Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Kemuliaan di Saat Kenaikan KristusPenulis_artikel:
R C Sproul
Tanggal_artikel:
29 Maret 2019
Isi_artikel:
Kemuliaan Pada Saat Kenaikan KristusR.C. Sproul adalah mantan profesor Sistematik Teologi di Reformed Theological Seminary, Jackson, Mississippi. Artikel ini diambil dari bukunya yang berjudul The Glory of God Gereja-gereja Protestan biasanya merayakan Natal, Jumat Agung, dan Paskah. Beberapa gereja juga merayakan hari Pentakosta. Akan tetapi, sedikit gereja Protestan yang memberikan perhatian yang cukup pada hari Kenaikan Yesus. Barangkali hal ini menunjukan ketidakcukupan pemahaman akan pentingnya peristiwa ini. Kenaikan Yesus merupakan puncak dari pelayanan Yesus di bumi dan pantas diperlakukan sama seperti hari Jumat Agung, Paskah, dan Pentakosta. Peristiwa-peristiwa ini saling berhubungan satu sama lain. Tanpa salib tidak ada penebusan. Dan, tanpa kebangkitan kita akan mengesampingkan Juru Selamat yang mati, di mana kuasa untuk menyelamatkan akan dipertanyakan. Kebangkitan menandakan persetujuan Allah atas pengorbanan Kristus. Adalah hal yang tidak terpikirkan jika memiliki salib tanpa kebangkitan. Seperti khotbah Petrus pada saat Pentakosta, tidak mungkin jika Kristus tidak bangkit dari kematian. Kematian tidak berkuasa atas Dia. Karena itu kematian tidak akan menjadi bagian-Nya. "Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan-tangan bangsa durhaka. Akan tetapi, Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu." (Kis. 2:22-24) Sama halnya bahwa tidak mungkin ada salib tanpa Kebangkitan, demikian pula dengan Kebangkitan tanpa Kenaikan. Jikalau tidak ada Kenaikan, tidak akan ada kemuliaan Kristus. Kita gagal memperoleh janji kemuliaan dari Allah. Tanpa Kenaikan, tidak ada Pentakosta dan tidak ada Kedatangan Kristus kedua kali. Yesus sendiri mengajarkan murid-murid-Nya bahwa Kenaikan merupakan syarat penting terjadinya Pentakosta: "Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepadamu: Ke mana Engkau pergi? Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita. Namun, benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yoh. 16:5-7) Barangkali penolakan dalam merayakan Kenaikan Yesus berakar pada problema yang sama yang dihadapi para murid. Kita tidak bersukacita akan ketidakhadiran Yesus di tengah kita. Meskipun Ia berjanji bahwa Ia akan hadir bersama kita, tetapi itu merupakan kehadiran yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba. Kita menantikan kehadiran-Nya agar dapat melihat penampakan-Nya secara jasmani. Sebagai makhluk jasmaniah kita lebih memberikan tekanan penting pada penampakan fisik dari mereka yang kita kasihi. Kita menggunakan frase di luar jangkauan pandangan, di luar jangkauan pikiran untuk menggambarkan kegagalan hasrat kita dalam hal ketidakhadiran seseorang. Perusahaan telepon menawarkan telepon jarak jauh yang disebut "hal terbaik untuk berada di sana". Akan tetapi, sesungguhnya hal ini jauh dari konsep "berada di sana dalam bentuk suatu pribadi". Para murid berdukacita ketika Yesus katakan bahwa Ia akan pergi meninggalkan mereka. Yesus menegur mereka karena bertanya, 'Ke mana Engkau akan pergi?' Ini merupakan pertanyaan mengenai ke mana sama halnya dengan mengapa Yesus pergi yang menjadi kesulitan dari gereja setiap zaman. Murid Yesus sulit untuk memperoleh kebenaran bahwa Ia meninggalkan mereka untuk keuntungan mereka. Jikalau pengajaran-Nya benar, maka yang harusnya terjadi adalah barangsiapa yang hidup setelah Kenaikan harus membagikan keuntungan tersebut. Jikalau kita percaya akan apa yang Yesus katakan pada para murid-Nya, kita harus menyimpulkan bahwa kita hidup dalam masa yang jauh lebih menguntungkan daripada masa selama pelayanan Yesus di bumi. Kita hidup dalam masa setelah Kenaikan dan setelah Pentakosta. Para murid hidup pada masa ketika Yesus merendahkan diri-Nya; kita hidup pada masa pemuliaan-Nya. Ini merupakan keuntungan yang sangat besar. CATATAN MENGENAI KENAIKAN Catatan mengenai Kenaikan Yesus sangat jelas dalam Perjanjian Baru. Banyak referensi Alkitab mengenai kisah ini. Markus menggambarkannya dalam satu kalimat (Mrk. 16:19). Injil Lukas menjelaskan dalam dua kalimat (Luk. 24:50-51). Matius dan Yohanes tidak memberikan catatan sama sekali. Catatan yang paling utuh diberikan dalam Kisah Rasul: "Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang -- demikian kata-Nya -- 'telah kamu dengar dari pada-Ku. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.' Maka bertanyalah mereka yang berkumpul di situ: 'Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?' Jawab-Nya: 'Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.' Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka: 'Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus Ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.' Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit-bukit yang disebut bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem." (Kis 1:4-12). Pada saat Kenaikan-Nya, Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk tetap tinggal di Yerusalem menunggu kedatangan Roh Kudus. Pada momen terakhir bersama Yesus, mereka menanyakan pertanyaan terakhir kepada-Nya. Mereka bertanya apakah saat ini merupakan saat yang dikehendaki-Nya untuk membangun kembali kerajaan Israel. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa mereka masih belum memahami secara utuh tentang jabatan raja dari Kristus. Yesus tidak menegur mereka karena berpikir seperti itu. Akan tetapi, Ia berkata kepada mereka untuk tidak perlu mengetahui kapan waktunya. Dalam hal ini, Ia menegaskan kepentingan dari misi mereka antara Kenaikan-Nya dan Kedatangan-Nya dalam kemuliaan. Ia katakan pada mereka bahwa mereka akan memperoleh kuasa untuk melakukan tugas tersebut selama Ia tidak bersama dengan mereka. Tugas mereka, dan juga tugas gereja Kristen, adalah menyaksikan tentang Dia. Kita melihat bahwa tujuan Kenaikan Kristus adalah untuk berkuasa di sorga. Melalui Kenaikan-Nya, Ia mengambil peran Raja dari alam semesta. Kekuasaan-Nya pada masa ini tidak terlihat oleh penduduk dunia. Ini merupakan tugas para murid, dan sekarang kita, untuk menyaksikan kekuasaan yang tidak terlihat tersebut. Yohanes Calvin menegaskan bahwa ini merupakan tugas dari gereja yang kelihatan untuk memperlihatkan pada dunia akan pemerintahan Kristus yang tidak kelihatan. Ini merupakan tujuan dari pemberian Roh Kudus yang Yesus janjikan pada murid-murid-Nya. Para murid merupakan saksi mata Kenaikan Yesus. Pada saat mereka melihat-Nya, Ia terangkat diatas awan. Hal ini jelas dari Alkitab bahwa awan pada saat Kenaikan adalah awan kemuliaan. Gambaran selanjutnya mengenai kedatangan-Nya di dalam awan menegaskan konsep ini.
Para murid berdiri terpaku di bukit Zaitun ketika memandang kemuliaan kenaikan Yesus. Lamunan mereka terinterupsi oleh kehadiran malaikat. Malaikat bertanya, "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?" Para murid begitu terpaku akan kemuliaan yang singkat pada saat kenaikan-Nya. Perasaan para murid setelah Yesus meninggalkan mereka sangat berbeda dengan yang terekspresi pada saat Yesus pertama kali berbicara bahwa Ia akan meninggalkan mereka. Saat ini tidak ada lagi perasaan kesedihan. Catatan Lukas memperlihatkan keadaan emosi mereka: "Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud menyembah kepadaNya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. (Luk. 24:51-52) Pada ayat-ayat ini, Lukas menunjukkan bahwa para murid penuh dengan sukacita ketika mereka kembali ke Yerusalem. Perubahan perasaan ini tercatat dengan jelas. Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, khususnya pada saat ketika kita tidak mungkin bertemu dengan-Nya di dunia ini lagi, maka saat itu merupakan saat yang penuh dengan dukacita. Pada ayat-ayat ini, Lukas menunjukkan bahwa para murid penuh dengan sukacita ketika mereka kembali ke Yerusalem. Perubahan perasaan ini tercatat dengan jelas. Ketika kita ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi, khususnya pada saat ketika kita tidak mungkin bertemu dengan-Nya di dunia ini lagi, maka saat itu merupakan saat yang penuh dengan dukacita. Selama pengajaran Kristus mengenai Roh Kudus di ruang atas, Ia menyampaikan perkataan-perkataan yang terus terdengar di telinga para murid ketika mereka kembali dari bukit Zaitun: "Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar daripada Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi" (Yoh. 14:28-29) Menurut Lukas, sukacita para murid menjadi sangat jelas setelah pada akhirnya mereka percaya akan pengajaran Yesus mengenai kepergian-Nya. Karena kasih yang sangat dalam mereka mampu bersukacita akan kenaikan-Nya kepada Bapa di sorga. WARISAN DARI YESUS Ada satu hal yang perlu ditambahkan di dalam sukacita para murid. Setelah Yesus meninggalkan mereka, mereka menerima warisan yang dijanjikan kepada mereka. Ketika seorang kaya meninggal, kesedihan keluarga mulai mereda ketika hendak membaca dan menerima warisan. Kadangkala karena mengharapkan warisan yang banyak menyebabkan anak-anak berharap agar kepergian orang tua dapat terjadi sesegera mungkin. Yesus tidak meninggalkan harta duniawi. Warisan-Nya berbeda jenisnya. Ia memberikan kepada para murid-Nya Damai yang dimiliki-Nya, suatu hal yang tidak dapat diukur nilainya: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu." (Yoh. 14:27) Damai yang ditinggalkan Yesus kepada para murid-Nya bukanlah damai yang biasa. Yesus mendefinisikannya sebagai 'Damai sejahtera-Ku.' Ini merupakan damai yang transenden, suatu damai yang melampaui pemahaman manusia. Ini merupakan damai yang mampu mengatasi kekecewaan manusia. Ini merupakan damai yang setiap orang Yahudi impikan. Ini merupakan berkat tertinggi dari shalom. Paulus menegaskan bahwa keuntungan pertama yang diperoleh dari pembenaran orang percaya adalah partisipasi dalam damai ini, yang meliputi damai dengan Allah: "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus" (Rom. 5:1). Pada tempat yang lain Paulus menyatakan: "Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan" (Ef. 2:14). Dalam meninggalkan warisan bagi gereja-Nya, Yesus memberikan diri-Nya sendiri didalam kehadiran-Nya melalui ikatan spiritual. KEKUASAAN YESUS Para murid mulai memahami bahwa Yesus pergi ke Bapa-Nya. Kenaikan-Nya bukan sekadar pergi "ke surga". Ada keunikan yang tidak diberikan kepada mereka yang sebelumnya pernah naik ke surga. Yesus naik dengan Cara yang berbeda dengan Henokh dan Elia. Yesus menegaskan hal ini dalam pengajaran-Nya: "Tidak ada seorang pun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia." (Yoh. 3:13) Dalam diskusi-Nya dengan Nikodemus, Yesus menunjukan keunikan Kenaikan-Nya. Yang lain telah pergi ke sorga, tapi tidak ada seorang pun yang naik dengan makna khusus seperti yang dilakukan-Nya. Hanya Dia yang turun dari sorga yang memiliki kualifikasi untuk naik dengan makna yang khusus. Di sini, istilah naik mengandung pengertian lebih dalam daripada sekedar 'naik ke atas.' Istilah ini memiliki pengertian khusus: naik ke tempat yang khusus untuk menyiapkan tugas yang khusus. Yesus naik ke tempat di mana Ia akan memerintah sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan. Ia duduk di sebelah kanan Bapa di dalam tempat beradanya otoritas alam semesta. Kenaikan Yesus menandai penggenapan dari nubuatan Mazmur 110: Demikianlah firman Tuhan kepada tuanku: Saya mengutip Mazmur 110 karena ini merupakan bagian Perjanjian Lama yang paling banyak dikutip dan ditekankan dalam Perjanjian Baru. Mazmur ini mencakup seluruh penilaian mengenai keberadaan dari Mesias. Kerajaan Mesias digambarkan sebagai di sebelah kanan Allah, di mana Ia melakukan jabatan Raja yang diurapi Allah dan jabatan Imam Besar Agung. Hal ini tergenapi pada saat Kenaikan seperti yang secara jelas ditegaskan Paulus: Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada dl bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah, Bapa!' (Fil. 2:9-11) Pada saat Kenaikan-Nya, Yesus menerima kedua jabatan tersebut dan sebutan Tuhan. Ia masuk dalam posisi di sebelah kanan Allah. Ini merupakan posisi kemuliaan, hormat, penguasaan dan kuasa. Hal ini menjadi pokok pujian malaikat dalam kitab Wahyu: Maka Aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa, katanya dengan suara nyaring. 'Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian! 'Dan, aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: 'Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji- pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!' Dan keempat makhluk Itu berkata: 'Amin' Dan tua-tua Itu jatuh tersungkur dan menyembah. (Why. 5:11-14) Kenaikan merupakan pusat daripada kerygma, pusat dari proklamasi khotbah para rasul. Hal ini terlihat dalam khotbah Petrus saat Pentakosta: "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal ini kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. Sebab, bukan Daud yang naik ke Surga malahan Daud sendiri berkata: 'Tuhan telah berfirman kepada Tuanku. Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhMu menjadi tumpuan kaki-Mu.' Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." (Kis. 2:32-36) PERAN KRISTUS SEBAGAI JURU SYAFAAT Pada saat Kenaikan, Yesus bukan saja menerima jabatan Raja tetapi juga Imam Besar kekal menurut peraturan Melkisedek. Kita telah melihat catatan mengenai doa syafaat Kristus selama ada di ruang atas. Hal ini penting untuk menyadari bahwa pekerjaan syafaat terus dilanjutkan hingga hari ini. Tema pelayanan sorgawi Yesus sebagai Imam Besar dibicarakan secara panjang lebar di dalam kitab Ibrani: "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan Iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaiknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." (Ibr. 4:14-16) Pokok pembicaraan mengenai karya keimaman Kristus sangat penting bagi kita. Karya Imam Besar-Nya bersifat kekal. Akan tetapi, karena Ia tetap selama-lamanya, imamat-Nya tidak dapat beralih kepada orang lain. Karena itu, Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab, Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi daripada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah Itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban. Sebab hukum Taurat menetapkan orang-orang yang diliputi kelemahan menjadi Imam Besar, tetapi sumpah, yang diucapkan kemudian daripada hukum Taurat, menetapkan Anak, yang telah menjadi sempurna sampai selama-lamanya. Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu dl dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia. (Ibr. 7:24-8:2) YESUS SEBAGAI PEMBELA Di dalam jabatan sorgawi sebagai Raja-Imam, Yesus melayani sebagai pembela kita. Meskipun ketika Alkitab bicara mengenai Yesus di dalam kemuliaan kenaikan-Nya sebagai duduk di sebelah kanan Allah, tetapi ada saatnya ketika Ia bangkit berdiri dan berbicara dalam membela orang-orang kudus-Nya. Hal ini terlihat pada saat akhir kehidupan Stefanus. Stefanus telah mengkhotbahkan suatu khotbah penghakiman yang tajam di hadapan penguasa-penguasa Yahudi. Reaksi mereka penuh dengan dendam; hati mereka tertusuk dan mereka menyambutnya dengan kertakan gigi. Di tengah-tengah krisis yang dihadapi, Stefanus dibawa ke penghakiman Mahkamah Agama Yahudi dan ia melihat kemuliaan Allah: Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu, katanya: "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kis. 7:55-56) Stefanus melihat Yesus 'berdiri' di sebelah kanan Allah. Di dalam ruang persidangan hanya dua orang yang berdiri, penuntut umum dan pembela. Hakim tetap duduk di tempatnya. Dalam peran-Nya sebagai Anak Manusia dan Tuhan yang naik ke sorga, Yesus duduk di tempat untuk memerintah dan menghakimi. Namun, pada peristiwa ini, hakim illahi bangkit dari tempat duduknya dan mengambil peran pembela. Peran yang Yesus pergunakan ini bukan saja ditujukan bagi Stefanus, tapi semua umat-Nya. Pada saat penghakiman terakhir, kita dapat yakin bahwa hakim kita juga akan melayani sebagai pembela kita. Ia adalah Pembela kita, bersama-sama dengan Bapa. KENAIKAN DAN PENTAKOSTA Yesus menggambarkan pentingnya hubungan antara Kenaikan-Nya di sebelah kanan Bapa dan pengutusan Roh Kudus kepada gereja. Karena pokok pembahasan pada artikel ini berfokus pada kemuliaan Yesus yang dibedakan dengan kemuliaan Roh Kudus, maka meskipun kita tetap akan membicarakan mengenai kemuliaan Roh Kudus, tetapi penekanannya lebih kepada peristiwa Pentakosta. Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk, dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. (Kis. 2:1-4) Penyataan kemuliaan Allah pada saat Pentakosta sangat jelas terlihat. Manifestasi pertama yang muncul adalah dalam bentuk suara. Bunyi tersebut dilukiskan sebagai tiupan angin. Angin ini tidak seperti angin yang biasanya nampak pada mereka yang mendengarnya. Bagi agama Kristen dan Yahudi, hubungan antara angin dan Roh sangat dalam. Baik di dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, istilah 'roh' sama dengan istilah 'angin' (ruach dalam Ibrani, pneuma dalam Yunani). Ketika berbicara mengenai kuasa Roh Kudus dalam proses lahir baru, Yesus berkata: Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu darimana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh. (Yoh. 3:8) Yesus bicara mengenai kebebasan bertiupnya angin. Roh tidak dikontrol oleh manusia maupun kuasa alam lainnya. Roh Kudus bekerja sesuai dengan kebebasan kedaulatan Allah. Kita dapat mendengar angin bertiup, tetapi kita tidak dapat mengontrol sumbernya ataupun tujuannya. Dengan demikian, angin yang bertiup dengan Cara yang luar biasa pada saat Pentakosta memanifestasikan kuasa dan kemuliaan dari kehadiran Roh Kudus. Manifestasi kedua dari kedatangan Roh Kudus adalah suatu fenomena yang tampak. Mereka yang berkumpul saat itu melihat lidah-lidah api, hinggap pada setiap kepala para murid. Lidah api melambangkan berdiamnya kemuliaan illahi pada tempat tersebut. Sama seperti burung merpati yang turun dari sorga dan hinggap pada Yesus di saat pembaptisan, demikian juga sekarang Roh berdiam di atas umat-Nya. Kita melihat suatu paralel dari catatan Perjanjian Lama mengenai Roh yang hinggap pada Musa terdistribusi di antara ketujuh puluh tua-tua lainnya: Lalu turunlah Tuhan dalam awan dan berbicara kepada Musa, kemudian diambil-Nya sebagian dari Roh yang hinggap padanya, dan ditaruh-Nya atas ketujuh puluh tua-tua itu; ketika Roh itu hinggap pada mereka, kepenuhanlah mereka seperti nabi, tetapi sesudah itu tidak lagi. (Bil. 11:25) Manifestasi ketiga turunnya Roh Kudus adalah bahasa lidah. Merupakan hal yang sulit untuk menetapkan apakah mukjizat ini adalah mukjizat dalam perkataan atau mukjizat dalam pendengaran. Barangkali hal ini meliputi kedua hal di atas. Roh Kuduslah yang memberikan hal ini. Meskipun demikian, bahasa yang diucapkan didengar secara bervariasi oleh pendengar di dalam bahasa mereka masing-masing. Pertanyaannya adalah: apakah para murid diberikan kemampuan untuk berbicara dalam bahasa asing atau ada kuasa supranatural yang menerjemahkan saat itu? Hal ini kedengarannya seperti apa yang terjadi dalam pertemuan PBB, di mana seorang wakil asing memberikan perkataan-perkataannya -- mereka yang mendengar dengan earphone, mendengar secara langsung penerjemahan dari perkataan pembicara tadi: Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit. Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing- masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita: kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesapotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan perbuatan besar yang dilakukan Allah. Mereka semuanya tercengang- cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: "Apakah artinya ini" (Kis. 2:5-12) Mereka yang hadir bingung. Petrus kemudian berdiri dan mengkhotbahkan sebuah khotbah yang memberikan suatu intepretasi historis terhadap peristiwa tersebut. Ia menjelaskan bahwa fenomena Pentakosta merupakan akibat dari kemuliaan Kristus dalam Kenaikan-Nya: Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami adalah saksi. Dan sesudah ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkanNya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. (Kis. 2:32-33) Bunyi dan penglihatan yang terjadi pada saat Pentakosta merupakan manifestasi yang tampak oleh mata dan merupakan kemuliaan yang dilimpahkan oleh Roh Kudus seperti yang telah dijanjikan kepada gereja-Nya.(TE) Sumber Artikel:
Sumber:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |