Akulah yang Memilihmu? (Part 4)

Penulis_artikel: 
Yonghan Lim
Tanggal_artikel: 
8 Maret 2016
Isi_artikel: 

Umur tiga belas tahun, saya mulai mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang penting dan urgent ini. Mana yang benar dari tiga agama ini?

Saya tahu kalau ini sesuatu yang tidak boleh sampai salah pilih, karena konsekuensinya itu kekal.

Tuhan, siapa pun diriMu, jika Engkau mau menjawab pertanyaan-pertanyaanku, saya berjanji akan memberitakan kebenaran ini kepada orang-orang; kepada bangsa-bangsa," pintaku dalam doa."

Tapi, Tuhan tidak menjawab-jawab. Bahkan, hingga saya menginjak SMU. Saya diterima di sekolah asrama yang dikelola dengan gaya semi-militer. Satu angkatan hanya ada dua puluh orang; sebelas siswa, sembilan siswi.

Komposisi pemeluk agama yang tinggal seatap denganku saat itu cukup berwarna. Enam Muslim, satu anak pendeta, satu penganut universalisme, satu Katolik, dan satu agnostik.

Satu asrama dengan orang dari berbagai iman, menjadi "lab" yang ideal bagiku untuk mencari tahu dan melakukan observasi; kenapa seseorang memilih iman A, bukannya B.

Makin cari tahu, malah makin bingung. Makin tanya, malah makin tidak paham. Makin tidak paham, malah makin pusing. Sampai-sampai, saya tidak tahu lagi apa definisi dari kebenaran itu. "Benarkah yang saya pikir benar itu benar-benar kebenaran?"

Tahu-tahu, tak terasa tujuh belas tahun pun berlalu, tapi jawaban itu belum juga kunjung tiba. Allah tidak menjawab- jawab doaku. "Ah, jangan-jangan Tuhan itu memang cuma ilusi manusia?" simpulku.

Satu teori menawarkan jawaban yang masuk akal. Jangan- jangan, Yesus itu anak korban perkosaan tentara Romawi? Karena besar tanpa figur Bapa, bukankah wajar jika ia banyak berkhotbah tentang Bapa di Surga?

Mungkinkah ini kebenarannya? Mungkinkah kekristenan itu hanyalah dongeng, hasil konspirasi para rasul semata?

Kalau Hollywood bisa menciptakan tokoh Rambo menjadi tokoh yang seolah-olah nyata, mungkinkah metode yang sama diterapkan pada tokoh Yesus ini?

>http://youtu.be/TywlLxR7kQs

Bersambung...Soli Deo Gloria

Akulah yang Memilihmu? (Part 3)

Penulis_artikel: 
Yonghan Lim
Tanggal_artikel: 
8 Maret 2016
Isi_artikel: 

Sampai dengan hari ini, banyak allah-alah palsu telah diciptakan manusia.

Zeus dan kawan kawan, misalnya. Kuil-kuil megah di Yunani pernah dibangun untuk mereka. Tapi, berhubung Zeus dan kawan-kawan itu allah-allah palsu, tidak ada yang merasa perlu menyembah mereka lagi di jaman ini. Maka, mereka "mati" begitu saja.

Asia menjadi tempat kelahiran agama-agama besar di dunia. Di Asia Timur, India melahirkan Hindu dan Budha, sementara Tiongkok melahirkan Konfusiusme dan Taoisme.

Walaupun diposisikan sebagai orang suci, para pendiri agama ini tidak pernah mengaku mendapat wahyu dari Allah. Konfusius malah mengatakan, "Terkait alam dan kebenaran langit, saya sungguh tidak mampu mengerti. Saya tidak mungkin mengerti firman surgawi."

Karena itu, agama-agama ini semakin kehilangan bobotnya bagi umat manusia di jaman ini. Di hadapan manusia, mereka tidak punya atribut ilahi untuk mewakili Allah. Di hadapan Allah,mereka tidak punya otoritas mewakili manusia. Sebaliknya, di Asia Barat, tiga agama malah berani mengaku menerima wahyu dari Allah; yaitu Yudaisme, Kekristenan, dan Islam.

Walau sama-sama mengaku mendapat pewahyuan dari Allah, mereka berbeda prinsip antara satu isu dengan isu lainnya. Salah satunya mengenai status Yesus.

Islam menyatakan Yesus sebagai Nabi.

Yudaisme menganggapNya sebagai satu di antara sekian mesias palsu dalam sejarah. Karenanya, mereka malah menyalibkanNya dan masih menunggu kedatangan Mesias yang dijanjikan, sampai dengan hari ini.

Kekristenan menganggapNya Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, yaitu Allah Putera, yang sengaja berinkarnasi ke dunia demi menebus dosa-dosa umat manusia.

Yesus itu Allah, tapi juga Anak Allah. Ia Anak Allah, tapi juga Allah. Ia 100% Allah, tapi juga 100% manusia.

Kalau begitu, mana yang benar? Tiga-tiganya tidak mungkin benar semua. Jika semua benar, malah jadinya semua salah. Hanya mungkin satu yang benar, dua lainnya pasti salah. Hanya satu yang bisa menuntun manusia ke surga, dua lainnya pasti tidak bisa.

Jawaban atas pertanyaan ini benar-benar penting dan urgent untuk dicari tahu. Bisa dibayangkan nasib mereka yang dulu menyembah Zeus dan kawan-kawan? Ada di mana mereka sekarang?

download audio
http://youtu.be/RuNglxgXdx0

Bersambung...Soli Deo Gloria

Akulah yang Memilihmu? (Part 2)

Penulis_artikel: 
Yonghan Lim
Tanggal_artikel: 
8 Maret 2016
Isi_artikel: 

Buat apa debat politik dan agama itu?" tanya seorang teman.

"Debat politik menentukan nasibmu lima tahun ke depan. Kalau salah, tinggal diubah pilihanmu di Pemilu berikutnya. Debat agama menentukan nasibmu setelah kematian. Benar atau salah pilihanmu, konsekuensinya kekal," jawabku.

Allah itu ada, dari kekekalan sampai dengan kekekalan. Berbeda dengan keberadaan Allah, semua yang diciptakan Allah itu dari tadinya "tidak ada", lantas menjadi "ada."

Ciptaan pasti memiliki awal, walau tidak semua memiliki akhir. Simpanse memiliki awal; dari yang tadinya "tidak ada," ia kemudian menjadi "ada." Ia memiliki akhir, karena ketika ia mati, maka dari "ada" langsung menjadi "tidak ada."

Menurut para ahli, simpanse memiliki kesamaan genetik dengan manusia hingga 98%. Andai ini benar, walau cuma berbeda 2%, nasib kedua ciptaan ini berbeda total.

Manusia memiliki awal; dari yang tadinya "tidak ada," ia kemudian menjadi "ada." Tapi, ia tidak memiliki akhir; karena ketika ia mati, jiwanya tetap "ada;" tidak lantas lalu menjadi "tidak ada."

Sejelek apapun wajahmu saat ini, engkau tercipta untuk kekekalan; tanpa ada akhir. Karena itu, setiap manusia, sejahat apapun, pernah berdoa dalam hidupnya. Ada satu kesadaran dalam sanubarinya kalau hidup di dunia ini tidak akan berakhir begitu saja.

Stephen Hawking pernah menyatakan hidup manusia itu seperti komputer. Ketika sudah dimatikan listriknya, ya sudah, mati begitu saja. Hati terdalam kita langsung tahu bahwa itu pemikiran yang salah, walau kita bukan PhD (Doktor filsafat, gelar akademik tertinggi pada banyak bidang keilmuan - Red.) di bidang kosmologi seperti dia.

Ada suara yang terus mengingatkan kalau hidup ini cuma sementara; bahwa ada kelanjutannya ketika semua ini telah berakhir.

Lantas, Allah yang mana yang menanti manusia di akhir kehidupannya kalau begitu?

Salah pilih istri, pahit-pahitnya mungkin cuma untuk lima puluh sampai enam puluh tahun ke depan. Salah pilih teman bisnis, pahit-pahitnya cuma bangkrut saja. Tapi kalau sampai salah pilih Allah, konsekuensinya itu kekal.

Ini urusan yang teramat penting untuk dicari tahu jawabannya. Tidak bisa “tarsok-tarsok”, karena mungkin tidak pernah ada hari esok lagi untukmu; seperti halnya bagi para penumpang MH370 (Malaysia Airlines Penerbangan 370 - Red.), yang entah ada di mana sekarang sampai dengan hari ini.

download audio
http://youtu.be/85eOEHl-PqM bersambung...

Akulah yang Memilihmu?

Penulis_artikel: 
Yonghan Lim
Tanggal_artikel: 
26 Februari 2016
Isi_artikel: 

Iman kekristenan itu sebenarnya begitu rumit untuk diberitakan kepada orang-orang.

Orang Kristen menyembah "Allah Yang Maha Esa,” tapi tiga Pribadi; tiga Pribadi, tapi bukan tiga Allah; dan hanya satu Allah,bukannya tiga Allah.

Yesus itu 100% Allah, tapi juga 100% manusia. Ia satu Pribadi tapi dengan dua natur; bukannya dua Pribadi dengan satu natur; apalagi dua Pribadi dengan dua natur. Bagaimana memberitakan ini supaya bisa dipahami orang-orang?

Saking rumitnya untuk dipahami, bagi sebagian besar orang, iman kekristenan malahan terdengar seperti omong kosong. Voltaire, seorang filsuf Perancis, pernah berkata, “Biarlah Yesus bersama dengan dua belas orang Galilea itu menegakkan kekristenan; tapi biarlah saya, seorang diri, orang Perancis, menghancurkan mereka semua.”

Untuk iman yang sekompleks ini untuk dipahami, kenapa bisa ada jutaan orang yang rela dianiaya demi iman ini? Bahkan sampai dengan hari ini?

Di beberapa negara, menyatakan diri sebagai orang Kristen sama saja dengan menyatakan dirinya sebagai pemegang "licence to be killed;" sah dan legal untuk dibunuh.

Menurut Open Doors Ministry, saat ini, diperkirakan ada empat ratus ribu orang Kristen di Korea Utara; seperempatnya sedang disiksa di kamp konsentrasi, demi mempertahankan imannya.

Diperkirakan, di seluruh dunia ada seratus juta orang Kristen yang sedang dianiaya; tiga ratus dua puluh dua orang Kristen dibunuh setiap bulan, demi mempertahankan imannya.

Jika iman bahwa Yesus benar-benar bangkit dari kematian ini hanyalah kebohongan, hasil konspirasi para rasul semata;kenapa sejak abad pertama begitu banyak orang yang tetap mempertahankan imannya, sampai rela dianiaya, dipenjara,bahkan disiksa hingga mati?

Orang mungkin bersedia mati untuk apa yang mereka percaya sebagai kebenaran. Tapi, adakah yang bersedia mati untuk apa yang mereka sudah tahu sebagai kebohongan?

Bukankah cukup kesaksian satu orang untuk memastikan kalau ini semua hanyalah kebohongan?

Faktanya, tidak pernah ada catatan apapun dalam sejarah mengenai orang Kristen mula-mula yang menyangkal iman mereka demi terhindari dari penyiksaan.

Iman macam apa ini? Makin disiksa, malah makin subur?

download audio

http://youtu.be/tIeM7aeX8pk?
Bersambung...Soli Deo Gloria

Kuyper dan Sakralisasi Pemerintahan

Penulis_artikel: 
Antonius Steven Un
Tanggal_artikel: 
23 Februari 2016
Isi_artikel: 

Senin, 29 Oktober ini, merupakan peringatan 170 tahun lahirnya politikus, jurnalis, pendidik, teolog, filsuf Belanda, Abraham Kuyper (1837-1920). Nama ini mungkin terasa asing di kuping pembaca, tetapi jika menyebut Vrije Universiteit Amsterdam, publik Indonesia tentu lebih familiar.

Universitas yang memberi gelar Doctor Honoris Causa kepada tokoh hukum dan HAM almarhum Yap Thiam Hien (1980) dan gelar Doctor of Philosophy kepada Ekonom Hendrawan Supratikno (1998) didirikan oleh Kuyper.

Signifikansi eksistensi dan peran Kuyper di negeri kincir angin tidak terbatas hanya dalam politik dan pendidikan, tetapi amat kompleks dan komprehensif. Selain mendirikan Vrije Universiteit, Kuyper juga pernah menjadi Perdana Menteri Belanda periode 1901-1905. Ia juga pernah menjadi editor kepala koran harian De Standaard dan editor koran mingguan De Heraut selama lebih dari 45 tahun.

Peran nyatanya telah menjadi berkah bagi masyarakat di tempat ia berada. Mengenang Kuyper, penulis memperkenalkan pemikiran politiknya, khususnya dalam memandang eksistensi dan peran pemerintahan.

Kuyper memandang eksistensi pemerintahan sebagai order of preservation, bentuk pemeliharaan Tuhan akibat manusia sudah jatuh dalam dosa. Baginya, tanpa negara, hukum dan pemerintahan, serta otoritas yang berkuasa, maka akan terjadi neraka di bumi.

Hal ini diakibatkan, realitas kejahatan dalam natur berdosa manusia, menjadikan manusia berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri sehingga menghasilkan kondisi amat mengerikan, sebagaimana digambarkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Homo Homini Lupus (manusia adalah serigala pada sesamanya).

Realitas kejahatan dalam kehidupan manusia mengakibatkan filsuf Niccolo Machiavelli (1469-1527), misalnya, mengambil jalan ekstrem dengan menempatkan penguasa tirani bagai binatang buas yang menghalalkan segala cara melawan anarkisme. Meskipun tidak seekstrem Machiavelli, Kuyper juga memandang institusi pemerintahan sebagai mutlak dibutuhkan dan bahkan kita harus bersyukur untuk kehadirannya. Ia memandang pemerintahan sebagai ”an instrument of ‘common grace’ to thwart all license and outrage and to shield the good against the evil” (1898).

Sakralisasi
Kuyper menyebut institusi pemerintahan sebagai “hamba-Nya” untuk melindungi manusia dari kehancuran total. Itu sebabnya, warga negara harus menaati pemerintahan bukan karena ketakutan kepada hukuman, tetapi karena kesadaran nurani.

Hal ini tidak berarti Kuyper menyetujui sistem pemerintahan tirani seperti Machiavelli, tetapi ia sendiri mendorong warga negara untuk menjalankan fungsi pengawasan justru karena menyadari bahwa pejabat pemerintahan juga adalah manusia berdosa yang tidak luput dari ambisi despotisme.

