan hal ini; Ia tidak perlu melakukan hal itu karena rencana-rencanaNya dibuat pada basis pengetahuan yang sempurna dan mengontrol segala hal masa lalu, sekarang dan yang akan datang, sehingga tidak akan ada keperluan mendadak atau perkembangan yang tidak diketahuiNya. Satu dari dua hal menyebabkan manusia merubah pikirannya dan mengulang rencananya, membutuhkan pandangan ke depan untuk mencegah segala sesuatu atau kurang pandangan ke depan untuk melaksanakannya. Tetapi Allah adalah Mahatahu dan Mahakuasa sehingga tidak perlu bagiNya untuk memperbaiki ketetapanNya (A.W. Pink). Mazmur 33:11, "Tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun temurun." Apa yang Ia lakukan dalam waktu, Ia rencanakan dari kekekalan. Dan semua yang Ia rencanakan dalam kekekalan Ia bawa ke dalam waktu. Dan semua yang Ia miliki dalam kata-kata perjanjianNya Ia sendiri akan melakukan tanpa salah. Maka kita membaca mengenai ketidakberubahan dari kebijaksanaanNya yang membawa orang percaya kepada kepenuhan dalam menikmati warisan janji-janjiNya, ketidakberubahan sumpah yang Ia janjikan kepada Abraham, nenek moyang orang percaya, jaminan bagi Abraham dan milik kita juga. Ibrani 6:17, "Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah, supaya oleh dua kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah tidak mungkin berdusta...." Maka demikian juga dengan pernyataan-pernyataan Allah lainnya. Mereka tidak berubah, tidak ada bagian dari rencana kekalNya yang berubah. Memang ada sekelompok ayat Alkitab (Kejadian 6:6; I Samuel 15:11; II Samuel 24:16; Yunus 3:10; Yoel 2:13) yang berbicara mengenai Allah yang menyesal. Hubungan dalam tiap kasus adalah kebalikan dari tindakan Allah terdahulu kepada orang-orang khusus, konsekwen atas reaksi mereka terhadap perlakuan itu. Tetapi tidak ada sugesti bahwa reaksi ini tidak diketahui sebelumnya atau bahwa Allah dikejutkan dan tidak ada dalam rencana kekekalanNya. Tidak ada perubahan dalam tujuan kekalNya jelas dinyatakan ketika Ia mulai berhubungan dengan manusia dalam cara yang baru. Ibrani 13:8 dan sentuhanNya mengenai mempunyai kekuatan. Tetap benar bahwa Ia mampu untuk menyelamatkan mereka ke tempat tinggi yang datang kepada Allah melaluiNya. Ibrani 7:25, "Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka." Ia tidak pernah berubah. Fakta ini menjadi hiburan bagi umat Allah. Sekarang di mana pengertian untuk jarak dan perbedaan antara orang percaya dalam jaman Alkitab dengan diri kita sendiri. Itu pengecualian. Atas dasar apa? Atas dasar bahwa Allah tidak berubah. Persekutuan denganNya, mempercayai firmanNya, hidup dengan iman, berdiri atas dasar janji Tuhan, pada intinya adalah realita yang sama bagi kita sekarang seperti bagi mereka yang berada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pemikiran ini memberikan penghiburan ketika kita menghadapi kekuatiran tiap-tiap hari; meskipun begitu banyak perubahan dan ketidakpastian hidup di jaman nuklir ini, Allah dan Kristus tetap sama -- Mahakuasa untuk menyelamatkan. Tetapi konsep ini membawa kepada sebuah tantangan juga. Jika Allah kita sama seperti Allah dari orang percaya Perjanjian Baru, bagaimana kita dapat membenarkan diri sendiri dalam kepuasan dengan pengalaman persekutuan denganNya, dan dalam tingkatan pimpinan Kristen, akan mereka yang jatuh sedemikian jauhnya? Jika Allah tetap sama, ini bukan suatu masalah yang dapat kita hindari. Sumber Artikel:
Sumber:
Banjir NuhPenulis_artikel:
Stanley I Sethiadi
Isi_artikel:
Pengantar Beberapa bulan yang lalu ada sebuah karangan di sebuah surat kabar terkemuka di Jakarta mengenai banjir pada zaman Nuh. Karangan itu ditulis oleh seorang dosen teologi yang pada hakekatnya menafsirkan bahwa banjir Nuh hanya banjir lokal. Ia mengira bahwa "terbukti secara ilmiah" bahwa banjir global tidak mungkin dapat terjadi. Penulis merasa sangat terbeban untuk memberi tanggapan atas tulisan itu. Sekali lagi penulis mempertanyakan: "Apakah yang disebut terbukti secara ilmiah?" Menurut penulis, bila seorang teolog Kristen mau membuat karya tulis agama Kristen, hendaklah ia berpegang ketat pada Alkitab. Kalau ia mau membuat karya tulis ilmu pengetahuan alam, hendaklah ia mengerti dulu dengan jelas apa itu ilmu pengetahuan alam. Kompromi yang tidak tepat antara Alkitab dan sebuah teori kontemporer tertentu, dapat menyesatkan dirinya sendiri dan para pembacanya. Ini akan mempunyai dampak besar pada imannya sendiri maupun iman jemaat yang dibinanya. Banjir Nuh menurut Alkitab Kej. 6:7 menyaksikan firman Allah secara langsung (direct speech, directe rede) yang berbunyi sebagai berikut: Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka. " Kalau banjir yang dimaksudkan Alkitab hanya banjir lokal, mungkinkah terlaksana maksud Allah seperti disaksikan ayat di atas? Hanya Nuh, keluarganya dan binatang-binatang darat yang ada di bahtera Nuh itu saja yang selamat. Binatang air seperti ikan, udang dll. tidak membutuhkan bahtera untuk bertahan hidup. Banjir yang menutupi "segala gunung di seluruh kolong langit" (Kej. 7:19) adalah pasti banjir global. Tafsiran Beberapa Teolog "Modern" Anak SD pun, yang membaca Kej. 6 s/d 9 dengan teliti, dapat mengerti dengan mudah bahwa banjir yang dimaksud Alkitab adalah banjir global, banjir yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi. Tetapi mengapa beberapa teolog, bahkan teolog yang telah mendapat gelar Doctor dalam teolog tidak mengerti hal ini? Mengapa mereka tafsirkan bahwa banjir Nuh hanya banjir lokal? Sebenarnya mereka juga mengerti, namun "hanya" tidak percaya. Mereka lebih percaya spekulasi-spekulasi metafisis para evolusionis geologis seperti Hutton, Lyell, Dott dsb. daripada kesaksian Alkitab. Mereka adalah teolog-teolog "modern" yang menyesuaikan tafsiran Alkitabnya dengan teori-teori yang paling mutakhir. Mereka menerima teori-teori itu sebagai mutlak benar. Kata mereka, ayat-ayat Alkitab yang tidak bertentangan dengan teori-teori itu, boleh diterima secara harafiah (kalau mau) tetapi yang bertentangan dengan teori-teori itu "hanya" dapat diterima secara simbolis/alegoris. Apakah sikap demikian benar secara rasional ilmiah maupun secara iman Kristiani? Adakah kebenaran mutlak dalam sebuah teori ilmu pengetahuan alam? Mari kita teliti hal ini sedikit lebih mendalam. Konsep Kebenaran Dalam Ilmu Pengetahuan Alam Seorang ahli fisika yang terkenal bernama Sir James Jean (1877-1946) menulis sebagai berikut (dengan terjemahan bebas): Dalam ilmu pengetahuan alam, sebuah hipotesa tidak pernah dapat dibuktikan benar. Kalau ia dibuktikan salah oleh pengamatan- pengamatan di hari kemudian, kita tahu ia salah, tetapi kalau ia dibenarkan oleh pengamatan-pengamatan di hari kemudian kita tidak pernah dapat mengatakan ia benar, karena ia selalu dapat disangkal oleh pengamatan-pengamatan di hari lebih kemudian."(1) Albert Einstein (1879-1955) menulis: David Halliday menulis: Mantan dosen saya, yang telah mendapat gelar Doctor dalam bidang fisika atom dari universitas Leiden dengan predikat summa cum laude, pada tahun 1984 menulis surat kepada saya. A.1. tulis beliau: "Teori-teori ilmu pengetahuan alam hanyalah model-model yang berusaha menerangkan atau meramalkan sebanyak mungkin gejala-gejala. Begitu ada fakta yang membantahnya (umpama dengan pengukuran yang lebih teliti) haruslah dibuat teori baru. Ilmu pengetahuan alam yang manapun tidak boleh mengatakan telah memperoleh kebenaran."(4) Jadi kebanyakan ahli ilmu pengetahuan alam kaliber dunia dalam abad ke-20 ini, berkesimpulan bahwa tidak ada kebenaran mutlak dalam teori manapun juga. Dan memang kalau kita mempelajari sejarah ilmu pengetahuan alam dari zaman Yunani kuno sampai sekarang, banyak sekali teori-teori yang timbul dan tenggelam silih berganti. Apa yang dianggap "benar" pada suatu masa, dianggap "salah" pada masa lain dan sebaliknya. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan. Tidak ada alasan apa pun untuk menganggap bahwa teori-teori yang kini diterima sebagai "benar", besok luas tidak akan dianggap sebagai "salah", dan sebaliknya. Spekulasi-spekulasi metafisis ilmuwan kreasionis Ilmuwan kreasionis pun dapat membuat spekulasi-spekulasi metafisis. Tetapi ingat spekulasi metafisis dari kaum kreasionis maupun dari kaum evolusionis tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan-pengamatan dan atau percobaan-percobaan yang dapat diulangi dan diselidiki dengan teliti. Orang hanya dapat percaya atau tidak percaya spekulasi- spekulasi itu. Seorang ilmuwan kreasionis Henry Madison Morris Ph.D. telah membuat spekulasi-spekulasi metafisis mengenai banjir Nuh. Dr. Morris adalah ahli teknik sipil basah (hidrologi). Selama 28 tahun ia telah menjadi dosen hidrologi, 13 tahun terakhir sebagai dekan jurusan teknik sipil di berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat. Di samping sebagai ilmuwan ia juga orang Kristen yang sungguh-sungguh. Ia betul- betul orang yang tepat untuk menulis mengenai banjir Nuh. Sebagai seorang hidrolog, ia memang ahli banjir. Kemudian menjadi presiden dari Institute for Creation Research. Morris percaya betul akan adanya banjir Nuh yang global. Menurut dia, bekas-bekas banjir Nuh dapat dilihat di berbagai tempat di bumi, antara lain : di Grand Canyon Amerika Serikat. Morris bertanya darimana datangnya air pada banjir Nuh? Ia menuliskan pandangannya dalam buku-bukunya seperti The Genesis Flood, The Genesis Record, What is Creation Science? dsb. Ia juga banyak membuat seminar-seminar dan perdebatan-perdebatan mengenai hal ini, di seluruh Amerika Serikat, Canada dan lain-lain. Wakilnya Dr. Gish, baru-baru ini bahkan telah mengadakan seminar-seminar dan perdebatan-perdebatan di Uni Sovyet, yang disponsori oleh Dr. Dmitry Kuznetsov dari Moskow, pemenang hadiah Lenin Komsomol (lihat Momentum 8 dan 10). Menurut Morris, sebelum banjir Nuh, di bumi ini permukaan darat lebih banyak dari laut. Di bawah tanah ada air tanah yang sangat banyak. Di udara, kira-kira di lapisan ionospere ada lapisan uap air yang meluas sampai jauh ke atas. Lapisan uap air ini tembus cahaya tetapi menyaring banyak sinar ultraviolet sehingga terjadi efek rumah kaca Greenhouse effect. Cuaca waktu itu terasa segar nyaman di seluruh dunia. Tidak ada bagian bumi yang terlalu panas, dan tidak ada yang terlalu dingin. Seluruh dunia mempunyai iklim yang sedang. Tidak ada badai, gempa, banjir, atau pelangi. Kemudian, pada suatu saat terjadi letupan dari dalam bumi (tentu pada saat yang tepat). Abunya menyembur sampai kelapisan uap air tadi. Abu ini menjadi inti bagi uap air. Terjadilah proses kondensasi. Uap air menggumpal menjadi titik-titik air, makin lama makin besar. Lalu air ini jatuh ke bumi. Maka hujanpun turunlah. Terjadi efek berantai, lalu ambruklah seluruh lapisan uap air, jatuh ke bumi. Dari dalam bumi menyembur air ke luar. Terjadi letupan di mana-mana. Terbentuklah permukaan bumi yang sama sekali baru. Setelah semua selesai, 2/3 dari permukaan bumi tertutup air. Timbullah perbedaan cuaca yang besar. Kemudian ada hujan, pelangi, badai dan gempa. Memang para evolusionis pun mengakui bahwa ada bekas-bekas yang menunjukkan adanya banjir besar di masa lalu. Kita ambil buku "Evolution of the Earth" oleh Robert Dott dan Roger Batten, Mc Graw- Hill, 1976, hal. 6:
Majalah Amerika Serikat yang sangat fanatik mendukung teori evolusi pada terbitan bulan Pebruari 1983 hal. 6 menyatakan bahwa Sahara pernah mempunyai sungai-sungai dan hutan yang lebat. Menurut buletin "Acts and Facts" bulan April 1991, dari kebudayaan Cina kuno ada catatan-catatan dari suku Miao atau Miautso yang dahulu tinggal di selatan sungai Yangtze, berupa sajak. Sajak ini mirip betul dengan Kej. 6 s/d. 9. Nama Nuh diubah menjadi Nuah, istrinya bernama Gaw Bo-lu-en dan anak-anaknya Lo Han, Lo Shen dan Jah-hu (bandingkan dengan nama Ham, Sem dan Yafet dari kitab Kej.). Anak Lo Han adalah Cusah dan Messay (bandingkan dengan Kusy dan Misraim, Kej. 10:6). Anak Jah-hu ialah Go-men (bandingkan Gomer, Kej. 10:2). Menurut sajak itu, suku Miao adalah keturunan dari Go-men ini. Sajak ini juga mengurut keturunan Nuah sampai ke Adam. Kepada setiap orang yang mengaku diri Kristen, saya anjurkan percayalah bahwa banjir Nuh adalah banjir global seperti disaksikan oleh Alkitab terutama Kej. 6 s/d 9.
Sumber Artikel:
Sumber:
Kelahiran Dari Anak DaraPenulis_artikel:
John Rw Stott
Isi_artikel:
Bishop David Jenkins meragukan bahkan menyatakan penyangkalannya mengenai realita sejarah mengenai kelahiran dari anak dara. Ia menyebutnya sebagai natur simbolis dan mitologis kisah kelahiran dari anak dara. Dalam suratnya Desember 1984 ia menulis bahwa sekelompok orang tidak dapat mengerti, atau tidak akan mendengarkan, point bahwa banyak dari kisah Alkitab adalah direalitakan, tidak dengan menjadi literatur yang benar, tapi karena menjadi simbol yang diinspirasikan oleh iman yang hidup mengenai aktifitas nyata dari Allah. Tapi banyak dari kritik bishop tidak selalai dan juga tidak sekeras kepala seperti yang ditunjukkannya. Kita tahu dengan baik bahwa ada jenis literatur yang disebut mitos yang memasukkan kebenaran dalam bentuk sejarah tanpa menyatakan bahwa itu bersifat sejarah. Ini tidak termasuk dalam perdebatan di antara kita. Banyak mitos kafir yang beredar dalam abad pertama, termasuk yang berasal dari Yunani dan Mesir asli mengenai satu dewa juruselamat yang lahir dari anak dara yang memerintah langit dan laut. Tapi kisah-kisah ini membuktikan sendiri bahwa mereka adalah mitos. Orang tidak percaya bahwa kisah itu adalah sejarah. Pertanyaannya adalah apakah para penulis Injil dengan sengaja menulis mitos ketika mereka mengisahkan kelahiran dari anak dara dan apakah mereka bermaksud untuk memberi pengertian semacam itu kepada kita. Jawaban saya: "Jelas tidak!". Profesor Henry Chadwick dalam artikelnya menunjukkan bahwa di dalam Pengakuan Iman Rasuli adalah pernyataan yang tercatat dalam sejarah dan ada yang puitis. Kalimat Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa termasuk dalam pengertian puitis tetapi Ia dilahirkan oleh Anak Dara Maria dan Pada hari yang ketiga Ia bangkit dari antara orang mati termasuk pernyataan yang berdasarkan sejarah. Benar bahwa hal kelahiran Yesus dari anak dara tidak mendapat penekanan sebanyak yang terjadi dalam hal mengenai kematian dan kebangkitanNya dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam khotbah-khotbah awal Petrus dalam Kisah Rasul maupun kesimpulan Paulus mengenai Injil dalam I Korintus 15 yang menyinggung mengenai kelahiran Yesus dari anak dara. Meskipun keempat penulis Injil sesungguhnya menuliskan seperti yang dikatakan Markus Injil mengenai Yesus Kristus (Markus 1:1), dan meskipun Matius dan Lukas dalam Injil mereka mencatat mengenai kelahiran dari anak dara, tapi tidak ada tempat dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa catatan itu menjadi bagian integral dengan Kabar Baik. Meskipun demikian jelas diajarkan dalam Injil dan sejak itu menjadi kepercayaan yang diterima dengan suara bulat dari gereja universal. Pengajaran dan tradisi ini tidak bisa begitu saja dikesampingkan. Selain itu, adalah suatu hal yang serasi bahwa Satu Pribadi yang supranatural (yang adalah Allah dan manusia) harus memasuki, seperti juga meninggalkan dunia ini, dengan cara yang supranatural. Serangan atas kelahiran dari anak dara bukanlah hal yang baru. Sebaliknya mereka sama tuanya dengan kekristenan itu sendiri. Dalam abad pertama banyak orang Yahudi Ebionit dan sekte tertentu dari Gnostik menyangkal keilahian Yesus dan oleh sebab itu menghilangkan kisah kelahiran dari anak dara. Dalam abad kedua, bidat Marcion, yang menolak sepenuhnya Perjanjian Lama, mempublikasikan satu versi dari hanya satu Injil (Lukas) dengan mengabaikan kedua pasal pertamanya. Kemudian golongan rasionalis dan skeptis dari setiap abad meragukan atau meremehkan kelahiran dari anak dara. Contohnya Renan, humanis dari Perancis dengan bukunya Vie de Je'sus yang menimbulkan sensasi ketika beredar dalam tahun 1863, memulai bab keduanya demikian: "Yesus dilahirkan di Nazaret, sebuah kota kecil di Galilea, yang sebelumnya tidak melahirkan orang yang terkenal.... Ayahnya Yusuf dan ibunya Maria adalah orang-orang dari kalangan bawah." Kritik ini biar bagaimana pun juga berasal dari luar gereja. Yang baru sekarang ini adalah pandangan mereka ditoleransi di dalam gereja, bahkan di antara pemimpin gereja yang seharusnya dengan khidmat menjaga dan mengajarkan iman Kristen yang bersejarah. Pada awal abad ini penahbisan William Temple ditunda dua tahun sampai ia yakin mengenai kelahiran Yesus dari anak dara dan kebangkitan tubuh, dan dalam 1917 dan 1918 Kepala bishop Randall Davidson menolak untuk menahbiskan Hensley Henson yang sedang dicalonkan untuk menjadi Bishop of Hereford, sampai ia mampu memberikan jaminan yang memuaskan bahwa ia tidak menyangkal doktrin-doktrin dalam Pengakuan Iman Rasuli. Sebab Kepala Bishop John Habgood menahbiskan David Jenkins tanpa menerima jaminan yang sama sehingga banyak dari kita diganggu oleh pandangan yang mendukakan ini. Mungkin bijaksana jika pada point ini menjelaskan pengertian dari kelahiran dari anak dara. Ada ekspresi yang salah, karena menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai kelahiran Yesus, sementara kelahiranNya seluruhnya adalah normal dan alamiah. Penghamilannya yang tidak biasa, karena sesungguhnya bersifat supernatural; karena ia diyakinkan dengan pekerjaan dari Roh Kudus, tanpa kerjasama dari seorang bapa manusiawi. Dalam diskusi kita mengenai kelahiran dari anak dara, ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan. Yang pertama mengenai kesejarahannya (Apakah itu sungguh-sungguh terjadi?) dan yang kedua adalah signifikansinya (Apakah yang terjadi?) Kesejarahan mengenai kelahiran dari anak dara Ketika kita menimbang bukti-bukti sejarah untuk kelahiran dari anak dara, ada empat bukti harus dipikirkan. Pertama, kesaksian dari para penulis Injil: Matius dan Lukas keduanya menanggung dualitas kesaksian mengenai keperawanan dari Maria. Benar, mereka menelusuri jejak genealogi Yesus melalui Yusuf dan tidak dirintangi dalam menunjuk kepada Yusuf sebagai bapak dari Yesus. Tapi setelah ia menikah dengan Maria, ia adalah ayah yang sah dari Yesus. Maka tidak ada kesulitan di sini. Faktanya adalah bahwa menurut penulis Injil pertama dan ketiga, ketika Maria mengandung ia bertunangan, bukan menikah dengan Yusuf, dan ketika Yesus dilahirkan ia tetap seorang perawan. Lagipula cukup jelas bahwa Matius dan Lukas mempercayai hal ini. Mereka menulis dalam bentuk prosa bukan puisi, sebuah sejarah dan bukan mitos. Beberapa sarjana memperdebatkan bahwa Matius pada khususnya (bukan Lukas, yang mengklaim pengusutan sejarah telah diperhatikan) tidak cenderung untuk menuliskan sebuah narasi murni sejarah, tapi ia bebas mengembangkan dan membubuhi sumber-sumbernya sehingga akibatnya adalah sebuah midrash, yaitu pencampuran sejarah dengan yang non-sejarah, yang (lebih lanjut dikatakan) merupakan sebuah bentuk yang biasa yang dikenal dalam literatur Yahudi pada jamannya. Namun demikian perkiraan ini jauh dari pembuktian. Bukti kurang dalam tiga area kritis: pertama, bahwa itu merupakan genre literatur yang biasa pada waktu itu (tidak kelihatan menjadi seperti demikian sampai abad kedua); kedua bahwa Matius cenderung untuk menulis Midrash (ia pasti tidak membumbui Perjanjian Lama dengan fiksi, seperti yang dilakukan oleh para penafsir Midrash; dan ketiga bahwa orang-orang pada jamannya itu mengertinya untuk menggunakan bentuk khusus ini (yang tidak dilakukan oleh bapak-bapak gereja pada awal gereja). Selain itu, ketika seseorang membaca injil Matius dengan segar, ia didorong oleh detail konteks sejarah dari kelompok orang, tempat-tempat dan waktu yang di dalamnya ia letakkan dalam kisahnya. Jika ditekankan bahwa Matius dan Lukas percaya bahwa Maria adalah ibu Yesus adalah seorang dara, lalu timbul pertanyaan: mengapa Markus dan Yohanes tidak mengatakan demikian juga? Dan mengapa sisa dari Perjanjian Baru membisu mengenai kelahiran Yesus dari anak dara? Dalam menjawabnya, kita mulai dengan mengingat bahwa argumen bisu jelas tidak dapat diandalkan. Contohnya, Markus dan Yohanes tidak mengatakan apa-apa mengenai masa kecil Tuhan Yesus, tapi kita tidak mengkonklusikan dari hal ini bahwa Yesus tidak pernah mempunyainya. Kemudian ada bukti tidak langsung bahwa Yohanes tidak tahu mengenai masalah ini dan percaya kelahiran dari anak dara. Saya tidak hanya berpikir mengenai pernyataan agungnya bahwa "Firman telah menjadi daging dan tinggal ... di antara kita." (Yohanes 1:14), tetapi juga mengingat kembali pernyataan bahwa Yesus "datang dari atas", "turun dari surga", "diutus oleh Bapa", "datang ke dalam dunia." Beberapa intervensi supranatural menjadi penting untuk membuat hal-hal ini dapat diterima. Fakta bahwa Markus dan Yohanes mengabaikan kisah Kristus sebenarnya tidak relevan untuk alasan sederhana bahwa mereka tidak diharuskan untuk menulis hanya tentang kelahiran dan masa kecil Yesus saja. Mereka berdua memilih untuk memulai kisah dari Yohanes Pembaptis. Point signifikansi adalah hanya dua penginjil yang menekankan penjelasan kelahiran Yesus dan menyatakan bahwa Ia dilahirkan dari seorang dara. Faktor kedua yang perlu dipikirkan adalah keotentikan suasana yang disinggung dalam kisah. Ketika kita membaca pasal-pasal awal dari Matius dan Lukas. Kita dibawa kembali kepada hari-hari akhir dari Perjanjian Lama. Zakaria dan Elisabet, Yusuf, Maria, Simeon dan Hana adalah orang-orang beribadah dari Perjanjian Lama yang memandang dan menantikan kerajaan Allah. Konteksnya kaya dengan kesalehan khas Perjanjian Lama. Bahasa, gaya dan susunan dari cerita-cerita adalah seluruhnya berciri Ibrani. Jauh dari tambahan legenda yang kemudian. Kisah-kisah ini terdengar dan terasa seperti ditulis pada masa sangat awal. Sebagai tambahan, kisah-kisah ini mengungkapkan kesederhanaan dan kebijaksanaan. Sesungguhnya cerita-cerita kafir pada masa itu mengisahkan mengenai dewa-dewa yang melakukan hubungan seks dengan manusia perempuan. Tetapi pada tempat dari mitos yang sadis dan fantastik itu, para penginjil bungkam. Mereka memperlakukan keintiman yang suci mengenai dikandungnya Yesus dengan cara yang paling halus. Ketiga, kita harus menanyakan tentang keaslian cerita kelahiran anak dara. Kisah Matius dan Lukas memiliki kesamaan inti. Mereka berdua menunjukkan hubungan kehamilan Maria dengan Roh Kudus, bukan Yusuf dan mereka juga menunjukkan kepada problem dan kekuatiran yang disebabkan oleh keperawanannya. Tetapi perhitungan mereka jelas berdiri sendiri (tidak ada bukti persekongkolan), saling melengkapi (mereka mengisahkan dari perspektif yang berbeda). Lukas menulis pengumuman kepada Maria dan kebingungannya seperti bagaimana dia dapat menjadi seorang ibu sementara belum menikah. Matius, di lain pihak, menulis penemuan Yusuf bahwa Maria hamil dan kebingungannya, keputusan untuk menceraikan Maria karena itu bukan anaknya, dan mimpinya di mana di dalamnya Allah mengatakan kepadanya untuk mengambil Maria sebagai seorang istrinya. Pada puncaknya, fakta harus datang dari Maria dan Yusuf sendiri, baik dalam bentuk tulisan atau bentuk perkataan. Selama Lukas dua setengah tahun bebas di Palestina, yang saya hubungkan, tampak segala kemungkinan bahkan kemungkinan bahwa ia bertemu dengan Dara Maria secara pribadi dan menerima cerita dari bibirnya sendiri. Dalam seluruh keadaan, bukti-bukti dari dalam menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kita memiliki dua kisah asli, pada awal, yang terpisah, yang berbicara mengenai kelahiran anak dara, masing-masing berdiri sendiri, satu sama lain saling melengkapi, yang satu dari Yusuf, yang lain dari Maria. Faktor keempat yang kita akan lihat adalah gosip mengenai kelahiran di luar nikah dari Yesus. "Fakta pertama dan paling tidak bisa dibantah mengenai kelahiran Yesus" tulis JAT Robinson, munculnya dari Wedlock. Satu pilihan yang tidak berbukti bahwa Yesus adalah anak sah dari Yusuf dan Maria. Hanya satu pikiran terbuka bagi kita antara kelahiran anak dara dan kelahiran di luar nikah. Jelas bahwa gosip kemungkinan kelahiran di luar nikah dari Yesus sudah tersebar selama ia terjun melayani dalam masyarakat dalam usaha untuk menjatuhkanNya. Contohnya: ketika Ia mengemukakan bahwa pasti orang Yahudi yang tidak percaya tidak memiliki Abraham sebagai bapa, tapi si jahat. Mereka membantah, "Kami bukan anak-anak haram!" yang sepertinya sebagai sindirian bahwa itulah Ia (Yohanes 8:41). Pada lain kesempatan, kali ini dalam kotaNya sendiri, ketika orang-orang diserang oleh pengajaranNya, mereka bertanya, "Tidakkah ini anak Maria?" (Markus 6:3). Dalam lingkungan patriakh ini adalah pembicaraan yang menghina, sindiran yang tidak mungkin meleset. Kemudian dalam kesempatan ketiga, orang-orang tidak percaya bertambah, berteriak kepada seorang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Yesus (Yohanes 9:29). Gosip ketidaksahan Yesus bertahan lama setelah kematianNya. Dalam Talmud Yahudi hal ini menjadi jelas. Dalam abad III sarjana Kristen Origen harus menjawab kritik hinaan dari Celsus bahwa Yusuf membawa Maria keluar dari rumahnya karena ia telah berjinah dengan seorang serdadu bernama Panthera. Bagaimana dalam dunia ini dapat timbul gambaran dan fitnahan kecuali telah diketahui bahwa Maria telah mengandung ketika Yusuf menikahinya? Betapa tidak menyenangkannya gossip ini tetapi inilah bukti nyata dari kelahiran anak dara. Signifikansi dari Kelahiran anak darah Kita maju sekarang dari bukti kesejarahan kelahiran anak dara kepada pertanyaan mengenai signifikansinya: Apa yang terjadi? Kita telah mencatat bahwa kelahiran Yesus tidak mendapat penekanan dalam Perjanjian Baru yang sama seperti kebangkitanNya, bukan merupakan suatu kejutan kecil, sejak kebangkitanNya dipublikasikan dan mempunyai saksi mata, sementara kelahiran anak dara adalah hal yang bersifat sangat pribadi dan tidak mempunyai saksi. Tapi jurusan yang dipakai para pengritik untuk menyerang menunjukkan bahwa mereka mengenali kepentingannya. Catatan Lukas mengenai pengumuman itu: Lukas 1:26-36: Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa leluhurNya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki- laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. " Setelah malaikat memberi salam kepada Maria sebagai seorang yang mendapat anugerah khusus dan kehadiran Allah, pemberitahuannya kepada Maria mengenai tujuan Allah ada dalam dua tahap, yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Yang pertama menekankan kesinambungan Anaknya dengan masa lalu, karena Maria akan mengandungNya. Yang kedua menekankan ketidaksinambunganNya, bahkan keunikanNya, karena Roh Kudus akan menaungiNya. Dalam bagian pertama (ayat 30-34) malaikat mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang putra, Ia akan menjadi "besar" (dinamakan Yesus dan Putra Yang Maha Tinggi, yang berhubungan dengan pekerjaan penyelamatan MesianikNya) dan bahwa Ia akan memerintah di atas takhta BapaNya, Daud, dan memerintah atas rumah Yakub selama- lamanya. Dengan kata lain, Ia akan mewarisi dari ibuNya: kemanusiaan ("engkau akan .... melahirkan seorang putra") dan posisiNya di takhta Mesianik. Paling sedikit inilah yang diimplikasikan. Dengan yakin rasul Paulus kemudian menekankan hal ini ketika menuliskan bahwa Yesus "dalam naturNya sebagai manusia adalah keturunan Daud" (Roma 1:3). Pada waktu yang bersamaan, Yusuf secara eksplisit dijelaskan sebagai keturunan Daud. Dengan menamai Yesus (Matius 1:21,25), ia menerimaNya sebagai Putranya, dan dengan menerimaNya, membuktikan Ia mempunyai hak-hak legal sebagai anak sah. Dalam bagian yang kedua (ayat 35) malaikat melanjutkan mengatakan bahwa Roh Kudus akan berada di atas Maria dan kuasa dari Yang Maha Tinggi akan menaunginya (awan dalam Alkitab adalah simbol dari kehadiran Allah). Dan oleh sebab itu anak yang akan dilahirkannya adalah unik, sebagai Yang Suci (berhubungan dengan ketidakberdosaanNya) dan Anak Allah (yang membuktikan dalam pengertian lebih dalam dari pada sebutan sebagai Mesias). Dalam cara ini diumumkan kepada Maria bahwa kemanusiaan dan kemesiasan anaknya akan keluar daripadanya, ibu yang akan mengandung dan melahirkanNya, sementara ketidakberdosaan dan keilahianNya akan keluar dari Roh Kudus yang akan menaunginya dengan kuat kuasaNya. Kesinambungan akan terlihat pada kelahiran naturalNya melalui Maria, dan ketidaksinambungan dengan kehamilan supranatural melalui Roh Kudus. Ia akan menjadi keturunan Adam melalui kelahiranNya, tetapi diangkat menjadi Adam kedua (kepala dari kemanusiaan yang baru) melalui dikandungNya dari Roh Kudus. Sebagai akibat dari kelahiran anak dara (yaitu, kebenaran dari Pengakuan Iman Rasuli bahwa Ia dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari Anak Dara Maria), Yesus Kristus secara bersamaan adalah anak Maria dan Anak Allah, manusia dan ilahi, Mesias dari keturunan Daud dan Juruselamat yang tidak berdosa bagi orang-orang berdosa. Karena Allah adalah bebas dan maha-kuasa dan kita tidak mempunyai kebebasan untuk membatasiNya, tanpa diragukan lagi Ia dapat melaksanakan tujuan ini melalui beberapa cara lain. Tapi Perjanjian Baru membuktikan bahwa Ia memilih cara melalui kelahiran anak dara, dan tidak sulit untuk mengerti kemasukakalan dan kelayakannya. Respon Maria terhadap pengumuman dari malaikat menyentuh kekaguman langsung kita. "Aku adalah hamba Tuhan," ia berkata, "Jadilah kepadaku seperti yang kau katakan." Sekali tujuan dan metode Allah dijelaskan kepadanya, ia tidak keberatan. Keseluruhannya takluk kepadaNya. Ia mengekspresikan kerelaan totalnya untuk menjadi anak dara sebagai ibu dari Anak Allah. Jelas itu adalah hak istimewa baginya: "Yang Maha Kuasa telah melakukan hal besar bagiku," ia memuji (Lukas 1:49). Jelas itu menimbulkan kekaguman dan tanggung jawab besar juga. Menyangkut kesediaan untuk mengandung sebelum menikah dan membawa diri sendiri kepada malu dan penderitaan, dipandang sebagai perempuan yang tidak bermoral. Bagi saya kerendahan hati dan semangat Maria dalam penyerahan terhadap kelahiran anak dara kontras dengan sikap pengritik-pengritik yang menyangkal hal itu. Kita perlu kerendahan hati Maria. Ia menerima tujuan Allah, berkata, "Jadilah padaku seperti yang kau katakan." Tapi kecenderungan dari banyak orang sekarang ini adalah menolaknya karena itu tidak sesuai dengan praanggapan mereka. Mereka yang menolak mujizat secara umum dan kelahiran anak dara khususnya karena mereka percaya alam semesta berada dalam suatu sistim tertentu, tidak tampak untuk melihat keganjilan dari perintah Pencipta, apa yang Ia ijinkan terjadi dalam ciptaanNya sendiri. Bukankah tidak ada lagi mode yang lebih baik untuk meneladani reaksi Maria dalam ketaatannya akan jalan Allah? Kita juga membutuhkan semangat Maria, Ia sepenuhnya terbuka bagi Allah untuk memenuhi tujuanNya bahwa ia siap untuk mengambil resiko noda dengan menjadi ibu yang tidak menikah, menjadi orang yang disangka penjinah dan menanggung anak yang tidak sah. Ia menyerahkan reputasinya kepada kehendak Allah. Kadang saya heran jika penyebab utama dari begitu banyak teologi liberal adalah sarjana-sarjana yang lebih memperhatikan mengenai reputasi mereka di bandingkan wahyu Allah. Lucu tampaknya untuk menjadi naif dan cukup mudah percaya mengenai mujizat, mereka dicobai untuk mengorbankan wahyu Allah di altar kehormatan mereka sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa mereka selalu berbuat demikian. Tapi saya merasa benar dalam hal ini karena saya sendiri merasakan pencobaan ini. Tetapi jelas pengritik akan menyeringai dan memperolok-olok, biarkan mereka. Apa yang terjadi adalah kita membiarkan Allah menjadi Allah dan melakukan dengan caraNya, bahkan jika bersama Maria kita menghadapi resiko kehilangan nama baik kita. Sumber Artikel:
Sumber:
Yohanes Pembaptis : Pelita Yang Terpasang Dan BercahayaPenulis_artikel:
Pdt. DR. Stephen Tong
Isi_artikel:
Dalam Dia (Yesus) ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia (Yohanes) datang sebagai saksi untuk memberikan kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya." (Yohanes 1:4-7). "Ia adalah pelita yang menyala dan bercahaya." (Yohanes 5:35) Terjemahan lain mengatakan, "Ia menjadi pelita yang menyala dan bercahaya." "Ia merupakan satu pelita yang sudah disulit, yang sudah terpasang dan sekarang bercahaya." Yohanes Pembaptis merupakan seorang yang mengagumkan dan menjadi teladan bagi setiap orang yang mau melayani Tuhan. Ia mempunyai posisi yang paling unik. Ia adalah nabi terakhir dalam Perjanjian Lama, tetapi juga nabi pemula dalam Perjanjian Baru. Ia mengakhiri seluruh Perjanjian Lama, dan merintis Perjanjian Baru. Melalui Yohaneslah segala yang dinubuatkan nabi-nabi Perjanjian Lama menjadi suatu puncak pernyataan yang jelas tentang Mesias kepada manusia. Melalui Yohanes juga seluruh jaman setelah Kristus dapat melihat bahwa dialah yang memberi petunjuk untuk jaman selanjutnya bahwa Kristus membuka Perjanjian Baru dengan darah yang dicurahkan, "Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia." (Yohanes 1:29). Ucapan ini mengakhiri nubuat dan ucapan para nabi mengenai Kristus dalam Perjanjian Lama dan membuka satu jalan baru supaya orang-orang dalam Perjanjian Baru dan dalam sejarah melihat bahwa Yesus adalah sungguh Domba yang disembelih, seperti yang dilambangkan pada hari Paskah dalam Perjanjian Lama. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Terang tetapi mengaku bahwa ia bukan Terang itu. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Kebenaran dan ia mengetahui bahwa ia bukan Kebenaran itu sendiri melainkan Kristus. Siapakah Yohanes? Ia bersaksi bagi Mesias tetapi ia mengakui bahwa ia bukan Mesias. Ia hanya seorang yang merintis jalan bagi kedatangan Sang Mesias. Yohanes begitu mengenal keberadaannya sendiri. Ia yang agung, besar, dipenuhi Roh Kudus, tetapi juga begitu rendah hati. Orang yang agung tidak angkuh. Orang yang angkuh selalu tidak agung. Semakin besar jiwa seseorang, semakin tinggi rohaninya, yang selalu merasa kurang dan tidak cukup secara paradoks. Orang yang merasa diri cukup adalah orang yang kurang rohani dan kurang agung. Yohanes adalah orang yang begitu rendah hati sampai ia pernah mengatakan satu kalimat, yang boleh disebut sebagai pepatah emas yang harus diukir dengan pena mas dan tinta mas, "Membuka tali kasutNya (Mesias) pun aku tidak layak." (Yohanes 1:27). Seorang pelayan yang mengambil kemuliaan tuannya adalah pelayan yang kurang ajar. Ketika ada hamba Tuhan atau pemimpin gereja yang mengambil alih kuasa Allah dari takhtaNya dengan menganggap diri setara dengan Allah, menerima hormat manusia mengganti Allah, di sanalah mulai kegagalan dalam pelayanan. Pada jaman itu dianggap ada dua orang besar yaitu Yohanes dan Yesus. Yohanes tidak berkhotbah di mimbar terkenal atau di gedung besar di Yerusalem. Ia berkhotbah dan menegakkan mimbar yang ada di padang belantara. Ia tidak tahu siapa yang akan datang tetapi ia tahu bahwa ia mempunyai firman yang harus disampaikan dan Roh Kudus memenuhinya. Sehingga padang belantara menjadi terlalu ramai karena ribuan orang datang. Ia tidak perlu merebut suatu kemuliaan tetapi tahu bagaimana bersaksi dan memberitakan firman Tuhan. Di tempat Roh Kudus turun, di sana tanah yang kering dan gersang menjadi sawah yang subur. Allah yang sejati adalah Allah yang membuka jalan di tengah laut. Allah yang menyediakan satu jalan lapang di tengah padang belantara. Allah yang mematahkan segala rantai dan belenggu, halangan pintu besi maupun tembaga. Yohanes Pembaptis disebut sebagai saksi yang diutus oleh Allah (The Witness send by God). Seorang yang bersaksi, berarti kesaksiannya dan saksi itu sendiri merupakan utusan Allah. Seorang yang diutus Tuhan untuk memberitakan kebenaran. Dari mulut Yesus Kristus sendiri keluar satu kalimat indah tentang Yohanes bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Saat manusia memandang Yohanes dan Yesus sama besar, Yesus tahu siapa diriNya dan siapa Yohanes. Yohanes pun tahu siapa Yesus dan siapa dia. Orang luar hanya melihat secara lahiriah tetapi kedua orang ini melihat ke dalam jiwa mereka. Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa apa yang mereka nilai itu salah, ia terlalu kecil dan Yesus terlalu besar. Yohanes adalah pelita yang terpasang dan bercahaya, yang menyinarkan untuk seketika akan Terang itu. Tetapi Yesus adalah Terang yang sesungguhnya. Jika Yesus adalah matahari maka Yohaneslah bulan yang memantulkan cahaya matahari itu. Setiap kali kita melihat cahaya asli dari Kristus, kita harus ingat yang memantulkan itu hanya sekejab mata, sebagai pelita yang hanya memberikan sedikit kesaksian untuk sekejab waktu saja. Kembali kepada Kristus itu menjadi hal yang penting. Siapakah Billy Graham, Luis Palau, Stephen Tong? Hanya seorang saksi saja. Kita tidak menjadi pengikut manusia tetapi pengikut Kristus. Agustinus memberikan satu kalimat yang menjadi contoh bagi setiap hamba Tuhan dalam sejarah, "Jikalau engkau menemukan tulisan atau khotbah saya sesuai dengan Alkitab, buanglah saya kembali sesuai dengan Firman." Itulah keagungan sejati seorang hamba Tuhan, yang jujur melayani Tuhan. Yohanes Pembaptis menjadi pelita yang terpasang dan bercahaya bukan melalui mulutnya sendiri. Sebutan yang indah ini keluar dari mulut Yesus bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Di sini terlihat tiga macam pelayanan
Pelita itu merupakan suatu wadah. Dipasang itu merupakan suatu tindakan untuk memulai pelayanan. Bercahaya adalah satu konsistensi dari kesaksian yang terus berjalan. Pelita seperti bola lampu, lalu pasang itu seperti listrik atau minyak atau api yang sudah dinyalakan dan bercahaya berarti segala hambatan sudah disingkirkan sehingga terang itu boleh sampai ke tempat yang lain. Istilah kesaksian yang dipakai oleh Alkitab bukan terbentuk dari kata kerja melainkan kata benda, "Ye must be the witness of Me, ye are My witnesses. "Kamu adalah saksi-saksiKu." Jadi istilah kesaksian berbeda dengan gerakan Kekristenan dalam jaman ini. Pengertian sekarang, ada orang yang berbicara dan kita mendengar. Kesaksian itu bukan cerita, bukan pengalaman. Kesaksian sebenarnya adalah satu kedudukan menjadi saksi Kristus (the position of the witness of God). Sesudah itu baru saksi itu mengeluarkan kalimat untuk menyatakan kedudukannya, itu arti bersaksi. Dalam Yohanes 1:6 dikatakan seorang yang dikirim oleh Allah, bersaksi bagi Terang itu. Dalam 5:35 Yesus mengatakan ia adalah pelita yang terpasang berarti setelah ia memiliki kedudukan sebagai saksi, baru ia bersaksi. Alkitab mengatakan Ye are the witnesses of My resurrection, kamu adalah saksi kebangkitanKu. Dalam bersaksi bukan pengalaman kita yang dipentingkan melainkan kebenaran bahwa Kristus yang mati dan bangkit, menjadi satu-satunya pengharapan untuk penginjilan seluruh dunia. Dulu kamu adalah alat setan, yang memihak kepada iblis dan kegelapan. Sekarang kedudukanmu diubah. Posisimu sekarang adalah saksi Tuhan. Yohanes adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Berarti selain ia sudah mempunyai kedudukan itu, ia mau disulut. Dia mau diberikan satu permulaan yang tidak berasal dari dirinya sendiri. Sebuah kesaksian menuntut kesungguhan dalam hidupmu. Bukan hanya perkataanmu tetapi hidupmu sungguh sesuai dengan kebenaran, baru mulutmu pun menjadi alat kebenaran. Celakalah orang yang mengeluarkan suatu perkataan dengan tidak mempunyai kesungguhan; yang mengeluarkan kalimat yang bukan menjadi kepercayaannya. Yohanes menjadi saksi yang akhirnya betul-betul mati karena kesungguhannya menjadi pelita. Ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya. Jika pelita disimpan ia tidak perlu mati karena tidak dibakar dan tidak bercahaya. Pelita yang terpasang dan bercahaya akan mati. Peribahasa Tionghoa mengatakan di tengah kemewahan tidak jatuh dalam perzinahan dan tidak menjual diri; di dalam kemiskinan dan kepicikan tidak berubah hati; di bawah kuasa dan otoritas yang paling besar tidak menaklukkan diri. Inilah mutu watak Kekristenan yang harus kita perjuangkan. Berapa banyak orang yang berkata-kata dengan muluk-muluk, tinggi-tinggi, syair yang indah tetapi pada waktu godaan tiba, langsung berubah arus, waktu miskin langsung kejujuran hilang. Mungkinkah engkau memelihara dirimu di tengah kesulitan, di tengah kepicikan, di tengah kemiskinan namun tetap jujur dan tidak berubah pendirian, bisa tetap berpegang pada prinsip-prinsip kejujuran dan kesucian. Bisakah engkau memelihara diri di tengah kekayaan dan kemewahan dan tidak sembarangan menghancurkan diri, berzinah dan melakukan tindakan yang amoral? Bisakah engkau menahan diri waktu diberi ancaman? Bisakah di bawah otoritas kuasa politik yang besar engkau tidak takluk dan tidak berkompromi? Itulah kesaksian yang menyatakan mutu seseorang. Ada pepatah yang mengatakan, Kalau jalan tidak jauh, tidak tahu tenaga kuda. Kalau hari tidak panjang tidak diketahui tenaga dan hati manusia. Dalam jangka waktu panjang baru dapat diketahui kondisi hati seseorang. Ketika ujian datang baru diketahui bagaimana kesetiaanmu. Ketika jarak pendek kelihatan semua kuda sama kuat. Tetapi setelah menempuh jarak jauh baru terlihat kekuatan masing-masing. Setelah berpuluh-puluh tahun baru kelihatan kekonsistenan seseorang. Tuhan tidak melihat permulaan. Dalam permulaan terlalu banyak orang yang mengatakan, Saya sungguh bersedia mati bagi Tuhan. Setelah itu konsistensi sangat penting. Tuhan ingin kita mempunyai waktu pelayanan yang konsisten dan sungguh-sungguh. Ketika saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan saya berkata, "Peliharalah saya sampai mati, kesungguhan, pengabdian, kesetiaan sampai mati. Saya minta Tuhan peliharakan." Bila waktu tidak panjang tidak akan diketahui kesetiaan seseorang. Kalau ujian tidak berat, tidak ketahuan ketahanan seseorang. Bersyukurlah kalau Tuhan mengijinkan kau mengalami ujian berat, menandakan bahwa Ia percaya kepadamu dan akan memakai engkau lebih berat lagi. Jangan melarikan diri dari kesulitan, dari kesulitan, kepicikan, kemiskinan, yang seringkali diartikan senjata- senjata dari setan dan kutukan Allah. Tetapi kadang Tuhan memperbolehkan engkau dikutuk orang lain, diberi penyakit, mengalami bahaya, mengalami kesulitan. Ketika semua ini diijinkan datang, jangan memaki Tuhan. Pertama, koreksi diri apakah ada dosa yang perlu kau akui di hadapan Tuhan. Purify yourself. Intropeksi diri, bila ada kesalahan bertobat dan Tuhan akan memberkati engkau. Tidak semua sengsara dari setan, tidak semua kegagalan dari iblis. Kadang itu merupakan ujian dari Tuhan. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Ujian akan memberikan ketekunan yang luar biasa sehingga engkau boleh dipakai lebih hebat daripada waktu-waktu yang lalu. Yohanes Pembaptis dipenuhi Roh Kudus tetapi hidupnya tidak lancar. Berapa lama ia melayani? Alkitab tidak mengatakan dengan jelas, mungkin tidak sampai satu tahun, lalu kepalanya dipenggal. Sejak dalam kandungan ia sudah dipenuhi Roh Kudus, tetapi mengalami kematian yang tragis. Kematian Yohanes adalah kehendak Tuhan. Apakah ini berarti Allah tidak Mahakuasa? Bukan. Mengapa Tuhan tidak menyelamatkan nyawanya? Tidak mendengar doanya? Ketika Yohanes mengutus orang datang kepada Yesus untuk bertanya, "Engkaukah Mesias atau kami harus menanti yang lain?" Tidak ada satu kegagalan yang lebih besar lagi daripada Yohanes yang mempertanyakan pertanyaan yang begitu mengerikan. Bukankah dia yang memberitakan Yesus? Bukankah dia yang memberikan pernyataan pada jamannya, "Inilah Kristus, Anak Domba Allah"? Tetapi pada waktu dalam kepicikan, imannya goncang. "Tuhan, Engkau melihat aku sebagai rekanMu yang masuk penjara tetapi mengapa tidak ditolong? Apakah Engkau tidak melihat air mata dan kesengsaraanku? Di mana kuasaMu sebagai Mesias? Dulu aku bersaksi mengenai Engkau adalah Anak Domba Allah tetapi ketika aku sakit Engkau membiarkan aku, waktu aku di penjara Engkau tidak datang menjenguk aku atau menegur Herodes." Teologi Yohanes menjadi goncang dan Kristologinya kabur. Tetapi Yesus tetap tidak menjenguk atau melepaskannya dari penjara. Yesus tidak datang dan tidak merubah situasi tetapi mengatakan, "Barangsiapa yang tidak jatuh karena Aku berbahagialah dia." Bila engkau benar-benar saksiKu dan sekarang tidak melihat Aku menolongmu, engkau tetap tidak jatuh, maka berbahagialah engkau. Tetapi jika engkau jatuh karena Aku, mengapa bisa jatuh karena Tuhan? Apakah Tuhan membiarkan dia mati terpelanting karena jatuh? Apakah Tuhan yang merencanakan kejatuhan dia? Yesus berkata, "Berbahagialah yang tidal jatuh karena Aku." Berarti ada kemungkinan kita jatuh karena Tuhan. Apa artinya kita jatuh karena Tuhan? Doa tidak dijawab, penyakit tidak di sembuhkan, anak yang paling dicintai, diambi Tuhan. Apa maksud Tuhan, begitu kejam?! Seseorang jatuh disebabkan ia mempunyai pengenalan yang salah terhadap Tuhan. Yesus, Kristus tidak pernah memberikan konsep-konsep yang mengacaukan pikiran kita tetapi Ia hanya, menjernihkan pikiran kita yang kacau, tidak akan mengacaukan pikiran-pikiran yang benar. Ia membawa kita kembali kepada Firman, bukan mau menyelewengkan kita untuk keluar dari prinsip-prinsip Alkitab. Yesus menjawab Yohanes, "Engkau melihat orang buta celik, orang mati dibangkitkan, orang miskin mendengarkan Injil. Bila ini masih tidak cukup biarlah engkau jatuh karena Aku. Dan kalau ini sudah cukup, meskipun orang lain yang buta dicelikkan, yang lumpuh berjalan, yang mati bangkit, engkau tidak dibangkitkan dan tidak dikeluarkan dari penjara tetap engkau harus beriman bahwa Aku adalah Kristus." Yesus tidak melepaskan Yohanes tetapi menyuruh orang memberitahu bahwa ada orang lain yang sudah mendapat kesembuhan. Yesus tidak memberikan anugerah pada Yohanes tetapi Ia menyuruh orang memberitahu bahwa orang lain sudah mendapat anugerah. Bukankah ini siksaan batin, suatu pschycology pressure, diskriminasi yang tidak adil? Tetapi kedaulatan Allah yang terus ditekankan dalam Teologi Reformed harus kita mengerti. Bahwa Allah berhak menyembuhkan dia dan tidak menyembuhkan engkau sekarang, berhak memberi kebangkitan pada orang mati dan membiarkan engkau tetap dalam penjara dan dipenggal sampai mati, karena Dia adalah Allah. Karena Dia adalah Allah, jangan memaksa Dia untuk bekerja menurut perintahmu, itu berarti memperhamba Allah. Kalau Dia Allah biarlah Dia yang mendapat kemuliaan yang terbesar melalui segala sesuatu menurut kehendak Dia sendiri. Yohanes Pembaptis tidak dilepaskan dan akhirnya mati. Pada waktu ia mati apakah ia menyangkal? Tidak. Setelah dia mendengar jawaban dan mengerti, ia setia sampai mati. Yohanes memberikan lima teladan yang indah. Pertama, ia dipenuhi Roh Kudus. Menjadi pelita yang terpasang berarti harus mempunyai minyak. Sebelum ada listrik pelita adalah suatu benda yang bentuknya sebagai wadah minyak yang ada tutupnya, dan dipinggir diberi sumbu yang keluar dari mulut pelita untuk menyalurkan minyak itu ke atas lalu membakar jika ia adalah sumbu yang terpasang dan menyala karena ada minyak. Orang yang mau melayani Tuhan, yang benar-benar mau menyatakan terang, harus dipenuhi Roh Kudus. dipenuhi Roh Kudus berarti buah-buah Roh akan mengalir keluar. Kalau Roh memenuhi engkau Kristus akan diberitakan. Pada waktu Roh itu memenuhi engkau maka hidupmu dipenuhi kesucian, tidak menghitung untung rugi tetapi memikirkan kemuliaan Tuhan. Kedua, ia menjadi pelita yang terpasang dan menyala karena ia melayani Tuhan dengan prinsip yang penting seumur hidup. Ini dinubuatkan pada waktu kelahirannya yaitu kesucian dan keadilan. Pelayanan yang suci tetapi tidak adil adalah pelayanan yang timpang. Pelayanan yang adil tetapi tidak suci adalah usaha membereskan segala sesuatu tapi pada dirinya tidak mempunyai sifat ilahi yang jelas, moral Allah. Hidup suci yaitu tidak berkompromi untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak beres, dosa dan segala kecemaran dalam diri kita. Keadilan dan kesucian adalah dua pokok pelayanan. Kalau saya hidup tidak suci dan menghadapi orang dengan tidak adil saya tidak mungkin menjadi pemimpin. Hidup suci berarti takut akan Tuhan Allah dan benar-benar sesuai dengan kehendakNya, tidak dicemari oleh dosa sehingga ada kuasa. Keadilan membuat kita bisa menghadapi segala macam orang. Adakah senyummu hanya untuk orang-orang tertentu yang agak kaya, agak mewah, agak ada kedudukan? Tetapi selalu ada paras yang lain pada yang miskin? Adakah engkau mempunyai tanggapan yang berlainan dengan orang yang begitu dihargai dan dihormati di masyarakat dan selalu ada kekerasan terhadap mereka yang dipandang ringan di masyarakat? Ketiga, Yohanes menjadi pelita yang terpasang dan bercahaya karena ia mempunyai keberanian, salah satu pusaka yang besar dalam pelayanan kita. Kalimat-kalimat yang seharusnya kamu katakan pada waktu dan tempat yang seharusnya, tetapi tidak dikatakan berarti kehilangan kesempatan. Berbicara pada tempat, waktu yang tepat barulah itu seorang hamba Tuhan. Berani berkata pada orang yang perlu dan saat yang perlu di tempat yang sudah Tuhan berikan bagimu berarti sejarah ditenun bersama dengan kebenaran. Jika pada saat itu engkau tidak lakukan yang seharusnya maka tenunan kebenaran dengan sejarah itu lepas. Yohanes adalah orang yang menulis dan menenun kalimat penting dalam sejarah melalui keberanian yang Tuhan berikan. Jikalau bukan Yohanes tidak ada orang yang berani menegor Herodes. Jika tidak ada Yohanes tidak ada orang yang memberi tahu siapakah Yesus. Jika bukan Yohanes tidak ada orang yang berani memberikan kritik kepada pemimpin agama yang tidak beres. Kronos telah dijadikan kairos oleh Yohanes. Karakter agung dari seorang hamba Tuhan sering terbentuk pada waktu ia harus berkata dan sesudah ia berkata. Bila prinsip ini diabaikan ia akan menjual diri sebagai anak sulung yang tidak lagi mempunyai kuasa. Martin Luther dipaksa untuk membongkar dan membakar semua buku yang pernah ditulisnya. Tetapi ia berkata, "Di sini saya berdiri di atas firman Tuhan. Kecuali kalian membuktikan apa yang saya katakan dalam buku saya tidak berdasarkan firman maka saya tidak akan menarik kembali semua buku yang saya tulis. Inilah momen yang menenun kebenaran bersama sejarah. Keempat, kesaksiannya selalu ditujukan kepada Kristus. Ia tidak meninggikan diri, tidak meninggikan pengalaman, tetapi kesaksiannya ditujukan kepada Kristus. Alkitab berkata, "Ia diutus untuk bersaksi bagi kebenaran supaya orang bisa percaya." (Yohanes 1:6). Tidak satu kali pun mujizat dilakukan oleh Yohanes. Tetapi banyak orang menjadi percaya karena dia. Di sini prinsip Alkitab menyatakan bahwa iman tidak didasarkan pada suatu pengalaman mujizat. Iman harus didasarkan pada firman. Dari mana datang iman? Dari pendengaran. Dan pendengaran datang dari firman Allah. Inilah prinsip Alkitab yang tidak pernah berubah dan tidak pernah putus, dari alfa sampai omega. Tuhan Yesus melakukan mujizat tetapi tidak pernah berkata hanya melalui itu kamu beriman. Tuhan berkata iman berdasarkan firman. Jika kesaksian senantiasa berpusat pada Kristus maka ia bukan memakai keajaiban kuasa tetapi dengan keberanian menyaksikan Kristus, menegur dosa dan membongkar hati nurani manusia, supaya orang bertobat. Kelima, ia adalah pelita yang bercahaya dan terpasang dengan syarat ia konsisten, terus membiarkan diri dibakar sampai habis. Lilin yang bercahaya, setiap detik dalam bercahaya, berarti setiap detik ia menghancurkan diri. Makin lama makin pendek. Bila ia tidak melelehkan diri, tidak menghancurkan diri, tidak mungkin bisa terus menerus bercahaya. Ketika Yesus berkata bahwa ia adalah pelita yang terpasang dan bercahaya berarti dia sedang mengorbankan diri. Matahari harus meledakkan bahan yang ada pada dirinya sendiri, setiap detik kira-kira enam puluh juta ton supaya matahari tetap bercahaya dan kita tetap mempunyai kehangatan seperti di atas bumi. Untuk satu detik enam puluh juta ton. Betapa besar bahan matahari untuk bertahan berpuluh-puluh ribu tahun sehingga dunia ini mempunyai sinar cahaya sedemikian. Sepanjang sejarah Kekristenari kalau orang Kristen mau bercahaya dan bila saksi-saksi mau terpasang dan bercahaya tidak ada jalan lain, yaitu rela berkorban diri bagi Kristus. Pengorbanan yang terus menerus menjamin terang itu terus menerus menyala, bercahaya. Maukah engkau terjun, berbagian dan melibatkan diri menjadi saksi Tuhan? Sumber: Majalah Acts dan Facts, Sumber Artikel:
Sumber:
Rahasia Pelayanan Remaja Yang EfektifPenulis_artikel:
-
Tanggal_artikel:
6 April 2023
Isi_artikel:
Harus kita akui bahwa ada kelompok pelayanan remaja tertentu yang maju dan berkembang, sedangkan kelompok lain makin lama makin kehilangan remajanya. Mengapa ini terjadi, agak sukar untuk dicari sebabnya yang tepat, tetapi kalau Anda ingin tahu ciri-ciri pelayanan remaja yang efektif, simaklah uraian berikut ini. Utamakan orang, bukan program Pertama-tama dan terutama, suatu pelayanan remaja yang berhasil adalah yang mengutamakan orang-orangnya, bukan programnya. Berusaha mengenal para remaja lebih dekat. Membuat mereka merasa dirinya penting. Mendengarkan mereka. Memperdulikan mereka. Mengasihi mereka. Kalau unsur-unsur ini ada, pelayanan remaja itu akan bertumbuh. Jika yang diutamakan adalah program, betapa pun baiknya program itu, para remaja cenderung untuk kehilangan minat. Salah satu penyebabnya ialah karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk kegiatan sekolah. Kegiatan gereja mungkin kurang menarik dibandingkan aktivitas sekolah atau aktivitas luar lainnya. Maka kalau pelayanan remaja di gereja tidak menawarkan sesuatu yang berbeda, para remaja itu akan memilih yang di luar gereja. Satu hal yang biasanya tidak ditawarkan oleh program kegiatan di luar, adalah perhatian terhadap tiap pribadi. Bila pelayanan remaja gereja menyediakan suasana kasih, saling mempercayai, dan menerima tiap orang sebagaimana adanya, maka para remaja akan berada di sana. Setiap orang ingin merasa dikasihi. Utamakan Kristus Yesus Kristus adalah pribadi yang paling menarik, yang pernah hidup di dunia ini. Dalam usia remaja pun orang dapat memberi respons kepada Kristus. Mereka dapat mengalami, bahwa hidup bagi Dia sungguh berharga. Seringkali pelayanan remaja di gereja bertujuan agar para remaja itu kelak menjadi anggota gereja tersebut. Keanggotaan gereja memang penting. Bahkan sangat penting. Tetapi kalau ini yang menjadi tujuan pelayanan remaja, kebanyakan remaja menjadi tidak tertarik. Dari mula, perbedaan antara kedua hal di atas harus sudah dinyatakan dengan jelas, secara langsung maupun tak langsung: "Pelayanan remaja kami bertujuan untuk menjadikan Kristus Tuhan atas kehidupan -- hidup kami, nilai-nilai kami, dan gaya hidup kami." Suatu pelayanan remaja yang takut-takut menyatakan tujuannya, pada akhirnya akan kehilangan para remajanya yang dihanyutkan oleh arus ajaran-ajaran lain di sekitarnya. Tujuan di atas tidak perlu sering-sering dicanangkan, tetapi setiap pembina remaja harus memahami dan menghayati tujuan itu. Suatu kelompok yang mempedulikan Pelayanan remaja yang berhasil harus menawarkan bukan saja penyerahan sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuhan atas kehidupan, tetapi juga suatu kelompok yang mempedulikan dan memberi dukungan kepada mereka yang telah menyerahkan dirinya kepada Kristus. Juga kepada mereka yang baru mulai tertarik untuk percaya. Seperti halnya orang dewasa, para remaja pun perlu memiliki perasaan menyatu dengan kelompoknya. Dalam tahun-tahun itu tekanan dari teman- teman sebaya sangat besar, bahkan hampir tak tertahankan. Dan umumnya, tekanan itu menjurus kepada yang negatif. Karena itu pelayanan remaja harus menawarkan suatu kelompok "tandingan", suatu "keluarga besar", dimana para remaja benar-benar merasa diterima dan dikasihi. Prioritas yang jelas Di tengah arus kesibukan dan waktu yang sempit, gampang sekali pelayanan remaja kehilangan arah tanpa disadari. Mempunyai prioritas yang jelas, seperti yang berikut ini, akan membantu para pembina.
(Disadur dari Coleman & Rydberg, "6 Training Sessions for Your Youth Worker Team") Sumber Artikel:
Sumber:
Dia Yang Akan DatangPenulis_artikel:
F.F. Bruce
Isi_artikel:
'Dia yang akan datang' bukan sebutan yang tepat untuk Yesus. Namun itu merupakan satu istilah yang sering dikenakan kepada-Nya, dengan kaitan baik untuk sejarah kedatangan-Nya dalam dunia atau kepada kedatangan- Nya untuk kedua kali atau kedatangan-Nya yang berulang kali. Engkaukah Yang Akan Datang Itu? Pada waktu Yohanes Pembaptis dipenjarakan oleh Herodes Antipas, ia mengutus dua orang untuk bertanya kepada Yesus, menyelidiki dan melaporkan kegiatan-Nya. Pertanyaan yang diajukan adalah "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Matius 11:3; Lukas 7:20). Yohanes, dalam masa bebasnya, telah menyatakan bahwa ia mempersiapkan jalan bagi Yang Lebih Besar daripadanya, yang akan mengadakan penghakiman dengan angin dan api. Ia mempunyai konsep yang jelas dalam pikirannya akan Pribadi yang akan datang itu, akan pekerjaan-Nya, dan sekarang ia tidak lagi yakin seperti sebelumnya bahwa Yesus memenuhi konsep itu. Jelas, ketika Yohanes memulai pelayanan baptisannya banyak pandangan menjalar mengenai beberapa gambaran yang tampak, jelasnya diharapkan, memberikan signal akan datangnya waktu itu dan permulaan zaman baru. Sebagian orang berusaha untuk mengidentifikasikan Yohanes sendiri dengan satu atau lain figur yang ada. Ketika ia menyangkal bahwa ia adalah Mesias, ditanyakan lagi, "Engkaukah Elia?" - karena seorang dari nabi yang kemudian dinubuatkan sebagai utusan Allah sebagai Elia yang kembali ke dunia untuk melaksanakan pelayanan pendamaian sebelum tiba hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu (Maleakhi 4:5,6). "Bukan!" sanggah Yohanes. "Lalu, apakah engkau seorang nabi?" Tidak perlu mempertanyakan kepada Yohanes, "Nabi yang mana?" Ia tahu bahwa para penanya berkonsep tentang nabi yang dikatakan Musa, "Tuhan Allahmu akan membangkitkan bagimu seorang nabi seperti aku." (Ulangan 18:15). Namun ia menyangkal bahwa ia adalah nabi. Ia mengidentifikasikan diri sendiri bukan dengan siapapun dari antara figur yang diharapkan; ia hanya "suara" yang memanggil pria dan wanita untuk "menyiapkan jalan bagi Tuhan" (seperti tercatat dalam Yesaya 40:3), untuk mempersiapkan intervensi-Nya yang akan datang. Secara alamiah, sebagai usaha-usaha yang dibuat untuk mengidentifikasikan Yohanes dengan figur-figur yang diharapkan, sejajar dengan usaha yang dilakukan terhadap Yesus. Sebagian dari usaha-usaha itu diulang oleh para murid Yesus ketika Ia bertanya kepada mereka di Kaisarea Filipi, "Menurut kata orang siapakah Aku?" Dalam masa itu ada tiga pribadi yang sangat diharapkan muncul di Israel - seorang raja agung (Daud kedua), seorang imam besar (Harun kedua), dan seorang nabi agung (Musa kedua). Dalam salah satu dari dokumen Qumran tercatat bahwa masyarakat Qumran akan hidup menurut peraturan yang ditetapkan 'sampai bangkitnya seorang nabi dan Yang diurapi dari Harun dari Israel'. 'Nabi' (sebagaimana dinyatakan oleh ayat-ayat Qumran lainnya) adalah nabi seperti Musa, 'Yang Diurapi dari Harun' adalah imam besar dari keturunan Harun (Mesias berkeimaman) dan 'Yang Diurapi dari Israel' diidentifikasikan dengan keturunan Daud, seorang raja yang menang (Mesias manusiawi). Raja Yang Akan Datang Yesus, seperti yang kita lihat, tidak menolak klaim sebutan 'anak Daud' kepada-Nya, tetapi Ia tidak menekankan garis keturunan-Nya dari Daud. Jika sebutan Mesias memaksa konsep manusia berpikir tentang gambaran seorang raja perang seperti Daud, maka lebih baik Ia tidak menggunakannya. Karena jelas ada satu kontras yang sangat besar antara karir Daud dengan karir dari keturunan Daud yang terbesar. Ketika Imam Besar bertanya kepada Yesus apakah Ia adalah Mesias atau bukan, Ia menegaskan secara langsung dengan menambahkan kata-kata yang menunjukkan bahwa Ia nyata mengklaim itu untuk diri sendiri. Kata "Mesias" berasal dari kata Ibrani yang berarti "Yang Diurapi"; istilah "Kristus" berasal dari kata Yunani yang memiliki arti yang sama. Daud dan raja-raja lain dari Israel memang diurapi dengan minyak sebelum menjalankan otoritas kekuasaannya. Yesus diurapi untuk peran mesias-Nya ketika Roh Allah turun atas-Nya ketika Ia dibaptis di sungai Yordan. Menurut Lukas, di sinagoge Nazaret Yesus membacakan pembukaan dari Yesaya 61, "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku ..." (Lukas 4:18), sebenarnya Ia mereferensikannya dengan baptisan-Nya. Demikian juga Petrus mereferensikan baptisan Yesus ketika mengkhotbahkan Injil untuk pertama kalinya kepada pendengar kafir di rumah Kornelius di Kaisarea dan mengatakan bagaimana "Allah mengurapi Yesus, orang Nazaret dengan Roh Kudus dan kuasa" (Kisah 10:38). Maka, ketika orang Kristen berbicara mengenai Yesus sebagai Mesias atau Kristus, mereka melupakan kaitan antara militer dan politik dengan pengurapan kerajaan dalam masa Perjanjian Lama, dan memenuhi istilah ini dengan arti yang Yesus berikan kepada mereka dengan menjadi manusia dan melakukan segala hal yang Ia telah kerjakan. Ketika kita mengatakan 'Yesus adalah Kristus', nama Yesuslah yang memberikan arti kepada istilah Kristus, bukan yang lain. Otoritas Yesus sebagai raja terbukti di kayu salib, seperti yang dinyanyikan orang Kristen, Musuh besar kita kocar-kacir mereka menyanyikan kemenangan yang diraih melalui kematian dan kebangkitan. Imam Yang Akan Datang Ada fungsi lain dalam Israel kuno ketika seseorang diberikan jabatan melalui pengurapan minyak. Yaitu imam besar, yang diawali oleh Harun. Imam besar dalam masyarakat Qumran diharapkan bangkit pada akhir zaman baru. Inilah peran yang tidak dapat dipenuhi Yesus untuk satu alasan sederhana. Keimaman berdasarkan keturunan Harun pada suku Lewi; Yesus berasal dari suku Yehuda. Sehingga tidak ada cara untuk memandang-Nya sebagai imam besar keturunan Harun. Namun demikian, satu dokumen dalam Perjanjian Baru menyatakan gambaran Yesus sebagai imam besar bagi umat-Nya, melayani demi kepentingan mereka dalam penebusan sorgawi pada dasar satu pengorbanan sempurna yang Ia hadirkan satu kali untuk selamanya ketika Ia menyerahkan hidupNya sendiri. Catatan itu adalah surat kepada orang Ibrani. Tetapi ketika penulis yang tidak dikenal dari catatan itu mencari otoritas Perjanjian Lama untuk menggambarkan Yesus sebagai imam besar, ia menemukan itu tidak dalam keimaman Harun tetapi dalam percakapan klasik di mana Allah bersumpah tentang Mesias dari keturunan Daud (yang adalah keturunan Yehuda) "Engkau adalah imam besar untuk selamanya menurut peraturan Melkisedek" (Mazmur 110:4). Melkizedek adalah imam dari raja di Yerusalem pada zaman Abraham hidup dan penulis surat Ibrani menyatakan bahwa keimaman Melkisedek jauh lebih terhormat dan efektif dibandingkan Harun, dan bahwa itu telah sempurna digenapkan dalam Yesus. Seperti Harun dan penerusnya, dalam surat Ibrani Yesus dinyatakan sebagai imam besar yang diurapi, tetapi lagi, pengurapan-Nya tidak dalam pengertian harafiah, dengan minyak khusus, melainkan secara rohani. Satu referensi pada pengurapan Yesus ditemukan dalam satu mazmur kerajaan, yang kedatangan Yesus. Sekarang dalam Yesus Allah telah mengutus jurubicara-Nya yang sempurna. Ia sendiri dapat menggenapi sepenuhnya istilah dari nubuat Musa; Ia adalah Dia yang kepada-Nya semua harus mendengarkan. Dia, Yang Telah Datang, Akan Datang Kembali Maka ketika Yesus disambut dengan berbagai cara sebagai Dia yang akan datang, dan Ia diproklamasikan dalam Injil sebagai Seorang yang pernah datang -- raja, imam, nabi. Tetapi Injil memproklamasikan Ia tidak hanya sebagai seorang yang telah datang -- datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan orang berdosa -- tetapi juga sebagai seorang yang terus menetas hadir dan pada puncaknya akan datang pada waktu yang akan datang. "Untuk sedikit waktu" demikian penulis Ibrani mencatat "dan Ia akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatangan-Nya." (Ibrani 10:37). Ketika Yesus menghadap takhta imam besar untuk interogasi, Ia menyatakan penghakimannya bahwa mereka tidak melihat akhir-Nya, mereka akan melihat-Nya lagi "datang dengan awan-awan sorgawi". Sebagaimana kita katakan di atas awan sorgawi menyatakan ide kehadiran ilahi. Referensinya mungkin tidak hanya satu kali kedatangan pada akhir zaman tetapi berulangkali memanifestasikan kehadiran dan kuasa Yesus dalam sejarah dunia seperti dalam pengalaman umat-Nya. Inilah faktor penting dalam berita Kristiani yaitu karena pengorbanan dan kematian-Nya, Yesus adalah Tuhan atas sejarah dan segala kejadian. Dalam bahasa kitab Wahyu, Ia adalah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Hidup, Yang telah ada dan terus ada, Yang akan datang. Karena Ia adalah Yang Akan Datang, maka tidak ada yang statis mengenai Dia, Ia hadir secara dinamis dalam kehidupan manusia, datang ketika pengharapan sangat kecil dan memimpin ke arah lebih depan dalam tujuan Allah yang begitu luas. Menurut Injil Yohanes, Yesus mengatakan kepada para murid-Nya dalam ruangan atas, beberapa jam sebelum Ia naik, bahwa Ia akan meninggalkan mereka tetapi Ia akan kembali. Kembalinya akan memakai banyak bentuk, lebih dari satu. Dalam satu bentuk, kembali melampaui hidup mereka saat itu, "Ketika Aku pergi dan menyiapkan tempat bagimu, Aku akan kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada" (Yohanes 14:3). Tetapi dalam bentuk lain merupakan suatu pengembalian dalam hidup mereka saat itu, "Aku tidak akan meninggalkan engkau yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu." (Yohanes 14:18). Janji yang terakhir ini digenapi dengan diutusnya Paraklete, Roh Kudus, menjadi penolong, guru dan pemimpin yang setia dan menjadikan kehadiran-Nya secara pribadi nyata terus menetas kepada mereka. Tetapi bahkan pengutusan Paraklete menyempurnakan penggenapan janji: dengan membawa pengikut-Nya ke dalam persekutuan kasih yang menyatukan Bapa dengan Anak, Yesus akan membuat mereka lebih sadar akan penyertaan-Nya, jika mungkin, daripada selama ini ketika Ia dapat dilihat dan hadir nyata bersama dengan mereka. Tujuan Sejarah Puisi Inggris pada abad ke-19 mengekspresikan keyakinan lebih dari zaman kita: Yet I doubt not thro the ages one increasing purpose runs, and run the thoughts of men are widen'd with the process of the suns Itu bukan pandangan Kristus secara khusus yang disuarakannya. Tetapi frase "one increasing purpose" dapat merangkumkan sangat baik akan perspektif Kristen tentang waktu. Inilah bagaimana perspektif itu diletakkan dalam bagian yang dikenal dalam Perjanjian Baru. "Yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian." Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus, sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga, maupun yang di bumi." (Efesus 1:8-10). Dunia waktu dan ruang, yaitu dengan segala faktor yang berkonflik, pada akhirnya akan diperdamaikan dan dipersatukan di bawah pemerintahan Kristus. Proses perdamaian diinagurasikan oleh kematianNya di kayu salib - perdamaian dari pria dan wanita dengan Allah dan perdamaian dari pembagian antagonis dalam keluarga manusia -- akan disempurnakan dalam perdamaian puncak ketika alam semesta dibawa ke dalam kesatuan dalam Kristus. Tidak kurang daripada ini diimplikasikan ketika Yang Disalibkan dikenal sebagai Tuhan atas segala sesuatu. Hakim Yang Benar Yesus, tidak datang untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya, juga melalui kedatangan-Nya menginisiasikan satu penghakiman yang di dalamnya pria dan wanita menyatakan diri sendiri untuk Dia atau melawan Dia. Dan penghakiman ini sendiri pada bagian mereka akan menjadi dasar dari penghakiman mereka pada akhirnya. Pada satu kesempatan, Ia menggambarkan dengan jelas melalui kata-kata akan kedatangan Anak Manusia, ketika Ia duduk di atas takhta kemuliaan dan segala bangsa akan dibawa ke hadapanNya untuk dihakimi. Ia akan memisahkan yang benar dari yang tidak benar "seperti seorang gembala memisahkan domba dari antara kambing" dan akan menjatuhkan penghargaan dan hukuman yang tepat kepada keduabelah pihak. Anggota kedua kelompok akan dikejutkan oleh penilaian-Nya, karena itu tidak sesuai dengan pelaksanaan pengadilan umumnya. Kriteria penghakiman adalah perlakuan mereka terhadap orang miskin, lemah, tertindas dan yang dianggap hina. Mereka dipandang oleh Anak Manusia sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan-Nya, dan kepada mereka yang Ia hakimi Ia berkata, "Karena dengan berbuat demikian, engkau telah melakukannya kepada-Ku (Matius 25:31-46). Inilah aplikasi gambaran penghakiman Yesus dalam kitab Daniel, di mana figur seorang manusia (seseorang seperti anak manusia) menerima takhta dan otoritas penghakiman dari Allah. Jelas Anak Manusia yang Yesus bicarakan harus diidentifikasikan dengan diri-Nya sendiri. Inilah cara mengerti perkataan-Nya setelah kematian dan kebangkitan. Petrus mengumumkan dalam rumah Kornelius bahwa Yesus adalah Dia yang ditetapkan Allah untuk menghakimi yang hidup dan yang mati (Kisah 10:42). Paulus mengatakan di hadapan sidang Aeropagus di Atena bahwa Allah telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati (Kisah 17:31). Dalam suratnya kepada orang Kristen di Roma ia menunjukkan hal yang sama kepada hari itu, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus (Roma 2:16). Kemudian, dalam surat yang sama ia mengatakan, "kita akan berdiri di hadapan takhta penghakiman Allah (Roma 14:10), tetapi ketika ia berbicara tentang hal yang sama dalam II Korintus 5:10 ia mengatakan, "Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus." Ini bukan dua penghakiman yang berbeda, tetapi satu, yaitu melalui agen Kristus Allah akan menjalankan pekerjaan penghakiman, seperti melalui Kristus Ia melaksanakan pekerjaan penciptaan. Maka orang Kristen akan terus memuji Kristus "Kami percaya bahwa Engkau akan kembali sebagai Hakim kami." Tetapi penghakiman terakhir ini menjadi satu topik utama dalam penghakiman yang bekerja sendiri dalam setiap generasi. Sejarah dunia adalah penghakiman atas dunia, demikian penyair Jerman Schiller. Dan jika Kristus adalah hakim Ilahi yang dituju oleh seluruh umat manusia, menyatakan sesuatu tentang natur dan prinsip penghakiman-Nya. Sesuai karakter, pengajaran dan hidup-Nya bahwa jalan utama akan dijadikan. Yesus sejarah menyatakan bahwa pengajaran-Nya menyediakan satu-satunya fondasi kokoh bagi hidup manusia. "Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya -- Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan --, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya." (Lukas 6:47-49). Kebenaran dari manifestasi ini seringkali diulang dalam sejarah individu dan masyarakat. Perkataan Yesus mengindikasikan cukup jelas mengenai kriteria dalam penghakiman akhir. Tidak ada yang diragukan mengenai hal itu: penghakiman terwarisi dalam karakter pribadi-pribadi yang dihakimi dan dalam natur tingkah laku mereka. Yohanes dalam Injilnya tidak menggunakan bahasa gambar penginjil yang lain ketika ia berbicara mengenai penghakiman. Yesus, adalah Dia yang diberikan Bapa otoritas untuk melaksanakan penghakiman. Di dalam pelayanan-Nya di dunia pria dan wanita telah memilih hidup atau mati menurut respon mereka kepada-Nya dan pengajaran-Nya; prinsip yang sama akan dijalankan pada penghakiman terakhir. Kepada orang yang menolong- Nya ataupun pengajaran-Nya, Yesus berkata, "Firman yang telah Kukatakan itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman." (Yohanes 12:48). Kebangkitan Orang Mati Untuk membangkitkan orang mati, dalam pengajaran orang Yahudi, Kristen adalah hak Allah. Menurut Perjanjian Baru, hak ini (seperti hak melewati penghakiman akhir adalah yang Bapa kerjakan bersama Anak. Hal ini ditetapkan bahwa Dia yang Allah telah bangkitkan dari antara orang mati. Haruslah melalui-Nya Allah akan membangkitkan yang lainnya. Pekerjaan Anak dari pendelegasian otoritas untuk membangkitkan orang mati dinyatakan dalam Injil Yohanes dalam dua tingkatan. "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang- orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup." (Yohanes 5:25). Ini berhubungan dengan berita pemberian hidup dari Injil yang melalui perintah Ilahi dalam nabi Perjanjian Lama (bdg. Yes. 55:3. Tetapi dalam konteks yang sama Yohanes mencatat Yesus melanjutkan, "Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum." (Yohanes 5:28,29). Kebangkitan akhir dari orang mati - lebih khusus bagi mereka yang mati dengan percaya di dalam Dia - begitu erat hubungannya dalam Perjanjian Baru dengan kedatangan Kristus yang kedua kali. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya." (Filipi 3:20,21). Transformasi ini adalah mengambil bagian dalam kebangkitan Kristus sendiri; merupakan penggenapan proses yang diinagurasikan ketika Ia dibangkitkan dari antara orang mati. Dengan menghargai kebangkitan orang mati Paulus berkata dalam surat lain, "Tetapi tiap- tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya." (I Korintus 15:23). Dengan kata lain, kebangkitan umat Kristus adalah penuaian akhir yang diawali dengan kebangkitan-Nya - pewujudan dari buah sulung, yang mempersembahkan kepada Allah seluruh hasil tanaman. Sejak kebangkitan Kristus, yang terlebih dahulu, menyediakan kebangkitan umat-Nya, tidak hanya berupa kebangkitan kerangka satu tubuh hidup yang diperbaharui seperti yang kita tahu sekarang, juga membagi peraturan baru mengenai keberadaan, hidup kekal, yang Kristus sediakan ketika Ia bangkit dari orang mati. Bersama dengan penghakiman akhir, maka kebangkitan akhir merupakan penyempurnaan dari sesuatu yang telah ada sebagai pengalaman. Mereka yang dalam Kristus hidup di sini dan sekarang dalam menikmati persekutuan dan berbagi dalam kuasa hidup kebangkitan-Nya. Kuasa ini menjadi baik bagi mereka melalui Roh Kristus, yang bekerja dalam umat-Nya. Tetapi Kuasa ini juga menyatakan kekekalan sebagai bagian dari kekekalan Kristus. Dalam prospek kebangkitan Yesus menurut Injil Yohanes mengatakan kepada para murid, "Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun, akan hidup." (Yoh 14:19). Jika Kristus bangkit dari antara orang mati dan hidup untuk selamanya, mereka yang hidup dalam Dia dalam dunia tidak akan dipisahkan dari-Nya ketika keberadaan duniawi mereka berakhir. Bagi mereka, dalam kata Paulus, hidup bersama Kristus, itu lebih baik (Filipi 1:23). Karena tubuh menjadi media kita berkomunikasi dengan lingkungan kita, maka sarana komunikasi dalam lingkungan yang baru juga sekarang dipersiapkan, "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia." (II Korintus 5:1) sehingga tidak ada kesenjangan antara hidup fana dengan hidup kekal bagi mereka yang bersatu dengan Kristus melalui iman. Apapun bentuk yang mereka terima dengan kemuliaan pada kedatangan Kristus, itu hanya merupakan konfirmasi pada kenyataan yang telah menjadi milik mereka sebenarnya. Orang-orang Kristen demikian, yang memandang kepada kedatangan Kristus, tidak melihat sedemikian banyak untuk mereka sendiri tetapi demi Ia dan dunia. Dalam dunia ini yang pernah membuang dan membunuh Yesus, juga mengakui-Nya sebagai Tuhan oleh ratusan juta orang. Pengakuan ini akan mencapai klimaks ketika, "Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya." (Wahyu 11:15), ketika Yesus menjadi Pemerintah Hidup untuk semua. Kedatangan Kristus Dan Ia Akan Datang Tetapi klimaks ini tidak hanya menyangkut penerimaan semesta dari cara Yesus dan pengetahuan universal Dia sebagai Tuhan, juga menyangkut segala manifestasi pribadi Kristus. Pribadi Kristus yang ada harus dinyatakan dalam kepenuhan kemuliaan-Nya -- yaitu kepenuhan kasih karunia dan kebenaran. Satu kesulitan yang dirasa oleh banyak orang sekarang ketika mereka membaca Perjanjian Baru mengenai tema ini adalah penulis seringkali menggambarkan kedatangan final Kristus sudah dekat - jika tidak dalam masa hidup mereka sendiri. Tetapi mereka tidak membuat kepastian dogmatis mengenai waktunya, yang dapat dibuktikan kesalahannya dengan berjalannya waktu. Mereka tidak tahu kapan itu terjadi, dan tidak pura-pura bahwa mereka tahu. Maka, ketika waktu berjalan, perspektif mereka berubah, tetapi tidak doktrin atau pengharapan mereka. Ini menyatakan mereka lebih bijaksana daripada beberapa orang Kristen yang kemudian, yang dari waktu ke waktu dalam era Kristen menyatakan kepada publik bahwa Kristus akan datang lagi dalam tahun ini atau tahun itu (jika tidak hari ini atau hari itu) - hanya menyatakan kegagalan ramalan mereka. Jika dalam Injil, Yohanes melaporkan Yesus berkata kepada murid-murid- Nya, "Aku akan datang kembali" maka Matius menyatakan Ia berkata setelah bangkit dari kematian, "Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20). Jika akhir waktu (suatu konsep yang sulit untuk kita mengerti) dihubungkan dengan kedatangan akhir, Ia tidak absen dari umatNya di sini dan sekarang. Kepercayaan bahwa Ia akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi baik yang hidup dan yang mati tidak konflik dengan turun tangan-Nya dalam hidup manusia dalam masa antara kedatangan pertama dan kedua. Sekarang adalah milik-Nya, karena Ia adalah Yang Kekal dalam kesementaraan kita; tetapi masa depan juga milik-Nya. Dan karena itu adalah milikNya, itu menjadi milik mereka yang adalah milikNya: mereka dapat menyapa satu sama lain, "Saudaraku, saudariku, masa depan adalah milik kita!" Mereka kenal Dia sebagai "Kristus hidup kita; mereka kenal Dia juga sebagai Kristus Yesus, dasar pengharapan kita" (I Timotius 1:1). Sumber Artikel:
Sumber:
Ciri-ciri Remaja dan Cara MenanggapinyaPenulis_artikel:
-
Isi_artikel:
Ciri-ciri fisik Pertumbuhan badan remaja sangat cepat. Sistem koordinasi tubuh mereka menjadi kurang seimbang akibat pertumbuhan yang cepat itu. Mereka mengalami masa-masa energetik dan lelah silih berganti. Ciri-ciri mental Mereka menyukai petualangan dan penemuan hal-hal baru, dan mereka mempunyai imajinasi yang aktif. Mereka senang humor. Mereka mampu berpikir serius, dan memiliki kesanggupan untuk berpikir abstrak maupun kongkret sekaligus. Tetapi pengetahuan mereka berkembang lebih cepat daripada pengalaman. Ciri-ciri sosial Mereka ingin menjadi dewasa dan tidak tergantung pada orang dewasa. Namun dalam banyak hal mereka masih bertindak seperti kanak-kanak. Mereka ingin dianggap "termasuk" atau "milik" gang-nya dan punya rasa setia kawan yang besar terhadap teman-teman sebayanya. Mereka malu-malu dan sangat peka akan keadaan dirinya. Ciri-ciri emosional Emosi mereka kuat sekali dan sering naik turun. Mereka sulit mengendalikan emosinya karena begitu banyak perubahan sedang terjadi di dalam tubuhnya. Mereka merasa tak seorang pun memahami mereka. Ciri-ciri rohani Mereka menginginkan agama yang praktis. Mereka punya banyak keraguan mengenai agama. Mereka mencari keteladanan. Cara menanggapi Bersabarlah dengan kecanggungan mereka. Jangan membuat kegiatan- kegiatan terlalu kompetitif atau terlalu menegangkan. Jangan Salah mengerti kelelahan mereka dan menyamakannya dengan kemalasan. Cara menanggapi Tanggapi ciri-ciri ini secara positif. Bantulah mereka memakai imajinasinya untuk membuat Alkitab lebih hidup. Tertawa bersama mereka. Gunakan humor. Bimbinglah mereka agar dapat memikirkan sendiri masalah-masalahnya. Arahkan mereka kepada Alkitab untuk menemukan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang sulit. Cara menanggapi Jangan memanggil mereka "anak-anak". Beri mereka tanggung jawab, tetapi jangan kecewa kalau mereka bertindak kurang bertanggung jawab. Hormatilah kesetiakawanan mereka. Doronglah mereka supaya memilih teman-teman yang baik. Arahkan kesetiakawanan mereka kepada Tuhan. Jangan mengejek mereka, apalagi melontarkan sindiran tajam. Tunjukkan kepada setiap remaja bahwa Anda mengasihi dan mempedulikan mereka. Cara menanggapi Jangan timbulkan gangguan emosional pada mereka. Jangan membuat acara permainan yang gaduh, yang langsung diikuti oleh kebaktian serius; mereka tidak dapat menenangkan diri secepat itu. Sediakan waktu untuk mengenal mereka satu persatu secara pribadi. Cara menanggapi Tunjukkan selalu bahwa kebenaran-kebenaran Alkitab itu relevan untuk situasi kehidupan mereka. Terimalah keraguan ini sebagai bagian dari proses pertumbuhan. Sambutlah sifat itu sebagai pertanda bahwa para remaja ini sedang menjadikan imannya sebagai iman mereka sendiri, bukan iman yang diwarisi dari orang tua. Arahkan keinginan ini kepada Kristus dan teladan yang Ia berikan kepada kita di dalam Alkitab.
Sumber Artikel:
Sumber:
Komentar |
Merayakan 30 tahun melayani bersama Publikasi e-Reformed |