Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Legenda Santa ClausPenulis_artikel:
John W. Cowart
Isi_artikel:
"Ayah, bangun! Seseorang memanjat terali jendela kita!" Sang ayah yang kuatir terjaga. Terhuyung-huyung, masih setengah sadar, menghampiri kamar tidur putrinya dan memandang ke luar. Seseorang sedang memanjat terali dengan diam-diam. "Apa-apaan ini? Sepertinya tidak cukup kesusahan yang kuhadapi," kata sang ayah. "Akan kutangkap banjingan itu." Diambilnya sebatang kayu api yang besar panjang di sisi perapian dan merayap ke luar. Ayah yang dalam kesusahan ini tidak dapat tidur semalaman. Ketika ia berbaring, pikirannya tetap berputar dari satu problem ke problem lainnya. Tiga orang anak perempuan yang sudah layak menikah dan tidak ada mas kawin yang dapat disediakannya walau hanya untuk satu calon menantu saja. Kemiskinan telah menguras kekuatannya. Ia telah memutuskan untuk menjual gadis-gadisnya ke tempat pelacuran lokal -- tampaknya itu jalan keluar satu-satunya. Namun ia tidak tentram dengan keputusan itu, dan tidur mengajaknya lari dari persoalan itu. Sekarang ada lagi. Ketika ia membuka pintu, didengarnya suara berdebuk. Pengacau itu melemparkan sesuatu ke dalam kamar putri-putrinya dan sekarang menuruni terali. Ayah yang marah ini mengejar pengacau itu. Sekejab mereka terjatuh, terengah-engah, berhadapan dengan dinding batu. Sang ayah juga kehabisan napas untuk mengangkat gadanya, melihat pengacau itu ternyata seorang pemuda yang kehabisan napas. Putri yang tertua lari menghampiri. "Lihat ayah!" ia menjelaskan, "lihat apa yang dilemparkannya ke jendela kita." Tangannya memegang sebuah tas kulit penuh dengan uang emas. "Apa arti semua ini?" tuntut sang ayah. Tawanannya menjelaskan bahwa ia seorang Kristen dan orang tuanya baru saja meninggal dengan mewariskan kekayaan yang besar. "Tuhan mengatakan," pemuda ini menjelaskan, "bahwa kita harus menjual harta kita dan memberikannya kepada orang miskin, kemudian mengikutNya. Saya ingin mengikut Yesus, maka ketika saya mengetahui kesulitanmu dan rencanamu ... apa yang dapat saya perbuat? Jika seseorang memiliki segala harta dunia ini dan melihat saudaranya membutuhkan, kemudian mengeraskan hati terhadap saudaranya itu dan tidak memberikannya, bagaimana kasih Allah bisa tinggal dalam orang ini?" Ayah yang bingung, tetap mencurigai adanya suatu permainan, bertanya, "Mengapa engkau menyelinap ke rumah kami pada malam hari? Apa maumu? Siapa namamu?" "Nama saya Nicholas. Saya datang secara sembunyi karena Yesus memerintahkan ketika engkau memberi kepada orang miskin dengan tangan kananmu, tangan kirimu tidak perlu tahu. Simpan pemberianmu sebagai rahasia. Simpanlah uang itu, tetapi saya mohon sesuatu sebagai imbalannya. Jangan beritahu siapapun mengenai hal ini. Jaga rahasia ini." Ayah itu berjanji dan untuk bertahun-tahun tidak menceritakan bagaimana ia mendapatkan mas kawin untuk gadis-gadisnya. Cerita ini, dikisahkan oleh Metaphrastes dalam tahun 912 M, menunjukkan satu alasan mengapa St. Nicholas, seorang yang benar-benar ada dalam sejarah, yang menjadi dasar dari legenda mengenai Santa Claus, adalah seorang yang paling terkenal di seluruh dunia. KUNJUNGAN ST. NICK Nicholas dilahirkan pada abad ketiga di Patras. Sebuah kota di Asia Kecil. Orang tuanya yang kaya raya adalah orang-orang Kristen yang saleh. Setelah mereka meninggal, ia menggunakan warisannya untuk menolong orang miskin dan memasuki Biara Sion Kudus, dekat kota Myra untuk mendapatkan pendidikan. Alkisah ketika menjadi dewasa, Nicholas membuat perjalanan perubahan hidup ke Tanah Suci. Di Betlehem ia melihat tempat kelahiran Kristus. Ia berdiri di Bukit Zaitun di mana Kristus mengajar. Dan ia berdoa di kubur kosong, tempat kebangkitan Kristus. Perjalanan ini meneguhkan pikirannya mengenai yang telah dipelajari dalam Alkitab -- bahwa Kristus sesungguhnya Allah beserta kita. Keyakinan teguh ini membentuk karir masa depannya. Ketika ia berlayar pulang, kapalnya memasuki kancah badai. Nicholas menolong para kelasi mengikat layar dan menguasai kayuh. Kelasi-kelasi itu mempercayakan perjuangan mereka di tangan Nicholas; dan ia menyerahkan keselamatannya kepada Allah. Ia bernasar untuk pergi ke gereja mengucap syukur setibanya kapal itu di daratan. Ketika Nicholas melangsungkan perjalanannya, bishop di Myra meninggal dunia. Pemimpin gereja berdebat tentang penggantinya. Setelah melalui perdebatan panjang, seseorang menyarankan, "Kita tunggu keputusan Allah; orang yang pertama datang melalui pintu gereja besok pagi akan menjadi bishop yang baru." Kapal Nicholas terdampar menjelang fajar. Secepatnya ia pergi untuk mengucap syukur karena dibebaskan dari badai. Para pemimpin gereja menyambutnya di pintu gerbang dengan topi dan tongkat jabatan bishop. Maka ia menjadi bishop termuda di dalam sejarah. KONFLIK DENGAN PEMERINTAH Tidak lama setelah itu, Bishop Nicholas menghadapi konflik dengan otoritas pemerintah. Suatu bencana kelaparan melanda Myra. Hasil panen layu dan kering di ladang. Tidak ada makanan di manapun juga. Jemaat mencari Nicholas untuk melepaskan mereka dari kelaparan. Eustathios, gubernur propinsi, menyita beberapa muatan kapal berisi gandum di pelabuhan Andriaki. Pejabat yang korup merencanakan untuk menahan gandum itu sampai tawaran tertinggi atas gandum itu tercapai. Nicholas meyingkapkan timbunan gandum itu dan mempermalukannya sehingga melepaskan kapal-kapal itu. Hubungan Nicholas dengan Eustathios lebih buruk lagi ketika ia mempelajari proposal hukuman mati dari tiga tawanan politik. Nicholas mendesak untuk kebebasan ketiga orang yang tidak bersalah itu. "Terlambat!" seru Eustathios, "mereka sedang menjalani pemancungan sekarang." Nicholas berlari ke alun-alun di mana hukuman mati itu dilaksanakan. Tawanan pertama sudah siap dihukum mati dengan lehernya di tempat pemancung dan kepala di atas keranjang. Pelaksana mengayunkan tangan. Nicholas merebut pedang yang sedang terayun turun dari tangan algojo. Ia memotong ikatan tangan para tawanan dan membebaskan mereka. Masyarakat menyatakan jaminan keselamatan selanjutnya bagi orang-orang ini. Gubernur mundur -- untuk sementara waktu. Penganiayaan yang terus menerus Pada 23 Februari 303 M, kaisar Diocletian mengeluarkan satu peraturan yang menjadi awal penganiayaan yang paling sistematis dan panjang atas gereja Kristen yang pernah terjadi. Penganiayaan Diocletian ditandai dengan serangan pertama yang terorganisir atas Alkitab. Karena keputusan ini menuntut bahwa orang Kristen harus menyerahkan kitab suci mereka untuk dibakar. Menolak berarti mati. Seorang yang setia (seperti Felix, bishop Thibiuca, yang mengatakan kepada prajurit yang menangkapnya, "Lebih baik aku dibakar daripada Alkitab.") berdalih untuk berbagai alasan, seperti menggantinya sebagai kitab tatabahasa, kitab mengenai pengobatan, koleksi khotbah dan buku-buku agama lain, untuk melindungi Alkitab. Eusebius, seorang saksi mata mengatakan, "Kata-kata tidak dapat menjelaskan penderitaan mengenaskan yang ditanggung oleh para martir ... mereka dicabik dari kepala sampai kaki dengan pecahan beling seperti cakar, sampai mati melepaskan mereka. Wanita-wanita diikat sebelah kakinya dan dipacang tinggi ke udara dengan kepala di bawah, tubuh mereka telanjang tanpa secarik pakaian pun ... aku berada di tempat itu dan melihat sendiri mereka dihukum mati ... pesta gila- gilaan itu berlangsung lama, pisau pembunuh itu menjadi muntul dan rusak sendiri. Pelaksana hukuman mati itu sendiri kehabisan nafas dan bergantian melaksanakan tugas. Secara relatif orang Kristen mempunyai kesempatan untuk mendramatisir iman mereka dengan menyitir kata-kata terakhir di hadapan penonton di arena. Hampir semua ketakutan, kuatir, merasa tidak pasti, tersembunyi, tertawan dan menderita, berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak Kristen bertumbuh dengan tidak mengenal kondisi lain dalam hidupnya. Bishop Nicholas mengambil bagian dalam hal ini. Ia tertangkap di awal penganiayaan dan ditawan. Mereka memukulinya. Mereka mencap kulitnya. Mereka menggunakan tang-tang besi untuk menjepit berbagai bagian tubuh mereka. Kemudian dibiarkan sendiri di selnya sampai cukup kuat untuk mulai disiksa lagi. Penganiayaan berlangsung bertahun-tahun. Tetapi Nicholas tidak menyangkal bahwa Yesus adalah Allah dari segala allah. Bidat yang berbahaya Kaisar kafir telah meninggal. Konstantin naik takhta dan menghentikan penganiayaan. Nicholas bertahan menghadapi penderitaan, tetapi sekarang ia diperhadapkan dengan bahaya ... yang lebih besar, yang merusak Kekristenan secara perlahan-lahan. Arius, pengkhotbah terkenal dari Alexandria, mulai mengajarkan bahwa Kristus lebih rendah dari Allah. Ia mengajarkan bahwa Yesus bukan Allah menjadi manusia, tetapi sebagai roh ciptaan yang menjadi pengantara yang didagingkan -- bukan Allah tetapi juga bukan manusia saja. Arius menyebarluaskan idenya dengan memasukkan dalam musik peminum yang terkenal di kalangan penyembah berhala. Melodinya begitu menarik sehingga sebentar saja semua orang bersiul mengikutinya di jalan dan pasar. "Situasi menjadi skandal," komentar Eusebius, "sehingga dalam gedung kesenian orang yang tidak percaya, pengajaran yang seharusnya dihormati mengenai Allah diekspos sehingga sangat aneh dan memalukan. Orang percaya yang setia berjuang melawan penganiayaan, seperti Nicholas, berkhotbah dan menjelaskan kepada orang-orang mengenai Yesus, menunjukkan ayat Alkitab seperti Kolose 2:9: "Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan keAllahan."; Yohanes 14:9: "Yesus berkata: "Barang siapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa."; Yohanes 1:1,14: "Pada mulanya adalah Firman: Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah ... Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita ... "; Ibrani 1:3: "Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah." Semua ini tidak berguna. Arianisme menarik pikiran yang dirasionalisasikan bahwa kalau mereka tidak dapat mengerti Tritunggal, maka tidak ada Tritunggal. Konsili Kontroversial Konstantin membentuk sebuah konsili dari pemimpin-pemimpin gereja di Nicean untuk mendiskusikan pengajaran Arius dan hal-hal lain yang memecahbelahkan gereja. Mereka yang menghadiri konsili Nicean telah berjuang atas penganiayaan Diocletian. Sebagian dari mereka cacat kehilangan lengan. Sebagian lagi lumpuh (Tawanan dibuat cacat agar tidak dapat melarikan diri). Banyak yang datang dengan rongga mata kosong karena mata mereka dicukil. Legenda mencatat bahwa dalam kesempatan tampil dalam konsili Arius mulai menyanyikan salah satu dari lagu-lagunya yang terkenal. Beberapa bishop langsung keluar dari tempat pertemuan. Yang lainnya menutup telinga. Nicholaus berjalan perlahan-lahan ke tengah, tempat Arius bernyanyi dan meninju mulutnya. Bishop yang kaget bersimpati kepada Nicholaus, tetapi tidak dapat menyetujui tindakannya. Biar bagaimanapun, Kristus, yang dipertahankan Nicholaus, mengajarkan pengikut-pengikutNya untuk mengasihi musuh- musuh mereka dan menjadi umat yang damai. Mereka menurunkan Nicholaus dari jabatan bishop (kemudian jabatan ini dikembalikan kepadanya) dan mengusir Arius. Sebelum konsili berakhir, mereka menuliskan Pengakuan Iman Nicean yang menyatakan apa yang harus dipercaya orang Kristen mengenai Yesus. Nicholaus menghabiskan sisa hidupnya di Myra untuk memperhatikan yang sakit, merawat yatim piatu, melindungi orang miskin dari pemeras- pemeras dan mempertahankan hak-hak legal orang Yahudi. Ia sering bermain dengan anak-anak dan memalukan martabat kesementaraannya dengan mengijinkan anak-anak berandal jalanan dengan mengijinkan mereka memakai topi bishop. Ia meninggal tahun 343 M dan dijadikan orang suci. Kemurahan hati dan kasihnya kepada anak-anak terus berkembang sehingga tidak hilang dalam legenda St. Nick -- Santa Claus. Artikel ini diterjemahkan dari majalah HIS edisi Desember 1989. Sumber Artikel:
Sumber:
Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |