Artikel

warning: Creating default object from empty value in /home/sabdaorg/public_sabda/reformed/modules/taxonomy/taxonomy.pages.inc on line 33.
Artikel

Banjir Nuh

Penulis_artikel: 
Stanley I Sethiadi
Isi_artikel: 

Pengantar

Beberapa bulan yang lalu ada sebuah karangan di sebuah surat kabar terkemuka di Jakarta mengenai banjir pada zaman Nuh. Karangan itu ditulis oleh seorang dosen teologi yang pada hakekatnya menafsirkan bahwa banjir Nuh hanya banjir lokal. Ia mengira bahwa "terbukti secara ilmiah" bahwa banjir global tidak mungkin dapat terjadi. Penulis merasa sangat terbeban untuk memberi tanggapan atas tulisan itu. Sekali lagi penulis mempertanyakan: "Apakah yang disebut terbukti secara ilmiah?" Menurut penulis, bila seorang teolog Kristen mau membuat karya tulis agama Kristen, hendaklah ia berpegang ketat pada Alkitab. Kalau ia mau membuat karya tulis ilmu pengetahuan alam, hendaklah ia mengerti dulu dengan jelas apa itu ilmu pengetahuan alam. Kompromi yang tidak tepat antara Alkitab dan sebuah teori kontemporer tertentu, dapat menyesatkan dirinya sendiri dan para pembacanya. Ini akan mempunyai dampak besar pada imannya sendiri maupun iman jemaat yang dibinanya.

Banjir Nuh menurut Alkitab

Kej. 6:7 menyaksikan firman Allah secara langsung (direct speech, directe rede) yang berbunyi sebagai berikut:

Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka. "

Kalau banjir yang dimaksudkan Alkitab hanya banjir lokal, mungkinkah terlaksana maksud Allah seperti disaksikan ayat di atas? Hanya Nuh, keluarganya dan binatang-binatang darat yang ada di bahtera Nuh itu saja yang selamat. Binatang air seperti ikan, udang dll. tidak membutuhkan bahtera untuk bertahan hidup. Banjir yang menutupi "segala gunung di seluruh kolong langit" (Kej. 7:19) adalah pasti banjir global.

Tafsiran Beberapa Teolog "Modern"

Anak SD pun, yang membaca Kej. 6 s/d 9 dengan teliti, dapat mengerti dengan mudah bahwa banjir yang dimaksud Alkitab adalah banjir global, banjir yang menenggelamkan seluruh permukaan bumi. Tetapi mengapa beberapa teolog, bahkan teolog yang telah mendapat gelar Doctor dalam teolog tidak mengerti hal ini? Mengapa mereka tafsirkan bahwa banjir Nuh hanya banjir lokal? Sebenarnya mereka juga mengerti, namun "hanya" tidak percaya. Mereka lebih percaya spekulasi-spekulasi metafisis para evolusionis geologis seperti Hutton, Lyell, Dott dsb. daripada kesaksian Alkitab. Mereka adalah teolog-teolog "modern" yang menyesuaikan tafsiran Alkitabnya dengan teori-teori yang paling mutakhir. Mereka menerima teori-teori itu sebagai mutlak benar. Kata mereka, ayat-ayat Alkitab yang tidak bertentangan dengan teori-teori itu, boleh diterima secara harafiah (kalau mau) tetapi yang bertentangan dengan teori-teori itu "hanya" dapat diterima secara simbolis/alegoris. Apakah sikap demikian benar secara rasional ilmiah maupun secara iman Kristiani? Adakah kebenaran mutlak dalam sebuah teori ilmu pengetahuan alam? Mari kita teliti hal ini sedikit lebih mendalam.

Konsep Kebenaran Dalam Ilmu Pengetahuan Alam

Seorang ahli fisika yang terkenal bernama Sir James Jean (1877-1946) menulis sebagai berikut (dengan terjemahan bebas):

Dalam ilmu pengetahuan alam, sebuah hipotesa tidak pernah dapat dibuktikan benar. Kalau ia dibuktikan salah oleh pengamatan- pengamatan di hari kemudian, kita tahu ia salah, tetapi kalau ia dibenarkan oleh pengamatan-pengamatan di hari kemudian kita tidak pernah dapat mengatakan ia benar, karena ia selalu dapat disangkal oleh pengamatan-pengamatan di hari lebih kemudian."(1)

Albert Einstein (1879-1955) menulis:
"Kebenaran sebuah teori hanya terletak dalam kepuasan bahwa ia dapat menghubungi berbagai pengamatan-pengamatan yang terpisah."(2)

David Halliday menulis:
"Adalah tugas teori untuk menerangkan secara sederhana sebanyak mungkin percobaan-percobaan dengan sesedikit mungkin hipotesa- hipotesa. Mempertanyakan kebenaran mutlak dari hipotesa itu sebenarnya tidak pernah dipertanyakan."(3)

Mantan dosen saya, yang telah mendapat gelar Doctor dalam bidang fisika atom dari universitas Leiden dengan predikat summa cum laude, pada tahun 1984 menulis surat kepada saya. A.1. tulis beliau:

"Teori-teori ilmu pengetahuan alam hanyalah model-model yang berusaha menerangkan atau meramalkan sebanyak mungkin gejala-gejala. Begitu ada fakta yang membantahnya (umpama dengan pengukuran yang lebih teliti) haruslah dibuat teori baru. Ilmu pengetahuan alam yang manapun tidak boleh mengatakan telah memperoleh kebenaran."(4)

Jadi kebanyakan ahli ilmu pengetahuan alam kaliber dunia dalam abad ke-20 ini, berkesimpulan bahwa tidak ada kebenaran mutlak dalam teori manapun juga.

Dan memang kalau kita mempelajari sejarah ilmu pengetahuan alam dari zaman Yunani kuno sampai sekarang, banyak sekali teori-teori yang timbul dan tenggelam silih berganti. Apa yang dianggap "benar" pada suatu masa, dianggap "salah" pada masa lain dan sebaliknya. Banyak sekali contoh yang dapat dikemukakan. Tidak ada alasan apa pun untuk menganggap bahwa teori-teori yang kini diterima sebagai "benar", besok luas tidak akan dianggap sebagai "salah", dan sebaliknya.

Spekulasi-spekulasi metafisis ilmuwan kreasionis

Ilmuwan kreasionis pun dapat membuat spekulasi-spekulasi metafisis. Tetapi ingat spekulasi metafisis dari kaum kreasionis maupun dari kaum evolusionis tidak dapat dibuktikan dengan pengamatan-pengamatan dan atau percobaan-percobaan yang dapat diulangi dan diselidiki dengan teliti. Orang hanya dapat percaya atau tidak percaya spekulasi- spekulasi itu.

Seorang ilmuwan kreasionis Henry Madison Morris Ph.D. telah membuat spekulasi-spekulasi metafisis mengenai banjir Nuh. Dr. Morris adalah ahli teknik sipil basah (hidrologi). Selama 28 tahun ia telah menjadi dosen hidrologi, 13 tahun terakhir sebagai dekan jurusan teknik sipil di berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat. Di samping sebagai ilmuwan ia juga orang Kristen yang sungguh-sungguh. Ia betul- betul orang yang tepat untuk menulis mengenai banjir Nuh. Sebagai seorang hidrolog, ia memang ahli banjir. Kemudian menjadi presiden dari Institute for Creation Research. Morris percaya betul akan adanya banjir Nuh yang global. Menurut dia, bekas-bekas banjir Nuh dapat dilihat di berbagai tempat di bumi, antara lain : di Grand Canyon Amerika Serikat. Morris bertanya darimana datangnya air pada banjir Nuh? Ia menuliskan pandangannya dalam buku-bukunya seperti The Genesis Flood, The Genesis Record, What is Creation Science? dsb. Ia juga banyak membuat seminar-seminar dan perdebatan-perdebatan mengenai hal ini, di seluruh Amerika Serikat, Canada dan lain-lain. Wakilnya Dr. Gish, baru-baru ini bahkan telah mengadakan seminar-seminar dan perdebatan-perdebatan di Uni Sovyet, yang disponsori oleh Dr. Dmitry Kuznetsov dari Moskow, pemenang hadiah Lenin Komsomol (lihat Momentum 8 dan 10).

Menurut Morris, sebelum banjir Nuh, di bumi ini permukaan darat lebih banyak dari laut. Di bawah tanah ada air tanah yang sangat banyak. Di udara, kira-kira di lapisan ionospere ada lapisan uap air yang meluas sampai jauh ke atas. Lapisan uap air ini tembus cahaya tetapi menyaring banyak sinar ultraviolet sehingga terjadi efek rumah kaca Greenhouse effect. Cuaca waktu itu terasa segar nyaman di seluruh dunia. Tidak ada bagian bumi yang terlalu panas, dan tidak ada yang terlalu dingin. Seluruh dunia mempunyai iklim yang sedang. Tidak ada badai, gempa, banjir, atau pelangi.

Kemudian, pada suatu saat terjadi letupan dari dalam bumi (tentu pada saat yang tepat). Abunya menyembur sampai kelapisan uap air tadi. Abu ini menjadi inti bagi uap air. Terjadilah proses kondensasi. Uap air menggumpal menjadi titik-titik air, makin lama makin besar. Lalu air ini jatuh ke bumi. Maka hujanpun turunlah. Terjadi efek berantai, lalu ambruklah seluruh lapisan uap air, jatuh ke bumi. Dari dalam bumi menyembur air ke luar. Terjadi letupan di mana-mana. Terbentuklah permukaan bumi yang sama sekali baru. Setelah semua selesai, 2/3 dari permukaan bumi tertutup air. Timbullah perbedaan cuaca yang besar. Kemudian ada hujan, pelangi, badai dan gempa.

Memang para evolusionis pun mengakui bahwa ada bekas-bekas yang menunjukkan adanya banjir besar di masa lalu. Kita ambil buku "Evolution of the Earth" oleh Robert Dott dan Roger Batten, Mc Graw- Hill, 1976, hal. 6:

"... sangat menarik bahwa ada catatan-catatan dari berbagai kebudayaan kuno mengenai sebuah banjir besar seperti kebudayaan Yunani, Babilonia, Hindu dsb...."

"Pada tahun 1925 didapati lapisan tanah liat sedalam 3 meter penuh dengan fosil binatang laut di bawah kota tua Ur...."

"... Hooke percaya bahwa fosil-fosil membuktikan bahwa Inggris pernah mempunyai iklim tropis ...."

"... orang-orang Yunani kuno percaya bahwa fosil-fosil binatang laut di atas gunung-gunung mereka, menunjukkan pernah ada banjir besar yang menutupi gunung-gunung mereka ...."

Majalah Amerika Serikat yang sangat fanatik mendukung teori evolusi pada terbitan bulan Pebruari 1983 hal. 6 menyatakan bahwa Sahara pernah mempunyai sungai-sungai dan hutan yang lebat.

Menurut buletin "Acts and Facts" bulan April 1991, dari kebudayaan Cina kuno ada catatan-catatan dari suku Miao atau Miautso yang dahulu tinggal di selatan sungai Yangtze, berupa sajak. Sajak ini mirip betul dengan Kej. 6 s/d. 9. Nama Nuh diubah menjadi Nuah, istrinya bernama Gaw Bo-lu-en dan anak-anaknya Lo Han, Lo Shen dan Jah-hu (bandingkan dengan nama Ham, Sem dan Yafet dari kitab Kej.). Anak Lo Han adalah Cusah dan Messay (bandingkan dengan Kusy dan Misraim, Kej. 10:6). Anak Jah-hu ialah Go-men (bandingkan Gomer, Kej. 10:2). Menurut sajak itu, suku Miao adalah keturunan dari Go-men ini. Sajak ini juga mengurut keturunan Nuah sampai ke Adam.

Kepada setiap orang yang mengaku diri Kristen, saya anjurkan percayalah bahwa banjir Nuh adalah banjir global seperti disaksikan oleh Alkitab terutama Kej. 6 s/d 9.

  1. "Physics and Philosophy" - James Jean
  2. "Relativity. The Special and the General Theory" - Albert Einstein, hal. 123-124
  3. "Introductory Nuclear Physics" - David Halliday, hal. 4
  4. Surat beliau, bertanggalkan 26 Juli 1984.
Sumber Artikel: 

Sumber:

Nama Majalah : Momentum
Edisi : 12/Juni 1991
Judul Artikel : Banjir Nuh
Penulis : Stanley I Sethiadi
Halaman : 16-19

Tanda-Tanda Hari Pentakosta

Penulis_artikel: 
Abraham Kuyper
Tanggal_artikel: 
4 Mei 2023
Isi_artikel: 

Artikel ini disarikan dari buku The Work of The Holy Spirit

Suara tiupan angin yang keras, lidah-lidah seperti nyala api, dan berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, merupakan tanda-tanda yang mengikuti peristiwa pencurahan Roh Kudus. Tanda-tanda ini bukan hanya memiliki pengertian simbolik. Berkata-kata dalam bahasa lain adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari peristiwa Pentakosta. Simbol bertujuan untuk mewakili atau menunjuk kepada sesuatu yang disimbolkan. Karena itu, simbol dapat dibuang tanpa mempengaruhi inti dari hal yang disimbolkannya. Seperti tanda penunjuk jalan, simbol dapat dibuang tanpa mempengaruhi jalan itu sendiri. Jika tanda-tanda hari Pentakosta hanya merupakan simbol, peristiwa Pentakosta akan tetap sama walaupun tanpa tanda-tanda tersebut. Tetapi tanda-tanda peristiwa Pentakosta lebih dari sekedar simbol. Jika tanda berkata- kata dalam bahasa lain tidak ada, hal ini akan merombak secara drastis karakter dari sejarah selanjutnya.

Hal ini membenarkan penjelasan bahwa tanda-tanda lain pada peristiwa Pentakosta merupakan bagian-bagian pokok dari mujizat yang terjadi. Fakta bahwa selama delapan belas abad para teolog tidak yakin akan signifikansi simbol-simbol ini, mendorong kesimpulan bahwa para rasul dan orang-orang pada waktu itu juga tidak segera mengerti signifikansi peristiwa ini. Hal ini didukung oleh narasi Kisah Para Rasul 2. Mereka semua tercengang dan termangu, sambil berkata seorang kepada yang lain, "Apakah artinya ini?" Dan ketika Petrus berdiri sebagai rasul untuk menjelaskan mujizat yang terjadi, dengan dipenuhi Roh Kudus dia tidak mengkaitkan segala signifikansi simbolik dengan tanda-tanda yang terjadi, melainkan Petrus langsung menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi untuk menggenapi nubuat nabi Yoel.

Apakah peristiwa Pentakosta menggenapi seluruh nubuat nabi Yoel? Jelas tidak; karena matahari tidak menjadi gelap, bulan tidak menjadi darah, dan mereka tidak mendengar mimpi dari orang-orang tua. Memang penggenapan seluruh nubuat nabi Yoel dan banyak nubuat lain tidak akan terjadi sampai kedatangan Kristus kedua kali. Tetapi rasul Petrus menunjukkan bahwa melalui peristiwa ini Hari Tuhan menjadi semakin mendekat secara signifikan. Pencurahan Roh Kudus merupakan salah satu dari peristiwa-peristiwa besar yang mendahului hari yang agung itu. Tanpa pencurahan Roh Kudus, Hari Tuhan ini tidak akan terjadi. Dari sudut pandang Allah, hari Pentakosta adalah mujizat besar terakhir sebelum Hari Tuhan. Karena hari itu akan diwarnai dengan tanda-tanda yang mencengangkan, seperti yang terjadi pada hari Pentakosta. Petrus menyatukan keduanya dan membuatnya kelihatan seperti satu peristiwa. Hal ini menjelaskan bahwa nubuat nabi Yoel menunjuk kepada Hari Tuhan, tetapi sekaligus menunjuk kepada hari Pentakosta.

Jika tanda kedatangan Tuhan - darah, api, dan asap - bukan hanya merupakan simbol, tetapi merupakan unsur utama dari bagian akhir sejarah dunia, maka jelaslah bahwa Petrus tidak mengerti tanda-tanda hari Pentakosta ini sebagai simbolik. Pandangan yang menganggap bahwa tanda-tanda ini hanya untuk menarik perhatian massa, juga merupakan penjelasan yang tidak kuat.

Stimulasi indera penglihatan dan pendengaran adalah cara yang paling efektif untuk mempengaruhi kesadaran kita. Cara paling mudah untuk menarik perhatian dan menstimulan emosi seseorang adalah dengan memberikan suara ledakan yang dasyat dan kilatan cahaya yang sangat terang. Dengan memakai prinsip ini, beberapa kelompok Methodis pernah menggunakan senjata api pada waktu KKR, berharap supaya suara dan kilatan api akan mempengaruhi suasana hati agar dapat lebih kondusif bagi pekerjaan Roh Kudus. Pengalaman yang sama juga dilakukan oleh Bala Keselamatan.

Melalui penjelasan ini, tanda-tanda hari Pentakosta mempunyai karakteristik yang sama. Murid-murid berkumpul di ruang atas pada hari Pentakosta. Dan supaya menyadari akan pencurahan Roh Kudus, pendengaran dan penglihatan mereka harus di stimulan. Dan ketika orang-orang tercengang dan termangu-mangu karena suara dan penglihatan yang mereka alami, barulah tercapai kondisi yang diinginkan untuk menerima Roh Kudus dan pencurahan terjadi. Tetapi pandangan ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan bahkan hal yang sangat keliru untuk membandingkan tanda-tanda Pentakosta dengan suara keras dari senjata. Karena itu satu-satunya penjelasan yang tepat adalah dengan memperhitungkan tanda-tanda hari Pentakosta sebagai unsur utama yang sungguh dari peristiwa tersebut. Tanda-tanda ini merupakan unsur yang sangat penting yang tidak dapat dibuang.

Ketika sebuah kapal memasuki pelabuhan kita melihat buih putih menempa sisi bawah kapal dan kita mendengar gemericik air yang berbenturan. Ketika seekor kuda berlari kencang, kita mendengar suara kakinya yang keras dan melihat debu di belakangnya. Tetapi apakah hal-hal yang dilihat dan didengar ini bersifat simbolik? Hal-hal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peristiwa masing-masing dan tidak mungkin ada tanpa peristiwa tersebut. Demikian juga tanda-tanda Pentakosta bukan bersifat simbolik maupun hanya untuk menciptakan sensasi, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peristiwa pencurahan Roh Kudus dan disebabkan oleh peristiwa ini. Pencurahan Roh Kudus tidak mungkin terjadi tanpa adanya tanda-tanda ini. Ketika Roh Kudus turun dari gunung kekudusan Allah, bunyi tiupan angin yang keras akan terdengar, dan terang yang dasyat akan terlihat, dan berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain harus terjadi.

Pencurahan Roh Kudus adalah peristiwa yang nyata, bukan hanya kelihatannya. Kemuliaan yang diterima Kepala harus dialirkan dan dicurahkan dari sorga kepada tubuh Kristus. Dan jika semua ini terjadi pasti akan menghasilkan tanda-tanda tersebut.

Tetapi banyak hal yang masih belum kita mengerti. Di gunung Horeb, Eliyah mendengar Tuhan lewat hembusan angin; Yesaya mendengar bergeraknya pintu-pintu di bait Allah. Hal ini sepertinya menunjukkan bahwa kehadiran Ilahi dinyatakan dengan sesuatu yang dapat ditangkap dengan indera. Tetapi kita tidak mengetahui bagaimana caranya. Tetapi kita bisa memperhatikan beberapa hal:

Pertama, jelas bahwa roh dapat bekerja melalui materi. Roh kita bekerja melalui tubuh jasmani yang kelihatan dan dengan demikian dapat menghasilkan suara. Berbicara, menangis, bernyanyi adalah karya roh kita terhadap udara. Dan jika roh kita dapat melakukan hal itu, apalagi Roh Tuhan? Mengapa ketika Roh Kudus turun dan membawa dampak yang dapat dilihat dan didengar, kita anggap sebagai misteri?

Kedua, ketika membuat perjanjian dengan Israel di gunung Sinai, Tuhan Allah berbicara dalam guntur yang menggelegar, sehingga Musa berkata, "Aku begitu takut dan gemetar." Tetapi hal ini dilakukan Allah bukan bertujuan menakutkan manusia, tetapi Allah yang suci dan murka harus berbicara dengan cara demikian kepada angkatan yang berdosa ini. Karena itu tidak mengherankan bahwa kedatangan Allah kepada manusia dalam perjanjian yang baru juga diikuti dengan tanda-tanda yang mirip, bukan untuk menarik perhatian manusia, tetapi memang hal itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Hal yang sama juga berlaku pada lidah-lidah api. Manifestasi dari hal yang bersifat supranatural selalu dinyatakan melalui cahaya dan terang, khususnya ketika Allah Jehova atau malaikat-Nya hadir. Ingat peristiwa perjanjian Allah dengan Abraham atau peristiwa semak yang terbakar. Jadi mengapa kita heran dengan fenomena turunnya Roh Kudus yang mirip dengan yang dialami Eliyah di Horeb dan Musa di semak, Paulus dalam perjalanan ke Damaskus, dan Yohanes di pulau Patmos? Lidah-lidah seperti nyala api yang turun kepada setiap orang justru menunjukkan Allah yang menembus setiap hati manusia dan meninggalkan dampak yang kekal.

Pertanyaan tentang apakah lidah api itu berasal dari sorga atau merupakan akibat pekerjaan Allah terhadap elemen dalam dunia, tidak dapat dijawab dengan pasti. Kedua pandangan mempunyai kekuatan masing- masing. Tidak ada kegelapan di sorga; dan cahaya sorgawi pasti mempunyai natur yang lebih tinggi dari dunia, bahkan lebih dari terangnya matahari, menurut penggambaran Rasul Paulus tentang cahaya dalam perjalanan ke Damaskus. Karena itu dalam peristiwa Pentakosta sangat mungkin batasan antara sorga dan dunia menjadi tidak jelas dan kemuliaan yang lebih agung dinyatakan dalam dunia.

Tetapi, Roh Kudus mungkin juga menyatakan cahaya yang misterius ini dengan melakukan mujizat. Dan hal ini sepertinya dikonfirmasi berdasarkan fakta bahwa tanda-tanda yang diberikan di gunung Sinai, yang merupakan peristiwa yang paralel dengan peristiwa Pentakosta, bukan berasal dari atas tetapi dari materi di dunia.

Akhirnya perlu diperhatikan bahwa pencurahan Roh Kudus di rumah Kornelius dan murid-murid Apolos diikuti dengan perkataan dalam bahasa-bahasa lain, tetapi tidak dengan tanda yang lain. Hal ini mengkonfirmasi pengajaran yang telah diberikan, bahwa pencurahan di rumah Kornelius bukanlah kedatangan Roh Kudus ke dalam keluarga Kornelius, tetapi merupakan karya Roh Kudus yang dinyatakan pada bagian tubuh Kristus yang lain. Jika tanda-tanda itu merupakan simbol, tanda-tanda lain pasti juga harus ada. Tetapi hal itu tidak terjadi, karena tanda-tanda peristiwa Pentakosta itu bukan dimaksudkan sebagai simbol.(BS)

Audio: Tanda-Tanda Hari Pentakosta

Sumber Artikel: 

Sumber:

Nama Majalah : Momentum
Edisi : 40/Triwulan II 1999
Judul Artikel : Tanda-Tanda Hari Pentakosta
Penulis : Abraham Kuyper
Halaman : 38-41

Kemuliaan di Saat Kenaikan Kristus

Penulis_artikel: 
R C Sproul
Tanggal_artikel: 
29 Maret 2019
Isi_artikel: 
Kemuliaan Pada Saat Kenaikan Kristus

Kemuliaan Pada Saat Kenaikan Kristus

R.C. Sproul adalah mantan profesor Sistematik Teologi di Reformed Theological Seminary, Jackson, Mississippi. Artikel ini diambil dari bukunya yang berjudul The Glory of God

Gereja-gereja Protestan biasanya merayakan Natal, Jumat Agung, dan Paskah. Beberapa gereja juga merayakan hari Pentakosta. Akan tetapi, sedikit gereja Protestan yang memberikan perhatian yang cukup pada hari Kenaikan Yesus. Barangkali hal ini menunjukan ketidakcukupan pemahaman akan pentingnya peristiwa ini. Kenaikan Yesus merupakan puncak dari pelayanan Yesus di bumi dan pantas diperlakukan sama seperti hari Jumat Agung, Paskah, dan Pentakosta.

"Kebangkitan menandakan persetujuan Allah atas pengorbanan Kristus."

Facebook Telegram Twitter WhatsApp

Peristiwa-peristiwa ini saling berhubungan satu sama lain. Tanpa salib tidak ada penebusan. Dan, tanpa kebangkitan kita akan mengesampingkan Juru Selamat yang mati, di mana kuasa untuk menyelamatkan akan dipertanyakan. Kebangkitan menandakan persetujuan Allah atas pengorbanan Kristus. Adalah hal yang tidak terpikirkan jika memiliki salib tanpa kebangkitan. Seperti khotbah Petrus pada saat Pentakosta, tidak mungkin jika Kristus tidak bangkit dari kematian. Kematian tidak berkuasa atas Dia. Karena itu kematian tidak akan menjadi bagian-Nya.

"Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan-tangan bangsa durhaka. Akan tetapi, Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu." (Kis. 2:22-24)

Sama halnya bahwa tidak mungkin ada salib tanpa Kebangkitan, demikian pula dengan Kebangkitan tanpa Kenaikan. Jikalau tidak ada Kenaikan, tidak akan ada kemuliaan Kristus. Kita gagal memperoleh janji kemuliaan dari Allah. Tanpa Kenaikan, tidak ada Pentakosta dan tidak ada Kedatangan Kristus kedua kali.

Yesus sendiri mengajarkan murid-murid-Nya bahwa Kenaikan merupakan syarat penting terjadinya Pentakosta:

"Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepadamu: Ke mana Engkau pergi? Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita. Namun, benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yoh. 16:5-7)

Barangkali penolakan dalam merayakan Kenaikan Yesus berakar pada problema yang sama yang dihadapi para murid. Kita tidak bersukacita akan ketidakhadiran Yesus di tengah kita.

Gambar: Kenaikan Kristus

Meskipun Ia berjanji bahwa Ia akan hadir bersama kita, tetapi itu merupakan kehadiran yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba. Kita menantikan kehadiran-Nya agar dapat melihat penampakan-Nya secara jasmani.

Sebagai makhluk jasmaniah kita lebih memberikan tekanan penting pada penampakan fisik dari mereka yang kita kasihi. Kita menggunakan frase di luar jangkauan pandangan, di luar jangkauan pikiran untuk menggambarkan kegagalan hasrat kita dalam hal ketidakhadiran seseorang. Perusahaan telepon menawarkan telepon jarak jauh yang disebut "hal terbaik untuk berada di sana". Akan tetapi, sesungguhnya hal ini jauh dari konsep "berada di sana dalam bentuk suatu pribadi".

Para murid berdukacita ketika Yesus katakan bahwa Ia akan pergi meninggalkan mereka. Yesus menegur mereka karena bertanya, 'Ke mana Engkau akan pergi?' Ini merupakan pertanyaan mengenai ke mana sama halnya dengan mengapa Yesus pergi yang menjadi kesulitan dari gereja setiap zaman.

Murid Yesus sulit untuk memperoleh kebenaran bahwa Ia meninggalkan mereka untuk keuntungan mereka. Jikalau pengajaran-Nya benar, maka yang harusnya terjadi adalah barangsiapa yang hidup setelah Kenaikan harus membagikan keuntungan tersebut.

Jikalau kita percaya akan apa yang Yesus katakan pada para murid-Nya, kita harus menyimpulkan bahwa kita hidup dalam masa yang jauh lebih menguntungkan daripada masa selama pelayanan Yesus di bumi. Kita hidup dalam masa setelah Kenaikan dan setelah Pentakosta. Para murid hidup pada masa ketika Yesus merendahkan diri-Nya; kita hidup pada masa pemuliaan-Nya. Ini merupakan keuntungan yang sangat besar.

CATATAN MENGENAI KENAIKAN

Catatan mengenai Kenaikan Yesus sangat jelas dalam Perjanjian Baru. Banyak referensi Alkitab mengenai kisah ini. Markus menggambarkannya dalam satu kalimat (Mrk. 16:19). Injil Lukas menjelaskan dalam dua kalimat (Luk. 24:50-51). Matius dan Yohanes tidak memberikan catatan sama sekali. Catatan yang paling utuh diberikan dalam Kisah Rasul:

"Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang -- demikian kata-Nya -- 'telah kamu dengar dari pada-Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.' Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: 'Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?' Jawab-Nya: 'Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.' Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus Ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.'

Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit-bukit yang disebut bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem." (Kis 1:4-12).

Pada saat Kenaikan-Nya, Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk tetap tinggal di Yerusalem menunggu kedatangan Roh Kudus. Pada momen terakhir bersama Yesus, mereka menanyakan pertanyaan terakhir kepada-Nya. Mereka bertanya apakah saat ini merupakan saat yang dikehendaki-Nya untuk membangun kembali kerajaan Israel. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa mereka masih belum memahami secara utuh tentang jabatan raja dari Kristus. Yesus tidak menegur mereka karena berpikir seperti itu. Akan tetapi, Ia berkata kepada mereka untuk tidak perlu mengetahui kapan waktunya. Dalam hal ini, Ia menegaskan kepentingan dari misi mereka antara Kenaikan-Nya dan Kedatangan-Nya dalam kemuliaan. Ia katakan pada mereka bahwa mereka akan memperoleh kuasa untuk melakukan tugas tersebut selama Ia tidak bersama dengan mereka. Tugas mereka, dan juga tugas gereja Kristen, adalah menyaksikan tentang Dia.

Kita melihat bahwa tujuan Kenaikan Kristus adalah untuk berkuasa di sorga. Melalui Kenaikan-Nya, Ia mengambil peran Raja dari alam semesta. Kekuasaan-Nya pada masa ini tidak terlihat oleh penduduk dunia. Ini merupakan tugas para murid, dan sekarang kita, untuk menyaksikan kekuasaan yang tidak terlihat tersebut. Yohanes Calvin menegaskan bahwa ini merupakan tugas dari gereja yang kelihatan untuk memperlihatkan pada dunia akan pemerintahan Kristus yang tidak kelihatan. Ini merupakan tujuan dari pemberian Roh Kudus yang Yesus janjikan pada murid-murid-Nya.

Para murid merupakan saksi mata Kenaikan Yesus. Pada saat mereka melihat-Nya, Ia terangkat diatas awan. Hal ini jelas dari Alkitab bahwa awan pada saat Kenaikan adalah awan kemuliaan. Gambaran selanjutnya mengenai kedatangan-Nya di dalam awan menegaskan konsep ini.

Gambar: Pentakosta

Para murid berdiri terpaku di bukit Zaitun ketika memandang kemuliaan kenaikan Yesus. Lamunan mereka terinterupsi oleh kehadiran malaikat. Malaikat bertanya, "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?" Para murid begitu terpaku akan kemuliaan yang singkat pada saat kenaikan-Nya.

Perasaan para murid setelah Yesus meninggalkan mereka sangat berbeda dengan yang terekspresi pada saat Yesus pertama kali berbicara bahwa Ia akan meninggalkan mereka. Saat ini tidak ada lagi perasaan kesedihan. Catatan Lukas memperlihatkan keadaan emosi mereka:

"Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud menyembah kepadaNya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. (Luk. 24:51-52)

Pada ayat-ayat ini, Lukas menunjukkan bahwa para murid penuh dengan sukacita ketika mereka kembali ke Yerusalem. Perubahan perasaan ini tercatat dengan jelas. Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, khususnya pada saat ketika kita tidak mungkin bertemu dengan-Nya di dunia ini lagi, maka saat itu merupakan saat yang penuh dengan dukacita.

Pada ayat-ayat ini, Lukas menunjukkan bahwa para murid penuh dengan sukacita ketika mereka kembali ke Yerusalem. Perubahan perasaan ini tercatat dengan jelas. Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, khususnya pada saat ketika kita tidak mungkin bertemu dengan-Nya di dunia ini lagi, maka saat itu merupakan saat yang penuh dengan dukacita.

Selama pengajaran Kristus mengenai Roh Kudus di ruang atas, Ia menyampaikan perkataan-perkataan yang terus terdengar di telinga para murid ketika mereka kembali dari bukit Zaitun:

"Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar daripada Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi" (Yoh. 14:28-29)

Menurut Lukas, sukacita para murid menjadi sangat jelas setelah pada akhirnya mereka percaya akan pengajaran Yesus mengenai kepergian-Nya. Karena kasih yang sangat dalam mereka mampu bersukacita akan kenaikan-Nya kepada Bapa di sorga.

WARISAN DARI YESUS

Ada satu hal yang perlu ditambahkan di dalam sukacita para murid. Setelah Yesus meninggalkan mereka, mereka menerima warisan yang dijanjikan kepada mereka. Ketika seorang kaya meninggal, kesedihan keluarga mulai mereda ketika hendak membaca dan menerima warisan. Kadangkala karena mengharapkan warisan yang banyak menyebabkan anak-anak berharap agar kepergian orang tua dapat terjadi sesegera mungkin.

Yesus tidak meninggalkan harta duniawi. Warisan-Nya berbeda jenisnya. Ia memberikan kepada para murid-Nya Damai yang dimiliki-Nya, suatu hal yang tidak dapat diukur nilainya:

"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yoh. 14:27)

Damai yang ditinggalkan Yesus kepada para murid-Nya bukanlah damai yang biasa. Yesus mendefinisikannya sebagai 'Damai sejahtera-Ku.' Ini merupakan damai yang transenden, suatu damai yang melampaui pemahaman manusia. Ini merupakan damai yang mampu mengatasi kekecewaan manusia. Ini merupakan damai yang setiap orang Yahudi impikan. Ini merupakan berkat tertinggi dari shalom.

Paulus menegaskan bahwa keuntungan pertama yang diperoleh dari pembenaran orang percaya adalah partisipasi dalam damai ini, yang meliputi damai dengan Allah:

"Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus" (Rom. 5:1). Pada tempat yang lain Paulus menyatakan: "Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan" (Ef. 2:14). Dalam meninggalkan warisan bagi gereja-Nya, Yesus memberikan diri-Nya sendiri didalam kehadiran-Nya melalui ikatan spiritual.

KEKUASAAN YESUS

Para murid mulai memahami bahwa Yesus pergi ke Bapa-Nya. Kenaikan-Nya bukan sekadar pergi "ke surga". Ada keunikan yang tidak diberikan kepada mereka yang sebelumnya pernah naik ke surga. Yesus naik dengan Cara yang berbeda dengan Henokh dan Elia. Yesus menegaskan hal ini dalam pengajaran-Nya: "Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia." (Yoh. 3:13) Dalam diskusi-Nya dengan Nikodemus, Yesus menunjukan keunikan Kenaikan-Nya. Yang lain telah pergi ke sorga, tapi tidak ada seorang pun yang naik dengan makna khusus seperti yang dilakukan-Nya. Hanya Dia yang turun dari sorga yang memiliki kualifikasi untuk naik dengan makna yang khusus. Di sini, istilah naik mengandung pengertian lebih dalam daripada sekedar 'naik ke atas.' Istilah ini memiliki pengertian khusus: naik ke tempat yang khusus untuk menyiapkan tugas yang khusus. Yesus naik ke tempat di mana Ia akan memerintah sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan. Ia duduk di sebelah kanan Bapa di dalam tempat beradanya otoritas alam semesta.

Kenaikan Yesus menandai penggenapan dari nubuatan Mazmur 110:

Demikianlah firman Tuhan kepada tuanku:
"Duduklah di sebelah kanan-Ku,
sampai Kubuat musuh-musuhmu
menjadi tumpuan kakimu."
Tongkat kekuatanmu akan diulurkan Tuhan dari Sion:
memerintahlah di antara musuhmu!
Pada hari tentaramu bangsamu
merelakan diri untuk maju
dengan berhiaskan kekudusan;
dari kandungan fajar
tampil bagimu keremajaanmu seperti embun
Tuhan telah bersumpah,
dan Ia tidak akan menyesal:
"Engkau adalah imam untuk selama-lamanya
menurut Melkisedek."
Tuhan ada di sebelah kananmu;
Ia meremukkan raja-raja
pada hari murka-Nya,
Ia menghukum bangsa-bangsa,
sehingga mayat-mayat bergelimpangan;
Ia meremukkan orang-orang
yang menjadi kepala di negeri luas.
Dari sungai di tepi jalan ia minum,
oleh sebab itu ia mengangkat kepala.

Saya mengutip Mazmur 110 karena ini merupakan bagian Perjanjian Lama yang paling banyak dikutip dan ditekankan dalam Perjanjian Baru. Mazmur ini mencakup seluruh penilaian mengenai keberadaan dari Mesias. Kerajaan Mesias digambarkan sebagai di sebelah kanan Allah, di mana Ia melakukan jabatan Raja yang diurapi Allah dan jabatan Imam Besar Agung.

Hal ini tergenapi pada saat Kenaikan seperti yang secara jelas ditegaskan Paulus:

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada dl bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!' (Fil. 2:9-11)

Pada saat Kenaikan-Nya, Yesus menerima kedua jabatan tersebut dan sebutan Tuhan. Ia masuk dalam posisi di sebelah kanan Allah. Ini merupakan posisi kemuliaan, hormat, penguasaan dan kuasa. Hal ini menjadi pokok pujian malaikat dalam kitab Wahyu:

Maka Aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa, katanya dengan suara nyaring. 'Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian! 'Dan, aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: 'Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji- pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!' Dan keempat makhluk Itu berkata: 'Amin' Dan tua-tua Itu jatuh tersungkur dan menyembah. (Why. 5:11-14)

Kenaikan merupakan pusat daripada kerygma, pusat dari proklamasi khotbah para rasul. Hal ini terlihat dalam khotbah Petrus saat Pentakosta:

"Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal ini kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. Sebab, bukan Daud yang naik ke Surga malahan Daud sendiri berkata:

'Tuhan telah berfirman kepada Tuanku. Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kaki-Mu.'

Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kis. 2:32-36)

PERAN KRISTUS SEBAGAI JURU SYAFAAT

Pada saat Kenaikan, Yesus bukan saja menerima jabatan Raja tetapi juga Imam Besar kekal menurut peraturan Melkisedek. Kita telah melihat catatan mengenai doa syafaat Kristus selama ada di ruang atas. Hal ini penting untuk menyadari bahwa pekerjaan syafaat terus dilanjutkan hingga hari ini. Tema pelayanan sorgawi Yesus sebagai Imam Besar dibicarakan secara panjang lebar di dalam kitab Ibrani:

"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan Iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaiknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibr. 4:14-16)

Pokok pembicaraan mengenai karya keimaman Kristus sangat penting bagi kita. Karya Imam Besar-Nya bersifat kekal.

Akan tetapi, karena Ia tetap selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu, Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab, Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka.

Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi daripada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah Itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban. Sebab hukum Taurat menetapkan orang-orang yang diliputi kelemahan menjadi Imam Besar, tetapi sumpah, yang diucapkan kemudian daripada hukum Taurat, menetapkan Anak, yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya. Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu dl dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia. (Ibr. 7:24-8:2)

YESUS SEBAGAI PEMBELA

Di dalam jabatan sorgawi sebagai Raja-Imam, Yesus melayani sebagai pembela kita. Meskipun ketika Alkitab bicara mengenai Yesus di dalam kemuliaan kenaikan-Nya sebagai duduk di sebelah kanan Allah, tetapi ada saatnya ketika Ia bangkit berdiri dan berbicara dalam membela orang-orang kudus-Nya. Hal ini terlihat pada saat akhir kehidupan Stefanus.

Stefanus telah mengkhotbahkan suatu khotbah penghakiman yang tajam di hadapan penguasa-penguasa Yahudi. Reaksi mereka penuh dengan dendam; hati mereka tertusuk dan mereka menyambutnya dengan kertakan gigi. Di tengah-tengah krisis yang dihadapi, Stefanus dibawa ke penghakiman Mahkamah Agama Yahudi dan ia melihat kemuliaan Allah:

Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu, katanya: "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kis. 7:55-56)

Stefanus melihat Yesus 'berdiri' di sebelah kanan Allah. Di dalam ruang persidangan hanya dua orang yang berdiri, penuntut umum dan pembela. Hakim tetap duduk di tempatnya. Dalam peran-Nya sebagai Anak Manusia dan Tuhan yang naik ke sorga, Yesus duduk di tempat untuk memerintah dan menghakimi. Namun, pada peristiwa ini, hakim illahi bangkit dari tempat duduknya dan mengambil peran pembela.

Peran yang Yesus pergunakan ini bukan saja ditujukan bagi Stefanus, tapi semua umat-Nya. Pada saat penghakiman terakhir, kita dapat yakin bahwa hakim kita juga akan melayani sebagai pembela kita. Ia adalah Pembela kita, bersama-sama dengan Bapa.

KENAIKAN DAN PENTAKOSTA

Yesus menggambarkan pentingnya hubungan antara Kenaikan-Nya di sebelah kanan Bapa dan pengutusan Roh Kudus kepada gereja. Karena pokok pembahasan pada artikel ini berfokus pada kemuliaan Yesus yang dibedakan dengan kemuliaan Roh Kudus, maka meskipun kita tetap akan membicarakan mengenai kemuliaan Roh Kudus, tetapi penekanannya lebih kepada peristiwa Pentakosta.

Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk, dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. (Kis. 2:1-4)

Penyataan kemuliaan Allah pada saat Pentakosta sangat jelas terlihat. Manifestasi pertama yang muncul adalah dalam bentuk suara. Bunyi tersebut dilukiskan sebagai tiupan angin. Angin ini tidak seperti angin yang biasanya nampak pada mereka yang mendengarnya. Bagi agama Kristen dan Yahudi, hubungan antara angin dan Roh sangat dalam. Baik di dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, istilah 'roh' sama dengan istilah 'angin' (ruach dalam Ibrani, pneuma dalam Yunani). Ketika berbicara mengenai kuasa Roh Kudus dalam proses lahir baru, Yesus berkata:

Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu darimana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh. (Yoh. 3:8)

Yesus bicara mengenai kebebasan bertiupnya angin. Roh tidak dikontrol oleh manusia maupun kuasa alam lainnya. Roh Kudus bekerja sesuai dengan kebebasan kedaulatan Allah. Kita dapat mendengar angin bertiup, tetapi kita tidak dapat mengontrol sumbernya ataupun tujuannya. Dengan demikian, angin yang bertiup dengan Cara yang luar biasa pada saat Pentakosta memanifestasikan kuasa dan kemuliaan dari kehadiran Roh Kudus.

Manifestasi kedua dari kedatangan Roh Kudus adalah suatu fenomena yang tampak. Mereka yang berkumpul saat itu melihat lidah-lidah api, hinggap pada setiap kepala para murid. Lidah api melambangkan berdiamnya kemuliaan illahi pada tempat tersebut. Sama seperti burung merpati yang turun dari sorga dan hinggap pada Yesus di saat pembaptisan, demikian juga sekarang Roh berdiam di atas umat-Nya. Kita melihat suatu paralel dari catatan Perjanjian Lama mengenai Roh yang hinggap pada Musa terdistribusi di antara ketujuh puluh tua-tua lainnya:

Lalu turunlah Tuhan dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu; ketika Roh itu hinggap pada mereka, kepenuhanlah mereka seperti nabi, tetapi sesudah itu tidak lagi. (Bil. 11:25)

Manifestasi ketiga turunnya Roh Kudus adalah bahasa lidah. Merupakan hal yang sulit untuk menetapkan apakah mukjizat ini adalah mukjizat dalam perkataan atau mukjizat dalam pendengaran. Barangkali hal ini meliputi kedua hal di atas. Roh Kuduslah yang memberikan hal ini. Meskipun demikian, bahasa yang diucapkan didengar secara bervariasi oleh pendengar di dalam bahasa mereka masing-masing. Pertanyaannya adalah: apakah para murid diberikan kemampuan untuk berbicara dalam bahasa asing atau ada kuasa supranatural yang menerjemahkan saat itu? Hal ini kedengarannya seperti apa yang terjadi dalam pertemuan PBB, di mana seorang wakil asing memberikan perkataan-perkataannya -- mereka yang mendengar dengan earphone, mendengar secara langsung penerjemahan dari perkataan pembicara tadi:

Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing- masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesapotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan perbuatan besar yang dilakukan Allah. Mereka semuanya tercengang- cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: "Apakah artinya ini" (Kis. 2:5-12)

Mereka yang hadir bingung. Petrus kemudian berdiri dan mengkhotbahkan sebuah khotbah yang memberikan suatu intepretasi historis terhadap peristiwa tersebut. Ia menjelaskan bahwa fenomena Pentakosta merupakan akibat dari kemuliaan Kristus dalam Kenaikan-Nya:

Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami adalah saksi. Dan sesudah ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. (Kis. 2:32-33)

Bunyi dan penglihatan yang terjadi pada saat Pentakosta merupakan manifestasi yang tampak oleh mata dan merupakan kemuliaan yang dilimpahkan oleh Roh Kudus seperti yang telah dijanjikan kepada gereja-Nya.(TE)

Audio: Kemuliaan Pada Saat Kenaikan Kristus

Sumber Artikel: 

Sumber:

Nama Majalah : Momentum
Edisi : 40/Triwulan II 1999
Judul Artikel : Kemuliaan Di Saat Kenaikan Kristus
Penulis : R C Sproul
Halaman : 14-20, 25-27

Pentakosta Pada Masa Kini?

Penulis_artikel: 

Sinclair B Fergusson

Tanggal_artikel: 
29 Maret 2019
Isi_artikel: 
Pentakosta Pada Masa Kini?

Pentakosta Pada Masa Kini?

Sinclair B. Ferguson adalah asisten profesor Teologia Sistematika di Westminster Theological Seminary, Philadelphia, USA. Artikel ini disadur dari tulisannya berjudul Countours of Christian Theology.

Turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta harus dilihat sebagai peristiwa Kristologis. Karena itu, pengertian tentang karya Roh Kudus harus dipahami dari karya Kristus. Namun, timbul satu pertanyaan: Apakah Pentakosta memiliki pengaruh yang menetap bagi kehidupan gereja?

Gambar: Ascension

Perjanjian Baru membukakan rincian dari titik-titik penting dalam karya Kristus, yakni: kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya (Rom. 6:1; Gal. 2:20; Kol. 2:11-3:4). Demikian pula dengan peristiwa pencurahan Roh Kudus: 'Kita semua dibaptis oleh satu Roh ke dalam satu tubuh -- baik Yahudi maupun Yunani, budak maupun orang merdeka' (1 Kor. 12:13). Kata-kata ini sama dengan kata-kata yang digunakan dalam peristiwa Pentakosta (Luk. 3:16 dan Kis. 1:5, 11:16).

Pernyataan Paulus bersifat mencakup semua orang. Sebagaimana Paulus menulis kepada jemaat Korintus, hal ini juga berlaku bagi kita dan setiap orang percaya (melalui baptisan Roh, kita masuk ke dalam satu tubuh di mana semua orang percaya termasuk di dalamnya) dan semua jenis orang percaya (Yahudi, Yunani, budak, orang merdeka).

Beberapa pertanyaan penting muncul di sini -- untuk membangun sebuah teologi tentang pengalaman gereja masa kini bersama Roh Kudus:

  1. Apakah hubungan antara Pentakosta dan pengalaman terdahulu dari para murid Yesus dengan Roh Kudus?
  2. Apakah hubungan antara Pentakosta dan pengalaman bersama Roh Kudus yang dicatat dalam Kisah Para Rasul, di Samaria (Kis. 8:4-25), di rumah Kornelius (Kis. 10:1), dan di Efesus (Kis. 19:1-7) -- dalam ketiga-tiganya, tampaknya turunnya Roh Kudus menyusul setelah terjadi pertobatan. Apakah ini berarti adanya berkat kedua setelah pertobatan?
  3. Apakah hubungan antara Pentakosta dan baptisan Roh Kudus yang Paulus tuliskan dalam 1 Kor. 12:13?
  4. Unsur-unsur manakah dari Pentakosta yang tidak dapat terulangi, hanya satu kali terjadi? Manakah unsur-unsur yang dapat terulang, bahkan menjadi norma atau ketetapan bagi gereja masa kini?

Pentakosta dan Para Murid

Murid-murid yang berkumpul bersama setelah Yesus bangkit, adalah orang-orang yang sungguh percaya (Mat. 16:15-20); mereka sudah dibersihkan dan dipersekutukan dengan Kristus (Yoh. 15:1-11). Dengan demikian, ini adalah buah pekerjaan Roh Kudus dalam hidup mereka. Akan tetapi, jelas bahwa mereka belum menerima baptisan Roh yang dijanjikan (Kis. 1:5). Pengalaman mereka bersama Roh Kudus bersifat progresif.

Dari hal ini, tidak mungkin kita menyimpulkan bahwa pengalaman para murid harus menjadi pengalaman kita juga pada masa kini. Pengalaman mereka bersifat unik karena mereka hidup dalam masa transisi dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Pengalaman mereka hanya terjadi satu kali dan tidak menjadi pola bagi kita untuk masa kini. Sebab, masuknya mereka ke dalam kepenuhan Roh Kudus terjadi dalam dua tahap yang berbeda: mencerminkan sebuah pola kesinambungan dengan kita (Roh yang sama), dan pola ketidak-sinambungan (hanya dalam Pentakosta, Roh Kudus datang dalam tugas dan pelayanan-Nya sebagai Roh Kristus yang dimuliakan). Pola demikian didasarkan atas munculnya zaman baru dari zaman lama. Jadi, terdapat keistimewaan dalam pengalaman murid-murid, sama seperti pengalaman mereka bersama Yesus.

Kaisarea, Samaria, Efesus

Bagaimana dengan turunnya Roh Kudus di Samaria (Kis. 8:9-25), di rumah Kornelius (Kis. 10:44-48), dan di Efesus (Kis. 19:17)? Yang paling mencolok adalah yang terjadi di rumah Kornelius karena istilah-istilah yang digunakan di dalamnya juga digunakan dalam Pentakosta. Misalnya: pencurahan (Kis. 2:17-18,33; 10:45); baptisan (Kis. 1:5; 11:16); dan karunia (Kis. 2:38; 11:17). Fenomena berbahasa roh juga terjadi lagi di sini (Kis. 2:4; 10:6). Lebih lanjut, Petrus melihat kesamaan antara kedua peristiwa: 'Roh Kudus telah datang kepada mereka seperti kepada kita dahulu. Maka teringatlah aku akan perkataan Tuhan: 'Yohanes membaptis ... kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus ...; ... Allah memberikan karunia kepada mereka sama seperti Ia telah berikan kepada kita ...' (Kis. 11:15-17).

Pengertian Petrus terhadap kejadian ini sejalan dengan rencana dalam Kis. 1:8. Turunnya Roh Kudus kepada seisi rumah Kornelius menandai tersebarnya Injil ke daerah orang non-Yahudi. Ini ditegaskan oleh Gereja Yerusalem: 'Ketika mereka mendengar ini, mereka tidak lagi berkeberatan dan memuji Tuhan, katanya: "Jadi, Allah juga mengaruniakan pertobatan kepada orang non-Yahudi"' (Kis. 11:18). Kejadian ini dilihat sebagai kejadian yang hanya terjadi satu kali dan memang direncanakan secara khusus dan unik. Jadi, ia lebih bersifat programatik daripada paradigmatik.

Namun demikian, dalam kasus Samaria dan Efesus, tampak adanya tahap kedua dalam pengalaman mereka dengan Roh Kudus. Orang-orang Samaria percaya ketika Filipus memberitakan Injil Kerajaan Allah dan nama Yesus Kristus, dan dibaptis; tetapi hanya ketika Petrus dan Yohanes datang, barulah mereka didoakan agar mereka menerima Roh Kudus karena sampai saat itu Roh Kudus belum datang atas mereka; mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Lalu, Petrus dan Yohanes menumpangkan tangan atas mereka, dan mereka menerima Roh Kudus (Kis. 8:12, 15-17). Kemudian, Paulus bertanya kepada orang Efesus, 'Apakah kamu menerima Roh Kudus ketika kamu percaya?' Jawabannya mengherankan: 'Kami bahkan belum pernah mendengar bahwa ada Roh Kudus.' Setelah memberitakan Kristus kepada mereka, 'Paulus menumpangkan tangannya atas mereka, Roh Kudus turun atas mereka dan mereka berbahasa roh dan bernubuat' (Kis. 19:1-7).

Sering dikatakan, berdasarkan pengalaman para rasul pada hari Pentakosta dan juga pengalaman di Samaria dan Efesus, maka Lukas dan Kisah Para Rasul mengajarkan dua tahap untuk masuk ke dalam kepenuhan Roh. Kira-kira pemikirannya seperti ini:

  1. Kelahiran kembali oleh Roh Kudus (pertobatan)
  2. Baptisan Roh

Jadi, selama Yesus hidup di dunia, para murid hanya baru dilahirkan kembali. Nanti, pada hari Pentakosta, barulah mereka mengalami karya Roh Kudus: mereka dibaptis dan dipenuhi dengan Roh dan berbahasa roh sebagai bukti bahwa mereka sudah menerima Roh Kudus. Ini menjadi model bagi dua tahap karya Roh Kudus. Berdasarkan pengertian ini, di Samaria dan Efesus, kita menemukan orang-orang percaya (yang sudah dilahirkan kembali), tetapi belum menerima (belum dibaptis) dengan Roh Kudus. Tahap yang kedua ini dianggap berbeda dengan kelahiran kembali.

Kita sudah melihat sekalipun pengalaman para rasul terbagi dalam dua tahap, hal ini bukan menjadi contoh bagi kita. Namun, bukankah seharusnya pengalaman para rasul menjadi pengalaman kita juga pada masa kini?

Pandangan dua tahap dari karya Roh Kudus bukan hanya dianut oleh golongan Pentakosta dan Karismatik, tetapi juga oleh Katolik. Dalam Katolik, seseorang dianggap masuk dalam persekutuan dengan Roh melalui penumpangan tangan (Kis. 8:17; 9:16). Dalam Pentakosta dan Karismatik, baptisan Roh diwujudkan dengan berbahasa roh, dan ini merupakan pengalaman kedua setelah pengalaman pertama (pertobatan).

Dalam Lukas dan Kisah Rasul, Pentakosta digambarkan sebagai kisah sejarah penebusan. Penafsirannya tidak boleh secara eksistensial dan pneumatologis, tetapi harus Eskatologis dan Kristologis. Secara mendasar, peristiwa Pentakosta bersifat terjadi satu kali saja sebagaimana seluruh kejadian dalam hidup Yesus (kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke surga). Dalam konteks ini, Kisah Para Rasul, bukanlah kisah Roh Kudus, tetapi kisah Yesus Kristus melalui Roh Kudus (implikasi dari Kis. 1:1-4 adalah bahwa kejadian yang dijanjikan dalam Kis. 1:5 menandai sebuah era baru di mana Yesus sendiri sebagai Tuhan yang mulia, akan bekerja dan mengajar).

Dipahami dalam kerangka pikir demikian, kejadian-kejadian di Samaria dan Kaisarea menandai dimulainya tahap kedua dan tahap ketiga dari penyebaran kerajaan Kristus seperti tertera dalam Kis. 1:8.

  1. Injil tiba di Yerusalem pada hari Pentakosta.
  2. Injil tiba di Samaria. Kis. 8 menggambarkan terjadinya kebangunan iman melalui pelayanan Filipus, diikuti oleh kunjungan Petrus dan Yohanes sebagai utusan rasuli (Kis. 8:14), dan pencurahan Roh Kudus setelahnya. Peristiwa-peristiwa ini dapat dipahami jika dimengerti dalam konteks tahap penyebaran Injil seperti dijanjikan oleh Yesus. Karena itulah, kita tidak perlu berpikir bahwa orang- orang Samaria belum bertobat, sekalipun ada kemungkinan demikian.
  3. Injil sampai ke Kaisarea sebagai wakil dari dunia non-Yahudi ("ujung bumi", Kis. 1:8; khususnya Kis. 11:18). Banyaknya ayat yang membahas hal ini dalam Kisah Para Rasul (66 ayat) menunjukkan pentingnya peristiwa ini bagi Lukas. Hal ini lebih dari sekedar 'kisah pertobatan mendadak', sebuah paradigma yang berlaku bagi setiap zaman. Sebaliknya, peristiwa ini merupakan sebuah perkembangan yang spesifik dan strategis dari rencana misi dalam Kis. 8.

Kejadian-kejadian di Efesus berbeda dengan Samaria dan Kaisarea. Kelompok yang bertemu dengan Paulus, yang disebut sebagai "beberapa murid" (Kis. 19:1), merupakan sesuatu yang unik. Lukas memberikan kesan kepada kita bahwa ia tidak melihat orang-orang ini sebagai 'orang Kristen' sesuai konsep Perjanjian Baru:

  1. Peristiwa tersebut terjadi dalam konteks pemahaman yang kurang utuh terhadap Injil, di mana hal ini juga terjadi dalam permulaan pelayanan Apollos; Lukas membeberkan fakta di mana 'ia hanya mengetahui baptisan Yohanes' (Kis. 18:25).
  2. Mereka yang hanya mengenal baptisan Yohanes merupakan kelompok yang khusus di Efesus. Mereka disebut sebagai 'beberapa murid' dengan asumsi bahwa banyak orang Kristen lainnya di Efesus. Lukas menyatakan dengan jelas bahwa hanya ada 12 orang dalam kelompok itu. Dengan demikian, kita tidak mungkin mengatakan bahwa semua orang Kristen harus seperti mereka. Dalam kenyataannya, mereka adalah para murid dari Yohanes Pembaptis. Mereka belum menerima baptisan Kristen. Hanya melalui baptisan Kristen dan penumpangan tangan, barulah Roh Kudus turun atas mereka dan mereka 'berbahasa roh dan bernubuat' (Kis. 19:6). Ini merupakan tanda tibanya Perjanjian Baru. Sebagaimana murid-murid pertama pada hari Pentakosta, banyak yang hanya menerima baptisan Yohanes. Jadi, ke-12 orang ini berada dalam tahap transisi dari tahap penantian kepada tahap penggenapan.

Kadang-kadang, untuk melawan doktrin dua tahap, kita perlu kembali kepada prinsip dasar hermeneutik, yaitu: kita tidak boleh menyusun doktrin dari Kisah Para Rasul sebagaimana juga dari kitab Raja-raja. Kita harus menyusun doktrin dari bagian Alkitab lainnya, sementara Kisah Para Rasul (sebagai salah satu contoh kisah sejarah) menjadi ilustrasi bagi doktrin tersebut. Ini merupakan prinsip yang penting. Struktur teologi Kristen harus didasarkan dalam pemaparan teologis dan norma-norma dalam Alkitab, bukan diambil dari kejadian tertentu dalam sejarah (yang memang terjadi, tetapi tidak mutlak, dan harus ditafsirkan lebih lanjut secara teologis). Tetapi prinsip ini tidak terlalu relevan bagi pembelaan kita. Sebab, Kisah Para Rasul sendiri menegaskan bahwa kejadian-kejadian yang ada tidak boleh dianggap sebagai paradigma, tetapi sebagai kejadian yang unik dan tidak terulang (sui generis).

Kisah Rasul tidak pernah mewajibkan kita mengalami pengalaman dua tahap seperti yang dialami para rasul. Pembelaan Petrus terhadap kejadian di Kaisarea bisa memberikan solusi. Ia menyamakan pengalaman seisi rumah Kornelius dengan pengalaman murid-murid pada hari Pentakosta (Kis. 11:15: 'Roh Kudus turun atas mereka seperti ia telah turun atas kita pada mulanya') dan memahami kejadian ini dalam pengertian berikut ini: 'Tuhan memberikan kepada mereka karunia yang sama seperti yang telah diberikan-Nya kepada kita yang percaya dalam Tuhan Yesus Kristus' (Kis. 11:17). Memang para murid sudah percaya kepada Yesus sebelum hari Pentakosta, tetapi yang baru dan berbeda dalam iman mereka adalah objek iman; sebelumnya mereka tertuju kepada Kristus yang sedang mengosongkan diri-Nya, kini iman mereka tertuju kepada Kristus sebagai Tuhan yang mulia sesuai janji Mesias (Mzm. 110:1).

Gambar: Pentecost

Karena sejarah penebusan terus bergulir, maka dahulu rasul-rasul harus mengalami pengalaman dua tahap, sementara kita hanya mengalami satu tahap. Iman percaya tertuju kepada Kristus sebagai Tuhan, dan percaya kepada-Nya berarti menerima karunia yang sama seperti yang diterima murid-murid pertama pada hari Pentakosta, yaitu: Roh Kudus. Bahasa roh dan nubuat yang digambarkan dalam Kis. 10:46, 19:6, dan mungkin 8:17, bukanlah bukti bagi pengalaman tahap kedua, tetapi merupakan tanda- tanda bergulirnya sejarah penebusan kepada zaman perjanjian baru lebih lanjut. Perjanjian Baru tidak mengatakan bahwa Pentakosta memberikan kepada kita paradigma dua tahap untuk pengalaman pribadi kita dengan Roh Kudus. Sebaliknya, pada titik iman itu, kita menerima berkat turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta.

Abraham Kuyper memberikan sebuah analogi untuk menggambarkan perbandingan antara pengalaman bersama Roh Kudus sebelum dan sesudah Pentakosta, dan menjelaskan turunnya Roh Kudus kemudian. Karena keterbatasannya, analogi tersebut menegaskan bahwa Pentakosta dan kejadian-kejadian berikutnya membutuhkan sebuah metode penafsiran yang benar:

Ada sebuah kota di mana penduduknya minum dari pompanya masing-masing. Kini, mereka hendak membuat sebuah PAM untuk menyediakan kebutuhan air bagi setiap rumah. Ketika pekerjaan itu selesai, air mengalir melalui sistem pusat dan pipa kepada setiap rumah ... Dalam kota itu terdapat dataran rendah dan dataran tinggi, keduanya harus disuplai oleh PAM yang sama. Pada saat acara pembukaan, penyaluran air terjadi, tetapi hanya satu kali; saat penyaluran air di kota yang lebih tinggi, meskipun luar biasa, tetapi merupakan akibat dari peristiwa pembukaan sebelumnya...

Pada hari pentakosta, Ia (Roh Kudus) dicurahkan kepada semua orang percaya, tetapi hanya untuk menghilangkan dahaga satu bagian, yaitu: orang Yahudi. Inilah pencurahan original di Yerusalem pada hari Pentakosta, dan pencurahan tambahan di Kaisarea, bagi orang-orang non-Yahudi; kedua-duanya sama, tetapi masing-masing memiliki karakternya.

Di samping itu, ada pencurahan Roh Kudus yang khusus, terjadi melalui penumpangan tangan oleh para rasul. Dari waktu ke waktu, saluran baru dibuat antara rumah-rumah penduduk dan PAM, sehingga bagian-bagian baru dalam tubuh Kristus ditambahkan dari luar ke dalam gereja. Ke dalam inilah, Roh Kudus dicurahkan dari tubuh kepada anggota-anggota baru.

Apa yang terjadi di Samaria, di rumah Kornelius, dan di Efesus harus dimengerti dalam konteks keunikan sejarah dan latar belakang gereja mula-mula. Peristiwa Pentakosta tidak terulang, sama seperti kebangkitan Kristus. Namun, kita memasukinya dengan cara demikian, sehingga Roh Kudus dicurahkan ke dalam hati kita melalui iman dalam Kristus (Kis. 10:46, 19:6, dan mungkin Rom. 5:5). Masing-masing minum dari Roh untuk dirinya (1 Kor. 12:13). Hal ini semakin jelas ketika kita melihat Pentakosta sebagai salah satu aspek karya Kristus, bukan sebuah peristiwa yang terpisah dari-Nya, atau sekadar tambahan. Ini adalah bukti nyata sebuah kemenangan. Peristiwa-peristiwa pada hari Pentakosta adalah pernyataan secara umum dari realita yang terselubung, yaitu: Kristus telah ditinggikan sebagai Tuhan yang mulia. Kini sebagai Pengantara bagi kita, permohonan-Nya agar turunnya Roh Kudus, telah dikabulkan.

Seperti kita tahu, ungkapan Petrus dalam dan mungkin Kis. 2:33 menunjuk kepada penggenapan dari janji Mesias dalam Mzm. 2:6-8: "Aku telah melantik raja-Ku di Zion, gunung-Ku yang kudus ... Mintalah kepada-Ku, dan Aku akan memberikan bangsa-bangsa sebagai bagian-Mu, seluruh bumi sebagai milik-Mu." Kristus yang telah naik ke surga, memohon agar Roh Kudus turun sebagai penggenapan janji yang sudah diberikan (Gal. 3:13-14; Yer. 31:31; Yoh. 14:16). Permohonan Kristus dikabulkan. Pentakosta, seperti peristiwa lainnya, pada diri-Nya bersifat unik. Pentakosta tidak bisa diulangi, seperti juga kematian, kebangkitan, atau kenaikan Yesus juga tidak bisa diulangi. Ia merupakan sebuah peristiwa (event) dalam sejarah penebusan (historia salutis), dan tidak boleh dipaksa menjadi peristiwa keselamatan pribadi (ordo salutis).

Turunnya Roh Kudus adalah bukti dari pelantikan Kristus, sama seperti kebangkitan-Nya adalah bukti kemenangan dalam kematian Kristus sebagai korban tebusan (Yer. 31:31; Rom. 4:24). Ini tidak berarti Pentakosta tidak memiliki dimensi eksistensial atau relevansi. Akan tetapi, ini berarti kita tidak mungkin mengharapkan Pentakosta bagi diri kita secara pribadi, sama seperti kita tidak mungkin mengharapkan terjadi lagi baptisan di sungai Yordan, pencobaan di Padang Gurun, pergumulan di Getsemani, atau penyaliban di Golgota dalam hidup kita. Jika kita berusaha mengulangi apa yang tidak bisa terulang, sama saja kita menyangkali kuasa dan signifikansi dari peristiwa tersebut.

"Turunnya Roh Kudus adalah bukti dari pelantikan Kristus."

Facebook Telegram Twitter WhatsApp

Baptisan Roh yang Berbeda-Beda?

Apakah hubungan antara baptisan Roh dalam Kis. 2 dan baptisan Roh dalam surat Paulus 1 Kor. 12:13? Perjanjian Baru menekankan prinsip bahwa kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus membawa dampak pengaruh bagi pengalaman kita kini. Orang-orang percaya mendapatkan manfaat dari peristiwa sejarah penebusan seperti kematian, penguburan, kebangkitan, dan kenaikan Kristus (Rom. 6:1; Gal. 2:20; Kol. 2:9-3:4). Jadi, meskipun Pentakosta hanya satu kali terjadi, baptisan Roh yang terjadi saat itu terus bergulir kepada zaman-zaman berikutnya. Sama seperti darah Kristus membersihkan orang dari setiap suku, bahasa, dan bangsa (Why. 5:9), maka Roh Kudus mengalir dari jasa Kristus pada hari Pentakosta ke Yerusalem, dan dari sana terus menyebar ke seluruh Yudea, mengumpulkan momentum ke Samaria sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Semua yang datang dan percaya kepada Kristus sebagai Tuhan, menerima karunia yang sama seperti yang diterima murid-murid. Akibatnya, orang-orang percaya masuk ke dalam manfaat dari Pentakosta, sama seperti mereka masuk ke dalam manfaat dari kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus: 'Kita semua telah dibaptiskan oleh satu Roh ke dalam satu tubuh' (1 Kor. 12:13).

Ada yang berpendapat bahwa di sini Paulus berbicara mengenai baptisan Roh yang berbeda dengan baptisan Roh yang dijanjikan oleh Yohanes dan Yesus pada hari Pentakosta. Dalam baptisan Roh yang dimaksudkan oleh Yohanes dan Yesus, Kristuslah Sang Pembaptis, dan Roh adalah elemen baptisan; sedangkan dalam baptisan Roh dalam 1 Kor. 12:13, Rohlah Sang Pembaptis, dan kita dibaptis ke dalam tubuh Kristus. Namun, James Dunn mengatakan:

Dalam Perjanjian Baru kata 'en' dengan 'baptizein' tidak pernah menunjuk kepada orang yang membaptis; sebaliknya, ia selalu menunjuk elemen yang melaluinya baptisan itu dilakukan, kecuali jika ia merupakan bagian dari frase yang lebih panjang ....

Sangat bertentangan dengan penafsiran umum jika kita membaca bahwa Yesus membaptis dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Mat. 3:11; Mark. 1:8; Luk. 3:16; Yoh. 1:33; Kis. 1:5; 11:16) seolah-olah menunjukkan perbedaan kronologis dan perbedaan jenis baptisan.

Dalam 1 Kor. 12:13, Paulus menunjukkan bahwa semua orang percaya dibaptis dengan Roh dan minum dari air Roh. Elemen dari peristiwa Pentakosta diulang kembali dalam hidup orang percaya pada setiap zaman. Akan tetapi, bagaimana kita bisa membedakan aspek sejarah penebusan (yang tidak terulang) dengan aspek eksistensial (yang bisa terulang)?

Beberapa elemen dari Pentakosta jelas merupakan aspek dari peristiwa yang tidak terulang (once-for-all event). Contohnya penantian para murid. Sama seperti munculnya bunyi angin dan lidah-lidah api. Ini bahkan tidak diulangi dalam Kisah Para Rasul. Sedangkan berbahasa roh diulangi dalam seisi rumah Kornelius (Kis. 10:46), dan di Efesus (Kis. 19:6). Banyak penafsir meyakini melalui penampakan Roh Kudus di Samaria (Kis. 8:7-18), bahasa roh juga terjadi di situ. Bahasa roh pada hari Pentakosta diulangi. Akan tetapi, seperti kita tahu, tiga kejadian ini harus dilihat sebagai unik dan tiada bandingnya (idiosyncratic) dalam kitab Kisah Para Rasul. Fenomena ini tidak tercatat dalam kasus- kasus lainnya (mis. Sida-sida dari Etiopia, Saulus dari Tarsus, Lydia, kepala penjara Filipi). Pengulangan ini adalah aspek-aspek dari signifikansi yang khusus dari apa yang terjadi. Samaria dan Kaisarea adalah posko-posko yang termasuk dalam program Kis. 1:8; Efesus menandai transisi dari dunia Perjanjian Lama dan dunia baptisan Yohanes, kepada dunia Perjanjian Baru dan baptisan Roh yang datang dari Kristus. Di dalam Kisah Para Rasul (sama seperti dalam seluruh Perjanjian Baru), bahasa roh pada hari Pentakosta tidak pernah dilihat sebagai 'dapat terulang' dalam pengalaman orang-orang percaya pada waktu-waktu selanjutnya.

Akan tetapi, ada aspek lebih lanjut dari Pentakosta. Yesus menjanjikan murid-muridNya, bahwa turunnya Roh Kudus akan membawa "kuasa". Sebagai akibatnya mereka akan menjadi saksi-saksi-Nya sampai ke ujung bumi (Luk. 24:49; Kis. 1:8). Pada hari Pentakosta, murid-murid dipenuhi dengan Roh Kudus sehingga mereka berbahasa roh. Sementara berbahasa roh jarang disebut lagi dalam Kisah Para Rasul, kekuatan (empowerment) di mana Roh Kudus memenuhi seseorang diulangi dalam banyak kejadian.

Lukas dan Kisah Para Rasul berbicara mengenai dipenuhi oleh Roh Kudus sebagai syarat yang berlaku terus, tetapi juga menggambarkan situasi khusus ketika seseorang mengalami kepenuhan yang unik (berbeda). Sebagai syarat yang berlaku terus, kata pleroo digunakan (band. Luk. 4:1; Kis. 6:3; Ef. 5:18); sedangkan sebagai pengalaman khusus digunakan kata pimplemi (Luk. 1:41,67; Kis. 2:4,4:8, 31,9:17). Dalam pengertian yang pertama, dipenuhi Roh Kudus menunjuk kepada menghasilkan buah Roh dalam kehidupan, saat Roh Kudus memerintah atas orang itu (Ef. 5:18). Sedangkan dalam pengertian yang kedua, ini menunjuk kepada pemberian kemampuan dan kuasa khusus untuk melayani kerajaan Allah. Ini yang terdapat dalam Kis. 1:8, dan juga dalam Kis. 2:4. Yang menarik adalah, ini terkait dengan kata-kata dari orang yang dipenuhi Roh Kudus. Mereka menerima kuasa untuk menjadi saksi-saksi Kristus.

Pemberian kuasa pada hari Pentakosta, dan kepenuhan Roh, sekalipun luar biasa, bukanlah fenomena yang tersendiri dalam Kisah Para Rasul. Pengulangannya tidak selalu sama. Jadi, dari karya Roh Kudus, aspek ini nampak dapat terulang.

Kebangunan

Aspek yang berhubungan dengan Pentakosta adalah 'kebangunan rohani'. Kebangunan rohani adalah orang-orang percaya dibangkitkan dan orang- orang non-Kristen dibawa kepada kerajaan Allah dalam jumlah besar-besaran. Masing-masing menyadari dosanya dan kebutuhannya akan Tuhan. Semua ini terjadi karena kehadiran dan kuasa Roh Kudus. Dalam beberapa hal, Pentakosta boleh disebut sebagai kebangunan rohani pada zaman Perjanjian Baru. Tentu saja ada kesadaran akan dosa, kekaguman yang ditimbulkan, dan model bagaimana seharusnya sebuah gereja itu. (Kis. 1:8, dan juga dalam Kis. 2:44-47). Inilah kebangunan rohani. Mengingat ilustrasi mengenai pipa air, kita dapat mengatakan bahwa kebangunan rohani adalah energi Roh Kudus yang tidak terhenti.

Dalam konteks ini, mengikuti pola Pentakosta, proklamasi orang-orang Kristen memiliki 'kuasa' sebagaimana Roh Kudus menyaksikan Kristus bersama dengan para murid (Yoh. 19:26-27; band. Kis. 4:33; 6:8; 10:38). Ini terbukti dalam misi Filipus di Samaria. Surat-surat Paulus menunjukkan bahwa ia mengalaminya dalam beberapa pelayanannya (1 Kor. 2:4; 1 Tes. 1:5). Turunnya kuasa Roh Kudus tidaklah menyelesaikan semua masalah. Kebangunan rohani yang terjadi selalu memiliki dampak yang bercampur, yaitu: rawan terhadap kesombongan rohani seperti di Korintus. Ini juga terjadi dalam kebangunan rohani pada waktu-waktu berikutnya. Karena itu, hal ini tidak mengejutkan kita.

Jonathan Edwards, teolog kebangunan rohani dari New England, bisa keliru karena ekstrem (over-emphasis). Ia menulis:

Harus diperhatikan, semenjak kejatuhan manusia sampai sekarang, karya penebusan dilaksanakan oleh Roh Kudus. Meskipun ada karya Roh Kudus yang konstan atau tetap, tetapi hal-hal yang terbesar yang telah dikerjakan selalu terjadi dalam waktu-waktu khusus, waktu kemurahan.

Kesempatan demikian sesuai dengan kata-kata Petrus dalam Kis. 3:19: "Bertobatlah dan berbaliklah kepada Allah sehingga dosa-dosamu dihapuskan, sehingga waktu-waktu pemulihan datang dari Tuhan, dan Ia mengutus Kristus ...." Urutan kalimat di sini (pengampunan, pemulihan, kedatangan Kristus) menegaskan waktu-waktu pembaharuan dan kebangunan yang dimaksudkan oleh Petrus.

Kita menemukan dua fenomena dalam Kisah Para Rasul. Kita mendapatkan "kasus khusus" dalam karya Roh Kudus melalui kelahiran kembali dan pertobatan. Akan tetapi, melalui kuasa Roh Kudus (pertama kali dalam Pentakosta) terjadilah peristiwa monumental dalam Kerajaan Kristus. Pencurahan Roh Kudus menciptakan gelombang di seluruh dunia ketika Roh Kudus terus bekerja dengan kuasa. Pentakosta adalah pusat, tetapi gempa bumi memberikan guncangan lanjutan. Suara-suara tersebut terus berlanjut pada setiap zaman. Pentakosta sendiri tidak terulang; tetapi teologi Roh yang tidak memasukkan doa untuk kebangunan rohani, bukanlah teologi Roh Kudus yang benar.

Tujuan

Kita telah melihat bahwa ada dua dimensi dari Pentakosta: sejarah penebusan dan pengalaman pribadi. Yang pertama hanya satu kali dan tidak terulangi; sedangkan yang kedua adalah pelayanan Roh Kudus yang terus-menerus sampai sekarang.

Sebagai tambahan, tugas Roh Kudus adalah mengembalikan kemuliaan kepada ciptaan yang sudah jatuh dalam dosa. Seperti Calvin katakan, dunia ini diciptakan sebagai sebuah teater untuk kemuliaan Allah. Sepanjang sejarah, dunia ini selalu menampilkan kesempurnaan Allah yang tidak nampak. Khususnya di dalam pria dan wanita, gambar dan rupa Allah, kemuliaan ini harus dipancarkan. Akan tetapi, mereka menolak memuliakan Allah (Rom. 1:21); mereka menajiskan diri sendiri (Rom. 1:28), dan kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23).

Akan tetapi, kini di dalam Kristus yang adalah cahaya kemuliaan Allah (Ibr. 1:3), kemuliaan itu dipulihkan. Ia telah berinkarnasi bagi kita, dan kini Ia dimuliakan di dalam tubuh kemuliaan. Ciptaan ini sedang menuju kepada eskatologi, dan semua ini sudah dimulai dengan diri Kristus sebagai buah sulung. Kini Ia mengutus Roh Kudus, rekan kerja yang akrab dalam seluruh hidup-Nya di dunia ini, untuk mengembalikan kemuliaan dalam kita. Sehingga kita, yang dengan wajah yang tak terselubung memancarkan kemuliaan Allah, diperbarui serupa dengan gambar-Nya dengan kemuliaan yang semakin bertambah, yang datang dari Tuhan, yang adalah Roh (2 Kor. 3:18). Tujuan diberikannya Roh Kudus tidak lain adalah untuk pemulihan gambar Allah kembali, yaitu: transformasi menuju keserupaan dengan Kristus yang adalah Gambar Allah. Menerima Roh Kudus berarti dibangkitkan ke dalam kuasa pelayanan-Nya senantiasa.

Menerima Roh Kudus

Perjanjian Baru menggambarkan persekutuan dengan Roh Kudus dari dua sudut pandang: karunia Allah dan penerimaan manusia. Roh Kudus diberikan oleh Bapa (Luk. 11:13). Akan tetapi, Roh Kudus juga diterima oleh individu (Yoh. 7:39; Kis. 19:2; Rom. 8:15; Gal. 3:2). Dalam satu konteks di mana ia merenungkan mengenai keadaan jiwa kita, Paulus menegaskan bahwa ini terjadi 'melalui apa yang kamu dengar.' Ini dikontraskan dengan "memelihara Taurat" (Gal. 3:2,5). Roh Kudus diterima dalam konteks seseorang beriman kepada Kristus sebagai Tuhan. Bagi Paulus, dalam pengalaman normal di dunia non-Yahudi, Roh Kudus diterima tidak terpisah dari iman kepada Kristus. Hanya dengan percaya kepada Kristus, Roh Kristus diterima. Karena percaya kepada Kristus berarti menerima Dia dan kediaman-Nya dalam kita. Ini adalah realita yang satu dan sama dengan penerimaan Roh Kudus dan kediaman-Nya, karena di dalam dan melalui-Nya, Kristus datang untuk tinggal di dalam kita. Interaksi antara kediaman Kristus dan kediaman Roh Kudus dalam kita, Roma 8:8-9 menjelaskan bahwa kedua realita tersebut adalah satu dan dialami oleh satu individu. Tidak ada cara lain untuk menerima Roh Kudus kecuali melalui iman kepada Kristus. Memiliki Kristus adalah memiliki Roh Kudus. Bagaimana ini terjadi, dan apa implikasinya, merupakan topik pembahasan yang berbeda. (WS)

Audio: Pentakosta Pada Masa Kini

Sumber Artikel: 

Sumber:

Nama Majalah : Momentum
Edisi : 40/Triwulan II 1999
Judul Artikel : Pentakosta Pada Masa Kini?
Penulis : Sinclair B Fergusson
Halaman : 28-37,41

Siapakah Kristus Yang Naik Ke Surga?

Penulis_artikel: 
Pdt. Dr. Stephen Tong
Isi_artikel: 

Artikel ini disarikan dari Kotbah Pdt. Dr. Stephen Tong di GRII Jakarta

Dalam Mazmur 24:7-10, kita membaca ada pintu kekekalan, dan pintu kekekalan itu dibuka, menyambut seorang pemenang untuk selama-lamanya. Di Vatikan, di dalam gereja Basilica of Saint Peter, ada pintu yang hanya boleh dibuka satu kali dalam 50 tahun. Pada waktu mereka membuka pintu itu, kadang-kadang mereka membaca ayat ini. Mereka menganggap itu merupakan suatu upacara yang agung sekali. Sebenarnya pintu itu tidak mempunyai makna terlalu berarti dibandingkan dengan ayat-ayat yang tercantum di sini.

'Semua pintu gerbang, terbukalah!' Untuk siapa pintu yang kekal dibuka? 'Untuk raja yang pernah berperang di dalam medan peperangan.' Siapakah raja yang pernah menang perang di medan peperangan? 'Yaitu yang diutus oleh Yehovah, yang menjadi Tuhan di atas segala sesuatu.

'Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad supaya masuk Raja Kemuliaan!' Siapakah dia itu Raja Kemuliaan? 'Tuhan semesta alam, Dialah raja semesta alam, Dia Raja Kemuliaan.'

Tapi Dia pernah datang, pernah dicobai, pernah diberikan kesempatan untuk berjuang, untuk bertarung dengan kuasa-kuasa kejahatan; Iblis berusaha untuk meremukkan Dia, iblis berusaha menjatuhkan Dia, tetapi Kristus naik ke surga. Ini membuktikan bahwa Dia adalah Raja yang mulia, Raja yang menang, Raja yang pernah bertempur di dalam medan pertempuran rohani menggantikan engkau dan saya.

'Hai pintu gerbang, gerbang yang mulia, pintu yang kekal, bukalah! Angkatlah kepalamu, bukalah pintumu menyambut Yesus Kristus sebagai yang menang!'

Di dalam Pengakuan iman Rasuli tertulis: 'Dia naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa.' Bagian ini jangan dimengerti sebagai suatu lokasi atau semacam pengertian secara tata ruang. Jikalau Yesus betul- betul berada di sebelah kanan, artinya ada lokasinya. Bukankah ini juga berarti bahwa Bapa berada di sebelah kiri Yesus? Kalau begitu, arti seperti ini akan membuat kita kurang jelas tentang apa arti rohaninya. Jikalau Bapa berada di kiri, lalu Yesus di kanan, yang mana yang lebih besar? Yang di kanan atau yang kiri? Lalu, Roh Kudus akan berada di mana? Dan sebagainya. Itu tidak akan ada habisnya.

Seperti juga kita membaca bahwa Lazarus berada di dalam pangkuan Abraham. Apakah Lazarus betul-betul dipangku Abraham? Kalau ya, waktu kita datang, Lazarus akan menjadi penyek, bukan? Pengertian tempat seperti itu mempunyai arti rohani yang jauh lebih dalam.

Di dalam pemikiran Kitab Suci, tempat kanan mempunyai tiga arti:

  • Arti pertama, Yesus Kristus adalah orang yang sudah diterima dengan suka hati oleh Tuhan Allah. Ini adalah delighted decision. Suatu tempat yang diterima dengan baik, suatu tempat yang diberikan karena yang memberi begitu senang kepada Dia. Kristus adalah Anak kesayangan Bapa. 'Dengarlah Dia! Dengarlah Anak yang Aku suka ini.' Itu arti yang pertama.

  • Arti kedua, tempat sebelah kanan berarti tempat pemenang. Setelah orang yang bertempur dalam medan peperangan pulang, ia diberikan tempat di sebelah kanan oleh raja. Jenderal yang menang, jenderal yang begitu penting, duduk di sebelah kanan. Yesus Kristus menjadi pemenang di dalam medan peperangan. Itu sebabnya Ia duduk di sebelah kanan Bapa.

  • Ketiga, tempat kanan berarti tempat penguasa. Tuhan memberikan kekuatan kepada Dia, memberikan kuasa kepada dia, mandat yang melampaui segala surga dan bumi. Itulah kuasa yang diberikan kepada Yesus Kristus.

Puji Tuhan! 'Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan. Siapakah Dia, Raja Kemuliaan itu?' Itulah Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan

Bagian kedua diambil dari Matius 28:18 dst. Yesus Kristus bukan saja seorang pemenang, tapi Dia naik ke surga. Pada waktu Dia naik ke surga, Dia memberikan suatu amanat yang paling agung kepada semua orang yang mengikuti Dia.

Pada jaman reformasi, orang-orang reformasi, khususnya orang-orang yang berada di Jenewa, menganggap amanat agung hanya diberikan kepada rasul-rasul pada waktu itu. Ini merupakan suatu kelemahan yang besar yang mengakibatkan kira-kira selama dua abad orang-orang reformasi, orang-orang lutheran, selain mengerjakan pekerjaan penggembalaan di Eropa mereka tidak mengutus orang ke luar untuk mengabarkan Injil. Karena kesalahan tanggapan itu, akhirnya menjadikan gereja lemah di dalam penginjilan.

Tetapi lambat laun Tuhan membangkitkan orang-orang untuk membawa kita kembali kepada visi yang benar, bahwa penginjilan itu bukan tugas gereja mula-mula saja, tetapi tugas segala jaman. Penginjilan bukan sudah tidak ada, tetapi ada pada setiap jaman. Para rasul memang sudah tidak ada, para nabi juga sudah tidak ada, yang ada hanya fungsi- fungsi kerasulan, fungsi-fungsi kenabian. Jadi yang diutus dan yang mewakili Tuhan berbicara adalah fungsi yang masih berada dalam segala jaman. Maka kita harus menegaskan juga hal ini. Pengertian tentang kesadaran semacam ini akan mengubah dan akan menggugat kembali tugas kita terhadap dunia ini.

Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia dan jadikan segala bangsa murid-Ku." Ini merupakan suatu penanaman visi, semacam pikiran yang begitu besar kepada gereja. Di jaman yang tidak ada visi, jaman itu penuh dengan kekacauan. Gereja yang sudah kehilangan ketajaman melihat visi, di situ gereja menjadi tidak berdaya, tidak dinamis lagi. Tetapi kapan saja visi itu kembali dipertajam, visi itu sekali lagi menggugah hati manusia, dan mau tidak mau gereja menjadi gereja yang militan dan dinamis di dalam pelayanan.

Begitu banyak orang Kristen yang malas, begitu banyak orang Kristen yang imannya kendor, hidup rohaninya begitu sembarangan dan etikanya begitu tidak bertanggung jawab karena mereka sudah kehilangan ketajaman dan keinsyafan tentang visi dan mandat dari Tuhan! Tetapi puji Tuhan! Yesus bukan memberikan suatu kotbah dan amanat yang agung itu kepada mereka di tempat sembarangan. Mereka naik ke gunung dan di atas gunung itu Yesus mengutus mereka.

Pada waktu kita naik ke atas bukit, berada di tempat yang tinggi, kita akan melihat suatu dataran yang lebih besar, kita akan mempunyai pemandangan yang jauh lebih luas dan di situ Tuhan membentuk suatu pemikiran atau semacam wawasan yang luas bagi orang-orang yang mau mengabarkan Injil. Barangsiapa yang tidak mempunyai hati yang luas, barangsiapa yang tidak mempunyai pandangan rohani dengan wawasan yang luas, tidak mungkin mempunyai penginjilan yang kekuatannya lebih besar daripada pelayanan yang lain. Di sini kita melihat, gereja harus kembali mengikuti teladan dan menaati perintah Yesus Kristus.

Yesus yang naik ke surga; Bukan hanya merupakan suatu catatan sejarah, tapi ini merupakan suatu amanat: Dia pergi dan tugasNya dikerjakan oleh engkau dan saya. Barangsiapa merayakan hari kenaikan, barangsiapa mengingat Kristus naik ke surga, dia juga harus ingat apa pesan Yesus sebelum Ia pergi.

Pesannya adalah: 'Pergilah ke seluruh dunia, jadikan segala bangsa murid-Ku. Apa yang Aku katakan kepadamu ajarkanlah mereka, supaya mereka menjalankannya dan engkau yang mengabarkan Injil akan Kusertai, sampai kesudahan, sampai selama-lamanya.'

Yang ketiga, kita akan melihat apa yang dikaitkan dengan kenaikkan Yesus ke surga. Dalam Yohanes 16:7-8, tertera suatu perjanjian yang lebih penting lagi. Jikalau Yesus Kristus, yang sudah memberikan suatu perintah untuk pergi mengabarkan Injil ke seluruh dunia hanya membiarkan pengikut-pengikut-Nya dengan keadaan yang begitu sulit, dengan penganiayaan-penganiayaan yang kejam, yang ganas dan tidak berprikemanusiaan, maka bukankah Tuhan juga adalah Tuhan yang meletakkan kewajiban dan pergi melarikan diri? Tetapi bukanlah demikian. Alkitab mengatakan: 'Aku pergi justru berfaedah besar bagimu. Aku pergi untuk kamu, karena jikalau Aku tidak pergi Roh Kudus tidak turun.' Di sini Yesus Kristus mengaitkan kenaikkan-Nya ke surga dengan rencana yang berkesinambungan di dalam konsistensi pikiran Tuhan Allah yang kekal.

Allah, bukanlah Allah yang tidak berprogram. Allah, adalah Allah yang mempunyai program yang tertinggi. Allah, adalah Allah yang mempunyai cara berorganisasi dan mempunyai cara pemikiran dan jadwal yang paling tepat. Itu sebabnya Tuhan berkata: 'Jikalau Aku tidak pergi, tidak ada faedahnya bagimu, tetapi jikalau Aku pergi itu akan mendatangkan keuntungan bagimu, sebab setelah Aku pergi akan dikirim Roh Kudus, turun dan menyertai serta menjadi penghibur bagimu.'

Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, Raja pemenang. Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang mengutus kita mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang bersama dengan Bapa mengutus Roh Kudus menjadi pendamping bagi gereja.

Jikalau kita melihat ke dalam abad pertama, kita mengetahui bahwa orang Kristen bukan saja minoritas, orang Kristen berada di kalangan bawah. Yang menjadi orang Kristen kebanyakan adalah: budak, nelayan, orang miskin, orang di pasar dan sedikit sekali pejabat-pejabat tinggi, konglomerat atau orang-orang yang penting di dalam masyarakat yang beriman kepada Yesus Kristus. Dari antara 12 murid Yesus, kita melihat begitu banyak nelayan, yang Yesus panggil. Pengaruh mereka mulai dari grass-root, mulai dari lapisan yang paling bawah sekali. Yesus menjadi teman, menjadi kawan dari pemungut cukai, dari orang- orang berdosa; Ia menerima orang-orang yang dibuang oleh masyarakat.

Melalui kira-kira 300 tahun, kita melihat pengaruh kekristenan sudah mengakibatkan Raja Konstantin akhirnya harus berlutut di hadapan Yesus dan mengaku Dia sebagai Tuhan. Di sini kita melihat di dalam 300 tahun permulaaan itu, gereja mengalami penganiayaan, pengucilan, dibunuh, disiksa. Begitu banyak martir yang mati mengalirkan darah, mati syahid bagi kepercayaan dan iman kekristenan yang mereka yakini.

Siapakah yang memberikan kekuatan? Bagaimana mereka bisa bertahan, kecuali ada kuasa yang tidak kelihatan, ada penolong yang setiap saat berada dengan mereka, yang mempunyai kuasa ilahi, yang berada di tengah-tengah mereka? Siapakah Dia? Dia adalah Roh Kudus.

Maka Yesus berkata, "Aku harus pergi. Aku pergi, maka Dia akan datang. Aku pergi dan bersama dengan Bapa mengirim Roh Kudus agar turun ke atas kamu. Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan berkuasa."

Berkuasa atas apa? Berkuasa untuk tahan menderita. Berkuasa atas apa? Berkuasa untuk dapat tahan penganiayaan. Berkuasa atas apa? Berkuasa agar di dalam segala kesulitan tetap memegang imanmu.

Di dalam Perjanjian Lama dan di dalam masyarakat sekarang umumnya mengerti kuasa Allah dengan penolongan dan dengan suatu kelancaran hidup dan pemberian berkat secara materi atau jasmani. Tetapi kuasa yang kita lihat dalam Perjanjian Baru setelah Kristus naik justru sama sekali terbalik. Kalau Tuhan berkuasa, kenapa tidak menyembuhkan saya? Kalau Tuhan berkuasa kenapa tidak menyertai? Kalau Tuhan berkuasa, kenapa situasi politik dan situasi ekonomi begitu jelek? Kalau Tuhan berkuasa, mengapa Nero saja bisa menganiaya rasul? Bisa memaku mati Petrus secara terbalik? Di mana kuasa Tuhan?

Justru iman kekristenan mengerti kuasa dari kerajaan Tuhan secara antitesis. Di dalam penganiayaan, di dalam kesulitan, di dalam desakan, di dalam kesempitan, di dalam segala sesuatu: kesulitan, sengsara, penderitaan politik, ekonomi dan apapun juga, iman orang Kristen tidak berkompromi, orang Kristen tidak menyerah kepada musuh. Itulah kuasa dan itu namanya kuasa Roh Kudus.

Saya sangat takut kalau gereja sudah menjadi kaya sekali. Saya sangat takut kalau hamba Tuhan sudah diberikan segala kelonggaran, sehingga akibatnya mereka tidak lagi bersandar kepada Tuhan. Pada waktu gereja berada dalam kemiskinan, kesulitan; justru iman mempunyai kesempatan untuk dilatih, menjadi suatu kekayaan rohani. Tetapi pada waktu kita sudah mempunyai segala sesuatu, kita menjadi sangat miskin di dalam iman.

Tuhan berkata, "Aku pergi dan Aku mengirim Roh Kudus. Roh Kudus mendampingi engkau, saat engkau diutus ke dalam dunia sebagai utusan Tuhan."

Saya minta maaf jikalau saya harus memakai suatu kalimat: itu adalah pengutusan yang paling kejam dalam sejarah. Jangan heran jikalau ada orang Kristen dibunuh. Jangan heran kalau gereja dianiaya. Jangan heran kalau kadang-kadang kita dibiarkan miskin dan sulit luar biasa. Jangan ngomel, jangan heran, karena itu cara pengutusan dari Tuhan. 'Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah kawanan serigala!' Bukankah itu hal yang paling kejam? Coba Saudara bayangkan, seekor domba yang begitu tersendiri dikelilingi oleh kawanan serigala yang begitu kejam. Serigala mempunyai gigi yang begitu tajam, mempunyai sifat yang begitu keras, kelompok yang begitu banyak kawannya. Domba hanya seekor. Itulah namanya utusan Tuhan. 'Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah serigala.

Itu sebabnya saya minta maaf kalau saya katakan utusan Tuhan adalah utusan yang kejam. Tetapi tidak menjadi soal, jikalau domba itu mengerti bahwa Roh Kudus sedang diutus untuk menyertainya. 'Aku pergi supaya Roh Kudus turun! Inilah sudut ketiga yang kita lihat dari kenaikkan Yesus ke surga.

Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia Raja yang menang di dalam pertempuran rohani. Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia adalah Tuhan yang memberikan mandat kepada kita, amanat yang paling agung: mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Yesus yang naik ke surga? Dia adalah yang mengutus Roh Kudus yang menjadi parakletos, menjadi penghibur, pendamping untuk kita.

Keempat kita membaca dalam Ibrani 4:14-16. Dalam ayat-ayat ini, dikatakan bahwa kita memiliki seorang Imam Besar yang sudah melintasi segala langit. Yesus naik ke surga bukan berarti dia menghilang dari bumi ini setelah + selama 33 tahun berada di dunia. Atau seperti yang dikatakan oleh doketisme, hanya suatu dokaio saja, Dia hanya dlbayang- bayangkan pernah datang ke dalam dunia, lalu hilang. Yesus, setelah Ia pergi, Ia naik ke surga, Ia melintasi segala langit. Ini merupakan suatu ajaran yang begitu besar.

Pada hari kenaikan ini, saya merenungkan, terus merenungkan tentang kenaikan Yesus Kristus. Lalu saya berkata, "Puji Tuhan! Agama lain tak pernah mempunyai seorang pendiri, tak pernah mempunyai seorang penghulu agama yang datang dari sana ke sini, dan juga tidak pernah ada yang dari sini ke sana dengan melintasi segala langit, kecuali Yesus Kristus. Mereka hanya membayangkan ada satu allah. Allah, yang belum pernah datang ke dunia. Allah, yang katanya mungkin dia yang mencipta, katanya dia menyelamatkan, dia mengampuni, dia satu-satunya, dia adalah rahmani, rahimi. Tapi mereka yang membayangkan allah berbeda dengan Yesus Kristus, yang adalah Allah yang pernah meninjau sendiri, pernah datang sendiri, pernah menyelamatkan kita, pernah hidup di tengah-tengah kita, pernah juga dengan mulut-Nya, memakai bahasa manusia memberikan pengajaran yang terindah di dalam sejarah kepada kita. Sesudah itu Ia pergi, setelah Ia menyelesaikan tugas di bumi.

Sewaktu kita mengenang Kristus, kita mengenang Allah yang pernah datang. Wujud-Nya begitu konkrit, begitu sungguh-sungguh intim hubungan Tuhan dengan kita. Dalam bagian Firman ini dikatakan suatu kalimat yang begitu menyentuh: kita bukan mempunyai seorang Imam yang tidak mengerti segala kelemahan kita. Saya percaya di dalam hidup setiap orang, sedalam-dalamnya ada keluhan kesusahan hidup dalam dunia. Baik engkau orang kaya atau engkau orang miskin, baik engkau orang sukses atau orang yang penuh dengan kegagalan, baik engkau yang kelihatan mempunyai materi yang begitu besar, begitu banyak, atau mereka yang selalu mengejar hanya untuk menyambung hidup saja.

Siapapun mempunyai keluhan akan hal yang begitu sulit, mempunyai air mata sedalam-dalamnya di dalam hatinya. Saya ingin bertanya, siapakah yang sungguh-sungguh mengerti setiap orang? Suami ingin dimengerti oleh isteri. Tapi justru isteri ingin dimengerti oleh suami! Kekuatan kita untuk mengerti dan kemampuan kita untuk mau mengerti dibandingkan dengan kebutuhan kita untuk dimengerti, selalu tidak seimbang.

Adakah yang mengerti? Ada! Yesus Kristus. Dia pernah datang. Dia pernah dilahirkan di dalam tempat binatang. Dia pernah diejek oleh bangsanya sendiri. Dia pernah seorang diri mengalami puasa 40 hari dan dicobai oleh iblis. Dia pernah menanggung berat. Dia pernah menderita, berkorban emosi, berkorban perasaan. Yesus Kristus mengerti segala kelemahan kita. Dia mengerti karena Dia sama seperti kita. Dia merasakan segala pengalaman kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai tetapi ia tidak berbuat dosa.

Yesus yang telah naik ke surga menjadi Imam Besar. Imam Besar ini adalah imam yang membawa kesulitan kita kepada Allah yang sulit kita capai. Ia juga membawa anugerah dari Allah kepada kita, anugerah yang tidak layak kita terima.

Inilah pekerjaan Imam! Imam yang berada di tengah-tengah yang hidup dan yang mati. Imam yang berada di tengah-tengah yang tidak kelihatan dan yang kelihatan. Imam berada di tengah-tengah Allah dan manusia. Kristus adalah pengantara yang menjalankan tugas imam, sekaligus Ia adalah korban. Di sini perbedaan imam yang berada di dalam sejarah orang Yahudi dibandingkan dengan Imam yang paling besar, Yesus Kristus, bagi gereja-Nya. Karena imam-iman yang lain itu tidak menjadi korban. Mereka mengkorbankan korban, mereka mempersembahkan korban dan mereka sendiri bukan korban. Yesus Kristus adalah Iman Besar yang sekaligus menjadi korban.

Kalimat manusia bagaimanapun tidak akan sempat, tidak akan cukup dan tidak akan layak untuk mengungkapkan betapa agungnya, betapa besarnya cinta kasih Tuhan: Imam Besar yang sekaligus korban. Ia mempersembahkan diri, dengan roh-Nya yang kekal, dengan darah-Nya yang suci tidak bercacat cela untuk membersihkan kita dan menjadikan kita milik-Nya yang dilayakkan untuk berdamai dengan Tuhan Allah. Inilah Imam kita. Dan inilah bagian keempat yang kita lihat.

Kita akan bersama-sama melihat lagi dalam Ibrani 7:24-25. Di sini kita melihat bahwa Yesus Kristus mempunyai pekerjaan lain setelah Ia naik ke surga. Berlainan dengan imam-imam yang lain, yang tugasnya terputus-putus karena kematian mereka. Mereka tidak mempunyai kekekalan. Yesus Kristus mempunyai hidup yang tidak berkebinasaan.

Dalam ayat 26, dikatakan bahwa Yesus Kristus mempunyai tingkatan yang tertinggi dan Yesus Kristus menjadi pengantara untuk berdoa syafaat bagi kita masing-masing. Dalam pasal 7, ayat 27-28 serta pasal 9, ayat 27-28, terlihat di sini bahwa Dialah yang menanggung dosa kita dan yang menjadi pengantara yang berdoa syafaat bagi setiap orang yang percaya kepada Dia.

Siapakah Kristus? Dia pemenang, bukan? Siapakah Kristus? Dia pengutus, bukan? Siapakah Kristus? Dia yang memberikan Roh Kudus kepada kita. Siapakah Kristus? Dia yang berdoa bagi kita dengan pengertian, karena Ia sendiri pernah datang ke dalam dunia ini. Bukan saja demikian. Siapakah Yesus Kristus? Yesus Kristus juga menyiapkan tempat bagi kita.

Kita baca dari Injil Yohanes 14:1-4: 'Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Jikalau Aku tidak pergi tidak ada yang menyediakan tempat bagimu dan Jikalau Aku sudah menyediakan tempat bagimu Aku pasti akan datang kembali lagi. Di mana Aku ada disana pun engkau akan berada.'

Adakah penghiburan yang lebih besar dari ini? Tidak ada. Adakah seorang Juruselamat seperti Kristus? Tidak ada. Dialah satu-satunya dan Dialah yang paling sempurna di dalam menyediakan segala sesuatu bagi umatNya. 'Di jalan itu Aku pergi. Jalan satu-satunya dan engkau tahu juga.

Pada waktu Filipus bertanya kepada Dia, "Hai Guru, tunjukan jalan itu kepada kami. Maka Yesus Kristus dengan menggelengkan kepala-Nya bertanya, "Sudah sekian lama engkau mengikut Aku, engkau masih belum tahu dimana jalan itu? Dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu: "Akulah jalan, Akulah kebenaran dan Akulah hidup."

Saya membagi ketiga titik, ketiga butir ini menjadi satu gambaran tentang seluruh dunia: didalam filsafat, didalam kebudayaan agama dan didalam bijaksana, segala sesuatu yang paling kristalisasi di dalam dunia mental manusia.

'Akulah jalan, Akulah kebenaran.' Mengapa Yesus mengatakan: 'Akulah jalan?' Karena di dalam agama semua mencari jalan. Itulah yang dibutuhkan oleh orang di Timur. 'Akulah kebenaran.' Mengapa Yesus menyatakan kebenaran diidentikkan dengan diri-Nya? Karena manusia di Barat mencari filsafat dan ingin mengetahui kebenaran dan Yesus mengisi kebutuhan itu. Pada waktu Yesus mengatakan: 'Akulah jalan', Ia sedang menunjukkan kepada orang Timur yang mau mendapatkan jalan di dalam agama. Ia berkata, "The way is not there. The way you are seeking is not in religion, but in me, in my life." 'Akulah jalan, Akulah kebenaran.'

Yesus telah mengajak, baik dunia Timur maupun dunia Barat dan Ia menyimpulkan dengan satu kalimat, "Akulah hidup yang tidak ada pada agama-agama, tidak ada pada filsafat-filsafat dan sistem epistemologi dunia; Karena semua pendiri agama akhirnya mati di tengah-tengah usahanya mencari jalan, semua filsuf akhirnya mati di tengah-tengah usahanya mencari kebenaran. Dan Kristus akhirnya berkata, "Jalan itu dimana? Akulah jalan itu. Kebenaran itu, di mana? Akulah kebenaran itu. Dan Aku adalah hidup."

Ini adalah solusi satu-satunya. The only solution, the only answer, for seeking the truth in way thru philosophy, religion, culture and human wisdom concluded only in Jesus Christ, the truth revelation of God in human form. Puji Tuhan! Dia adalah pernyataan Allah yang berbentuk manusia, yang telah menyimpulkan segala sesuatu yang sedang digumuli dan dicari agama maupun filsafat.

Paul Tillich seorang teolog besar mengatakan, munculnya Yesus di dalam sejarah harus menghentikan usaha dari semua agama mencari hal apapun yang paling berharga yang mereka inginkan. The revelation of Christ, the appearance of Chrsit in history is to cease off the effort of seeking truth and way in religions. Puji Tuhan!

'Akulah jalan, dan jalan itu bukan dari sini ke sana, jalan itu adalah dari sana ke sini. Akulah yang menghampiri manusia'

Adalah mustahil manusia dengan usaha dan kekuatan sendiri pergi kepada tahta Allah, karena Ia suci dan engkau berdosa, Ia kekal dan engkau sementara. Bagaimana dari suatu yang terbatas, yang dicipta, yang bisa rusak, dapat menghampiri Tuhan yang tidak terbatas, yang kekal? Itu tidak mungkin. Kecuali hanya dari tahta yang tidak terbatas, yang kekal, yang tidak bisa rusak, rela mengirim turun, lalu rela pergi kembali untuk menjadi jaminan kita.

Kalau agama-agama lain adalah one way traffic in human effort, jalan yang hanya satu arah dari usaha manusia, kekristenan percaya kepada suatu sistem keselamatan yang adalah two way traffic which initiative from God and assured in the term of God. Kita percaya pada sistem dua jalur dari sana telah ke sini dan membawa kita dari sini ke sana, dan dijamin di dalam segala kekuatan, yang kekal di dalam tahta Tuhan. Puji Tuhan!

'Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Aku pergi untuk mempersiapkan segala sesuatu bagimu dan Aku akan datang kembali untuk menyambut engkau sebagai seorang mempelai lelaki yang akan menyambut mempelai perempuan: Gereja harus siap sedia, gereja harus mempersiapkan diri senantiasa dengan tidak menodai, tidak mencemari tubuh Kristus; Yaitu gereja yang disiapkan untuk menjadi mempelai perempuan Kristus, yang akan bersatu dengan kita di dalam cinta kasih yang paling inti yang digambarkan dalam hubungan suami isteri.

Ia akan datang kembali dan Ia telah menyediakan tempat bagi kita. Ia berkata, "Di mana Aku berada, engkau pun akan berada."

Bagian terakhir kita baca dari Kisah Para Rasul 1:9-11. 'Hai orang Galilea, mengapa engkau melihat seperti ini? Ingatlah, Yesus yang kau lihat diangkat ke surga, akan datang dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia ini!

Seluruh Kitab Suci mempunyai suatu konsistensi, mempunyai suatu hubungan organis yang begitu erat, sehingga tidak bisa dipisah- pisahkan sembarangan, kecuali oleh mereka yang sengaja atau mereka yang tidak mengerti.

Di dalam seluruh Kitab Suci kita melihat rencana Allah yang sudah terbentuk begitu sempurna. Yesus Kristus naik ke surga bukan karena Ia melarikan diri. Ia tidak menyembunyikan diri. Ia pergi dengan tugas. Ia pergi dengan rencana Allah yang sudah ditetapkan dan itu bukan akhir, itu bukan titik yang terakhir. Itu merupakan suatu janji bahwa suatu hari kelak Ia akan datang kembali dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia.

Saya membayangkan orang-orang Galilea: Petrus, Yohanes, mereka yang sudah terbiasa didampingi oleh Yesus, mereka yang kalau ada kesulitan langsung beralih kepada Yesus. 'Bagaimanakah Tuhan, bagaimanakah Guru cara-Mu menangani kesulitan ini?' Mereka sudah terbiasa disertai, ditolong dan berada bersama dengan Yesus Kristus. Tetapi sekarang di dalam hidup mereka, pertama kalinya meraka sadar bahwa Yesus tidak selamanya berada di samping mereka. Yesus harus pergi dan mereka harus menghadapi dunia secara faktual, menghadapi dunia ini dengan segala sesuatu yang tidak terlalu bersahabat dengan orang Kristen. 'Akan bagaimana perlakuan Herodes terhadap kita? Akan bagaimana Pilatus terhadap kita? Dan bagaimana prinsip Kaisar dan politikus-politikus Romawi? Dan jika berganti gubernur yang lain, akan bagaimana? Kami tidak tahu.

Mereka hanya tahu Yesus pergi. 'Lalu 3 1/2 tahun yang lampau itu, mimpikah? Itu janji kosongkah? Itu suatu hal yang menjadi catatan sejarahkah? Atau itu suatu kesempatan yang belum pernah ada dalam sejarah, sehingga kami sendiri memiliki. Tetapi kalau Tuhan sudah pernah turun, kenapa pergi lagi? Kalau Dia sudah menyertai, kenapa naik lagi? Setelah naik, lalu bagaimana?'

Kenaikan Yesus Kristus memaksa mereka harus memikirkan pertangungjawaban iman mereka, respon mereka kepada setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan oleh Yesus. Mereka harus memberikan semacam tantangan kepada setiap orang yang percaya. Mereka harus mempertanggung-jawabkan tentang bagaimana mereka meresponi, bagaimana mereka beriman, bagaimana mereka mengaplikasikan setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan waktu Yesus ada di dunia.

Kadang-kadang saat papa dan mama ada, kita tidak menghargai mereka. Sampai Tuhan memanggil papa kita pulang, memanggil mama kita pulang baru kita mulai sadar, baru kita kalang kabut. 'Sekarang kita harus bagaimana menghadapi hidup di dalam dunia ini? Baru kita ditantang untuk berpikir kembali: dulu papa pernah berkata kalau menghadapi orang yang begini harus bagaimana?' Sekarang mulai mengingat-ingat. Sama persis dengan keadaan pada waktu Yesus naik ke surga.

Waktu Yesus naik ke surga Ia berkata, "Aku akan mengirim Roh Kudus untuk mengingatkanmu kembali akan perkataan-perkataan yang sudah pernah Aku katakan kepadamu."

Itu sebabnya Saudara-saudara, tantangan respon, tantangan tanggung jawab, tantangan berdikari, tantangan gereja menjadi wakil Tuhan di dalam dunia, bagaimana memuliakan Tuhan, bagaimana merefleksikan segala moral kesucian, keadilan, cinta kasih Allah dalam jaman ke jaman; Ini menjadi tugas gereja.

'Hai Orang Galilea, untuk apa melihat terus ke awan? Hai Orang Galilea, mengapa melihat terus ke langit? Yesus yang pernah beserta denganmu, Yesus yang pernah kau saksikan pelayanan-Nya, sekarang sudah naik ke surga dan akan datang kembali.'

Setelah kita membaca enam bagian Kitab Suci yang begitu penting ini, kita akan melihat; Jikalau kita sungguh-sungguh menunggu Yesus Kristus datang kembali, jikalau kita sungguh-sungguh mengharapkan Yesus Kristus datang kembali, maka ada dua hal penting yang harus kita kerjakan.

Pertama, kita harus mengabarkan Injil kepada sesama. Tidak ada jalan lain. Ini merupakan keikhlasan orang yang menantikan kedatangan Yesus Kristus. Jikalau Injil ini dikabarkan ke seluruh dunia, maka hari itu akan tiba. Berarti sebelum Injil dikabarkan kepada segala bangsa, segala suku, segala sudut, Kristus tidak akan kembali.

Saya betul-betul salut, sedalam-dalamnya dari dalam hati saya kepada orang di Wiclyfe Bible Translation Association, orang berada di dalam lembaga Alkitab yang khusus menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa- bahasa yang terpencil di daerah-daerah yang dilupakan oleh manusia. Kepada mereka yang pergi ke tempat yang begitu terpelosok, begitu dalam, begitu sulit dicapai, di pegunungan, di pedesaan. Saya salut melihat mereka.

Saya berdoa dan mengajak kita semua supaya menjadikan gereja kita gereja yang mau mendukung penginjilan, gereja yang menghasilkan penginjil, gereja yang mengerti makna Injil dan gereja yang mau melibatkan diri ke dalam penginjilan misi seluruh dunia. Menunggu Yesus datang kembali dengan hati yang sungguh-sungguh ikhlas haruslah dengan kita menunjang dan melibatkan diri ke dalam penginjilan.

'Hai Orang-orang Galilea, mengapa melihat seperti ini? Mengapa terus menengadah ke langit? Memang Yesus sudah naik, tapi tugasmu bukan memandang Dia, tetapi pergi ke dunia mengabarkan Injil!'

Kedua, orang yang sungguh-sungguh menanti kedatangan Yesus Kristus adalah mereka yang menjaga hidup di dalam kesucian. Hidup di dalam kesucian, berarti kita terus memelihara diri kita supaya pada waktu Ia datang kembali kita sudah siap, boleh menerima Dia dan boleh diterima oleh Dia. Barangsiapa yang menaruh pengharapan semacam ini kepada Dia, biarlah ia membersihkan dirinya! Ini adalah perintah dari Yohanes di dalam 1 Yohanes pasal 3. Barangsiapa yang menaruh pengharapan kepada kedatangan Kristus biarlah ia menjaga dirinya, memelihara kesucian dan menunggu di dalam doa akan kedatangan Yesus Kristus.

Terakhir kita akan membaca ayat terakhir dari seluruh Kitab Suci, yaitu dalam Wahyu 22:20-21. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, diakhiri dengan kutukan. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, diakhiri dengan berkat.

Ia dalam ayat 20, siapakah ini? Ia, yang memberikan kesaksian tentang semuanya ini berfirman. Jadi, Yesus Kristus berkata: 'Ya, Aku datang segera. Aku akan datang kembali secepat mungkin.' 'Amin. Datanglah Tuhan Yesus.' Atau terjemahan lain: 'Oh Yesus, aku mengharapkan Engkau datang! Yesus berkata, "Ya, aku datang segera." Gereja menjawab, "Amin. Kami menunggu kedatangan-Mu."

Kiranya Tuhan memberkati kita masing-masing di dalam hidup kita sebagai orang Kristen di dunia. Kita mengingat Dia naik ke surga. Kita kembali menyadari Ia pemenang, Ia pemberi Roh Kudus, Ia pendoa syafaat bagi kita, Ia mengerti kesengsaraan kita, Ia menyediakan tempat di sorga bagi kita, Ia akan datang kembali dan kita bersedia untuk menanti kedatangan Tuhan kedua kalinya.(EL)

Sumber Artikel: 

Sumber:

Nama Majalah : Momentum
Edisi : 40/Triwulan II 1999
Judul Artikel : Siapakah Kristus Yang Naik Ke Surga?
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Halaman : 3-13

Hati Nurani dan Moral

Penulis_artikel: 
DR. R.C. SPROUL
Isi_artikel: 

Keterangan tentang penulis: Dr. R.C. Sproul adalah seorang teolog, pendeta, pengarang, guru. Video dan penginjilannya mencapai tingkat internasional. Isinya meliputi pernikahan, watak Kristen, hidup doa dan kesucian ilahi. Sproul lulusan dari Westminster Theological Seminary, Pittsburgh Theological Seminary dan Universitas Bebas di Amsterdam. Sekarang beliau menjabat sebagai profesor sistematik teologi dan apologetika di Reformed Theological Seminary.

Ketika kita harus memilih di dalam bidang moral maka nyatalah fungsi hati nurani sangat rumit. Hukum Allah memang tidak berubah untuk selamanya. Namun disamping taat kepada hukum-hukum ini kita juga perlu mengusahakan agar hukum-hukum ini mencapai keharmonisan dalam hati kita. Standar dari organ intern ini disebut "hati nurani". Ada orang melukiskan suara intern yang samar-samar ini sebagai suara Allah di dalam diri manusia. Memang hati nurani merupakan bagian yang sangat mistik di dalam diri manusia. Di dalam hati nurani manusia, yaitu tempat yang sangat tersembunyi terdapat keberadaan pribadi, karena ini bersifat tersembunyi sehingga kita sangat sulit mengenal fungsinya. Freud telah memasukkan psikologi ke dalam istana ilmiah sehingga manusia mulai menyelidiki alam bawah sadar, menggali lubang-lubang yang paling dalam di dalam pribadi manusia. Sehingga manusia takut dan kagum waktu menghadapi hati nurani. Apa yang dinyatakan oleh suara intern ini mungkin seperti komentar seorang psikolog sebagai "menemukan neraka".

Namun kita harus memandang hati nurani sebagai sesuatu yang bersifat sorgawi, sesuatu yang berhubungan dengan Allah dan bukanlah organ yang berasal dari neraka. Mari kita membayangkan tokoh di dalam film kartun, pada waktu ia diperhadapkan untuk memilih dalam bidang moral maka ada malaikat dan setan, yang masing-masing hinggap di kiri kanan bahunya. Keduanya berusaha menarik dia seperti menarik gergaji untuk memperoleh otak manusia yang malang ini. Hati nurani dapat merupakan suara dari sorga dan juga dapat berasal dari neraka. Dia mungkin berbohong, juga mungkin mendorong kita mencapai kebenaran. Dua macam hal yang dapat keluar dari satu mulut. Jika bukan melakukan tuduhan maka ia melakukan pengampunan.

Slogan Walt Disney yang terkenal: "Biarlah hati nuranimu memimpin engkau" sangat populer. Namun ini paling banyak hanya bisa dipandang sebagai teologi untuk anak kecil. Sedangkan terhadap orang Kristen hati nurani bukanlah pengadilan tertinggi untuk memutuskan kelakuan yang benar. Hati nurani sangat penting tetapi tidak cukup sebagai standar, dia selalu berkemungkinan untuk menjadi bengkok dan salah memimpin. Di dalam Perjanjian Baru 31 kali menyebut tentang hati nurani sepenuhnya menyatakan kemungkinan terjadi perubahan hati nurani. Hati nurani sudah hangus oleh besi panas sehingga tidak lagi berperasaan dan apatis. Hati nurani juga mungkin telah digerogoti menjadi keropos atau karena kerap kali berdosa sehingga kebal. Yeremia melukiskan orang Israel dengan istilah "bermuka pelacur." Ini disebabkan orang Israel terus menerus berdosa sehingga kehilangan perasaan malu di dalam hatinya. Mereka menegarkan tengkuk, membekukan hati, sehingga hati nurani mereka tidak berfungsi lagi. Demikian juga orang-orang yang anti masyarakat mungkin setelah membunuh manusia tetap tidak merasa menyesal dan hilanglah fungsi teguran hati nurani yang normal.

Meskipun hati nurani bukan hakim tertinggi di dalam prinsip moral, namun melakukan sesuatu yang melanggar hati nurani tetap suatu hal yang berbahaya. Ingatlah pada waktu Martin Luther di dalam sidang Worms menghadapi tekanan moral yang luar biasa besarnya dan gentar di tengah kepahitan yang optimal itu. Ada orang menganjurkan untuk menyerahkan iman, maka di antara jawabannya terdapat, "Hati nuraniku telah ditawan oleh Firman Allah." Melakukan sesuatu yang melanggar hati nurani adalah tidak benar dan merupakan hal yang tidak aman dan berbahaya sekali.

Begitu hidup Luther melukiskan dinamika emosi semacam ini pada waktu ia mempergunakan istilah "ditawan". Hati nurani dapat bekerja secara penuh di dalam diri manusia. Pada saat manusia dipegang oleh suara hati nurani sehingga menghasilkan kekuatan maka dengan sendirinya timbul keberanian yang luarbiasa. Hati nurani yang ditawan oleh Firman Allah adalah hati nurani yang anggun dan berdinamika.

"Bertindak melanggar hati nurani adalah tidak benar dan bahaya." Benarkah kalimat Luther ini? Kita harus berhati-hati menjelajahinya sehingga dapat mencegah langkah-langkah yang dapat melukai jari kaki kita yang berjalan di tepi pisau cukur kriteria moral ini. Jikalau hati nurani mungkin disalahtafsirkan atau salah arah mengapa kita harus tidak berani bertindak melanggarnya? Apakah kita harus masuk ke dalam dosa karena mengikuti hati nurani? Kita berada di tengah-tengah kedua bahaya ini sehingga bergerak, maju maupun mundur. Jikalau kita dikatakan berdosa menurut hati nurani, perlu diingat meskipun sudah bertobat hati nurani tetap memerlukan Firman Tuhan untuk memberikan pimpinan yang benar. Namun jikalau kita bertindak melanggar hati nurani kita tetap telah melakukan dosa. Dosa ini mungkin tidak tergantung apa yang sudah kita perbuat tetapi tergantung fakta bahwa kita yang sudah mengetahui dengan jelas sesuatu yang jahat tetap terjun ke dalamnya, ini menyangkut prinsip Alkitab yang menyatakan "segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman adalah dosa". Misalnya (sekali lagi misalnya) ada orang diajar dan percaya bahwa memakai lipstick adalah berdosa tetapi ia tetap memakainya maka orang ini sudah berbuat dosa. Sebenarnya dosa bukan tergantung pada lipstick itu tetapi tergantung pada usahanya untuk melanggar perintah Allah.

Penguasaan terhadap hati nurani merupakan semacam kekuatan dengan daya pemusnahan di dalam gereja. Orang legalis selalu menitikberatkan penguasaan dosa, sedangkan orang antilegalis selalu secara diam-diam menyangkal dosa. Hati nurani adalah semacam alat yang rumit yang harus kita hargai. Jikalau seseorang mau mempengaruhi hati nurani orang lain maka ia menghadapi tugas berat, ia harus memelihara kepribadian orang lain menjadi sempurna seperti pada saat diciptakan Allah. Jikalau kita mempersalahkan orang lain dengan penghakiman yang bersifat memaksa dan tidak benar maka kita mengakibatkan tetangga kita terikat kaki tangannya berarti kita memberikan rantai kepada mereka yang sudah dibebaskan Allah. Tetapi jikalau kita secara paksa mengakibatkan orang berdosa, menganggap diri tidak bersalah maka kita akan mendorong mereka lebih terjerumus ke dalam dosa. Dan akan menerima hukum Allah yang seharusnya dapat dihindarkan.

Sumber Artikel: 
Sumber:
Nama Majalah : Momentum
Edisi : 8/Juni 1990
Judul Artikel : Hati Nurani Dan Moral
Penulis : DR. R.C. SPROUL
Halaman : 26-28

Mengapa Kita Memuliakan Allah

Penulis_artikel: 
Pdt. Dr. Stephen Tong
Tanggal_artikel: 
26-01-2006
Isi_artikel: 

"... semua orang yang disebutkan dengan namaKu, yang Kuciptakan untuk kemuliaanKu, " (Yesaya 43:7)

Tuhan menciptakan usia bukan supaya manusia hidup dan berbuat sekehendak hatinya. Tuhan menciptakan manusia supaya manusia tahu, ia harus memuliakan Allah Pencipta. lnilah tujuan kita diciptakan, tujuan kita ditebus.

Waktu saya masih kecil saya selalu ingat suatu ayat yang mengatakan, "muliakanlah Allah; muliakanlah Tuhan". Lalu saya berpikir, apakah Tuhan tidak malu, tidak sungkan, meminta orang memuliakan Dia? Saya tidak mengerti, maka saya tanya guru sekolah minggu saya. Guru menjawab, "Saya juga tidak mengerti!" Kalau guru tidak mengerti, mana saya bisa mengerti? Tetapi saya merasa, pasti ada jawaban dalam Kitab Suci, karena Allah tidak main-main. Kemudian saya temukan dalam Kitab Suci, dua kali Allah berkata, "Aku tidak akan memberikan kemulianKu kepada yang lain. Aku tidak mengizinkan kemuliaanKu diberikan kepada ilah-ilah yang palsu." (Yesaya 42:8)

Tidak lama setelah saya menjadi hamba Tuhan, pemuda-pemudi menanyakan pertanyaan sama, "Mengapa Allah minta kita memuliakan Dia?" Saya tanya kembali, "Sebelum kita memuliakan Allah, apakah kemuliaan Allah sudah sempurna?" Jawabnya: sudah! Kalau kemuliaan Allah sudah sempurna sebelum seseorang memuliakan Dia, mengapa Dia minta lagi supaya kemuliaan diberikan kepadaNya?

Saya sebenarnya tidak mengerti, tetapi satu hal saya mengerti. Matahari mempunyai cahaya sendiri, tetapi bulan tidak punya cahaya sendiri. Bulan hanya memantulkan 8% dari cahaya matahari yang diterimanya; dia menjadi reflektor untuk memancarkan kembali cahaya itu kepada benda-benda lain.

Andaikata saya mengambil cermin lalu memakainya sebagai reflektor untuk memantulkan kembali cahaya ke arah sumber cahaya tersebut, apakah dengan demikian sumber cahaya itu bisa menjadi lebih bercahaya? TIDAK! Tetapi di sini ada satu pengertian yang penting, yaitu KEMBALI KEPADA ASAL ltulah maknanya!

Allah mau kita kembali kepada asal. Allah mau kita hidup dalam arah yang benar. Berapa banyak orang yang mempunyai arah hidup yang salah? Berapa banyak orang yang mempunyai suara yang bagus tetapi tidak memakai suara itu untuk Tuhan? Berapa banyak orang yang namanya kristen tetapi menyanyi di kelab malam? Berapa banyak orang yang namanya anak-anak Tuhan tetapi menyanyi untuk memuja hawa nafsu? Di sinilah letak perbedaan antara anak-anak Tuhan dan mereka yang tidak mengenal Tuhan. Bagi anak-anak Tuhan, bakatku berasal dari Hu, uangku berasal dari Hu, kesehatanku berasal dari Hu. Berapa banyak orang yang dalam hal ini pun tidak mengerti! Mereka mengatakan, bakatku dariku, kepintaranku dariku, semua sukses dariku, segala keunggulanku adalah karena aku lebih dari orang lain.

Celakalah kalau kita menjadi orang yang tidak mengetahui sumber. Celakalah kalau kita tidak mengerti, bahwa Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu yang kita terima. Sampai saat Roh Kudus menggerakkan hati kita, barulah kita menjadi sadar bahwa keberadaan kita pada hari ini adalah karena anugerah Tuhan saja. Demikian dikatakan Paulus, "Karen kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang." (I Korintus 15: 10)

Pada saat seorang Kristen mempunyai kesadaran sedemikian, pada saat dia mengerti akan sumbernya, dia sudah melangkah dalam hidup kerohaniannya ke pangkalan yang benar; dia berdiri di atas batu karang yang benar. Dia tahu, dia adalah dia; dia diciptakan oleh Tuhan, dia mempunyai kesehatan karena kemurahan Tuhan, dia menikmati sukses karena Tuhan. Suaranya diberi oleh Tuhan, waktu dan hidupnya berasal dari Tuhan. Kalau kesadaran ini sudah ada, mungkinkah seseorang menjadi sombong, congkak, membanggakan diri dan merebut kemuliaan Tuhan? Itu tidak mungkin!

Tetapi kesadaran jangan berhenti di situ saja. Kesadaran itu harus mengarahkan kita kembali kepada Tuhan. Kalau bakatku, suaraku, kesehatanku, berasal dari padaNya; kalau segala sesuatu yang baik dalam hidupku berasal dari padaNya, apakah yang seharusnya aku perbuat? Memakai semuanya untuk kemuliaan ALIah! Kesadaran itu membawa kita bukan hanya ingat akan sumber, tetapi kembali berarah kepada sumber.

Ketika saya berumur 17 tahun, oleh pekerjaan Roh Kudus saya teringat akan cinta kasih Kristus di atas kayu salib. Sekali lagi saya berkata kepada Tuhan, "Di sini hambaMu, aku doulosMu, aku hambaMu, karena aku telah ditebus dengan harga tunai, dengan darah Kristus yang mahal." Dalam Alkitab, Petrus menyebut tentang darah yang sangat bernilai, the precious blood of Christ( I Petrus I : 19). Pertanyaan ini muncul satu kali saja dalam Alkitab - darah yang amat berharga, darah dari anak Allah sendiri, yang telah menebus saya. Siapakah saya? Saya adalah tebusan Tuhan.

Seorang pendeta yang tua sekali di Tiongkok, dalam khotbahnya 50 tahun lalu berkata demikian, "Sebelum suatu barang saya beli, barang itu milik toko. Setelah saya beli, barang itu milik saya. Mengapa saya membelinya? Karena saya mau mempunyai hak milik atas barang itu." Apa sebabnya saudara ditebus oleh Tuhan? Apa sebabnya saudara dibeli dengan darah yang begitu mahal? Karena Tuhan mau mempergunakan hak milik atas dirimu! Saudara-saudara, Dia mau memakai saya, Dia mau memakai saudara, dan Dia mau berkata kepada saudara, "Muliakanlah Aku oleh karena darah AnakKu yang tunggal. Aku sudah menebus engkau, Aku sudah membeli engkau dan sekarang Aku mau engkau memuliakan Aku." Umat Kristen memiliki agama yang bernyanyi. Kita tahu kita bernyanyi karena ada yang kita puji, yaitu Tuhan penebus kita.

Lagu-lagu yang dikumandangkan dalam pergelaran perdana Jakarta Oratorio Society berbicara tentang Kristus, Kristus, Kristus. Kita diingatkan kembali akan Kristus, domba Allah, yang sudah mati disembelih untuk mengangkut dosa dunia; domba Allah yang membersihkan hati nurani kita masing-masing. Dia patut dipuji dan dimuliakan. Marilah kita bersama-sama memuji Dia, bersyukur kepadaNya dengan hati nurani yang bersih. Mari kita kembalikan kemuliaan kepada Tuhan!

download audio
Sumber Artikel: 
Sumber:
Nama Majalah : Momentum
Edisi : 2/Juli 1987
Judul Artikel: Mengapa Kita Memuliakan Allah
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Halaman : 2-3

Momen dan Momentum

Penulis_artikel: 
Pdt. Dr. Stephen Tong
Isi_artikel: 

Waktu bukan momen, momen bukan waktu. Sementara waktu berlalu secara alami, momen-momen penting telah mencatat makna kekekalan dalam sejarah. Sejarah dibentuk oleh momen-momen yang bermakna. Orang Yunani mempunyai kepekaan yang sangat tajam terhadap konsep waktu. Maka tata bahasa mereka mempunyai bentuk yang limpah untuk menyatakan waktu. Kalau dalam bahasa Inggris ada present tense, past tense, dan lain-lain sebanyak 16 macam, dalam bahasa Yunani ada 64 macam. ltulah salah satu sebabnya Allah telah memakai bahasa Yunani untuk mewahyukan Perjanjian BaruNya. Dalam bahasa Yunani istilah untuk waktu ialah chronos, tetapi untuk momen ialah kairos. Dalam Perjanjian Baru kairos dipakai untuk "momen yang ditetapkan Allah", "momen yang menentukan".

Pada waktu seseorang di dalam proses hidupnya menemukan suatu inspirasi khusus dari Tuhan, pada waktu seseorang menaati kehendak Allah yang kekal, pada waktu seseorang melakukan sesuatu yang bermakna, maka pada saat itulah orang tersebut sampai pada momen yang menentukan dalam hidupnya.

Pada waktu suatu negara mengalami krisis dan dengan berani menghadapi kesulitan-kesulitan serta berjuang dengan semangat keadilan, pada saat itu negara telah menciptakan suatu momen yang menentukan dalam sejarahnya.

Demikian juga gereja. Pada waktu orang-orang kudus yang berjiwa agung melihat pimpinan Tuhan serta menyerahkan hati, jiwa dan raga mereka untuk menggenapi rencana Allah, saat itu juga gereja telah memasuki momen yang menentukan, sehingga sejarah akan berubah arah karenanya. Ketaatan serta penyerahan orang-orang kudus dalam mengikuti pimpinan Tuhan memasuki momen-momen tersebut, menjadi suatu kekuatan yang menggerakkan, kekuatan yang mendorong, suatu momentum, bagi perubahan sejarah gereja. Dan gereja pun telah mencatat halaman-halaman dan pasal-pasal yang agung.

Sekarang adalah momen yang baik bagi kita. Kita sedang menghadapi suatu zaman yang besar. Meskipun kewajiban amat berat, kesulitan banyak sekali, dan tantangan sangat besar, namun kuasa Tuhan cukup bagi kita. Tuhan setia akan janji-janjiNya.

Di dalam masyarakat yang moralnya sedang merosot, di dalam zaman yang segala sesuatu sedang berubah, di dalam lingkungan yang hidup kerohanian dan fisik sedang tidak seimbang, di dalam keadaan kuasa gelap sedang menguasai hati manusia, dosa telah melanda sekitar kita dan hati nurani manusia sedang menjadi kebal. Inilah kesempatan bagi kita untuk memihak kepada Tuhan, untuk menyeru kepada manusia, untuk menyatakan kuasa Injil yang melampaui kuasa apa pun di dalam kebudayaan manusia, yang menjadi satu-satunya kuasa untuk menyelamatkan, untuk mengubah, untuk memberikan pengharapan bagi dunia.

Di dalam kesempatan di dalam krisis, di dalam momen yang menentukan di dalam sejarah ini, siapakah yang memihak Tuhan? Siapakah yang memakai kuasa kekekalan dari Allah untuk menciptakan momentum, yang akan mengubah arah sejarah?

Saya harap Lembaga Reformed Injil Indonesia boleh menjadi suatu alat yang kecil di dalam tangan Tuhan yang Mahakuasa, untuk ikut menyumbangkan diri sebagai suatu suara yang berseru ke dalam hati manusia, supaya boleh membawa manusia menuju kepada terang yang lebih bercahaya di masa depan.

Mari kita bersama-sama melihat kuasa Tuhan dan melihat momen-momen yang akan terjadi. Saya harap majalah kecil ini boleh menjadi suatu kesaksian bagi momen-momen yang penting di dalam zaman di mana kita berada.

Sumber Artikel: 
Sumber:
Nama Majalah : Momentum
Edisi : 1/Maret 1987
Judul Artikel : Momen dan Momentum
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Halaman : 2-3

Pengenalan Terhadap Kidung Agung (II)

Penulis_artikel: 
Ev. Cornelius Kuswanto
Isi_artikel: 

Dalam artikel pertama tentang Pengenalan Terhadap Kidung Agung (1) kita telah mempelajari bersama tentang keunikan Kidung Agung, Pengarang dan Tanggal Penulisan, Latar Belakang Sejarah Penulisan, Tujuan Penulisan dan Beberapa Macam Cara Penafsiran Kidung Agung. Cara penafsiran yang paling terkenal dan paling tua ialah tafsiran secara alegori.

Dalam bagian ini kita akan bersama mempelajari tentang penafsiran Kidung Agung menurut Dramatical Interpretation (tafsiran secara drama).

LATAR BELAKANG DARI TAFSIRAN SECARA DRAMA

Penafsiran menurut drama dari Kidung Agung mulai dikenal pada akhir abad ke-18. Ide adanya drama dalam Kidung Agung sudah lebih dahulu dikenal sebelum cara penafsirannya dipakai. Pada abad ke-3 M, Origen menamakan Kidung Agung sebagai sebuah pantun pernikahan yang ditulis dalam bentuk drama.

Tafsiran Kidung Agung secara drama mulai menjadi terkenal pada awal abad ke-19 yaitu setelah tafsiran secara alegori mulai berkurang pendukungnya.(2)

DUA MACAM BENTUK TAFSIRAN SECARA DRAMA

Robert Gordis menyatakan bahwa tafsiran Kidung Agung secara drama ada dalam dua macam bentuk.(3) Kedua bentuk tafsiran menurut drama ini ialah berdasar peran utama dalam Kidung Agung. Ada yang setuju bahwa dalam Kidung Agung ada dua peran utama, ada juga yang berkata bahwa dalam Kidung Agung ada tiga peran utama.

a. Dua peran utama

Pendapat ini dipegang oleh Franz Delitzch yang melihat ada dua peran utama dalam Kidung Agung yaitu Salomo (kadang-kadang menyamar sebagai seorang gembala) dan seorang wanita desa yang disebut sebagai gadis Sulam (6:13). Pendapat ini mungkin berdasar dari dua manuskrip Grika yang berasal dari abad ke-4 dan 5 M.(4) Manuskrip- manuskrip ini memuat catatan di pinggir mengenai siapa yang bicara dan siapa yang menjawab.(5)

Menurut Delitzch, Kidung Agung hanya mempunyai dua peran yaitu Salomo dan gadis Sulam. Ketika Kidung Agung membicarakan mengenai gembala, ini ditujukan kepada Salomo yang menyamar sebagai gembala. Mengenai gadis Sulam, Delitzch berkata,

Gadis Sulam adalah seorang gadis yang ada dalam sejarah. Ia bukan putri Firaun sebagaimana diajar sejak zaman Theodore of Mopsusetia..., tetapi ia adalah seorang gadis desa yang sederhana. Salomo tertarik kepada kecantikan dan ketulusan gadis Sulam. Hal ini selain membuat Salomo melepaskan praktek poligaminya juga membuat dia mengenal ide pernikahan yang mula- mula dicatat dalam Kejadian 2:33 dst. sebagai sebuah pengalaman nyata.(6)

Salomo berjumpa dengan gadis Sulam waktu ia mengadakan kunjungan negara ke Israel bagian Utara. Dalam pertemuan dengan gadis Sulam ini, Salomo tertarik pada gadis Sulam sehingga Salomo kemudian membawa gadis Sulam ke Yerusalem untuk dijadikan istri. Menurut tafsiran secara drama, klimaks dari Kidung Agung ialah pernikahan antara Salomo dengan gadis Sulam.

b. Tiga Peran Utama Atau "Hipotesa Gembala"

J.S. Jacobi adalah orang Kristen pertama yang mengajarkan pendapat ini pada tahun 1771. Heinrich Ewald mengembangkan teori ini pada tahun 1826. Pada tahun 1891, Driver memprogandakan hipotesa ini.(7)

Menurut hipotesa ini ketiga peran utama dalam Kidung Agung ialah: Salomo, gadis Sulam, dan gembala yang menjadi kekasih gadis Sulam. Latar belakang sejarah dari hipotesa gembala ini ialah sbb.: ketika raja Salomo sedang melakukan perjalanan negara ke bagian utara Israel, ia berjumpa dengan gadis Sulam dan membawa gadis Sulam ke Yerusalem. Salomo berusaha mendapatkan hati gadis Sulam dengan berbagai macam rayuan dari kekayaan dan kemuliaan yang Salomo miliki. Tetapi hati gadis Sulam sudah melekat dengan kekasihnya, yaitu si gembala sederhana yang tinggal di kampung di utara Israel. Jadi rayuan Salomo tidak berhasil membuat gadis Sulam melupakan kekasihnya. Setelah merasa tidak berdaya mendapatkan hati gadis Sulam, akhirnya Salomo memperbolehkan gadis Sulam kembali ke desanya. Menurut pendukung hipotesa ini, pada pasal 8 dari kitab Kidung Agung, kita melihat gembala dan gadis Sulam berjalan bergandengan tangan.

Jadi menurut "hipotesa gembala", pelajaran utama dari kitab Kidung Agung ialah tentang kasih sejati yang tidak dapat direbut oleh kekayaan atau kemuliaan. Dalam "hipotesa gembala", Salomo adalah seorang bad guy yang berhati baik. Salomo menghargai kasih gadis Sulam kepada si gembala, sebab itu Salomo membiarkan gadis Sulam kembali kepada kekasihnya. Menurut hipotesa ini, gembala melambangkan Kristus, gadis Sulam melambangkan orang Kristen secara individual, dan Salomo melambangkan dunia.

Dalam menafsir Kidung Agung secara drama, S.R. Driver bukan saja percaya bahwa bentuk literatur Kidung Agung adalah sebuah drama, bahkan Driver dengan yakin berkata bahwa drama ini harus dipentaskan.(8) Calvin Seerveld juga setuju kalau kitab ini juga dimainkan secara drama.(9) F. Delitzch berpendapat lain. Ia setuju kalau Kidung Agung ditulis dalam bentuk drama, tetapi tidak boleh dimainkan di depan umum.

EVALUASI TERHADAP PENAFSIRAN SECARA DRAMA

Tafsiran secara drama dengan dua lakon memperlihatkan pernikahan yang berbahagia antara Salomo dan gadis Sulam. Pelajaran yang diberikan oleh tafsiran ini ialah agar pernikahan orang Kristen rukun dan bahagia seperti pernikahan Salomo dan gadis Sulam.

Tafsiran secara drama dengan tiga lakon mengajar bahwa hidup pernikahan orang Kristen harus menjunjung tinggi kesetiaan kepada pasangan kita. Meskipun ada rayuan dari pihak ketiga, tetapi suami atau istri tidak boleh jatuh oleh rayuan tersebut. Tafsiran ini juga memberikan pelajaran rohani yang baik. Sebagai pengantin perempuan Kristus (= gadis Sulam), orang Kristen harus setia kepada Tuhan (= gembala) dan tidak boleh mencintai dunia ini (= Salomo).

Meskipun cara penafsiran secara drama memberikan pelajaran yang indah tentang hidup pernikahan, tetapi apakah cara penafsiran secara drama ini dapat dibenarkan?

Kalau dipelajari lebih mendalam, maka terlihat bahwa tafsiran secara drama mempunyai beberapa kesulitan. E.J. Young berkata, "Drama tidak pernah ada dalam kehidupan bangsa Yahudi." Ia juga berkata tidak mungkin rohaniawan Yahudi menganggap Kidung Agung sebagai sebuah buku yang diilhamkan oleh Tuhan kalau kitab ini hanya merupakan sebuah drama.(10) Meredith Kline memberikan komentar yang bernada sama dengan Young, yaitu drama tidak dikenal oleh orang Yahudi.(11) Harrison berpendapat bahwa tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya drama dalam literatur orang Yahudi.(12)

Faktor pembicara juga tidak menyokong bahwa Kidung Agung adalah sebuah drama. Pembicara dalam Kidung Agung tidak jelas ditulis. Driver berpendapat bahwa pembicara dalam Kidung Agung sangat jelas ditulis dan dipakai dengan konsisten.(13) Kalau demikian mengapa Delitzsch berpendapat hanya ada dua pelaku, sedangkan Driver sendiri berpendapat ada tiga pelaku? Kita juga harus memperhatikan pergumulan yang dialami oleh Aalders. Ia menyelidiki bahwa ketika sebuah pembicaraan diucapkan, maka beberapa kali tidak diketahui siapa yang berbicara.(14) Jadi Aalders berkesimpulan bahwa Kidung Agung sama sekali tidak mempunyai karakteristik sebuah drama, bahkan dialog yang ada tidak selamanya dipergunakan.

Lokasi dalam Kidung Agung juga tidak terinci. Kalau pengarang Kidung Agung bermaksud agar Kidung Agung ditafsir sebagai sebuah drama, maka pengarang harus lebih terinci menulis mengenai pembicara, bilamana pembicaraan dimulai dan bilamana pembicaraan berhenti, pergantian tempat dll. Karena hal-hal tersebut di atas tidak jelas dicatat dalam Kidung Agung, maka Delitzsch membagi Kidung Agung dalam enam babak dan dua belas lokasi. Sedangkan Driver membagi Kidung Agung dalam lima babak dan tiga belas lokasi.(15)

Jelas orang-orang yang menyokong penafsiran Kidung Agung sebagai sebuah drama harus memperhatikan kesukaran-kesukaran ini. Baik penganut yang berpendapat bahwa Kidung Agung mempunyai dua pelaku utama atau penganut yang berpendapat bahwa Kidung Agung mempunyai tiga pelaku utama harus bergumul dengan kesukaran ini.

Akhirnya kita dapat berkata bahwa usaha untuk menafsir Kidung Agung sebagai sebuah drama membutuhkan lebih banyak penjelasan daripada jumlah ayat yang ada dalam Kidung Agung. Untuk menjelaskan dramanya saja kita sudah harus memberikan tafsiran yang banyak macam. Cara penafsiran secara drama sama bersalah seperti cara penafsiran menurut alegori. Kedua cara penafsiran ini salah dengan melakukan eisegesis(16), bukan exegesis (17).

  1. Momentum nomor 6, September 1989, hal. 23-26.
  2. Meskipun masih ada pendukung tafsiran Kidung Agung secara alegori sampai masa ini.
  3. Robert Gordis, The Song of Songs and Lamentations New York: Ktav, 1974), hal. 10.
  4. Abad ke 4 M: Kodex Sinaitikus ( ); abad ke 5 M: Kodex Alexandrinus (A).
  5. Roland Murphy, "Interpreting The Song of Songs, "dalam Biblical Theology Bulletin 9 (1979): 99; Catholic Biblical Quarterly 16 (microfilm, 1954):3, mencatat bahwa kodex Sinaiticus sejak lama sudah memakai istilah nymphos (pengantin pria) untuk melukiskan pembicara pria, dan nymphe (pengantin wanita, untuk melukiskan pembicara wanita).
  6. F. Delitzsch dan C.F. Keil, Commentary on the Old Testament in Ten Volumes. Cetak ulang. Jil. 6: Proverbs, Ecclesiastes, Song of Solomon (Grand Rapids: Eerdmans, 1982), hal. 3.
  7. Untuk mengetahui lebih banyak tentang intepretasi secara drama, lihatlah Robert H. Pfeiffer, Introduction to the Old Testament (New York: Harper & Brothers Publishers, 1941), hal. 708-716.
  8. S.R. Driver, An Introduction to the Literature of the Old Testament (Gloucester: Peter Smith, 1972), hal. 437, 438.
  9. Calvin Seerveld, The Greatest Song: In Critique of Solomon, Palos Height: TRinity Pennyasheet PRess, 1967.
  10. E. J. Young, Introduction to the Old Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1985), hal.353.
  11. M.G. Kline, "Bible Book of the Month: The Song of Songs," Christianity Today 3 (April, 1959):22.
  12. R.K. Harrison, "Song of Solomon," dalam The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible. Jil.5. Diedit oleh Merrill C. Tenney (Grand Rapids: Zondervan, 1975), hal 492.
  13. Driver, Introduction, hal 446,447.
  14. G.Ch. Aalders, Het Hooqlied (Kampen: Uitgeversmaatschappij J.H. Kok, 1952, hal 11.
  15. Driver, Introduction, hal 440-443. William Elliot Griffis dalam bukunya The Lily among the Thorns. A Study of the Biblical Drama entitled The Song of Songs (Boston dan New York: Houston, Mifflin and Co., 1890), hal 105 menafsir Kidung Agung mempunyai tiga pelaku dengan lima babak dan lima belas lokasi.
  16. Eisegesis berarti "a reading into. "
  17. Exegesis berarti "a reading out of"

Sumber Artikel: 
Sumber:
Nama Majalah : Momentum
Edisi : 8/Juni 1990
Judul Artikel: Pengenalan Terhadap Kidung Agung (II)
Penulis : Ev. Cornelius Kuswanto
Halaman : 42-45

Rahasia Pelayan Remaja yang Efektif

Penulis_artikel: 
-
Isi_artikel: 

Harus Kita akui bahwa ada kelompok pelayanan remaja tertentu yang maju dan berkembang, sedangkan kelompok lain makin lama makin kehilangan remajanya. Mengapa ini terjadi, agak sukar untuk dicari sebabnya yang tepat, tetapi kalau Anda ingin tahu ciri-ciri pelayanan remaja yang efektif, simaklah uraian berikut ini.

Utamakan orang, bukan program

Pertama-tama dan terutama, suatu pelayanan remaja yang berhasil adalah yang mengutamakan orang-orangnya, bukan programnya. Berusaha mengenal para remaja lebih dekat. Membuat mereka merasa dirinya penting. Mendengarkan mereka. Memperdulikan mereka. Mengasihi mereka. Kalau unsur-unsur ini ada, pelayanan remaja itu akan bertumbuh. Jika yang diutamakan adalah program, betapa pun baiknya program itu, para remaja cenderung untuk kehilangan minat.

Salah satu penyebabnya ialah karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk kegiatan sekolah. Kegiatan gereja mungkin kurang menarik dibandingkan aktivitas sekolah atau aktivitas luar lainnya. Maka kalau pelayanan remaja di gereja tidak menawarkan sesuatu yang berbeda, para remaja itu akan memilih yang di luar gereja.

Satu hal yang biasanya tidak ditawarkan oleh program kegiatan di luar, adalah perhatian terhadap tiap pribadi. Bila pelayanan remaja gereja menyediakan suasana kasih, saling mempercayai, dan menerima tiap orang sebagaimana adanya, maka para remaja akan berada di sana. Setiap orang ingin merasa dikasihi.

Utamakan Kristus

Yesus Kristus adalah pribadi yang paling menarik, yang pernah hidup di dunia ini. Dalam usia remaja pun orang dapat memberi respons kepada Kristus. Mereka dapat mengalami bahwa hidup bagi Dia sungguh berharga.

Seringkali pelayanan remaja di gereja bertujuan agar para remaja itu kelak menjadi anggota gereja tersebut. Keanggotaan gereja memang penting. Bahkan sangat penting. Tetapi kalau ini yang menjadi tujuan pelayanan remaja, kebanyakan remaja menjadi tidak tertarik.

Dari mula, perbedaan antara kedua hal di atas harus sudah dinyatakan dengan jelas, secara langsung maupun tak langsung: "Pelayanan remaja kami bertujuan untuk menjadikan Kristus Tuhan atas kehidupan -- hidup kami, nilai-nilai kami, dan gaya hidup kami."

Suatu pelayanan remaja yang takut-takut menyatakan tujuannya, pada akhirnya akan kehilangan para remajanya yang dihanyutkan oleh arus ajaran-ajaran lain di sekitarnya.

Tujuan di atas tidak perlu sering-sering dicanangkan, tetapi setiap pembina remaja harus memahami dan menghayati tujuan itu.

Suatu kelompok yang mempedulikan

Pelayanan remaja yang berhasil harus menawarkan bukan saja penyerahan sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuhan atas kehidupan, tetapi juga suatu kelompok yang mempedulikan dan memberi dukungan kepada mereka yang telah menyerahkan dirinya kepada Kristus. Juga kepada mereka yang baru mulai tertarik untuk percaya.

Seperti halnya orang dewasa, para remaja pun perlu memiliki perasaan menyatu dengan kelompoknya. Dalam tahun-tahun itu tekanan dari teman-teman sebaya sangat besar, bahkan hampir tak tertahankan. Dan umumnya, tekanan itu menjurus kepada yang negatif.

Karena itu pelayanan remaja harus menawarkan suatu kelompok "tandingan", suatu "keluarga besar", dimana para remaja benar-benar merasa diterima dan dikasihi.

Prioritas yang jelas

Di tengah arus kesibukan dan waktu yang sempit, gampang sekali pelayanan remaja kehilangan arah tanpa disadari. Mempunyai prioritas yang jelas, seperti yang berikut ini, akan membantu para pembina.

Prioritas I : Pertumbuhan rohani dan saling mendukung satu sama lain. Ini berarti seminggu sekali para pembina bertemu untuk saling berbagi suka-duka, kebutuhan dan pertumbuhan rohani.

Prioritas 2 : Pertemuan dengan para remaja seminggu sekali, untuk membagi tanggung jawab bagi pelaksanaan program pelayanan.

Prioritas 3 : Menyediakan waktu untuk bergaul dengan aggota-anggota kelompok remaja. Bila ada acara-acara khusus, hadirlah di sana. Dan dukunglah para remaja Anda dalam acara-acara lain juga, misalnya dalam pertandingan sekolahnya atau pertunjukan kesenian yang dimainkannya.

Prioritas 3 baik untuk dilaksanakan kalau pembina kelompok remaja ada beberapa orang. Dalam suatu pertunjukan yang dimainkan oleh remaja Anda, salah seorang pembina dapat hadir untuk memberi semangat. Dalam acara yang lain, seorang pembina lainya hadir sebagai suporter. Kehadiran Anda seakan-akan mengatakan kepada mereka: "Kami memperhatikan engkau.. . engkau penting bagi kami ... apa yang kau lakukan itu penting." Para pembina remaja hendaknya memiliki komitmen untuk "menyediakan waktu" bagi para remaja yang dilayaninya.

(Disadur dari Coleman & Rydberg, "6 Training Sessions for Your Youth Worker Team")

Sumber Artikel: 
Sumber:
Nama Majalah : Momentum
Edisi : 1/Maret 1987
Judul Artikel : Rahasia Pelayan Remaja yang Efektif
Halaman : 10-11

Komentar


Syndicate content