Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Firman Allah Pedoman Kita
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Salah satu bentuk disiplin rohani bagi umat kristiani adalah berpuasa. Namun, kerap hal ini diabaikan oleh banyak orang Kristen dan terkesan tidak penting sama sekali, padahal berpuasa adalah salah satu bentuk disiplin rohani yang alkitabiah. Saat berbicara tentang disiplin rohani, umumnya yang dilakukan kebanyakan orang Kristen adalah disiplin rohani dalam berdoa, bersaat teduh, pendalaman Alkitab, atau mencatat jurnal rohani. Tidak banyak orang Kristen dan gereja yang menerapkan disiplin rohani berpuasa. Beberapa gereja mungkin hanya mengadakan puasa saat Paskah atau persiapan acara besar di gereja. Berpuasa menolong untuk mendisiplin kehidupan rohani seorang murid Kristus. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat kristiani kembali pada praktik berpuasa. Dalam edisi bulan ini, kita akan belajar beberapa hal: apa definisi puasa? Apakah puasa itu alkitabiah? Dan, mengapa kita perlu berpuasa? Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita boleh semakin mengerti arti berpuasa dan mulai mempraktikkannya sebagai salah satu langkah untuk mulai mendisiplin diri dan rohani kita. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.
Edisi:
Edisi 178/Juli 2016
Isi:
Firman Allah Pedoman Kita
Ada suatu puasa yang ditetapkan oleh Allah. Puasa semacam itu telah dilakukan oleh umat Allah di sepanjang sejarah. Pada abad mula-mula kekristenan, puasa tersebut masih murni. Belakangan, praktiknya merosot; makna dan esensinya diselewengkan hingga sekarang ini puasa tidak lebih dari suatu ritual takhayul. Akan tetapi, pada abad ke-16, bersama dengan segala jenis reformasi yang lain, puasa mendapatkan kembali tempatnya yang sejati. Pada saat itu, untuk beberapa waktu, puasa lazim dipraktikkan oleh orang-orang Kristen Reformasi. Pada masa ini pun masih ada beberapa di antara orang-orang yang taat yang masih berpuasa. Akan tetapi, jumlahnya sangat sedikit. Praktik berpuasa secara perlahan telah memudar. Kita tidak lagi melakukan puasa berjamaah. Kita telah menjadi terasing dengan berpuasa, dan kita tidak menganggapnya sebagai salah satu cara untuk meneguhkan iman. Para pemimpin kita juga tidak pernah menyarankan atau menganjurkannya, bila pun ada, sangat jarang. Dan, pendapat nenek moyang kita tentang berpuasa bahkan tidak diketahui di antara kita. Bahkan, menyebut tentang berpuasa itu saja mengisyaratkan ajaran Katolik Roma. Itulah mengapa kami ingin membawa kepada Anda pengajaran firman Tuhan yang berkenaan dengan berpuasa -- berpuasa sebagaimana nenek moyang kita mengajarkan dan melakukannya, dan sebagaimana itu juga berlaku bagi kita. Jangan biarkan keinginan daging memalingkan Anda dari kata-kata kami yang paling serius ini. Sangat mudah untuk memberi label "takhayul" kepada apa saja yang bertentangan dengan keinginan daging itu! Akan tetapi, sebagaimana yang dikatakan oleh Calvin, "Mari kita berbicara sedikit tentang berpuasa karena banyak orang percaya bahwa hal itu tidak perlu, karena mereka gagal menghargai segala manfaat yang mungkin mereka dapatkan darinya; beberapa orang benar-benar meninggalkannya, seolah-olah itu tidak bernilai; dan jika kita tidak menggunakannya dengan tepat, kita bisa dengan mudah jatuh ke dalam takhayul". Pada zaman kita, hampir semua orang di antara kita memiliki pendapat yang sama yang dimiliki oleh "beberapa" orang pada zaman Calvin -- bahwa berpuasa itu tidak perlu. Dan, kebanyakan dari kita telah meninggalkannya sama sekali. Namun, pada masa-masa kemiskinan rohani sekarang ini, seharusnya tidak ada satu pun sarana kasih karunia atau jalur menuju persekutuan yang lebih dekat dengan Tuhan yang boleh kita abaikan. Oleh karena itu, kaum Kristen seharusnya kembali kepada praktik berpuasa. Bukan karena Calvin mengajarkannya. Namun, karena ia mengajarkannya dengan berdasarkan pada firman Tuhan. Firman Tuhan adalah pedoman hidup kita. Bagi beberapa orang, ortodoksi terdiri dalam mencari ayat-ayat di dalam Alkitab untuk mendukung pendapat-pendapat mereka sendiri. Di saat yang bersamaan, mereka mungkin berpegang pada gagasan-gagasan lain yang bertentangan dengan firman Tuhan, dan mereka mengabaikan yang tidak mereka setujui. Itu merupakan pendekatan yang menyimpang terhadap firman Tuhan. Karena firman Tuhan dan gagasan manusia bertentangan satu sama lain. Firman Tuhan memberi kita pandangan terhadap dunia dan terhadap manusia dan terhadap jiwa manusia yang cukup berbeda dibanding pendapat manusia secara murni. Meski begitu, ada banyak orang, baik pendeta maupun orang awam, yang memandang manusia dan segala permasalahannya dari sudut pandang dunia. Mereka tidak mengetahui antropologi dan psikologi yang lain selain dari para pemikir dunia, dan mereka membangun sebuah sistem pemikiran rohani dengan dasar yang berbeda dari firman Tuhan. Landasan mereka bukanlah Alkitab, melainkan wawasan/pemahaman manusia. Bagi orang Kristen, firman Tuhan adalah sumber dari segala sumber buku. Ia melandaskan pemikiran dan pendapatnya berdasarkan Firman itu. Kita bisa saja membuat kesalahan. Akan tetapi, setidaknya titik awal kita benar dan sah. Sementara itu, jika kita berusaha untuk mendukung praduga kita sendiri dari Alkitab, kita sedang memutarbalikkan tatanan ilahi. Kemuliaan dan kedaulatan Allah menuntut agar kita mempercayai firman Allah bukan karena apa yang dikatakannya, tetapi karena itu adalah perkataan-Nya. Bukan karena kita menganggap bahwa itu indah dan benar, tetapi karena Ia telah mengucapkannya. Sekarang, berkaitan dengan berpuasa .... Pertanyaan yang ada di depan kita bukanlah tentang apakah kita akan memperoleh keuntungan dari berpuasa; atau apakah ada bahaya bahwa hal itu akan menjadi praktik takhayul atau apakah pemimpin-pemimpin kita menyetujuinya, tetapi hanya: Apakah itu alkitabiah? Maka dari itu, kita bisa menempatkannya demikian: Apakah Allah mengatakan tentang berpuasa di dalam Firman-Nya? Dan, jika demikian, bagaimana Ia mengevaluasinya? Apakah Ia menolaknya? Apakah Ia mengatakan bahwa berpuasa itu berbahaya bagi kehidupan rohani kita dan ia sebagai sesuatu yang harus dihindari? Dengan demikian, nenek moyang gereja kita yang menyarankannya telah membuat kesalahan. Ataukah, firman Tuhan acuh tak acuh terhadap praktik berpuasa, berbicara bahwa itu merupakan kebiasaan yang tidak berbahaya, tetapi tidak berguna? Dengan demikian, permasalahan ini tidak cukup penting untuk dibahas. Masalah itu tidak menyentuh hati nurani kita. Atau, apakah Allah membicarakannya sebagai sesuatu yang terpuji, sebagai sesuatu yang berasal dari kehidupan rohani yang sejati, sebagai sesuatu yang sesuai untuk penyembahan kepada-Nya dan cocok dengan ketaatan, dan bernilai untuk setiap orang yang mencari Allah? Dengan demikian, bapa-bapa gereja kita benar, dan kitalah yang melakukan kesalahan; maka sudah menjadi tugas seorang anak Tuhan untuk mengembalikan hal berpuasa pada tempatnya yang benar dan penuh kehormatan. Sebelum melanjutkan, mari kita perjelas bahwa dengan berpuasa kita tidak sedang mengartikannya sebatas pengendalian diri atau moderasi, tetapi pantangan yang sebenarnya terhadap makanan untuk satu periode yang lebih lama atau lebih singkat. Pengendalian diri dan moderasi selalu diperlukan bagi seorang Kristen. Tidak dapat menguasai diri adalah dosa. Akan tetapi, puasa bersifat tak berkala. Alam sendiri melarang puasa secara terus-menerus. Puasa haruslah merupakan suatu pengecualian, bukan sebuah peraturan. Maka dari itu, kita perlu mendefinisikan berpuasa sebagai: berpantangan sementara dari makanan atau minuman yang biasa kita konsumsi, untuk alasan devosional. Untuk mengutip Calvin sekali lagi, "Supaya kita tidak melakukan kesalahan, mari kita deskripsikan berpuasa. Kita tidak memahaminya untuk berbicara sebatas tentang berhemat dalam mengambil makanan. Sebab, hidup ketaatan selalu sabar dan bijaksana. Akan tetapi, selain itu, ada penarikan diri sementara dari cara hidup kita yang biasanya, mungkin untuk sehari, atau untuk kurun waktu tertentu, ketika kita mengizinkan diri kita mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih sedikit daripada biasanya -- lebih sedikit dalam hal jumlah, dalam kualitas, dan dalam frekuensi." Jadi, apa yang diajarkan firman Allah berkenaan dengan berpuasa yang semacam itu?
Sumber:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |