Injil kepada Semua Bangsa

Penulis_artikel: 
Tim Gospel Highway
Tanggal_artikel: 
26 Agustus 2016
Isi_artikel: 
Injil Kepada Semua Bangsa

Injil kepada Semua Bangsa

Injil kepada Semua Bangsa (Roma 10:14-17)

Saya ada beban. Beban itu adalah untuk meyakinkan gereja lokal kebutuhan membawa Injil kepada semua bangsa secara teratur. Tiga hal yang terlibat – untuk memastikan bahwa Injil diberitakan, untuk menjangkau semua bangsa, dan untuk berbicara dengan pendengar yang sama secara teratur selama itu mungkin. Mari kita pertimbangkan setiap satu mengikut gilirannya.

Injil bagi dunia

I. Memberitakan Injil dengan setia.

Perkara pertama adalah bahwa kita harus memberitakan Injil dengan setia. Apa gunanya memberitakan sesuatu yang bukan Injil ? Suatu Injil yang terputarbelit akan salah mengartikan Allah dan jalan keselamatan. Ia tidak akan menyelamatkan, sementara menyesatkan para pendengar untuk berpikir bahwa mereka adalah orang Kristen. Sekalipun terselamatkan, iman orang percaya itu akan sangat cacat. Banyak “operasi korektif” akan diperlukan kemudian untuk membawa orang percaya tersebut untuk menikmati penuh kehidupan Kristen. Jika tidak diperbaiki, dia mungkin menjadi masalah pastoral kepada gereja lokal. Dia bahkan mungkin menjadi bahaya bagi gereja pada umumnya dengan menyebarkan keyakinannya yang menyimpang itu. Rasul Paulus memperingatkan terhadap memberitakan Injil yang bukannya Injil (Gal. 1:8-9).

Apa Injil itu? Keadaan yang berbeda memberi peluang dan tantangan berbeda untuk penyampaian Injil. Injil dapat diuraikan seluas seluruh kitab Roma, atau dapat disajikan secara singkat seperti dalam 1 Timotius 1:15: "Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: 'Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.'”Apakah diberitakan secara ekstensif atau singkat, isinya harus terdiri dari dua bahan dasar, yaitu pribadi Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, dan pekerjaan dilakukan dalam kematian-Nya. Paulus menyimpulkan Injil sebagai “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” (1 Kor. 2:2). Tuhan yang dibangkitkan menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Kitab Suci PL berbicara tentang-Nya: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem." (Luk. 24:46-47).

Maka, yang penting bukan berapa lama atau berapa pendek khotbah itu, tetapi isinya –- apakah itu terdiri dari “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan”. Sekiranya disebarkan dengan benar, maka akan menjadi jelas bahwa keselamatan adalah “karena kasih karunia Allah, oleh iman di dalam Yesus Kristus saja”, dan bukan “karena perbuatan” (Ef. 2:8-9). Akan terlihat bahwa “manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat." (Rom. 3:28). Sekiranya diberitakan dengan baik, Injil akan dipakaikan pada pendengar dengan bijaksana, sehingga mereka yakin akan kebutuhan untuk bertobat dari dosa dan beriman kepada Yesus Kristus. Mereka akan tergerak oleh kasih Allah yang ditunjukkan dalam memberikan Anak-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa. Roh Kudus akan menggunakan Injil yang diberitakan untuk membawa keinsafan akan dosa, dan kebutuhan kebenaran Kristus untuk diterima oleh Allah.

Suatu kontroversi mengenai pemberitaan Injil dalam beberapa tahun terakhir adalah apakah perlu untuk memyampaikan berita Injil khas berbeda dengan uraian Alkitab berturut-turut. Ada orang yang berpendapat bahwa selama Alkitab diuraikan secara sistematis, Injil akan secara otomatis dapat ditemukan dalam eksposisi. Pendapat ini didasarkan pada firman Tuhan dalam Lukas 24:27, “Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi”, dan juga ayat 44, “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”

Namun, ketika kita melihat dengan lebih teliti pada konteksnya, kita mendapati bahwa Tuhan sedang mengacu pada hal-hal tertentu tentang diri-Nya. Dia mengatakan dalam ayat 26, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaanNya?” Dan, dalam ayat 46-47, seperti yang kita telah mencatat, Tuhan berkata, “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.” Jadi, apa yang kita temukan adalah Tuhan mengatakan bahwa semua Kitab Suci Perjanjian Lama berbicara tentang Dia dan kematian-Nya dan bahwa berita keselamatan akan dinyatakan kepada semua bangsa. Terdapat berita tertentu yang memfokuskan pada diri-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan pengampunan dosa dalam nama-Nya. Maka jelaslah bahwa berita Injil yang khas dapat ditemukan dalam seluruh Kitab Suci Perjanjian Lama. Kita harus memyampaikan berita Injil khas untuk memenangkan jiwa bagi Kristus.

Pemberitaan Injil berbeda dari menguraikan ayat-ayat Alkitab demi membangun orang percaya. Meskipun ada tumpang tindih antara proklamasi Injil dan pengajaran yang membangun orang percaya, perbedaan antara keduanya harus diperhatikan. Karena tujuan berbeda, penekanan akan berbeda, dan isi yang diajukan akan berbeda. Dalam Amanat Agung Matius 28:18-20, berkhotbah untuk “memuridkan semua bangsa” adalah berbeda dari mengajar murid-murid baru “melakukan segala sesuatu” yang diperintahkan Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 20, Paulus mengingatkan para penatua Efesus bahwa sewaktu ia di Efesus, ia berkhotbah supaya orang “bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus”, dan ia juga menyatakan kepada orang percaya “seluruh maksud Allah” (Kis. 20:21, 27). Dalam Efesus 4:11, kita diberitahu bahwa rasul, nabi, penginjil , dan gembala dan pengajar yang diberikan oleh Tuhan yang bangkit adalah “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus …” Para petugas luar biasa yaitu rasul, nabi, dan penginjil telah ditarik dengan selesainya Alkitab. Para pendeta dan guru tertinggal untuk melakukan pekerjaan “memperlengkapi orang-orang kudus” dan “membangun tubuh Kristus”. Gereja tidak boleh lalai dalam pekerjaan membangun orang percaya. Begitu juga ia tidak boleh lalai untuk menjangkau orang belum percaya dengan Injil .

Penginjilan

Masalah lain berhubungan dengan berita Injil menyangkut bagaimana ia dinafikan oleh tindakan yang timbul dari proklamasinya. Praktik mengadakan “panggilan altar” dalam penginjilan massal dipopulerkan oleh Charles Grandison Finney (1792-1875) pada abad ke-19 di Amerika. Dalam praktik itu, orang-orang yang ingin menjadi Kristen diminta menunjukkan keinginan itu dengan berjalan ke depan jemaat supaya didoakan, atau dipimpin dalam doa. Orang Pentakosta mengadaptasi praktik itu dengan mencakup doa untuk menerima Roh Kudus, yang ditandai dengan berbahasa roh, atau untuk penyembuhan penyakit. Praktik mengadakan panggilan altar telah diikuti oleh orang-orang seperti Billy Graham dan Benny Hinn. Di Asia, ia diadopsi oleh John Sung (1901-1944) dari China dan dipraktekkan oleh seorang pendeta yang mengakui dirinya Reformed di Indonesia, Stephen Tong. Kononnya panggilan altar itu didasarkan pada Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Suatu petikan lain yang digunakan adalah Matius 11:28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Petikan-petikan ini, bagaimanapun, tidak ada hubungannya dengan berjalan secara fisik. Yang dimaksudkan adalah “mari” dalam hati. Panggilannya adalah kepada orang percaya untuk konsekrasi kepada Kristus dan kepada orang belum percaya untuk percaya Kristus. Kita tidak menemukan Tuhan mempraktikan panggilan altar. Kita tidak menemukan rasul Petrus mempraktikan panggilan altar pada hari Pentakosta. Kita tidak menemukan rasul Paulus mempraktikan panggilan altar dalam pelayanannya. Panggilan altar adalah rekaan manusia yang bertentangan dengan doktrin “keselamatan karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus”. Hanya memberi kesan yang salah kepada si pendengar bahwa tindakan mereka berjalan ke depan jemaat telah memberikan kontribusi kepada keselamatan mereka. Ini merupakan sejenis doktrin keselamatan “iman-tambah-perbuatan”. Panggilan altar berdasarkan pada doktrin Arminian di mana kehendak manusia adalah bebas dari perbudakan dosa. Fokusnya adalah pada jumlah keputusan yang dibuat dalam pertemuan. Hal ini telah menghasilkan banyak orang percaya yang palsu yang tidak ditemukan menghadiri gereja selanjutnya.

Keprihatinan kita adalah supaya Injil diberitakan dengan setia, di mana isinya harus berputar di sekitar dua perkara, yaitu bahwa Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat orang-orang berdosa, dan bahwa kematian-Nya di kayu salib saja yang menebuskan dosa. Para pendengar harus dipanggil untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Injil adalah berita tertentu yang merupakan inti ajaran Alkitab. Kami tidak harus mengubah atau mengaburkannya.

II. Menjangkau segala bangsa.

Kita mempertimbangkan perkara kedua, yaitu bahwa kita harus menjangkau semua bangsa dengan Injil . Perlu ditekankan bahwa “semua bangsa” dalam Amanat Agung Matius 28:18-20 berarti “semua kelompok etnis”. Tuhan menunjukkan, dalam Lukas 24:47 bahwa “dalam nama-Nya pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.” Di mana “semua bangsa” dapat ditemukan? Pada waktu Tuhan Yesus, “semua bangsa”, yaitu bangsa-bangsa bukan Yahudi, ditemukan di Israel juga. Pada awalnya Injil diberitakan hanya kepada orang-orang Yahudi, meskipun segelintir orang bukan Yahudi diuntungkan dari ajaran Tuhan Yesus (Luk. 7:1-10; Yoh. 12:20-21). Sejak saat itu, biji gandum telah jatuh ke dalam tanah dan mati, dan sekarang menghasilkan banyak buah. Anak Manusia telah ditinggikan dari bumi untuk menarik semua orang kepadaNya (Yoh. 3:14-15; 12:24, 32). Dia ingin umat-Nya memuridkan semua bangsa.

“Semua bangsa” ditemukan bahkan di depan pintu rumah kita. Kita harus memahami bahwa migrasi massal penduduk adalah fenomena yang terjadi dari zaman lampau. Dengan meningkatnya globalisasi dan perbaikan transportasi, banyak individu dan keluarga sedang bergerak, karena pendidikan, pekerjaan, dan alasan lainnya. Orang-orang dari latar belakang etnis beragam ditemukan di mana-mana. Bahkan dalam apa yang tampaknya suatu situasi homogen, terdapat kelompok dialek dan kelas yang berbeda, yang merupakan “semua bangsa”. Bangsa-bangsa ini harus dijangkau dengan Injil . Kita tidak perlu menyeberang lautan sebelum menemui “semua bangsa”. Ini bukan untuk menyangkal kesahan misi asing, tetapi untuk menekankan bahwa gereja lokal mempunyai banyak yang harus dilakukan di wilayah sendiri, selain terlibat dalam misi asing.

Kebebasan individu dan inisiatif pribadi dalam pekerjaan Injil harus dihargai, terutama jika orang yang terlibat terikat pada gereja lokal dan beroperasi di bawah pengawasan umumnya. Memang terdapat prinsip “sentralitas dan keunikan gereja lokal dalam rencana Allah”. Namun demikian, kebanyakan anggota gereja sibuk dengan pekerjaan dan keluarga sendiri dan mengharapkan gereja mengaturkan jalan pelayanan untuk mereka. Tuhan Yesus mengaturkan kerja menjangkau dengan mengutuskan murid-murid-Nya berdua-dua untuk berkhotbah. Mereka juga melakukan perjalanan bersama-sama dengan Tuhan Yesus untuk berkhotbah. Ada kemungkinan keduanya digabungkan –- bepergian sebagai suatu kelompok, dan berpecah menjadi pasangan bila perlu, dalam perjalanan. Rasul Paulus menunjukkan bahwa hal ini dilakukan dalam perjalanan misinya (misalnya Kis. 17:15-16; 18:5; 1 Kor. 16:10-11).

"Gereja tidak boleh lalai dalam pekerjaan membangun orang percaya."

Facebook Telegram Twitter WhatsApp

Bahasa tidak pernah menjadi penghalang dalam pekerjaan Injil. Selain waktu awal setelah Pentakosta, mukjizat karunia lidah tampaknya tidak berlanjutan. Paulus menggunakan lingua franka semasa, yaitu bahasa Yunani Koine, untuk berkomunikasi dengan orang-orang –- seperti yang jelas dari surat-surat yang ditulisnya, yang menggunakan bahasa itu. Dia mungkin memerlukan penerjemah dalam beberapa situasi lokal, tapi itu tidak menghalangi dia dari berkhotbah. Alkitab harus diterjemahkan ke bahasa ibu setiap komunitas signifikan yang dijangkau, tetapi itu adalah kerja para penerjemah Alkitab dan misionaris. Bangsa-bangsa di sekitar gereja lokal biasanya orang yang telah bermigrasi dari tempat lain dan telah beradaptasi dengan belajar bahasa dominan di tempat kediaman baru mereka. Gereja harus berusaha untuk menjangkau orang-orang ini menggunakan bahasa umum, sementara penerjemah bisa membantu dalam situasi di mana para migran belum menguasai bahasa umum.

Penjangkauan lokal termuat dalam kebenaran lebih luas bahwa “pertumbuhan gereja lokal harus berjalan seiring dengan penanaman gereja lebih jauh."

Paulus berkata dalam 2 Kor. 10:15/, “… apabila imanmu makin bertumbuh, kami akan mendapat penghormatan lebih besar lagi di antara kamu, jika dibandingkan gengan daerah kerja yang dipatok untuk kami.” Menurut konteksnya, Paulus sedang mengatakan bahwa jika orang Kristen di Korintus berhenti bertengkar di antara mereka sendiri dan tumbuh dalam kedewasaan rohani, Paulus dan rekan-rekannya akan mampu menyalurkan upaya menyelesaikan masalah mereka untuk pekerjaan misi yang lebih luas. Memang ada “simbiosis” antara penjangkauan lokal dan misi yang lebih luas. Dengan dihubungkan dengan gereja-gereja yang berpikiran sama di luar negeri, kita dapat terlibat dalam misi lebih luas dalam cara yang berarti. Namun, kerja lokal tidak boleh diabaikan. Jangkauan mingguan kepada bangsa-bangsa di sekitar kita harus diadakan. Anggota gereja akan merasa sangat senang untuk terlibat dalam penjangkauan teratur tersebut. Bagaimana bisa ini dilakukan?

III. Pergi ke pendengar yang sama secara teratur.

Ini membawa kita ke perkara ketiga, yaitu pentingnya pergi ke pendengar yang sama secara teratur. Mari kita mendirikan dasar alkitabiah praktek ini dahulu. Kita dapati tercatat dalam Markus 6:6, “Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.” Kata “keliling” (Yunani, kuklo) menyiratkan dua hal: pertama, perjalanan itu direncanakan dan, kedua, ini adalah perbuatan yang teratur. Selanjutnya, kita mempertimbangkan perjalanan misi rasul Paulus. Suatu keistimewaan yang menakjubkan adalah bahwa, pada setiap kali, ia kembali untuk mengunjungi gereja-gereja yang telah ditanam sebelumnya. Misalnya, kita membaca dalam Kisah Para Rasul 14:21, “Paulus dan Barnabas memberitakan Injil di kota itu dan memperoleh banyak murid. Lalu kembalilah mereka ke Listra, Ikonium dan Antiokhia.”

Praktik Paulus adalah untuk berkhotbah kepada orang yang sama sampai mereka bertobat atau dia ditolak. Dia meregangkan dirinya untuk menjangkau lebih banyak orang, tetapi tidak sampai gagal untuk berkhotbah kepada orang yang sama secara teratur. Suatu contoh tercatat dalam Kisah Para Rasul 18:4-8:

"Dan setiap hari Sabat, Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani. Ketika Silas dan Timotius datang dari Makedonia, Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias. Akan tetapi, ketika orang-orang itu memusuhi dia dan menghujat, ia mengebaskan debu dari pakaiannya dan berkata kepada mereka: 'Biarlah darahmu tertumpah ke atas kepalamu sendiri; aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku akan pergi kepada bangsa-bangsa lain.' Maka keluarlah ia dari situ, lalu datang ke rumah seorang bernama Titius Yustus, yang beribadah kepada Allah, dan yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibadat. Akan tetapi, Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis."

Perhatikan bahwa dalam ayat 4, kita diberitahu, “setiap hari Sabat, Paulus berbicara dalam rumah ibadat …” Dalam ayat 7, begitu juga ia berkhotbah di rumah Yustus sampai ada banyak orang percaya. Kita diberitahu dalam ayat 11, “Maka tinggallah Paulus di situ selama satu tahun enam bulan dan ia mengajar firman Allah di tengah-tengah mereka.” Prinsip yang harus dipahami adalah bahwa kita harus memberitakan kepada orang-orang yang sama sampai mereka diubah atau kita tidak diinginkan. Bukankah Amanat Agung dalam Matius 28 menyuruh kita supaya “memuridkan semua bangsa”, yang berarti bahwa kita tidak hanya memberitakan Injil sepintas ke sebanyak orang mungkin tanpa melihat siapa pun diubah. Jikalau tidak diinginkan oleh pendengar, kita beralih untuk memberitakan Injil kepada orang lain (Mat.10:14, Kis. 13:46, 18:6). Ada begitu banyak orang lain untuk dikenali, dikunjungi, dan diberitakan secara teratur.

Kita belum selesai dengan dasar alkitabiah praktek seperti itu. Rasul Paulus berkata dalam Kisah Para Rasul 20:20 bahwa ia mengajarkan “di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu”. Tuhan Yesus begitu juga mengajar di muka umum dan dari rumah ke rumah. Banyak orang mendengar-Nya secara umum, dan Dia membawa murid-muridNya untuk berkhotbah dari rumah ke rumah dalam sebuah rangkaian. Kita membaca dalam Matius 10:12--14, “Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. Jika mereka layak menerimanya salammu itu turun keatasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Dan, apabila seorang tidak menerima kamu, keluarlah dan tinggalkan rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu.” Jelaslah, Tuhan Yesus dan para murid-Nya tidak mungkin mengunjungi setiap satu rumah. Mereka harus telah mengunjungi rumah-rumah tertentu yang diketahui mereka, direkomendasikan kepada mereka, atau yang mereka sengaja mengenali.

Kita telah melihat bahwa Paulus berkhotbah secara umum dan dari rumah ke rumah. Ia memberitakan Injil untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, dan ia mengajar orang-orang percaya dengan tujuan membangun iman mereka. Pada masa sekarang, pengajaran umum akan dilakukan di gereja, di mana teman-teman dan sanak yang belum percaya diundang. Kita mungkin berkhotbah di lapangan terbuka atau di stadion, tetapi biaya dan logistik yang diperlukan akan menyebabkan pertemuan seperti itu sangat jarang. Perbuatan yang bijaksana adalah supaya memberitakan pada setiap minggu kepada kumpulan yang lebih kecil dalam gereja. Oleh karena ada dua kebutuhan yaitu memberitakan Injil kepada orang sesat serta mengajar orang percaya untuk membangun iman mereka, adalah lebih tepat diadakan dua kebaktian utama pada hari Tuhan. Salah satu kebaktian dikhususkan untuk mengajar orang-orang percaya, sementara yang lain dikhususkan untuk memenangkan jiwa. Anggota-anggota gereja akan menghadiri kedua-dua kebaktian untuk beribadah, terlepas dari tujuan pengkhotbahan. Sehubungan dengan memenuhi dua kebutuhan itu, terdapat juga keperluan untuk menguduskan hari Tuhan. Perhatikan bahwa yang dikuduskan adalah harinya, yang berarti bahwa adalah tepat untuk memulainya dengan ibadah dan mengakhirinya dengan ibadah juga. Hal ini setuju dengan ajaran dalam Perjanjian Lama tentang bagaimana sesuatu hari dikuduskan, yaitu bahwa ada pengorbanan waktu pagi dan pengorbanan waktu senja (Bil. 28:1-10). Selain itu, hari Tuhan akan diisi dengan serangkaian kegiatan yang berbeda dari kerja yang dilakukan pada hari-hari lain (Kel. 31:12-17; Yer. 17:19-27). Golongan Puritan mengajarkan ini dan mengadakan dua kebaktian ibadah utama pada hari Tuhan. Praktik ini masih diteruskan oleh gereja-gereja yang sejarah mereka merentang ke zaman Puritan. Gereja yang didirikan pada hari terakhir cenderung mengadakan hanya satu kebaktian pada hari Tuhan.

Panggilan menginjili

Kita telah menyimpang sedikit untuk membahas tentang pertemuan yang diadakan di kawasan gereja. Injil harus diberitakan di gereja pada setiap minggu, di mana orang belum percaya diundang. Selain itu, ada anak-anak orang percaya yang perlu mendengar Injil juga. Sungguh pun pemberitaan Injil dilakukan dalam banyak gereja sekarang, tampaknya ada ketidakpahaman bahwa perkara ini harus dilakukan di rumah-rumah secara teratur. Apa yang kita maksudkan adalah pertemuan penginjilan di rumah kontak kita, bukannya rumah anggota gereja kita. Bukankah pengubahan dan baptisan banyak keluarga di bawah pelayanan Paulus itu sesuatu yang berarti? Terdapat keluarga Lydia, keluarga kepala penjara Filipi, keluarga Krispus, dan keluarga Stefanus (Kis. 16:11 db.; 16:25 db.; 18:8; 1 Kor. 1:16 bd. (Kis. 16:1). Timotius juga berubah dalam keluarga di mana ibu dan neneknya adalah orang percaya (2 Tim. 1:5 bd. (Kis. 16:1). Kita tahu ini bukan kasus di mana suatu orang percaya bagi pihak yang lain di dalam keluarga. Ini juga tahu ini bukan kasus baptisan bayi karena orang-orang yang dibaptis itu semuanya telah percaya. Ini adalah kasus keluarga-keluarga diInjili sampailah mereka percaya. Bagi banyak gereja pada masa sekarang, penjangkauan kepada masyarakat dilakukan secara sporadis, jika ada dilakukan, dan ini pun secara sepintas dan tidak secara teratur. Pengedaran traktat merupakan kegiatan terpuji, dan begitu juga khotbah terbuka di sekitar gereja. Namun, di mana praktek alkitabiah mengadakan pedalaman Alkitab penginjilan di rumah secara teratur? Apabila ditantang berkenaan dengan hal ini, alasan yang umum diberikan adalah bahwa zaman telah berubah, dan budaya lokal tidak mengizinkan praktek ini. Atau pun didakwa bahwa gereja itu memiliki pelayanan khusus untuk sekelompok orang tertentu. Bukankah semua ini alasan belaka? Apakah kita masih belum yakin akan praktek Alkitabiah ini? Harapan saya adalah bahwa banyak dari kita di sini menjadi yakin akan ajaran alkitabiah untuk memberitakan Injil kepada orang-orang yang sama secara teratur, sampai mereka percaya atau kita ditolak.

Pertanyaan praktis yang muncul adalah bagaimana hal ini dapat dilakukan. Biasanya, pendeta, dan mungkin beberapa saudara berbakat dalam gereja, memulai pertemuan tersebut. Sebuah tim terdiri dari dua sampai lima orang, termasuk pria dan wanita, kemudian mengunjungi keluarga itu secara teratur, di mana pemimpin tim akan mengajar. Anggota lain dalam tim memberikan dukungan moral kepada sang pendeta, dan memberikan keselamatan dalam jumlah. Dengan waktu, beberapa dari mereka akan berkembang menjadi pemimpin tim. Adalah baik jika rumah yang sama dikunjungi setiap minggu dan, jika tidak setiap minggu, setiap dua minggu. Pedalaman Alkitab singkat selama sepuluh menit diadakan, di mana berita “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” ditarik keluar dan diterapkan. Ya, sepuluh menit sudah cukup! Praktik kami adalah di mana sang pendeta membuat ringkasan dari khotbah kebaktian pagi untuk tim yang berkumpul, berfokus pada ayat-ayat kunci saja. Dia menunjukkan bagaimana khotbah – sekalipun yang bertujuan membangun orang percaya –- dapat disesuaikan untuk menunjuk ke “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan”. Setelah pendeta menyerahkan tim-tim kepada Allah dalam doa, mereka keluar untuk masing-masing mengunjungi sampai lima rumah. Tim-tim kembali ke gereja untuk ibadah malam pada waktu yang berbeda, tergantung pada berapa banyak rumah yang penghuninya ada pada hari itu. Hal yang sama dapat dilakukan pada hari lain, dan tidak hanya pada hari Tuhan. Khotbah dari kebaktian malam dapat digunakan kali ini. Dengan cara ini, pemimpin tim terhindar dari kesulitan mempersiapkan pelajaran sendiri.

Kesimpulan

Mari kita menyimpulkan. Saya ada beban. Beban itu adalah untuk melihat kedua-dua khotbah untuk membangun iman orang percaya, dan untuk memenangkan jiwa bagi Kristus, dipulihkan di gereja-gereja. Beban itu adalah untuk melihat kedua-dua memberitakan Injil kepada orang di dalam gereja, dan di rumah-rumah pribadi, dipulihkan. Beban itu adalah untuk melihat Injil “Yesus Kristus dan Dia yang disalibkan” diproklamirkan secara setia, dari setiap bagian Alkitab. Beban itu adalah untuk melihat semua bangsa dijangkau oleh setiap gereja lokal yang setia kepada ajaran Alkitab.

Bukan kita yang harus menilai keberkesanan kerja Injil orang Kristen lain. Namun, jika iman timbul dari pendengaran Injil yang diberitakan, adalah tidak mungkin terdapat iman yang benar pada mereka yang menyambut Injil palsu. Jika itu sudah terjadi, alangkah tersia-sia waktu, tenaga dan kesempatan dalam pemberitaan orang-orang Kristen itu! Dan, berapa banyak orang yang telah disesatkan untuk berpikir bahwa mereka diselamatkan padahal mereka belum benar-benar diperbarui! Kita yang lebih tahu tidak harus cuek untuk menjangkau orang-orang belum percaya dengan Injil. Adalah bukan urusan kita untuk menghakimi orang lain. Urusan kita adalah supaya sibuk dalam pekerjaan Tuhan.

Kita berterima kasih atas pemulihan pemberitaan Injil secara umum di banyak gereja. Namun, di mana pemberitaan Injil teratur dari rumah ke rumah? Satu gereja dapat mencapai hanya begitu banyak. Sepuluh gereja yang melakukan hal yang sama akan melipatgandakan efeknya sepuluh kali lipat. Seratus gereja akan kalikan efeknya seratus kali lipat. Pertimbangkan efeknya upaya seratus gereja sepanjang tahun – bukankah itu berarti? Pertimbangkan sebaliknya seratus gereja yang tidak melakukan hal itu –- bukankah itu sayang sekali? Dan, sayang sekali sudah, karena ini belum dilakukan secara ekstensif! Ingatlah, bahwa kita tidak berbicara tentang jumlah orang yang percaya, tetapi efek dari pemberitaan Injil yang mungkin, atau mungkin tidak, termasuk orang yang percaya. Sekalipun kita ingin memenangkan banyak jiwa bagi Kristus, adalah Allah yang memberi pertumbuhan.

Kita hanya bisa merayu kepada Allah untuk menggerakkan umat-Nya supaya menangkap visi melaksanakan Amanat Agung dengan kepenuhannya, dan dengan seluruh hati. Ya Tuhan, kasihanilah kami, umat-Mu!

Audio: Injil Kepada Semua Bangsa

Sumber Artikel: 

Firman Allah Pedoman Kita

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Salah satu bentuk disiplin rohani bagi umat kristiani adalah berpuasa. Namun, kerap hal ini diabaikan oleh banyak orang Kristen dan terkesan tidak penting sama sekali, padahal berpuasa adalah salah satu bentuk disiplin rohani yang alkitabiah. Saat berbicara tentang disiplin rohani, umumnya yang dilakukan kebanyakan orang Kristen adalah disiplin rohani dalam berdoa, bersaat teduh, pendalaman Alkitab, atau mencatat jurnal rohani. Tidak banyak orang Kristen dan gereja yang menerapkan disiplin rohani berpuasa. Beberapa gereja mungkin hanya mengadakan puasa saat Paskah atau persiapan acara besar di gereja. Berpuasa menolong untuk mendisiplin kehidupan rohani seorang murid Kristus. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat kristiani kembali pada praktik berpuasa.

Dalam edisi bulan ini, kita akan belajar beberapa hal: apa definisi puasa? Apakah puasa itu alkitabiah? Dan, mengapa kita perlu berpuasa? Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita boleh semakin mengerti arti berpuasa dan mulai mempraktikkannya sebagai salah satu langkah untuk mulai mendisiplin diri dan rohani kita. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Liza

Staf Redaksi e-Reformed,
Elizabeth N.

Edisi: 
Edisi 178/Juli 2016
Isi: 
Firman Allah Pedoman Kita

Ada suatu puasa yang ditetapkan oleh Allah.

Puasa semacam itu telah dilakukan oleh umat Allah di sepanjang sejarah.

Fasting and prayer

Pada abad mula-mula kekristenan, puasa tersebut masih murni. Belakangan, praktiknya merosot; makna dan esensinya diselewengkan hingga sekarang ini puasa tidak lebih dari suatu ritual takhayul.

Akan tetapi, pada abad ke-16, bersama dengan segala jenis reformasi yang lain, puasa mendapatkan kembali tempatnya yang sejati. Pada saat itu, untuk beberapa waktu, puasa lazim dipraktikkan oleh orang-orang Kristen Reformasi.

Pada masa ini pun masih ada beberapa di antara orang-orang yang taat yang masih berpuasa. Akan tetapi, jumlahnya sangat sedikit. Praktik berpuasa secara perlahan telah memudar.

Kita tidak lagi melakukan puasa berjamaah. Kita telah menjadi terasing dengan berpuasa, dan kita tidak menganggapnya sebagai salah satu cara untuk meneguhkan iman. Para pemimpin kita juga tidak pernah menyarankan atau menganjurkannya, bila pun ada, sangat jarang. Dan, pendapat nenek moyang kita tentang berpuasa bahkan tidak diketahui di antara kita. Bahkan, menyebut tentang berpuasa itu saja mengisyaratkan ajaran Katolik Roma.

Itulah mengapa kami ingin membawa kepada Anda pengajaran firman Tuhan yang berkenaan dengan berpuasa -- berpuasa sebagaimana nenek moyang kita mengajarkan dan melakukannya, dan sebagaimana itu juga berlaku bagi kita.

Jangan biarkan keinginan daging memalingkan Anda dari kata-kata kami yang paling serius ini. Sangat mudah untuk memberi label "takhayul" kepada apa saja yang bertentangan dengan keinginan daging itu!

Akan tetapi, sebagaimana yang dikatakan oleh Calvin, "Mari kita berbicara sedikit tentang berpuasa karena banyak orang percaya bahwa hal itu tidak perlu, karena mereka gagal menghargai segala manfaat yang mungkin mereka dapatkan darinya; beberapa orang benar-benar meninggalkannya, seolah-olah itu tidak bernilai; dan jika kita tidak menggunakannya dengan tepat, kita bisa dengan mudah jatuh ke dalam takhayul".

Pada zaman kita, hampir semua orang di antara kita memiliki pendapat yang sama yang dimiliki oleh "beberapa" orang pada zaman Calvin -- bahwa berpuasa itu tidak perlu. Dan, kebanyakan dari kita telah meninggalkannya sama sekali.

Namun, pada masa-masa kemiskinan rohani sekarang ini, seharusnya tidak ada satu pun sarana kasih karunia atau jalur menuju persekutuan yang lebih dekat dengan Tuhan yang boleh kita abaikan.

Oleh karena itu, kaum Kristen seharusnya kembali kepada praktik berpuasa.

Bukan karena Calvin mengajarkannya. Namun, karena ia mengajarkannya dengan berdasarkan pada firman Tuhan.

Firman Tuhan adalah pedoman hidup kita.

Fasting

Bagi beberapa orang, ortodoksi terdiri dalam mencari ayat-ayat di dalam Alkitab untuk mendukung pendapat-pendapat mereka sendiri. Di saat yang bersamaan, mereka mungkin berpegang pada gagasan-gagasan lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, dan mereka mengabaikan yang tidak mereka setujui.

Itu merupakan pendekatan yang menyimpang terhadap firman Tuhan.

Karena firman Tuhan dan gagasan manusia bertentangan satu sama lain. Firman Tuhan memberi kita pandangan terhadap dunia dan terhadap manusia dan terhadap jiwa manusia yang cukup berbeda dibanding pendapat manusia secara murni.

Meski begitu, ada banyak orang, baik pendeta maupun orang awam, yang memandang manusia dan segala permasalahannya dari sudut pandang dunia. Mereka tidak mengetahui antropologi dan psikologi yang lain selain dari para pemikir dunia, dan mereka membangun sebuah sistem pemikiran rohani dengan dasar yang berbeda dari firman Tuhan. Landasan mereka bukanlah Alkitab, melainkan wawasan/pemahaman manusia.

Bagi orang Kristen, firman Tuhan adalah sumber dari segala sumber buku. Ia melandaskan pemikiran dan pendapatnya berdasarkan Firman itu.

Kita bisa saja membuat kesalahan. Akan tetapi, setidaknya titik awal kita benar dan sah. Sementara itu, jika kita berusaha untuk mendukung praduga kita sendiri dari Alkitab, kita sedang memutarbalikkan tatanan ilahi.

Kemuliaan dan kedaulatan Allah menuntut agar kita mempercayai firman Allah bukan karena apa yang dikatakannya, tetapi karena itu adalah perkataan-Nya. Bukan karena kita menganggap bahwa itu indah dan benar, tetapi karena Ia telah mengucapkannya.

Sekarang, berkaitan dengan berpuasa ....

Pertanyaan yang ada di depan kita bukanlah tentang apakah kita akan memperoleh keuntungan dari berpuasa; atau apakah ada bahaya bahwa hal itu akan menjadi praktik takhayul atau apakah pemimpin-pemimpin kita menyetujuinya, tetapi hanya: Apakah itu alkitabiah?

Maka dari itu, kita bisa menempatkannya demikian: Apakah Allah mengatakan tentang berpuasa di dalam Firman-Nya? Dan, jika demikian, bagaimana Ia mengevaluasinya?

Apakah Ia menolaknya? Apakah Ia mengatakan bahwa berpuasa itu berbahaya bagi kehidupan rohani kita dan ia sebagai sesuatu yang harus dihindari?

Dengan demikian, nenek moyang gereja kita yang menyarankannya telah membuat kesalahan.

Ataukah, firman Tuhan acuh tak acuh terhadap praktik berpuasa, berbicara bahwa itu merupakan kebiasaan yang tidak berbahaya, tetapi tidak berguna?

Dengan demikian, permasalahan ini tidak cukup penting untuk dibahas. Masalah itu tidak menyentuh hati nurani kita.

Atau, apakah Allah membicarakannya sebagai sesuatu yang terpuji, sebagai sesuatu yang berasal dari kehidupan rohani yang sejati, sebagai sesuatu yang sesuai untuk penyembahan kepada-Nya dan cocok dengan ketaatan, dan bernilai untuk setiap orang yang mencari Allah?

Dengan demikian, bapa-bapa gereja kita benar, dan kitalah yang melakukan kesalahan; maka sudah menjadi tugas seorang anak Tuhan untuk mengembalikan hal berpuasa pada tempatnya yang benar dan penuh kehormatan.

Pengendalian diri dan moderasi selalu diperlukan bagi seorang Kristen. Tidak dapat menguasai diri adalah dosa.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Sebelum melanjutkan, mari kita perjelas bahwa dengan berpuasa kita tidak sedang mengartikannya sebatas pengendalian diri atau moderasi, tetapi pantangan yang sebenarnya terhadap makanan untuk satu periode yang lebih lama atau lebih singkat.

Pengendalian diri dan moderasi selalu diperlukan bagi seorang Kristen. Tidak dapat menguasai diri adalah dosa.

Akan tetapi, puasa bersifat tak berkala. Alam sendiri melarang puasa secara terus-menerus. Puasa haruslah merupakan suatu pengecualian, bukan sebuah peraturan.

Maka dari itu, kita perlu mendefinisikan berpuasa sebagai: berpantangan sementara dari makanan atau minuman yang biasa kita konsumsi, untuk alasan devosional.

Untuk mengutip Calvin sekali lagi, "Supaya kita tidak melakukan kesalahan, mari kita deskripsikan berpuasa. Kita tidak memahaminya untuk berbicara sebatas tentang berhemat dalam mengambil makanan. Sebab, hidup ketaatan selalu sabar dan bijaksana. Akan tetapi, selain itu, ada penarikan diri sementara dari cara hidup kita yang biasanya, mungkin untuk sehari, atau untuk kurun waktu tertentu, ketika kita mengizinkan diri kita mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih sedikit daripada biasanya -- lebih sedikit dalam hal jumlah, dalam kualitas, dan dalam frekuensi."

Jadi, apa yang diajarkan firman Allah berkenaan dengan berpuasa yang semacam itu?

Audio: Firman Allah Pedoman Kita

Sumber: 
Diambil dari:
Judul buku : The Practice of Godliness
Judul bab : Humility Before God
Judul asli artikel : God's Word Our Guide
Penulis Artikel : R.C. Sproul
Penulis : Abraham Kuyper
Penerjemah : Odysius Bio T.
Penerbit : Baker Book House, USA, 1977
Halaman : 97 -- 100

Kuduslah Tuhan Semesta Alam

Penulis_artikel: 
John Piper
Tanggal_artikel: 
12 Juli 2016
Isi_artikel: 

Pada tanggal 1 Juni 1973, Charles Colson mengunjungi temannya, Tom Phillips, sementara skandal Watergate diberitakan secara luas dalam media massa. Ia tercengang dan terkejut dengan penjelasan Phillip bahwa ia telah -- menerima Yesus Kristus. Akan tetapi, ia melihat bahwa Tom memiliki damai di hatinya sedang ia tidak. Ketika Colson meninggalkan rumah, ia tidak dapat memasukkan kunci kontak untuk menyalakan mobil sehingga ia menangis dengan sangat keras. Ia berkata,

"Malam itu saya diperhadapkan dengan dosa saya sendiri – bukan hanya trik-trik kotor Watergate, tetapi dosa yang ada jauh di dalam lubuk hati saya, kejahatan yang tersembunyi yang tinggal dalam hati semua orang. Itu sangat menyakitkan dan saya tidak dapat melepaskan diri. Saya berseru kepada Allah dan menemukan diri saya ditarik dengan kuat ke dalam lengan-Nya yang sedang menantikan. Itu adalah malam saya memberikan hidup saya kepada Yesus Kristus dan memulai petualangan terbesar dalam hidup saya." (Loving God (Mengasihi Allah -- Red.), hlm. 247)

Pemahaman Baru Charles Colson tentang Allah

Kisah itu telah diceritakan ratusan kali dalam sepuluh tahun terakhir. Kita suka mendengarnya. Akan tetapi, amat terlalu banyak di antara kita sudah puas dengan kisah itu dalam hidup kita sendiri dan kehidupan gereja kita. Akan tetapi, tidak demikian dengan Charles Colson. Bukan hanya si pembuat skandal dari White House itu bersedia untuk menangis pada tahun 1973; ia juga bersedia untuk bertobat beberapa tahun kemudian dari suatu pandangan tentang Allah yang sangat tidak memadai. Itu terjadi selama suatu periode kekeringan rohani yang tidak biasa. (Jika Anda berada dalam kekeringan rohani, bangunlah harapan Anda! Lebih banyak orang kudus daripada yang Anda ketahui telah mengalami perjumpaan dengan Allah yang mengubah kehidupan tepat di tengah-tengah padang gurun.) Seorang teman menyarankan kepada Colson agar ia menonton seri ceramah dalam kaset video oleh R. C. Sproul mengenai kekudusan Allah. Inilah apa yang Colson tulis dalam bukunya yang baru, Loving God (hlm. 14-15)

"Semua yang saya ketahu tentang Sproul adalah bahwa ia adalah seorang teolog, maka saya tidak antusias. Bagaimanapun juga, saya beralasan, theologi adalah bagi orang-orang yang memiliki waktu untuk belajar, mengunci diri dalam menara-menara gading jauh dari medan pergumulan kebutuhan manusia. Akan tetapi, atas dorongan teman saya akhirnya saya setuju untuk menonton seri ceramah Sproul.

Pada akhir ceramah keenam saya berlutut, tenggelam dalam doa, kagum akan kekudusan mutlak Allah. Sungguh pengalaman yang mengubah kehidupan ketika saya memperoleh suatu pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus yang saya percaya dan sembah.

Kekeringan rohani saya berakhir, tetapi rasa akan keagungan Allah ini hanya membuat saya terus haus akan Dia."

Apakah Anda telah cukup melihat akan kekudusan Allah untuk memiliki suatu rasa yang tak pernah puas akan keagungan-Nya?
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Pada tahun 1973, Colson telah cukup melihat akan Allah dan dirinya untuk mengetahui kebutuhannya yang mendesak akan Allah, dan telah didorong -- dengan sangat kuat (sebagaimana ia katakan) -- ke dalam lengan Allah. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian sesuatu yang lain yang mengherankan terjadi. Seorang teolog berbicara mengenai kekudusan Allah, dan Charles Colson berkata bahwa ia tersungkur dan -- memperoleh suatu pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus. Sejak saat itu, ia memiliki apa yang ia sebut suatu -- rasa akan keagungan Allah. Apakah Anda telah cukup melihat akan kekudusan Allah untuk memiliki suatu rasa yang tak pernah puas akan keagungan-Nya?

Ayub Melihat Allah Sekali Lagi

"Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan- (Ayub 1:1). Ayub adalah seorang percaya, orang yang sangat saleh dan pendoa. Pasti ia mengenal Allah sebagaimana ia seharusnya. Pasti ia memiliki suatu -- rasa akan keagungan Allah.- Tetapi kemudian datang penyakit dan malapetaka dari padang gurun rohani dan fisiknya. Dan di tengah-tengah kegelapan Ayub, Allah berbicara dalam keagungan-Nya kepada Ayub:

'Apakah Engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu? Apakah lenganmu seperti lengan Allah, dan dapatkah engkau mengguntur seperti Dia? Hiasilah dirimu dengan kemegahan dan keluhuran, kenakanlah keagungan dan semarak! ... Amat-amatilah setiap orang yang congkak dan rendahkanlah dia! Amat-amatilah setiap orang yang congkak, tundukkanlah dia, dan hancurkanlah orang-orang fasik di tempatnya! ... Maka Aku pun akan memuji Engkau, karena tangan kananmu memberi engkau kemenangan.... Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku? Siapakah yang menghadapi Aku, yang Kubiarkan tetap selamat? Apa yang ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaan-Ku.'" (40:3-9; 41:1b-2)

Pada akhirnya, Ayub merespons, seperti Colson, kepada -- pemahaman yang benar-benar baru tentang Allah yang kudus. Ia berkata,

"Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui…. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." (42:3-6)

Ketekunan dan Pengharapan dalam Mengikuti Allah yang Kudus

"Dapatkah itu terjadi di Betlehem (Baptist Church)? Itu bisa dan itu sedang terjadi. Jika saya tidak melihat tanda-tanda akan hal itu, saya akan ditekan keras untuk terus melihat meskipun saya tahu ketekunan adalah kunci kepada kebangunan." A. J. Gordon menulis dalam bukunya, The Holy Spirit in Missions (Roh Kudus dalam Misi -- Red.), hlm. 139, 140:

Tujuh tahun berlalu sebelum Carey membaptis petobat pertamanya di India; tujuh tahun berlalu sebelum Judson memenangkan murid pertamanya di Birma; Morrison bekerja keras tujuh tahun sebelum orang Cina pertama dibawa kepada Kristus; Moffat menyatakan bahwa ia menantikan tujuh tahun untuk melihat bukti pertama gerakan Roh Kudus atas orang-orang Bechuana di Afrika; Henry Richards ditempa tujuh tahun di Kongo sebelum petobat pertama diperoleh di Banza Manteka.

Ketekunan, doa dan kerja keras, merupakan kunci kepada kebangunan. Demikian juga ekspektasi dan pengharapan. Dan, Allah telah memberi saya tanda-tanda akan pengharapan bahwa pengalaman Yesaya dan Ayub serta Charles Colson dapat terjadi di sini jika kita tetap mengikut Allah yang kudus dengan sungguh-sungguh. Contohnya, salah satu dari anggota gereja kami menulis sepucuk surat kepada saya seminggu yang lalu yang mengatakan pelayanan di sini telah

Membawa saya menjulang tinggi melampaui apa yang sebelumnya saya lihat sebagai puncak gunung, kepada gambaran yang lebih agung, lebih besar, lebih mulia tentang Allah di tempat tinggi daripada yang pernah saya bayangkan.... Pandangan saya tentang Allah menjadi semakin lebih luas dan dari kebesaran-Nya yang mahakuasa mengalir segala sesuatu, segala kecukupan. Dalam sepuluh bulan saya berada di Betlehem (Baptist Church) ada suatu kebangunan yang mengherankan dalam hati saya dan nyala api terbakar lebih terang dan lebih sungguh-sungguh daripada yang pernah terjadi.

Kebangunan terjadi ketika kita melihat Allah penuh keagungan dalam kekudusan, dan ketika kita melihat diri kita sebagai debu yang tidak taat. Kehancuran, pertobatan, sukacita pengampuan yang tak terkatakan, suatu -- rasa akan kebesaran Allah,- suatu rasa lapar akan kekudusan-Nya – untuk lebih melihat kekudusan-Nya lagi dan untuk lebih menikmatinya lagi: itulah kebangunan. Dan, itu berasal dari melihat Allah.

Tujuh Pandangan Sekilas akan Allah dalam Penglihatan Yesaya

Yesaya mengundang kita untuk berbagi penglihatannya akan Allah di Yesaya 6:1-4.

"Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: ‘Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!’ Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itu pun penuhlah dengan asap.

Tujuh pandangan sekilas akan Allah yang saya lihat dalam keempat ayat ini, setidaknya tujuh.

1. Allah itu Hidup

Pertama, Ia itu hidup. Uzia mati, tetapi Allah tetap hidup. "Dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah" (Mazmur 90:2). Allah adalah Allah yang hidup ketika alam semesta terjadi. Ia adalah Allah yang hidup ketika Socrates meminum racunnya. Ia adalah Allah yang hidup ketika William Bradford memerintah Koloni Plymouth. Ia adalah Allah yang hidup pada tahun 1966 ketika Thomas Altizer memproklamasikan bahwa Dia mati dan majalah Time menempatkannya di halaman depan. Dan, Ia akan tetap hidup sepuluh triliun abad dari sekarang ketika semua penentang dan pengkritik yang tak berarti melawan realitas Allah akan dilupakan bagaikan bola-bola besi yang teramat kecil yang dibenamkan di dasar Samudra Pasifik yang sangat luas. "Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan." Tidak ada satu kepala negara pun di seluruh dunia yang memerintah selama lebih dari lima puluh tahun. Rasio pergantian dalam kepemimpinan dunia adalah 100%. Dalam 110 tahun yang singkat, planet ini akan dihuni oleh sepuluh biliun orang yang benar-benar baru dan empat biliun di antara kita yang masih hidup pada zaman ini akan menghilang dari bumi seperti Uzia. Akan tetapi, tidak demikian dengan Allah. Ia tidak pernah memiliki permulaan dan karena itu tidak bergantung pada apa pun untuk eksistensi-Nya. Ia selalu ada dan akan selalu tetap hidup.

2. Allah Itu Berkuasa

Kedua, Allah itu *berkuasa*. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta." Tidak ada penglihatan akan sorga yang pernah menangkap pandangan sekilas akan Allah yang sedang membajak sebuah ladang, atau sedang memotong rumput atau sedang menyemir sepatu atau sedang membuat laporan atau sedang memuati truk. Sorga tidak akan berhenti berfungsi. Allah tidak pernah kehabisan akal dengan wilayah sorgawi-Nya. Ia duduk. Dan Ia duduk di atas takhta. Semuanya dalam damai dan Ia memegang kontrol. Takhta adalah hak-Nya untuk memerintah dunia. Kita tidak memberi Allah otoritas atas hidup kita. Ia memilikinya tidak peduli kita menyukainya atau tidak. Alangkah benar-benar bodohnya untuk bertindak seolah-olah kita juga memiliki hak untuk meragukan Allah! Kadang-kadang kita perlu mendengar kata-kata keras seperti kata-kata Virginia Stem Owens yang berkata dalam Reformed Journal bulan lalu,

"Marilah kita mengerti yang satu ini sejelas-jelasnya. Allah dapat melakukan apa pun yang benar-benar Ia inginkan, termasuk menghakimi sekeras-kerasnya. Jika menyenangkan bagi Dia untuk menghakimi, maka itu akan dilakukan, ipso facto, dengan baik. Aktivitas Allah adalah seperti itu apa adanya. Tidak ada sesuatu yang lain. Tanpa aktivitas itu tidak akan ada keberadaan, termasuk manusia yang berani menghakimi Sang Pencipta segala sesuatu yang ada.

Beberapa hal lebih merendahkan hati kita, beberapa hal memberi kita pengertian akan keagungan yang apa adanya itu, karena demikianlah perihal Allah itu benar-benar berotoritas. Dialah Hakim Agung, Legislator Tertinggi, dan Pelaksana Utama. Setelah Dia, tidak ada lagi naik banding."

3. Allah Itu Mahakuasa

Ketiga, Allah itu *mahakuasa*. Takhta kekuasaan-Nya bukanlah satu di antara banyak takhta kekuasaan. Takhta-Nya itu tinggi dan menjulang. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang." Takhta Allah itu lebih tinggi daripada semua takhta yang lain, menandakan kekuasaan Allah yang lebih tinggi untuk menjalankan otoritas-Nya. Tidak ada kekuasaan yang melawan yang dapat meniadakan ketetapan-ketetapan Allah. Apa yang Ia kehendaki, Ia genapi. "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan" (Yesaya 46:10). Untuk digenggam oleh kemahakuasaan (atau kedaulatan) Allah adalah bagus sekali karena Ia ada di pihak kita atau menakutkan karena Ia melawan kita. Pengabaian terhadap kemahakuasaan-Nya hanyalah berarti kita belum melihat kemahakuasaan itu sebagaimana itu apa adanya. Otoritas yang berdaulat dari Allah yang hidup merupakan perlindungan yang penuh sukacita dan kekuatan bagi orang-orang yang memelihara kovenan-Nya.

4. Allah Itu Bergemerlapan

Keempat, Allah itu bergemerlapan. "Aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci." Anda telah melihat gambar-gambar tentang mempelai perempuan yang kain bajunya diletakkan di sekitar mereka sehingga menutupi anak-anak tangga dan panggung. Apa artinya jika ujung jubah yang memenuhi lorong di antara deretan tempat duduk dan menutupi tempat-tempat duduk serta balkon paduan suara, seluruhnya ditenun jadi satu? Kalau jubah Allah memenuhi seluruh Bait Suci di sorga, itu berarti bahwa Ia adalah Allah dengan kemuliaan yang tiada banding. Kepenuhan kemuliaan Allah ditunjukkan dalam beribu cara.

Untuk satu contoh kecil, Ranger Rick Januari memiliki sebuah artikel mengenai spesies ikan yang tinggal di kedalaman laut yang gelap dan memiliki terang mereka sendiri yang terpasang tetap – beberapa spesies memiliki lampu yang menggantung di dagu mereka, beberapa memiliki hidung yang memancarkan sinar, beberapa memiliki lentera laut di bawah mata mereka. Ada ribuan macam ikan yang memancarkan sinar sendiri yang hidup di bagian dalam samudra di mana tidak seorang pun di antara kita dapat melihatnya dan mengaguminya. Mereka itu secara spektakuler aneh tetapi cantik. Mengapa mereka ada di sana? Mengapa tidak hanya ada, katakanlah, satu lusin model ikan yang sangat efisien untuk mewakilinya saja? Karena Allah itu berlebih-lebihan dalam kemuliaan. Kepenuhan-Nya yang kreatif tertumpah dalam keindahan yang berlebihan. Dan, jika seperti itu dunia ikan, betapa jauh lebih gemerlapan pastinya Tuhan yang memikirkannya dan menjadikannya!

5. Allah Itu Dipuja-puja

Kelima, Allah itu dipuja-puja. "Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang." Tidak seorang pun tahu apakah makhluk-makhluk yang tidak biasa ini yang memiliki enam sayap dengan kaki dan mata serta kecerdasan. Mereka tidak pernah muncul lagi dalam Alkitab, setidaknya tidak dengan sebutan serafim. Karena hebatnya pemandangan dan kuasa serombongan malaikat itu, sebaiknya kita tidak menggambarkan mereka dengan bayi-bayi gemuk yang bersayap yang mengepak-ngepakkan sayap di sekitar telinga Tuhan. Menurut ayat 4, ketika salah satu di antara mereka berbicara, dasar-dasar Bait Suci bergoyang. Kita sebaiknya berpikir tentang pesawat-pesawat jet akrobatik, dengan suara mesin jetnya yang menderu-deru dan memekakkan telinga, yang terbang dalam formasi yang menakjubkan di hadapan pesawat kepresidenan dengan segala kemegahannya. Tidak ada makhluk-makhluk yang lemah atau bodoh di sorga. Hanya ada makhluk-makhluk yang luar biasa mengagumkan.

Maksudnya adalah: para malaikat itu bahkan tidak dapat memandang Allah ataupun bahkan merasa layak untuk membiarkan kaki mereka terekspos di hadirat-Nya. Mereka itu agung dan baik, tidak ternoda oleh dosa manusia. Mereka memuja Pencipta mereka dengan sangat rendah hati. Sesosok malaikat membuat manusia takut dengan kecerdasan dan kuasanya. Tetapi para malaikat itu sendiri bersembunyi dari kemegahan Allah dalam ketakutan yang kudus dan penghormatan. Betapa jauh lebih lagi kita, yang bahkan tidak dapat bertahan dengan kemegahan para malaikat-Nya, akan merasa ngeri dan gemetar di hadirat-Nya !

6. Allah Itu Kudus

Keenam, Allah itu kudus. "Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: 'Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam!'" Ingatlah bagaimana Reepicheep, tikus yang gagah berani, dalam akhir The Voyage of the Dawn Treader (Petualangan Dawn Treader - Red.) berlayar sampai ke ujung dunia dengan kapal kecilnya? Ya, kata -- kudus -- merupakan kapal kecil di mana kita menjangkau ujung dunia dalam lautan bahasa. Ke-mungkinan kemampuan bahasa untuk mengungkapkan arti tentang Allah pada akhirnya akan habis dan tumpah melewati ujung dunia menuju suatu keluasan yang tak dikenal. Kekudusan -- membawa kita ke ujung, dan dari sana pengalaman akan Allah tidaklah terkatakan.

Alasan saya mengatakan hal ini adalah bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan kekudusan Allah pada akhirnya berakhir dengan mengatakan: Allah itu kudus artinya Allah adalah Allah. Marilah saya mengilustrasikan. Arti dasar dari kudus adalah memotong atau memisahkan. Hal yang kudus terpotong dari dan terpisah dari penggunaan umum (kita sebut yang sekuler). Segala sesuatu di bumi dan orang-orang adalah kudus ketika mereka berbeda dari dunia dan dipersembahkan kepada Allah. Maka Alkitab berbicara tentang tanah yang kudus (Keluaran 3:5), pertemuan yang kudus (Keluaran 12:16), Sabat yang kudus (Keluaran 16:23), bangsa yang kudus (Keluaran 19:6); jubah yang kudus (Keluaran 28:2), kota yang kudus (Nehemiah 11:1), firman yang kudus (Mazmur 105:42), orang-orang kudus (2 Petrus 1:21) dan perempuan-perempuan yang kudus (1 Petrus 3:5), Kitab Suci (2 Timotius 3:15), tangan yang kudus (1 Timotius 2:8), cium kudus (Roma 16:16), dan iman yang kudus (Yudas 1:20). Hampir apa pun dapat menjadi kudus jika dipisahkan dari penggunaan umum dan dipersembahkan kepada Allah.

Akan tetapi, perhatikan apa yang terjadi ketika definisi ini diberlakukan pada Allah sendiri. Dari hal apa Anda dapat memisahkan Allah untuk menjadikan Dia kudus? Ke-Allahan (god-ness) Allah berarti bahwa Ia itu terpisah dari semua yang bukan Allah. Ada suatu perbedaan kualitatif yang tak terbatas antara Pencipta dan makhluk ciptaan. Allah adalah satu macam. Sui generis. Dalam satu kelas Dia sendirian. Dalam arti itu Ia benar-benar kudus. Kemudian Anda tidak dapat mengatakan apa-apa lagi selain bahwa Ia adalah Allah.

Atau jika kekudusan manusia berasal dari dipisahkan dari dunia dan dipersembahkan kepada Allah, kepada siapa Allah dipersembahkan untuk memperoleh kekudusan-Nya? Tidak kepada siapa pun kecuali diri-Nya. Adalah penghujatan untuk mengatakan bahwa ada suatu realitas yang lebih tinggi daripada Allah yang kepadanya Ia harus menjadi serupa agar menjadi kudus. Allah merupakan realitas mutlak yang di baliknya hanyalah lebih banyak tentang Allah. Ketika ditanya akan nama-Nya di Keluaran 3:14, Ia berkata, "AKU ADALAH AKU". Keberadaan-Nya dan karakter-Nya sama sekali tidak ditentukan oleh apa pun di luar diri-Nya. Ia kudus bukan karena Ia memelihara aturan-aturan. Ia menulis aturan-aturan! Allah kudus bukan karena Ia memelihara hukum. Hukum itu kudus karena hukum itu menyatakan Allah. Allah itu mutlak. Segala sesuatu yang lain berasal dari Dia.

Lalu, apakah kekudusan-Nya itu? Dengarkan kepada tiga teks ini. 1 Samuel 2:2, "Tidak ada yang kudus seperti TUHAN, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau." Yesaya 40:25, "Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus." Hosea 11:9, "Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu." Pada akhirnya Allah itu kudus dalam hal Ia adalah Allah dan bukan manusia. (Bandingkan Imamat 19:2 dan Imamat 20:7. Perhatikan struktur yang sejajar dari Yesaya 5:16.) Ia tidaklah dapat dibandingkan. Kekudusan-Nya adalah esensi ilahi-Nya yang benar-benar unik. Kekudusan-Nya menetapkan semua yang Ia adalah dan lakukan dan tidak ditentukan oleh siapa pun. Kekudusan-Nya adalah siapakah Dia sebagai Allah yang tidak seorang pun yang lain ada atau sesungguhnya akan ada. Sebutlah itu keagungan-Nya, keilahian-Nya, kebesaran-Nya, nilai-Nya bagaikan mutiara dengan harga yang tinggi. Pada akhirnya, tidak ada lagi kata-kata yang dapat mengungkapkan Dia. Dengan kata -- kudus -- kita telah berlayar ke ujung dunia dalam kesenyapan yang sungguh-sungguh karena penghormatan dan keajaiban serta ketakjuban. Mungkin ada lebih banyak lagi untuk diketahui tentang Allah, tetapi itu tidak akan dapat terkatakan. "Tetapi TUHAN ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!" (Habakuk 2:20).

7. Allah itu Mulia

light

Akan tetapi, di hadapan kesenyapan dan goyangnya dasar-dasar Bait Suci serta asap yang memenuhinya, kita belajar hal ketujuh yang terakhir tentang Allah. Allah itu mulia. "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya." Kemuliaan Allah merupakan perwujudan dari kekudusan-Nya. Kekudusan Allah adalah kesempurnaan natur ilahi-Nya yang tiada bandingannya, kemuliaan-Nya merupakan pertunjukan akan kekudusan itu. Allah itu mulia -- berarti: kekudusan Allah terungkapkan dengan jelas dan luas. Kemuliaan-Nya merupakan penyataan terbuka dari rahasia kekudusan-Nya. Di Imamat 10:3 Allah berkata, "Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Ketika Allah menunjukkan diri-Nya sebagai kudus, apa yang kita lihat adalah kemuliaan. Kekudusan Allah adalah kemuliaan-Nya yang tersembunyi. Kemuliaan Allah adalah kekudusan-Nya yang dinyatakan.

Ketika Serafim berkata, "Seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya," itu karena dari ketinggian sorga, Anda dapat melihat ujung dunia. Dari bawah sini, pemandangan tentang kemuliaan Allah terbatas. Tetapi sebagian besar, itu dibatasi oleh kesukaan kita yang bodoh akan hal-hal remeh. Menggunakan perumpamaan dari Søren Kierkegaard, kita ini seperti orang yang mengendarai kereta kita pada malam hari ke luar kota untuk melihat kemuliaan Allah. Tetapi di atas kita, di kedua sisi tempat duduk kereta, menyala lampu gas. Selama kepala kita dikelilingi oleh terang buatan ini, langit di atas kita itu hampa akan kemuliaan. Akan tetapi, jika suatu angin Roh yang murah hati meniup lampu-lampu kita di bumi, maka dalam kegelapan kita, langit Allah dipenuhi dengan bintang-bintang.

Suatu hari, Allah akan meniup dan menjauhkan semua kemuliaan yang menyaingi dan menjadikan kekudusan-Nya dikenal dalam kemegahan yang menakjubkan oleh semua makhluk yang rendah hati. Akan tetapi, tidak perlu menunggu. Ayub, Yesaya, Charles Colson, dan banyak di antara kita telah merendahkan diri untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh Allah yang Kudus dan telah mengembangkan suatu rasa akan keagungan-Nya. Kepada Anda dan yang lainnya yang baru mulai merasakan keagungan-Nya, saya memegang janji dari Allah ini, yang sungguh-sungguh hidup, berkuasa, mahakuasa, bergemerlapan, dipuja-puja, kudus, dan mulia: "Kamu akan berseru kepada-Ku dan datang untuk berdoa kepada-Ku, dan Aku akan mendengarkan kamu. Kamu akan mencari dan menemukan Aku apabila kamu menanyakan Aku (mengejar pengenalan/pengetahuan akan Aku) dengan segenap hati."

Audio: Kuduslah Tuhan Semesta Alam

Sumber Artikel: 
Piper, John. "Kudus, Kudus, Kuduslah Tuhan Semesta Alam" Dalam http://id.gospeltranslations.org/wiki/Kudus,_Kudus,_Kuduslah_Tuhan_Semes...

Penghianatan Kosmik

Penulis_artikel: 
R.C. Sproul
Tanggal_artikel: 
12 Juli 2016
Isi_artikel: 

Pertanyaan tentang “Apakah dosa itu?” dikemukakan dalam Westminster Shorter Catechism. Jawaban yang diberikan terhadap pertanyaan katekismus ini secara sederhana adalah: “Dosa adalah keinginan untuk menyesuaikan dengan hukum Allah atau pelanggaran terhadap hukum Allah.”

Mari kita melihat sebagian dari unsur tanggapan katekisme. Pertama-tama, dosa adalah suatu keinginan atau kekurangan. Di abad pertengahan, para ahli teologi Kristen mencoba melukiskan iblis atau dosa dengan istilah kekurangan (privatio) atau ketiadaan (negatio). Dalam istilah-istilah ini, iblis atau dosa dikenal dari ketidak-sesuaiannya dengan kebaikan. Istilah negatif yang dihubungkan dengan dosa dapat dilihat dalam ayat-ayat Alkitab seperti ketidak-patuhan, ketidak-bertuhanan, atau ketidak-bermoralan. Di dalam seluruh istilah tersebut, kita melihat ada penekanan terhadap sifat negatifnya. Ilustrasi selanjutnya mencakup kata-kata seperti aib, antikris, dan sebagainya.

Namun demikian, untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai dosa, kita harus melihat bahwa dosa mencakup lebih daripada penegatifan dari kebaikan, atau lebih daripada sekadar kurangnya kebajikan. Kita mungkin cenderung menganggap bahwa dosa, bila dijabarkan secara eksklusif dalam istilah negatif, hanyalah sekadar ilusi. Tetapi kebinasaan dari dosa menunjuk secara dramatis kepada realitas dari kekuatannya, yang tidak pernah dapat dijelaskan dengan ilusi. Para penganut pembaharuan menambahkan pada makna dari privatio tersebut suatu pendapat tentang aktualitas atau aktivitas, sehingga iblis dilihat dalam frasa, ”privatio actuosa”. Hal ini menekankan pada sifat aktif dari dosa. Dalam katekismus, dosa dijabarkan bukan hanya sebagai keinginan untuk menyesuaikan namun suatu tindakan pelanggaran, suatu tindakan yang mencakup melangkahi atau menyalahi standar.

Untuk memahami arti dari dosa, kita tidak dapat menjabarkannya secara terpisah dari hubungannya dengan hukum Taurat. Hukum Tauratlah yang menentukan apa yang dimaksud dengan dosa. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus, terutama dalam kitab Roma, dengan tegas menekankan bahwa ada hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara dosa dan maut dan antara dosa dan hukum Taurat. Rumus sederhananya adalah sebagai berikut: Tidak ada dosa sama dengan tidak ada maut. Tidak ada hukum Taurat sama dengan tidak ada dosa. Rasul membantah bahwa di mana tidak ada hukum Taurat, tidak ada dosa, dan di mana tidak ada dosa, tidak ada maut. Hal ini berdasarkan pada alasan bahwa maut menyerbu kehidupan manusia sebagai tindakan penghukuman ilahi atas dosa. Maut tidak dapat memasuki kehidupan manusia sampai Taurat Allah dinyatakan pertama kali. Untuk alasan inilah maka rasul menentang bahwa hukum moral sudah berlaku sebelum Allah memberikan kode Mosaik kepada Israel. Argumentasinya adalah bahwa maut sudah ada di muka bumi sebelum Sinai, bahwa maut berkuasa sejak Adam sampai Musa. Ini hanya berarti bahwa hukum moral Allah diberikan kepada ciptaan-Nya jauh sebelum loh batu dikirim kepada bangsa Israel.

Hal ini memberikan kepercayaan pada pernyataan tegas Immanuel Kant tentang perintah moral universal yang ia sebut categorical imperative (perintah pasti), yang terdapat dalam hati nurani setiap orang yang dapat merasakan. Oleh karena hukum Tauratlah yang menjelaskan sifat dari dosa, maka kita dibiarkan menghadapi akibat yang mengerikan dari ketidak-patuhan kita terhadap hukum Taurat. Apa yang diperlukan oleh orang berdosa untuk diselamatkan dari aspek penghukuman ini adalah apa yang disebut Solomon Stoddard sebagai kebenaran dari Hukum Taurat. Sama seperti dosa digambarkan sebagai ketidak-sesuaian dengan Hukum Taurat, atau pelanggaran terhadap Hukum Taurat, maka penangkal satu-satunya terhadap pelanggaran itu adalah ketaatan terhadap Hukum Taurat. Jika kita memiliki ketaatan terhadap Hukum Allah, maka kita akan luput dari bahaya penghakiman Allah.

Solomon Stoddard, kakek dari Jonathan Edwards, menulis dalam bukunya, The Righteousness of Christ, kesimpulan berikut mengenai nilai dari kebenaran Hukum Taurat: “Cukuplah bagi kita bila kita memiliki kebenaran Hukum Taurat. Tidak ada lagi bahaya dari kegagalan kita apabila kita memiliki kebenaran itu. Jaminan dari para malaikat di surga adalah karena mereka memiliki kebenaran hukum Taurat, dan itu adalah jaminan yang cukup bagi kita bila kita memiliki kebenaran hukum Taurat. Apabila kita memiliki kebenaran hukum Taurat, maka kita tidak akan terkena kutukan hukum Taurat. Kita tidak lagi ditakuti oleh hukum taurat; pengadilan tidak dibangkitkan atas kita; penghukuman dari hukum Taurat tidak dapat mencengkeram kita; hukum tidak lagi mempunyai keberatan melawan keselamatan kita. Jiwa yang memiliki kebenaran hukum Taurat berada di luar jangkauan ancaman-ancaman dari hukum Taurat." Manakala tuntutan dari hukum Taurat dijawab, maka hukum Taurat tidak mendapati adanya kesalahan. Hukum Taurat hanya mengutuk ketidak-taatan yang sempurna. Ya, lebih dari itu, manakala terdapat kebenaran hukum Taurat, Allah telah mengikatkan diri-Nya untuk memberikan hidup yang kekal. Manusia yang demikian adalah ahli waris kehidupan, menurut janji hukum Taurat. Hukum Taurat menyebut mereka sebagai ahli waris kehidupan, Galatia 3:12, ’siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya’ (Kebenaran Kristus, ayat 25).

Satu-satunya kebenaran yang memenuhi persyaratan hukum Taurat adalah kebenaran Kristus. Hanya karena tuduhan terhadap kebenaran itulah maka orang berdosa bisa memiliki kebenaran hukum Taurat. Hal ini sangat penting dalam pemahaman kita pada saat ini di mana tuduhan terhadap kebenaran Kristus itu mendapat banyak tantangan. Jika kita mengabaikan pikiran tentang kebenaran Kristus, kita tidak mempunyai pengharapan, karena hukum Taurat tidak pernah dinegosiasikan oleh Allah. Selama hukum Taurat ada, kita terbuka terhadap penghakimannya kecuali dosa kita ditutupi oleh kebenaran hukum Taurat. Penutup satu-satunya yang dapat kita miliki dari kebenaran itu adalah yang kita dapati melalui ketaatan Kristus yang aktif, di mana Ia sendiri telah memenuhi setiap catatan dan judul dari hukum Taurat. Pemenuhan terhadap hukum Taurat dalam diri-Nya sendiri adalah aktivitas yang dilakukan untuk orang lain dan melaluinya Ia mencapai penghargaan sebagai hasil dari ketaatan tersebut. Ia melakukan ini bukan untuk diri-Nya sendiri namun untuk umat-Nya. Kebenaran yang dituduhkan inilah, penyelamatan dari penghukuman oleh hukum Taurat, dan keselamatan dari kebinasaan dari dosa inilah yang menjadi latar belakang dari penyucian orang Kristen, di mana kita harus menahan nafsu dosa yang masih ada di dalam kita, karena Kristus telah mati untuk dosa kita.

Audio: Penghianatan Kosmik

Mengapa Orang Benar Menderita?

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Kitab Ayub adalah salah satu kitab tertua dalam Perjanjian Lama yang berisi perkataan Hikmat. Unik sekali jika kita boleh menyelidiki kitab ini dengan seksama, hikmat yang diajarkan muncul dari realitas kehidupan seorang pria saleh bernama Ayub -- dalam bahasa aslinya berarti "yang tertindas". Ia dikenal sebagai orang saleh yang mendapat ujian dari Allah. Allah telah mengambil segala sesuatu yang dimilikinya, mulai dari harta, relasi, hingga kesehatan fisiknya hingga ia benar-benar mengalami kekosongan dan hanya Allah saja yang ada dalam hidupnya. Ia orang benar, taat, dan saleh, tetapi ia menderita dan tertindas.

Kesetiaan Ayub bagaikan emas yang telah teruji, dalam penderitaan yang ia hadapi, ia tetap beriman pada Allah dalam segala keadaan. Pada edisi bulan ini kita bersama akan belajar dari kitab Ayub, pelajaran hikmat yang akan menolong kita melihat kasih karunia Allah dalam hidup setiap anak-Nya. Allah kita adalah Allah yang mendidik dan memberi ujian hidup. Alkitab tidak pernah mengatakan, jika kita menjadi pengikut Kristus kita akan berlimpah materi dan kebahagiaan dunia. Jika ada khotbah yang demikian tentu adalah tipuan belaka. Justru sebaliknya, mengikut Kristus berarti siap menderita bagi Dia, pikul salib, dan menyangkal diri. Adalah suatu anugerah jika kita boleh mengambil bagian dalam penderitaan-Nya untuk menjadi saksi Kristus. Kiranya kita senantiasa boleh belajar mengerti maksud Allah di balik setiap penderitaan yang benar, bersabar menanggungnya dan saling menguatkan sebagai satu tubuh dalam Kristus. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!

Ayub Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
Edisi: 
Edisi 177/Juni 2016
Isi: 

Kitab Ayub: Mengapa Orang Benar Menderita?

Stories of Suffering

Di dalam bidang studi Alkitab, ada lima kitab yang secara umum dimasukkan ke dalam kategori "Literatur Hikmat" atau "Kitab Puisi di dalam Perjanjian Lama". Kelima kitab itu adalah Amsal, Mazmur, Pengkhotbah, Kidung Agung, dan Ayub. Dari kelima kitab ini, hanya ada satu yang menonjol dan terkesan berbeda dari keempat kitab lainnya. Kitab itu adalah Ayub. Hikmat yang diperoleh dari Kitab Ayub tidak disampaikan dalam bentuk amsal. Melainkan, Kitab Ayub berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan hikmat dalam konteks naratif yang bersentuhan dengan penderitaan besar yang dialami oleh Ayub. Latar belakang naratif ini ada dalam konteks masa patriarki. Banyak pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan penulis kitab ini, apakah sebagai sejarah naratif dari seorang individu nyata atau apakah berkaitan dengan struktur mendasar kitab ini, yaitu sebagai sebuah drama dengan kalimat pembuka, termasuk adegan pembukaan di Surga yang melibatkan Allah dan Iblis, dan bergerak menuju klimaks di bagian penutup kitab, di mana hal-hal yang terhilang dari Ayub pada masa-masa pencobaan digantikan.

Dalam segala aspek, pesan mendasar dari kitab Ayub adalah hikmat yang berkaitan dengan pertanyaan seperti bagaimana keterlibatan Allah di dalam penderitaan yang dialami manusia. Di dalam setiap generasi, protes bermunculan dan menyatakan bahwa jika Allah itu baik, seharusnya tidak ada penderitaan, penyakit, maupun kematian di dunia ini. Bersama dengan protes yang menentang hal-hal buruk yang terjadi di dalam kehidupan orang baik, ada juga beberapa usaha untuk menciptakan rumusan dari penderitaan, dengan mengasumsikan bahwa porsi penderitaan seseorang terkait dengan rasa bersalah yang mereka miliki, juga dosa yang sudah mereka lakukan. Respons yang cepat atas hal ini dapat dilihat di dalam Yohanes 9:2-3 ketika Yesus memberikan tanggapan pada pertanyaan para pengikut-Nya yang berkaitan dengan penyebab penderitaan dari seorang laki-laki yang terlahir buta.

Ayub

Di dalam Kitab Ayub, sang tokoh utama digambarkan sebagai orang yang benar, bahkan orang yang paling benar hidupnya yang bisa ditemukan di seluruh bumi, namun menurut Iblis, Ayub bersikap benar hanya demi mendapatkan berkat dari tangan Allah. Allah telah membentengi hidupnya dan memberkati dia di antara segala manusia, namun Iblis menuduh bahwa Ayub melayani Allah hanya karena berkat-berkat yang diberikan oleh Penciptanya. Tantangannya adalah ketika Iblis menantang Allah untuk mengangkat semua perlindungan-Nya dari dalam hidup Ayub, untuk melihat apakah Ayub akan mulai mengutuki Allah. Seiring dengan berjalannya cerita, penderitaan Ayub bergerak cepat dari buruk, menjadi lebih buruk. Penderitaannya begitu besar sehingga ia sampai duduk di atas abu, mengutuki hari kelahirannya, dan menangis keras dalam penderitaan yang berkepanjangan. Penderitaannya begitu besar, sehingga istrinya sendiri menyarankannya untuk mengutuki Allah, supaya pada akhirnya ia bisa meninggal dan terlepas dari penderitaannya. Hal yang dinyatakan lebih lanjut di dalam kitab Ayub adalah ketika ketiga sahabat Ayub, yakni Elifas, Bildad, dan Zofar memberikan pendapat. Pernyataan mereka menunjukkan betapa rendah kesetiaan mereka pada Ayub, dan betapa pikiran mereka begitu cepat menilai Ayub (tanpa didasari pengetahuan yang benar), sehingga mereka berpikir bahwa penderitaan Ayub pastilah karena masalah karakter Ayub sendiri.

Penghiburan dan nasihat yang diterima Ayub mencapai tingkat yang lebih tinggi berkat pemahaman mendalam yang disampaikan oleh Elihu. Elihu memberikan beberapa pernyataan yang mengandung muatan hikmat yang alkitabiah, namun hikmat terakhir yang diperoleh dari dalam kitab yang hebat ini bukan datang dari teman-teman Ayub, bahkan Elihu, melainkan dari Allah sendiri. Ketika Ayub meminta jawaban dari Allah, Allah menjawab dengan jawaban keras: "Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan? Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberi tahu Aku" (Ayub 38:1-3). Ini adalah interogasi intens yang pernah dilakukan terhadap manusia oleh Pencipta-Nya. Kesan pertama yang ditangkap adalah Allah sedang mengolok-olok Ayub, ketika Ia bertanya, "Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakanlah, kalau engkau mempunyai pengertian!" (ayat 4). Allah kemudian mengajukan pertanyaan demi pertanyaan seperti, "Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika, dan membuka belenggu bintang Belantik? Dapatkah engkau menerbitkan Mintakulburuj pada waktunya, dan memimpin bintang Biduk dengan pengiring-pengiringnya?" (Ayub 38:31-32). Sangat jelas bahwa jawaban yang bisa disampaikan terkait dengan pertanyaan retoris ini adalah selalu, "Tidak, tidak, tidak." Allah seakan-akan memukul kalah Ayub, dan melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan mengenai kemampuan Ayub untuk melakukan suatu hal yang tidak mampu ia lakukan, namun sangat jelas dapat dilakukan oleh Allah.

... takut akan Allah adalah permulaan hikmat.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Di dalam pasal 40, akhirnya Allah berkata kepada Ayub, "Apakah si pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa? Hendaklah yang mencela Allah menjawab!" (ayat 2). Sekarang, Ayub menjawab pertanyaan ini bukan dengan cara yang menyimpang, tetapi sebaliknya ia mengatakan, "Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku berbicara, tetapi tidak akan kuulangi; bahkan dua kali, tetapi tidak akan kulanjutkan" (ayat 4-5). Dan kemudian Allah kembali menginterogasi Ayub dengan pertanyaan-pertanyaan yang jelas mengambarkan kekontrasan antara kuasa Allah, Siapakah Dia yang dikenal Ayub dengan nama El Shaddai, dan ketidakberartian Ayub. Akhirnya, Ayub mengakui bahwa hal-hal itu terlalu mustahil dan hebat untuk dilakukan olehnya. Dia mengatakan, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu" (Ayub 42:5-6).

Apa yang berharga dari pelajaran ini adalah bahwa Allah tidak pernah secara langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan Ayub. Allah tidak mengatakan, "Ayub, alasan kamu mengalami penderitaan adalah ini dan itu." Sebaliknya, apa yang Allah lakukan di tengah misteri penderitaan yang hebat itu adalah dengan menjawab Ayub dengan Diri-Nya sendiri. Ini adalah hikmat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penderitaan manusia - bukan jawaban mengenai kenapa saya harus menderita dengan cara, situasi, dan waktu tertentu, namun di manakah (kepada Siapakah) pengharapan saya berlabuh di tengah penderitaan itu.

Why do the righteous suffer?

Jawaban terhadap pertanyaan itu dapat dengan jelas ditemukan di dalam kitab Ayub yang selaras dengan kitab-kitab hikmat lainnya: takut akan Allah adalah permulaan hikmat. Dan saat kita begitu disibukkan dan dibuat pusing oleh hal-hal yang tidak bisa kita pahami di dalam dunia ini, kita tidak selalu mencari jawaban yang spesifik atas pertanyaan spesifik yang kita ajukan, namun kita mencari pengenalan akan Allah dalam kekudusan-Nya, kebenaran-Nya, keadilan-Nya, dan dalam anugerah-Nya. Itulah hikmat yang bisa kita peroleh dari kitab Ayub.

Audio: Mengapa Orang Benar Menderita

Sumber: 
Diambil dari:
Nama Situs : Gospel Translations
Alamat URL : http://id.gospeltranslations.org/wiki/Kitab_Ayub:_Mengapa_Orang_Benar_Menderita%3F
Judul Artikel : Kitab Ayub: Mengapa Orang Benar Menderita
Penulis Artikel : R.C. Sproul
Penerjemah : Susan Margaretha
Tanggal Akses : 3 Maret 2016

Publikasi 40 Hari Doa

Doa merupakan panggilan hidup orang percaya. Doa memiliki satu tempat khusus di tengah kehidupan anak-anak Allah. Apakah Allah memberikan beban kepada Anda untuk berdoa, bukan untuk diri Anda, melainkan untuk banyak orang di dunia? Kami mengajak Anda bergerak di dalam doa dan berdoa untuk saudara-saudara kita yang sedang berpuasa selama bulan Ramadan ini selengkapnya...»

Roh Kudus Penghibur yang Lain

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Roh Kudus adalah Penghibur dan Penolong yang diutus oleh Allah Bapa setelah kenaikan Allah Anak ke surga. Dialah Allah yang menyertai gereja-Nya senantiasa sampai kepada akhir zaman. Dia begitu mengasihi tiap-tiap gereja-Nya dengan kasih yang begitu dalam. Namun, tahukah kita betapa besarnya Roh Kudus mengasihi kita? Bisakah kita mengukur kasih Roh Kudus? Tahukah betapa besar perhatian-Nya kepada kita? "Tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia" (Mazmur 108:11). Ia mengasihi kita, selalu mengasihi, dan akan tetap mengasihi kita. Sungguh, Ia sendiri adalah anugerah terbesar yang diberikan bagi gereja-Nya sepanjang masa.

Dalam edisi bulan ini, kita akan bersama mengenal lebih jauh Pribadi Allah Roh Kudus yang diutus sebagai Sang Penghibur sejati bagi gereja-Nya, Ia membawa sukacita dan damai surga dalam tiap hati orang pilihan Allah. Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita boleh semakin mengenal anugerah dan Pribadi Allah yang begitu mengasihi kita. Selamat membaca. Soli Deo Gloria

Ayub Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
Edisi: 
Edisi 176/Mei 2016
Isi: 

"Bapa...akan memberikan kepadamu Penolong yang lain, supaya Ia bersamamu selamanya."
( Yohanes 14:16 )

Roh Kudus adalah Penghibur yang penuh kasih. Anggaplah saya sedang dalam kedukaan dan butuh penghiburan. Ketika "orang-yang-melihat" mendengar kesusahan saya, Ia datang, duduk, dan berusaha menyemangati saya. Ia memperkatakan perkataan yang menenangkan, tetapi Ia tidak mengasihi saya. Ia orang asing; Ia tidak mengenal saya sama sekali; Ia hanya datang untuk mencoba melakukan apa yang Ia bisa lakukan. Apa akibatnya? Kata-katanya meluncur seperti minyak pada permukaan batu pualam. Kata-kata itu seperti tetesan hujan pada sebuah batu. Kata-kata itu tidak menghilangkan kesedihan saya, yang masih tak bergeming, karena Ia tidak memiliki kasih untuk saya.

Bapa

Akan tetapi, ketika ada seseorang yang begitu mengasihi saya seperti mengasihi hidupnya sendiri datang dan berdoa bersama saya, maka sesungguhnya kata-katanya adalah musik. Kata-kata itu terasa seperti madu. Ia tahu kunci untuk membuka pintu hati saya, dan telinga saya suka akan setiap perkataannya, karena kata itu bagaikan harmoni seruit surgawi. Oh, itu adalah suara kasih. Ia berbicara dalam bahasanya sendiri. Ia adalah sebuah idiom dan sebuah aksen yang dapat menjangkau hati yang berduka. Kasih adalah satu-satunya sapu tangan yang dapat membasuh air mata seorang pekabung.

Bukankah Roh Kudus adalah Penghibur yang pengasih? Orang kudus, tahukah Anda betapa besarnya Roh Kudus mengasihi Anda? Bisakah Anda mengukur kasih Roh Kudus? Tahukah Anda betapa besar perhatian-Nya kepada Anda? Pergilah, ukurlah surga dengan neraca; timbanglah gunung dalam ukuran yang bisa terhitung; ambillah air laut dan hitunglah tiap tetesnya; hitunglah pasir di atas pantai yang memanjang. Ketika Anda sudah melakukan semua ini, Anda akan tahu betapa besarnya Ia mengasihi Anda. Ia telah mengasihi Anda sejak lama. Ia mengasihi Anda dengan sungguh. Ia selalu mengasihi Anda, dan Ia akan tetap mengasihi Anda. Sungguh, Ia adalah pribadi yang bisa menghibur Anda karena Dia seorang pengasih. Terimalah Dia, kemudian, biarkan Ia masuk ke dalam hati Anda, hai orang percaya, supaya Ia menghibur Anda dalam kedukaan.

Dia adalah Penghibur yang setia. Kasih kadang kala terbukti tidak setia. Oh, lebih tajam dari taring ular, kawan yang tidak setia. Oh, lebih pahit daripada pahitnya empedu, seorang teman yang meninggalkan saya dalam kedukaan. Oh, betapa merananya, ketika orang yang mengasihi saya dalam kelimpahan saya meninggalkan saya dalam hari-hari gelap pergulatan saya! Sedih memang, tetapi Roh Allah tidak seperti itu. Roh Allah selalu mengasihi, bahkan sampai akhir -- seorang Penghibur yang setia.

Anak Allah, Anda yang ada dalam masalah. Baru saja, Anda menemukan Dia seorang Penghibur yang setia dan pengasih. Anda menerima kelegaan dari-Nya ketika orang lain bagaikan tadah yang bocor. Ia menaruh Anda di dada-Nya dan memikul Anda pada lengan-Nya. Mengapa Anda tidak memercayai-Nya sekarang ini? Jauhkanlah ketakutan karena Ia adalah Penghibur yang setia.

"Tapi," kata Anda. "Saya khawatir saya akan jatuh sakit dan tak sanggup melakukan perintah-Nya." Meski demikian, Ia akan mengunjungi Anda di samping tempat pembaringan Anda dan duduk di samping Anda untuk memberi Anda penghiburan. "Tetapi duka saya lebih dari apa yang apa yang dapat Anda pikirkan. Gelombang demi gelombang menimpa saya. Seperti terpaan air terjun yang deras" (lihat Mazmur 42:7). Meski demikian, Ia akan setia pada janji-Nya.

"Oh, tetapi saya sudah berdosa." Memang benar, tetapi dosa tidak memisahkan Anda dari kasih-Nya. Ia masih mengasihi Anda. Jangan berpikir, anak Allah yang malang, bahwa karena luka akibat dosa-dosa Anda yang lama, merusak keindahan Anda hingga kasih-Nya kepada Anda berkurang karena noda itu. Tidak! Ia mengasihi Anda ketika Ia sudah lebih dulu tahu bahwa Anda akan berdosa. Ia mengasihi Anda sembari mengetahui segala kejahatan Anda. Kasihn-Nya tidak berkurang kepada Anda saat ini. Datanglah kepada-Nya dengan keberanian dalam iman. Katakan kepada-Nya Anda telah membuat-Nya sedih. Ia akan melupakan pelanggaran Anda dan akan menerima Anda lagi. Sentuhan kasih-Nya akan diberikan-Nya untuk Anda. Lengan kemuliaan-Nya akan memeluk Anda. Ia setia, jadi percayalah kepada-Nya. Ia tidak akan pernah menipu Anda. Percayalah kepada-Nya karena Ia tidak akan pernah meninggalkan Anda.

Ia adalah seorang Penghibur yang teguh. Kadang kala saya mencoba menghibur seseorang yang sedang menghadapi cobaan. Dari dulu hingga kini, Anda mungkin menemui orang-orang gelisah seperti ini. Anda bertanya, "Apa masalah Anda?" Anda mendengarnya, dan Anda mencoba, jika mungkin, menghilangkan kegelisahannya. Akan tetapi, ketika Anda berusaha mencari inti masalahnya, Anda menemukan bahwa masalah itu bergeser ke persoalan lain. Anda mengubah argumen dan memulainya lagi, tetapi Anda tidak menemukannya. Anda menjadi bingung. Anda merasa seperti Hercules yang memotong kepala naga yang terus-menerus tumbuh lagi dan menyerah dalam keputusasaan. Anda bertemu dengan orang yang tidak mungkin dihibur, berpikir bahwa orang itu membelenggu dirinya sendiri dengan rantai dan membuang kuncinya sehingga tak seorang pun bisa membebaskan dia.

Saya menemukan sejumlah orang terikat dalam rantai keputusasaan. Mereka mengeluh, "Saya begitu menderita" (Ratapan 3:1). "Kasihani saya, kasihani saya, hai teman." Semakin Anda mencoba menghibur orang-orang macam ini, mereka makin terpuruk. Karena itu, dengan terpaksa, kita tinggalkan mereka bertanya-tanya sendirian di antara kuburan sukacita mereka di masa lalu. Namun, Roh Kudus tidak pernah kekurangan hati pada mereka yang dikehendaki-Nya memperoleh penghiburan. Roh Kudus berusaha menghibur kita, tetapi kita lari dari kebaikan yang Ia tawarkan. Ia memberi minuman yang manis demi menyembuhkan kita, tetapi kita tidak meminumnya. Ia menunjukkan sejumlah tanda-Nya yang ajaib untuk menghalau segala kesusahan kita, tetapi kita menampiknya. Namun, Ia terus bersikeras kepada kita. Meski kita mengatakan bahwa kita tidak mengalami penghiburan. Ia mengatakan kita akan mengalaminya. Dan, apa yang Ia katakan, Ia kerjakan. Ia tidak menyerah dengan semua dosa kita, tidak dengan segala sungut kita.

Betapa bijaknya Roh Kudus sebagai Penghibur. Ayub dikelilingi oleh para penghibur, dan saya pikir Ia benar ketika Ia berkata, "Kalian semua para penghibur yang menyedihkan" (Ayub 16:2). Namun, saya berani mengatakan bahwa teman-teman Ayub berpikir kalau mereka adalah orang yang bijaksana. Ketika seorang pemuda bernama Elihu mengangkat suaranya, mereka menilai Elihu lancang bicara. Bukankah mereka para mentor yang berpengaruh dan dihormati? Tidakkah mereka memahami duka dan kesengsaraan Ayub? Jika mereka tidak dapat menghibur Ayub, siapa dapat? Akan tetapi mereka tidak menemukan sebab (Ayub menderita).

Mereka berpikir Ayub bukan anak Allah sejati, dan bahwa ia merasa diri benar, dan lalu memberikan pengobatan yang keliru. Ketika seorang dokter salah menetapkan diagnosis, resep, dan lain-lain dan akibatnya mungkin, membunuh pasien, itu adalah sebuah malapetaka. Kadang-kadang, ketika kita mengunjungi seseorang, kita salah mengartikan sakit mereka. Kita ingin menghibur mereka pada titik ini, sementara mereka tidak membutuhkannya sama sekali, dan mereka lebih suka sendiri daripada diganggu oleh para penghibur yang buruk seperti kita.

Namun, betapa bijaksananya Roh Kudus itu! Ia menyapih jiwa, meletakkannya pada sebuah meja, dan membedahnya saat itu juga. Ia mampu menemukan akar masalah. Ia memahami apa yang sebenarnya menjadi keluhan, dan kemudian menggunakan pisau di tempat di mana sesuatu perlu diangkat dari situ, atau menempelkan sebuah plester di mana luka itu berada. Ia tidak pernah membuat kesalahan. Oh, betapa bijaksananya Roh Kudus! Saya berpaling dan meninggalkan semua penghibur karena Engkau sajalah yang memberi penghiburan terbaik.

Perhatikan juga betapa amannya cara Roh Kudus bekerja. Ingatlah bahwa tak semua penghiburan itu baik. Di suatu tempat, ada seorang pemuda yang sangat murung. Anda mengetahui penyebab kemurungannya. Ia masuk ke rumah Tuhan dan mendengar seorang pengkhotbah karismatik. Firman yang dibawakan memberkatinya dan menyadarkan dia akan dosanya. Ketika Ia pulang ke rumah, ayah dan kerabat lainnya menemukan ada sesuatu yang berbeda tentang dia. "Oh," kata mereka, "John sudah gila. Dia gila." Apa yang ibunya katakan? "Kirim dia ke pedesaan selama seminggu. Biarkan dia berpesta atau menonton pertunjukan." Beberapa waktu kemudian, mereka bertanya, "John, apakah kamu menemukan penghiburan di sana?" "Ah tidak, semua yang ada di sana membuat saya bertambah susah. Ketika saya berada di sana, saya berpikir neraka akan terbuka dan akan menelan saya." "Apakah kamu menemukan kelegaan dalam kefanaan dunia?" "Tidak," katanya, "saya pikir semua itu hanya membuang waktu." Duh! Itu penghiburan yang payah, tetapi seperti itulah penghiburan cara dunia.

Ketika seorang Kristen mengalami kesusahan, berapa orang akan merekomendasikan obat yang tidak tepat! Pergi dengarkanlah Pengkhotbah yang ini dan yang itu. Ajaklah beberapa teman datang ke rumah. Bacalah beberapa seri buku yang menghibur. Kemungkinan besar itu adalah cara-cara yang tidak aman dalam dunia ini. Iblis kadang kala masuk ke dalam jiwa seseorang sebagai penghibur yang palsu dan mengatakan kepada jiwa orang ini, "Apa gunanya semua hal yang berhubungan dengan pertobatan ini? Kamu tak lebih buruk dari orang lain." Ia berusaha membuat jiwa Anda percaya bahwa prasangka seseorang adalah penghiburan dari Roh Kudus. Dengan demikian, orang itu menyesatkan banyak orang lain melalui penghiburan palsu.

Banyak orang seperti seorang bayi, dihancurkan oleh obat-obatan yang diberikan kepada mereka hingga mereka terlelap. Banyak orang kecewa oleh seruan "damai, damai, ketika tidak ada damai" (Yeremia 6:14), mendengar hal-hal yang menyenangkan ketika saatnya mereka perlu ditegur. Ular beludak Cleopatra diletakkan dalam keranjang bunga, dan kejatuhan manusia sering kali berasal dari perkataan yang baik dan menyenangkan. Akan tetapi, penghiburan dari Roh Kudus itu aman, dan Anda bisa merasa tenang. Biarkan Ia berbicara, dan akan ada sebuah realita dari sana. Biarkan Ia memberi secangkir penghiburan, dan Anda bisa meminumnya sampai tak tersisa, karena di dalamnya tidak ada obat penenang, tak ada racun atau kebinasaan. Semuanya aman.

Bapa

Terlebih lagi, Roh Kudus adalah Penghibur yang aktif; Dia tidak menghibur Anda dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan. Sejumlah penghiburan Ia berikan dengan, "menjadikan hangat dan kenyang; sementara [mereka] tidak menyediakan hal-hal yang dibutuhkan tubuh" (Yakobus 2:16). Namun, Roh Kudus memberikannya. Ia bersyafaat bagi kita. Ia memberi janji pada kita, Ia memberi kita kemuliaan, dan Ia menghibur kita. Ia selalu menjadi Penghibur yang sukses. Ia tidak pernah mencoba melakukan apa yang tak bisa diselesaikan-Nya.

Ia juga adalah Penghibur yang Mahahadir, sehingga Anda tak perlu memanggil-Nya. Allah Anda selalu berada di dekat Anda, dan ketika Anda membutuhkan penghiburan dalam kesusahan, ketahuilah, "perkataan-Nya dekat denganmu, bahkan dalam mulut dan hatimu" (Roma 10:8). Ia pertolongan yang selalu ada dalam kesusahan.

Audio: Roh Kudus Penghibur yang Lain

Diterjemahkan dari dari:
Judul Buku : Joy in Your Life
Judul Asli Artikel : The Holy Spirit, Another Comforter
Penulis : Charles Spurgeon
Penerjemah : Aji
Penerbit : Whitaker House, Pennsylvania 1998.
Halaman : 41 -- 47

Situs Sejarah Alkitab Indonesia

Tahukah Anda bahwa hingga saat ini sudah ada paling sedikit 22 Alkitab yang pernah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Melayu-Indonesia? Tahukah pihak-pihak yang telah menerjemahkan Alkitab yang selama ini kita miliki? Bagaimana kisah-kisah di balik penerjemahan Alkitab? selengkapnya...»

Preach Thy Word

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang mau belajar dan mau diajar melalui khotbah-khotbah alkitabiah yang benar-benar dipersiapkan dengan matang. Artinya ada proses yang memang dikerjakan secara serius dan bertanggung jawab sebelum dikhotbahkan. Khotbah adalah salah satu cara yang dipakai Allah untuk menyampaikan atau mengomunikasikan pesan penting-Nya kepada banyak orang, baik disampaikan secara lisan maupun tulisan. Dalam tradisi Kristen, pesan ini haruslah firman-Nya yang tertulis di Alkitab atau yang biasa disebut Kabar Baik (Injil). Alkitab adalah satu-satunya sumber pemberitaan firman Tuhan, maka khotbah yang disampaikan seharusnya bukan pemikiran subjektif si pengkhotbah, melainkan pemikiran Alkitab yang telah diselidiki secara mendalam dan bertanggung jawab oleh si pengkotbah. Pesan utama dari khotbah harus senantiasa berpusat pada Kristus.

Kiranya melalui sajian artikel "Preach Thy Word" ini, kita akan bersama-sama melihat empat aspek utama teologia Marthin Luther dalam berkhotbah dan mempelajari hal penting yang harus tersirat dalam sebuah khotbah yang alkitabiah. Selamat membaca. Soli Deo Gloria!

Ayub Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
Edisi: 
Edisi 175/April 2016
Isi: 

ARTIKEL
PREACH THY WORD (Understanding Theology of Preaching on Martin Luther)

Di dalam "Teologi Khotbah", Marthin Luther memahami "Teologi" dan "Khotbah" adalah satu (integrated). Khotbah adalah sentral dari gereja yang benar. Dengan mendengar firman Tuhan, kita baru dapat hidup di dalam Tuhan dan melayani-Nya sebagai "integritas hidup teologis". Martin Luther menekankan bahwa mereka yang mendengar, melihat, dan melaksanakan khotbah yang diberitakan, diimani, diproklamasikan, dan dihidupi, mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah bagian dari gereja yang kudus dan am. Jadi, khotbah memerankan peranan penting untuk menyatakan firman Tuhan yang masih bekerja sampai sekarang melalui pemberitaan Injil. Karena itu, Luther percaya bahwa "one must see the word of the preacher as God's Word" (seseorang harus melihat perkataan pengkhotbah sebagai firman Tuhan - Red.). Problemnya, bagaimana seorang pengkhotbah dapat memiliki "kejujuran hati" di dalam dirinya untuk memberitakan firman-Nya?

Bapa

4 aspek teologi Luther dalam berkhotbah:

  1. Doktrin firman Tuhan harus mendasari khotbah.

    Di dalam teologinya, Martin Luther terus menekankan pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib (Theology of the Cross) sebagai inti proklamasinya. Di atas kayu salib, Yesus dimuliakan. Jadi, teologi Kemuliaan (Theology of Glory) harus berhubungan dengan firman, inkarnasi Kristus, kematian Kristus, kebangkitan Kristus (Roma 1).

    1. Firman. Firman tidak bisa lepas dari "creation". Di dalam Kejadian, Luther memahami "Allah berfirman" bukan hanya ucapan saja, tetapi ada tindakan dan perbuatan Allah. Firman Tuhan menyatakan integritas diri-Nya dalam kehendak-Nya. Firman Tuhan datang kepada kita hanya melalui "perkataan-Nya". Bagi Luther, perkataan-Nya harus kita bedakan dengan perkataan para filsuf seperti Sokrates, Plato, Aristotle, dll.. Dalam Ibrani 4:12, firman Allah adalah "God's speaking to man" (no man speaking). John Piper dalam bukunya "Pierced by Word" mengangkat sebuah respons bahwa seharusnya kita mendengar dan gentar terhadap firman Tuhan karena Allah menciptakan ciptaan-Nya dengan firman-Nya, firman yang menggunduli hutan (Mazmur 29:9), firman yang seperti pedang tajam yang akan memukul bangsa-bangsa (Wahyu 19:15). Jadi, pengkhotbah harus sadar betul bahwa firman Tuhan bukanlah "human speech", tetapi firman Tuhan adalah firman yang "berbahaya" bagi diri mereka sebagai pembawa firman. Tidak boleh sembarangan berkhotbah, tidak boleh sembarangan menafsir, tidak boleh sembarangan mempermainkan inti khotbah di dalam Alkitab! Perkataan Allah adalah "sacred" bagi semuanya!

    2. Inkarnasi Kristus. Di dalam khotbah natalnya, Luther menekankan alasan dan kehendak kita untuk mencari Allah bukan dicari di atas sana, tetapi kita harus belajar "membungkukkan diri" melihat kepada seorang bayi yang lahir di palungan, Dialah Sang Pencipta. Mari kita berjalan bersamanya dengan takut akan Allah. Tidak ada jalan lain untuk kembali kepada Allah, hanya melalui bayi ini. Luar biasa! Sering kali kita kurang rendah hati mencari Tuhan karena kita menganggap diri mampu untuk mengenal Allah dengan inisiatif sendiri. Inisiatif manusia digambarkan dengan beberapa macam: terus melihat ke atas, terus berusaha mencari dengan agama, melihat ke bawah, juga berusaha mencari dengan filsafat. Mana yang benar? Melihat ke atas dan ke bawah! Karena Allah telah berinkarnasi ke dalam dunia, Ia lahir di palungan. Bungkukkan dirimu! "Theos" dan "Logos" yang ada di atas telah berinkarnasi turun ke bawah untuk menebus dosa kita! Inilah "Theology" yang melampaui setiap agama dan filsafat ("religion" dan "philosophy").

    3. Kematian Kristus. Ulrich Asendorf, di dalam esai berjudul "Luther's Sermons on Advent as a Summary of His Theology", memberikan tanggapan bahwa ketika Luther berkhotbah saat itu, dirinya hanya menekankan "Immanuel" yang disalibkan, kerelaaan diri-Nya sebagai kebenaran ditukarkan dengan dosa-dosa manusia, di dalam anugerah-Nya. Seperti apa yang diserukan oleh Yohanes pembaptis dalam Injil Yohanes 1:29, "... Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia." Kematian Kristus adalah penting di dalam khotbah Kristen. Jika Kristus tidak mati bagi kita, kita tidak melihat aplikasi kasih Allah yang agung di dalam anugerah-Nya. Kita tidak mungkin dapat mengerti Tuhan, doktrin, aplikasi, dan penggenapan janji-Nya. Luther sadar betapa pentingnya kematian Kristus karena kesadaran dirinya yang penuh dosa di hadapan Allah yang adil membuatnya selalu merasa bersalah sebagai pendosa. Namun, ia melihat Kristus dan tidak fokus terhadap dosanya, di situlah ada pengharapan baginya untuk mencicipi keselamatan dan penebusan-Nya di dalam totalitas karya-Nya.

    4. Kebangkitan Kristus. Di dalam buku "From Faith to Faith: Dari Iman kepada Iman", Dr. Stephen Tong menuliskan bahwa di dalam aspek natural, mujizat Allah yang besar adalah menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada (creatio-ex-nihilo). Akan tetapi, mukjizat Allah yang terbesar adalah mengubah yang dari mati menjadi hidup. Itulah kebangkitan (resurrection). Inilah dua pekerjaan Tuhan yang besar sekali, yaitu penciptaan dan kebangkitan (Creation and Resurrection). Di dalam khotbah Paskah, Luther yang membahas Markus 16:1-8. Ia mengutip bahwa Rasul Paulus menuliskan dalam Roma 4:25, "Kristus telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita". Luther percaya bahwa Rasul Paulus memberitahukan kepada setiap kita secara akurat, mengapa dan tujuan dari penderitaan-Nya, yaitu Ia mati karena dosa-dosa kita dan bangkit karena pembenaran kita. Menurut Dr. Stephen Tong, di sini Kristus secara aktif menaklukkan diri-Nya kepada rencana Allah serta secara pasif menyerahkan diri-Nya untuk ditawan dan digantung di atas kayu salib menjadi penebus manusia! Saudara sekalian di dalam Kristus, berita ini harus kita bawa pulang ke dalam hati kita, jangan hanya mendengar dengan telinga kita atau hanya mengaku dengan mulut kita! Di dalam Roma 4:25, Luther dimengertikan bahwa perkataan-Nya telah membawa matanya tidak boleh lagi melihat kepada dosa-dosanya, tetapi matanya harus melihat kepada Kristus yang telah menebus dosa-dosanya, barulah saya dapat mengalami beristirahat dalam Kristus, tidak lagi membebani kesadaranku (rest upon Christ, no longer burden my conscience). Luther menjelaskan bahwa kita anak Adam, maka kita harus mati. Namun, karena Kristus telah mengambil dosa-dosa kita atas diri-Nya, telah mati bagi mereka, telah menderita untuk dibunuh karena dosa-dosa saya, dosa tidak bisa lagi membahayakan kita karena Kristus terlalu kuat untuk dikalahkan oleh dosa. Jadi, di dalam Kristus, sekarang kami memiliki hati nurani yang jelas, kami bahagia dan tidak takut terhadap dosa. Puji Tuhan!

  2. Hukum dan Injil dapat bersama-sama berfungsi di dalam satu khotbah yang sama.

    Pengajaran yang benar tentang teologi salib memaksa baik hukum maupun Injil harus dibedakan dan diterapkan dengan tepat (The proper preaching of the theology of the cross necessitates that both Law and Gospel be correctly distinguished and applied). Luther dengan tajam menggunakan hukum untuk mengungkap dosa manusia, kepalsuan dewa-dewa, membawa manusia berdosa sadar bahwa mereka membutuhkan Kristus, satu-satunya keselamatan kekal yang menyatakan kemurahan Allah, bukan hukum yang baru hukum sebagai karya-Nya yang mengutuk, melainkan agar kita dapat diselamatkan di dalam penebusan dosa, hanya di dalam Injil. Jadi, hukum dan Injil adalah pekerjaan Allah yang dinyatakan-Nya. Hukum tanpa Injil adalah gagal total. Hukum adalah kutuk bagi para pendosa (the work of damnation for sinners). Injil adalah karya keselamatan (the work of salvation for righteous man). Jadi, pelayanan firman Tuhan tidak boleh tidak, harus memberitakan hukum dan Injil sebagai kehendak Allah, seperti apa yang Kristus lakukan.

  3. Mengkhotbahkan Kristus sebagai sakramen dan teladan kita.

    Kristus adalah isi dari firman Tuhan. Luther mengutip Galatia 2:20, "Dengan Kristus aku telah disalibkan". Ia menjadi korban hidup yang telah mati untuk menebus dosa saya (Roma 13:14) - (sacramental) dan kita dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya (1 Petrus 2:21)- (imitation of Christ). Ini warisan dari teologi Agustinus. Dengan demikian, Luther mengatakan, mengkotbahkan Kristus adalah memberi makan jiwa, membawa ke dalam kebenaran, mengalami kebebasan dan menerima keselamatan Kristus melalui kelahiran kembali dan pembaruan di dalam iman Kristus, bukan usaha mengimitasi Kristus saja. Jadi, hanya di dalam iman (yang dipahami oleh Luther sebagai iman inkarnasi, bukan iman hasil perbuatan manusia), setiap kita dapat menerima penebusan Kristus atas dosa-dosa kita. Ia adalah Kristus yang sama, nama yang disebut orang percaya, nama yang dikhotbah oleh hamba-hamba-Nya.

  4. Firman Tuhan dan kuasa Roh Kudus bersama di dalam kesatuan memberitakan firman.

    Firman itu adalah saluran melalui mana Roh Kudus diberikan. Firman Tuhan mengajarkan, menasihati, membela, dan menolak kesalahan. Nah, bagaimana firman yang dikhotbahkan (the preached word) dapat menjadi perkataan pribadi (personal word)? Luther menjawab bahwa semuanya tidak mungkin terjadi, kecuali karya Roh Kudus(the work of Holy Spirit) memberikan pemahaman untuk mengerti Allah dan firman-Nya adalah kesatuan. Roh Kudus menciptakan iman di dalam Kristus. Maka, bagaimana seseorang dapat menjadi seorang Kristen? Tentu saja, bukan karena latihan rohani mistikal kita kepada Tuhan, tetapi karena ada karya Roh Kudus (the work of Holy Spirit) yang menjadikan setiap kita dapat beriman dengan mendengar firman-Nya. Luther memahami Roh dan firman seperti suara dan napas dalam sebuah pembicaraan. Firman menjadi daging melalui salib Kristus untuk memperkuat iman melalui firman Tuhan dan pengampunan dosa di kayu salib (theology of cross) dan kebangkitan-Nya (theology of victory). Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk mengenal Kristus dengan benar, kembali kepada seluruh Alkitab, firman Tuhan yang memberikan kepada kita kebenaran, dan pengetahuan yang benar tentang Kristus di dalam pekerjaan Roh Kudus.

Kesimpulan

Keunikan teologi khotbah dari Martin Luther bukanlah didasarkan atas pidato manusia (human speech) tentang Allah, tetapi Allah sendiri berbicara dan beraktivitas kepada manusia. Berkhotbah bukan mengulang cerita Alkitab, tetapi pengajaran Allah sendiri kepada manusia (God's own preaching to man). Bagi Luther, khotbah bukanlah untuk memanipulasi emosi pendengar maupun mendukung penyingkapan politis (political disclosure) dari sosial politik, tetapi keagungan pengajaran Luther (the glory of Luther's preaching) hanya mengkhotbahkan Kristus. Sebab, Luther mengetahui bahwa iman "datang hanya melalui firman Tuhan atau Injil, yang mengajarkan Kristus, yang mengatakan bahwa Anak Allah dan Manusia, telah mati dan bangkit kembali karena kita. Inilah Kabar Baik untuk Anda!

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs : MRII Beijing
Alamat URL : http://mriibeijing.weebly.com/artikel.html
Judul asli : Preach Thy Word
Penulis artikel : Ev. Daniel Santoso
Tanggal akses : 3 Maret 2016

Akulah yang Memilihmu? (Part 8)

Penulis_artikel: 
Yonghan Lim
Tanggal_artikel: 
31 Maret 2016
Isi_artikel: 

Adalah benar, bahwa banyak jalan menuju Roma. Tapi, hanya ada satu jalan menuju surga. Hanya melalui Kristus, surga menanti di ujung kehidupanmu. Hanya di dalam Kristus, tidak ada lagi penghukuman; walau tetap masih ada penghakiman.

Demi memberitakan kebenaran ini, banyak air mata dan darah yang sudah tertumpah. Iblis tidak pernah ingin engkau tahu; tidak pernah ingin engkau paham.

Sepanjang sejarah umat manusia, mungkin pernah ada orang berdosa yang rela mati demi orang yang dianggap suci. Selain Yesus, pernahkah ada orang suci yang rela mati demi orang berdosa? Thomas Watson hanya bisa terkagum-kagum dan berkata, "Dia yang memahkotai langit dengan bintang-bintang, malah rela memahkotai kepala-Nya dengan duri."

Maukah engkau mengenal Allah yang sejati ini? Maukah engkau tahu di mana Jalan itu berada? Jika engkau menjawab "Ya", doa berikut mungkin bisa menuntunmu.

"Ya Tuhan Allahku, pencipta alam semesta, Engkau yang membentuk buah pinggangku dan menenunku dalam rahim ibuku, siapakah Engkau sebenarnya?"

Jangan biarkan hambaMu yang hina ini menyembah allah-allah palsu, tapi ijinkanlah hambaMu boleh mengenalMu, boleh menyembahMu, Allah yang sejati dan hidup.

Ada tertulis: "Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini." (Roma 11:8)

Karena itu, jangan biarkan kami binasa seperti mereka. Ya Allah, bangunkan kami, melekkan mata kami, dan buatlah kami mendengar. Supaya kami tidak harus binasa oleh murkaMu."

Setelah engkau mendoakan ini, mungkin doamu akan dijawab, mungkin tidak akan pernah. Mungkin dijawab malam ini, mungkin tujuh belas tahun lagi. Apapun itu, saya berdoa kiranya Allah berkenan menyatakan diriNya kepadamu.

Ketika doamu sudah dijawab, barulah saat itu engkau bisa paham kenapa Daud berkata, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu, daripada seribu hari di tempat lain."

http://youtu.be/7PLr7opRa8s

Soli Deo Gloria

Komentar


Syndicate content