Pemahaman ini setidaknya menghasilkan dua implikasi. Pertama, dengan menyebut pemerintah sebagai ”hamba-Nya” berarti Kuyper melakukan sakralisasi. Sakralisasi ini tidak boleh dibaca sebagai dasar legitimasi pemerintah melakukan eksploitasi terhadap rakyat.

Sebaliknya, sakralisasi harus didorong berperan positif dalam dua sisi. Pada satu sisi mengingatkan pejabat pemerintah agar tidak mempelacurkan jabatan itu secara reduktif, semata-mata untuk profit finansial. Pejabat pemerintah perlu senantiasa menyadari bahwa jabatan tersebut adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan bukan saja kepada konstituen, tetapi kepada Tuhan, sumber segala berkah.

Pemerintah adalah hamba Allah bagi kebaikan masyarakat bukan menjadikan masyarakat hamba bagi kebaikan dan keuntungan sendiri. Karena pemerintah adalah hamba, ia harus mendedikasikan hidupnya bagi kemaslahatan rakyat dengan mementingkan tanggung jawab bukan fasilitas dan tunjangan. Pada sisi lain, sakralisasi juga harus dibaca sebagai what ought yang menjadi kriteria bagi masyarakat untuk mengawasi dan mendorong pemerintah menjalankan karakter kudusnya.

kehilangan kekuatan untuk mengendalikan gejala-gejala kepentingan dan kekuasaan lokal yang tidak bias dipungkiri, kerap menggunakan kekerasan secara tidak terukur.

Contoh kasus cukup banyak: Ambon, Poso, Alas Tlogo dan sebagainya. Kuyper jelas menolak pemerintahan tirani, tetapi tidak berarti ia setuju dengan masyarakat anarkis.

Artinya, pemerintah harus dikerangka dan dibingkai oleh publik agar menggunakan kekuasaannya secara terukur, tetapi sebaliknya, pemerintah juga harus berperan efektif-efisien dalam membingkai penggunaan kekuasaan dan kekerasan di masyarakat secara terukur sehingga menghasilkan masyarakat yang equilibrium.

Menyandang Tiga Pedang
Dalam menggambarkan peran pemerintahan sebagai hamba Tuhan, Kuyper menggunakan analogi ”penguasa menyandang pedang”. Pemerintah dituntut menjalankan tiga ”pedang” yakni sword of justice, sword of war dan sword of order (Lectures on Calvinism, 1931, h. 93). Pedang pertama berfungsi untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelaku kejahatan/ kriminalisme.

Pedang kedua berfungsi untuk membela kehormatan dan hak serta kepentingan negara terhadap musuh-musuhnya. Pedang ketiga untuk menghalau pemberontakan. Ketiga pedang ini dibingkai dalam kewajiban-kewajiban tertinggi pemerintah, yakni untuk mengusahakan keadilan dan integrasi bangsa.

Hal ini membawa kepada sejumlah langkah praktis. Pertama, perlunya kembali kepada prinsip ruled by law sehingga law enforcement harus terus menerus diupayakan guna mencapai keadilan secara substantif, bukan keadilan prosedural administratif semata.

Kasus tertangkapnya Irawady Joenoes amat menyayat hati karena menjadi indikasi bahwa law enforcement di negara kita rapor merah. Jika anggota komisi yang mengawasi lembaga peradilan saja melakukan tindak pidana suap bagaimana dengan lembaga yang diawasinya. Apa perlu mendirikan lagi komisi untuk mengawasi komisi yang mengawasi lembaga peradilan.

Kedua, keadilan dan integrasi sebagai visi menuntut pemerintah untuk melakukan perlindungan maksimum terhadap minoritas. Eksistensi minoritas tidak boleh diparadigma sebagai beban dan penyakit yang harus disingkirkan melainkan sebagai batu ujian bagi pemerintah dalam menjalankan hukum dan keadilan.

Jika pemerintah sanggup melindungi minoritas, otomatis mayoritas akan dilindungi karena pada dasarnya pemerintah lebih mudah mengakomodasi mayoritas ketimbang minoritas. Minoritas yang mengalami keadilan substantif akan membangun kekuatan legitimasi pemerintah dalam mengupayakan integrasi bangsa.

Ketiga, keadilan dan integrasi harus diparadigma sebagai satu kesatuan. Tanpa keadilan tidak mungkin integrasi berjalan mulus. Integrasi adalah buah dari keadilan substantif yang dialami.

Jika kebijakan pemerintah dirasakan tidak adil,keinginan untuk disintegrasi akan semakin besar. Hal ini berarti promosi terbaik dari integrasi adalah keadilan yang bukan berhenti pada level wacana dan perundangan strategis pada konstitusi, tetapi benar-benar terekspresi dalam perundangan teknis.

Sebagai contoh, konstitusi mengamanatkan anggaran pendidikan dua puluh persen, tetapi ternyata belum dapat diwujudkan hingga ke tataran praktis. (Sinar Harapan, 30 Oktober 2007)

Audio: Kuyper dan Sakralisasi Pemerintahan

Sumber Artikel: 

Nama situs :Reformed Center For Religion and Society
URL:http://www.reformed-crs.org/ind/article/kuyper_dan_sakralisasi_pemerintahan.html
Penulis : Antonius Steven Un (Peneliti Reformed Center for Religion Society)

Kecewa – Frustasi

Penulis_artikel: 
Transkrip khotbah Pdt. Stephen Tong
Tanggal_artikel: 
6 Februari 2016
Isi_artikel: 

Manusia adalah makhluk yang mempunyai intelek, kemauan dan emosi yang paling tinggi, dalam dan luas. Tidak ada makhluk yang mampu berpikir sekapasitas manusia. Tiada makhluk yang mampu mengembangkan emosi sedalam manusia dan tiada makhluk yang mempunyai kemauan untuk mengerjakan sesuatu menuju kekekalan seperti manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang boleh meliputi ketiga aspek ini karena dicipta menurut peta dan teladan Allah.

Sebab Allah itu benar maka manusia mampu berpikir tentang kebenaran. Sebab Allah itu kasih maka manusia bisa beremosi sedemikian dalam dan hangat. Karena Allah mempunyai rencana kekekalan, maka manusia mampu mengambil keputusan dan taat kepada Allah sehingga bisa berbagian dalam rencanaNya.

Binatang tidak mempunyai pengertian dan emosi, binatang hanya mempunyai insting. Tidak mungkin mereka melampaui limit insting, karena mereka tidak mempunyai roh yang kekal. Hanya kebutuhan akan makanan dan sex yang menjadi instinctive power dan impulse yang mendorong mereka untuk berjuang. Binatang berperang untuk makanan dan sex. Setelah selesai makan dan berhubungan sex, binatang tidur dan mati tanpa urusan yang lain. Lain dengan manusia yang berpikir tentang kebenaran. Baik kebenaran natural dan fisik dalam alam semesta yang disebut science, kebenaran tentang Allah yang disebut teologia, dan kebenaran dalam seluruh epistemologi yang disebut filsafat. Manusia mempunyai kapasitas cinta, iri, lesu, benci, ingin, ini semua karena kita diciptakan menurut peta teladan Allah yang penuh dengan kasih, benci, iri, marah dan sedih.

Kita mungkin sering melukai atau dilukai oleh orang lain. Waktu kita dilukai, bagaimana perasaan kita dan bagaimana kita harus mengalahkan luka yang sudah diterima itu? Ini memang tidak gampang, tetapi mengerti bagaimana mengatasi luka batin menjadikan kita orang yang kuat menghariapi kesulitan lebih besar. Banyak orang yang tidak pernah dilukai karena terus berada di sesuatu tempat yang penuh perlindungan, segala kecukupan diberikan. Hal seperti Ini hanya menjadikan manusia seperti bunga didalam vas. Bunga di dalam vas indah untuk grafik design, untuk difoto tetapi tidak pernah berguna jikalau terkena angin taufan karena tidak ada akarnya. Manakah yang lebih kasihan, anak yang dilahirkan dalam keluarga yang kaya atau anak yang dilahirkan di keluarga miskin? Bukankah lebih kasihan anak yang dilahirkan di keluarga miskin? Tetapi mengapa banyak orang agung yang justru dilahirkan dalam keluarga miskin? Mengapa banyak orang sukses justru dibesarkan dalam keluarga miskin? Disini ada bijaksana yang perlu kita pikirkan. Banyak orang terlalu melindungi anaknya, seolah-olah menghembus nafas saja bisa membangunkan bayi yang sedang tidur. Anak yang dibesarkan demikian, setelah dewasa mungkin mendengar kuda kentut akan langsung sakit jantung. Mereka tidak pernah dilatih dan tidak pernah susah. Anak yang dilahirkan dalam keluarga kaya apalagi dimanja adalah anak yang paling kasihan. Anak-anak seperti itu tidak ada hari depannya.

Semua orang yang dipakai Tuhan dalam Alkitab diperbolehkan untuk ditindas, dianiaya dan dipersulit. Daud dipanggil untuk menjadi hamba Tuhan, raja Israel tapi dia harus dihina, diejek, diincar oleh Saul berpuluh-puluh tahun sebelum dia naik tahta. Inilah cara Tuhan, mari kita mengindahkan cara Tuhan, jangan terlalu menyombongkan cara manusia. Orang yang terlalu dimanja hanya menjadi bunga dalam vas. Bunga itu dirancang bagitu bagus dan diberikan vas yang bagus pula, akan tetapi hidupnya dan perhuangannya sudah diputuskan. Anak-anak Janganlah dididik dengan dimanJa, Jangan memberikan segala sesuatu sesuai permintaan mereka yang serakah, yang tidak pernah puas sehingga merusak diri mereka. Sebaliknya anak hendaknya dididik supaya mereka tahu bahwa mereka adalah manusia yang harus mandiri, berdikari, berjuang dan menghadapi angin taufan. Mereka akan belajar beriman bukan secara harafiah, bukan sekedar pengakuan atau epistimologi, tetapi iman yang bersandar pada Allah yang hidup. Dengan demikian mereka akan mendapatkan kekuatan mengatasi semua peperangan rohani, semua kekurangan dan bahaya semasa hidupnya sampai mereka berjumpa dengan Tuhan.

Kecewa atau frustasi merupakan sesuatu yang umum dan biasa terjadi pada setiap orang. Maka tidak ada orang yang tidak pernah kecewa. Pada waktu kita frustasi atau putus asa, selalu kita mempertanyakan mengapa saya hidup didalam dunia ini. Kalau memang hidup adalah demikian, lebih baik saya mati saja. Pada waktu Ayub dalam kekecewaan, dia mengatakan aku mengutuk hari kelahiranku, lebih baik aku tidak dilahirkan, lebih baik mati didalam rahim, jangan dilahirkan dan bertemu dengan sinar matahari. Dia sudah merasa hidupnya tidak berarti. Orang yang seperti ini, baginya setiap detik itu siksaan, penganiayaan. Proses waktu merupakan suatu kekejaman yang menaungi keberadaannya. Mengapa orang yang agung seperti Ayub bisa menjadi frustasi seperti ini? Pada waktu seseorang tidak mengerti mengapa dia harus menderita, dia menjadi gampang frustasi. Kita menjadi kecewa karena yang kita harapkan tidak terjadi, tapi apa yang kita tidak nanti-nantikan justru terjadi.

Kesulitan-kesulitan jiwa yang diakibatkan oleh frustasi dan pengalaman kecewa memiliki sebab-sebab yang menjadi kunci. Pertama, kita belum pernah bersiap untuk aspek negatif. Orang yang tak pernah berpikir kemungkinan negatif tiba adalah orang yang over optimistic. Orang yang terlalu pesimis juga pasti akan gagal. Jadi manakah yang benar, optimis atau pesimis? Dua-duanya benar, tidak pernah kita 100% sukses tanpa persiapan hati menghadapi aspek negatif secara agak pesimis, langit tidak selalu biru, kadang mendung, kadang cerah. kita harus bersiap menghadapi kemungkinan-kemungkinan di luar dugaan.

Peribahasa Tionghoa mengatakan langit mempunyai awan cerah dan hujan mendung yang tidak mungkin diprediksikan, manusia mempunyai kemungkinan paginya untung malamnya celaka atau paginya celaka malamnya untung. Perubahan-perubahan ini adalah perubahan yang lumrah. Orang yang stabil rohani adalah orang yang selalu mempersiapkan diri menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi. Orang yang tak pernah ada persiapan hati, yang tahunya cuma enak-enak lancar saja, akan gampang kecewa. Oleh karena itu bersyukurlah kepada Tuhan Jikalau semasa muda kita sudah mengalami kesulitan, ini membuat kita memiliki mental yang sudah dipersiapkan sehingga kita mampu menghadapi kesulitan yang mendadak.

Di dalam buku Lamentation of Jeremiah, ada satu kalimat yang sangat baik, yaitu adalah baik anak muda menanggung kuk. Semua orang yang waktu tuanya sukses, pasti waktu mudanya pernah susah. Mereka yang tak pernah susah, bukan hanya tidak mempunyai kekuatan menghadapi kesulitan tetapi melarikan diri dari kesulitan. Barangsiapa yang hanya tahu melarikan diri dari kesulitan, tidak ada hari depan yang baik. Bersyukurlah kepada Tuhan, Jika waktu muda kita sudah diberikan berbagai kegagalan. Semuanya itu akan melatih kita untuk menanggung beban berat. Tidak ada hal yang kekal di dalam dunia ini. Tetapi bagaimanapun kita harus menJalankan kehendak Tuhan.

Pada waktu kita diberikan kegagalan, kita menangis, kita berdoa, kita bertanya kepada Tuhan. Alkitab mengatakan yang menjaga malam selalu bertanya kapan matahari terbit, kapan saya mellhat cahaya matahari baru muncul. Anak muda, waktu diijinkan gagal oleh Tuhan, Janganlah mengeluh, Jangan putus asa, Jangan bunuh diri, Jangan kecewa sampai membinasakan diri. Semua rencana Tuhan adalah baik, meski mungkin kita diberi kegagalan, putus asa, frustasi. Yang penting adalah apakah saya dihanyutkan oleh frustasi ataukah saya mengatasi frustasi sehingga saya memperalat kesulitan-kesulitan ini untuk menjadi bahan membangun diri saya menjadi makin tegas, tegar, kuat pada saat berjuang.

Pada saat kita sudah mengalahkan kesulitan, kita menjadi seorang yang kuat pribadinya, menjadi seorang yang begitu kokoh, tegar di dalam struktur karakter. Maka kita akan dipercayakan oleh Tuhan untuk mengerjakan hal-hal yang begitu besar asal jangan sombong. Seandainya kita sudah mampu mengatasi kesulitan, ingat jangan menyerang orang lain. Jangan bersungut-sungut kepada Tuhan, Jangan mempersalahkan atau membenci orang dan jangan menghina orang yang belum mengalaminya. Pujilah dan bersandarlah pada Tuhan. Ini penting sekali. Maka kita senantiasa bersyukur pada Tuhan meskipun Ia mengijinkan kita mengalami.

BBC pernah menanyakan engkau memang orang pintar, mengapa belum sukses. Setelah mengumpulkan semua Jawaban, akhirnya BBC membagi 3 macam jawaban yang sangat berlainan:

Jawaban pertama mengatakan saya tidak sukses karena banyak halangan, dihina, dipojokkan, diejek, begitu banyak orang jahat. Jawaban kedua mengatakan siapa bilang saya tidak sukses, sekarang saya belum sukses, tapi saya sedang dalam proses menuJu kesuksesan. Jawaban ketiga mengatakan saya tidak pernah merasa diri pintar.

Jawaban yang paling baik adalah jawaban ketiga, karna kalaupun sukses ia tidak menganggap diri sukses. Mereka yang gila kesuksesan & tidak melihat kelemahan diri. Mereka yang menganggap diri sukses adalah kesuksesan yang terbatas. Mengapakah John Sebastian Bach mengatakan diri tidak terlalu sukses? Mengapakah Beethoven yang begitu hebat sebelum mati dangan tangan yang mengepal mengatakan masakan dia harus meninggal dunia setelah menulis not balok yang begitu sedikit? Dia tidak merasa diri sukses. Mengapakah Thomas Edison tidak merasa diri sukses? Dia mengatakan jikalau anda ingin sukses, maka diperlukan 1% bakat dan 99% usaha. Sewaktu umur 11 tahun, dia diusir dari sekolah, dia dianggap bodoh, tetapi dia lebih raJin dari orang lain. Hanya untuk menemukan lampu saja, dia pernah gagal 1700 kali. Pada pencobaan yang ke-1700 kali, mendadak lampu nyala dan inilah pertama kalinya manusia melihat cahaya bukan dari minyak. Jangan lupa sebelum senang dia pernah gagal 1700 kali. Kalau dia berhenti waktu 1600 kali, tidak ada orang yang berhak mencela dia. Kalau satu kali saja dia berhenti, dunia sekarang gelap, Thomas Edison mengatakan formula kesuksesan adalah 99% kerja berat dan 1% bakat.

Merasa diri kurang pintar, belum sukses tahunya kerja keras, tidak gila nama, pujian atau kesuksesan adalah contoh pendidikan yang terbaik. kita tidak bisa lebih cepat daripada dalil yang ditetapkan oleh Tuhan. Di dalam 2450 tahun yang lalu, ada satu buku yang bejudul zhan guo che di dalam sejarah Cina. Dalam buku ini banyak parable yang penuh dangan kebijaksanaan. Salah satunya, ada satu orang petani yang terlalu tergesa-gesa. Dia mau padi yang ditanamnya cepat tumbuh, akhirnya dia menarik padi itu supaya lebih tinggi. Keesokan harinya dia datang untuk menarik padi itu lagi, temyata semua padi telah mati karena melanggar dalil harus bersabar sampai saatnya tiba.

Banyak pemuda-pemudi yang maunya cepat-cepat, paling baik tidak usah sekolah tetapi mendapatkan gelar, paling baik tidak usah kerja mendapat uang, paling baik tak usah rajin tapi dapat hasil, paling baik tidak usah membayar harga tetapi dapat hasil, akhirya yang didapat adalah kriminal dan dosa. Janganlah kita marah pada saat Tuhan memberikan kita kegagalan. Semua kegagalan dan kesulitan yang diginkan Tuhan itu baik. Sebab orang yang tidak pernah dilawan, dihina, diiri, dipersulit, dianiaya adalah orang yang tidak mempunyai fondasi moral yang kuat. Dia tidak ada pengharapan hari depan yang baik. Kita seharusnya bersyukur kepada Tuhan karena Dia memberikan kita kesempatan untuk dilatih. Semua itu baik adanya.

Orang yang selalu menyalahkan orang lain dan tahunya dendam kepada orang lain,akan menjadi batu yang terus mengganggu dirinya maju. Ada seorang pendeta yang memaki-maki saya melalui tulisannya di internet supaya orang-orang membenci saya. Saya tidak tahu akan hal ini sampai ada seseorang yang memberitahukan saya. Dia menanyakan bagaimana respon saya dan perlukah dia menulis juga di internet untuk melawannya. Saya menjawab tidak usah, karena saya tidak pernah dipanggil untuk membela diri kita dipanggil untuk membela kebenaran bukan untuk membela diri, diri kita hanyalah satu manusia kecil tetapi kebenaran Tuhan tidak boleh dipermainkan. Karena tidak ada orang yang melawan, pendeta itu menjadi makin berani dan menulis lagi. Ingat dalil ini, jikalau engkau melukai hati orang yang membesarkan dan mendoakan kamu, kamu akan dihukum oleh Tuhan. Tetapi jika orang yang tidak pernah mempunyai andil menjelek-jelekkan kita, maka kita tidak mungkin dirugikan. Tiga tahun kemudian, orang itu tesisnya di Belanda tidak diterima. Dia menjadi marah sekali dan frustasi sampai mengancam pemerintah bahwa jikalau dia tidak lulus, dia tidak akan balik Indonesia dan akan bunuh diri. Lalu ia naik tiang listrik, tetapi tidak menyentuh kabelnya. Jadi dia cuma membuat sensasi, sehingga akhirnya pemeriniah Belanda marah dan dia dipaksa turun oleh polisi dan kemudian dikirim balik ke Indonesia. Waktu orang memberitahukan kepada saya, saya bilang kasihan dan berdoalah biar Tuhan menolongnya.

Janganlah dendam pada mereka yang memusuhi kamu. Jikalau kita memusuhi orang yang yang memusuhi kita, maka rohani kita sama seperti rohani mereka. Doakan dan minta Tuhan memberkatinya supaya suatu saat dia sadar kembali. Frustasi, kegagalan, kekecewaan bisa datang mendadak, tetapi semua ada berkat Tuhan di belakangnya. Amin.

(Transkrip khotbah Pdt. Stephen Tong)

Situs Artikel Kristen Indonesia

Sebagai orang Kristen, sudah seharusnya kita bertanggung jawab atas diri kita untuk terus bertumbuh, baik dalam wawasan, kerohanian, maupun keterampilan. Salah satu caranya adalah dengan banyak membaca. Situs e-Artikel menyediakan sumber-sumber kekristenan untuk membantu kita mengembangkan wawasan tentang iman dan kehidupan kekristenan.

Orang Kristen yang Sejati dan yang Palsu

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Menjadi seorang Kristen sejati adalah anugerah Allah bagi umat yang dipilih-Nya. Kekristenan sejati tidak hanya berbicara mengenai status menganut agama Kristen, kegiatan ibadah di gereja, atau pelayanan di berbagai bidang dalam mendukung pertumbuhan gereja. Semua hal itu tidak pernah menjamin dan menunjukkan bahwa kita benar-benar seorang Kristen sejati di hadapan Allah.

Di dalam Matius 7:23, kita akan menemukan satu pernyataan ayat yang sangat mengerikan, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" Dalam ayat tersebut, siapa sangka orang yang bernubuat di dalam nama Yesus, mengusir setan di dalam nama Yesus, dan mungkin melakukan hal lain di dalam nama Yesus justru ditolak masuk kerajaan Allah, bahkan Yesus dengan tegas menjawab, "Aku tidak pernah mengenalmu!" dan mengusirnya dari hadapan-Nya, "Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" Tak semua orang yang mengaku Kristen adalah seorang Kristen sejati. Kristen sejati perlu diuji dan dibuktikan oleh tangan Allah sendiri di dalam segala zaman. Orang-orang Kristen sejati adalah orang-orang yang telah ditebus oleh Kristus melalui kematian-Nya di atas kayu salib. Merekalah yang mau tersalib dan mati bersama-sama dengan Kristus, dan mengalami kebangkitan Kristus dalam hidupnya. Lalu, apakah yang membedakan Kristen sejati dan Kristen palsu? Menarik untuk kita simak bersama. Pada edisi kali ini, e-Reformed akan menyajikan satu artikel yang akan menolong kita untuk mengetahui perbedaan mendasar seorang Kristen sejati dan yang palsu.

Akhir kata, segenap redaksi publikasi e-Reformed mengucapkan "Selamat merayakan hari Paskah 2016". Kiranya melalui kematian Kristus dan kebangkitan-Nya, kita boleh semakin bermegah di dalam anugerah-Nya dan makin giat memberitakan penebusan salib Kristus bagi dunia. Soli Deo Gloria

Ayub Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
Edisi: 
Edisi 174/Maret 2016
Isi: 

Bab ini membicarakan perbedaan antara orang Kristen yang sejati dengan orang yang hanya tampaknya saja Kristen. Yesus membicarakan kedua macam orang ini (Yohanes 15:1-8). Yesus membandingkan orang-orang yang mengaku Kristen dengan ranting-ranting dari pohon anggur, ada yang berbuah dan ada yang tidak.

Pokok Anggur

Pertama, Yesus berkata bahwa Allah Bapa seperti tukang kebun yang memotong setiap ranting yang tidak berbuah (Yohanes 15:2). Ini menggambarkan bahwa mungkin orang-orang yang tampak seperti orang percaya sebenarnya bukan orang percaya yang sungguh-sungguh. Cara hidup mereka mungkin seperti orang Kristen, tetapi di dalam dirinya tidak ada kehidupan rohani, mereka mati secara rohani. Ketika Yesus berkata, "setiap ranting pada-Ku yang tidak menghasilkan buah," yang Ia maksudkan adalah "Setiap ranting yang memiliki hubungan dengan-Ku, tetapi hidupnya tidak bersumber dari pada-Ku".

Banyak orang yang mengagumi Yesus Kristus. Mereka menganggap Dia sebagai teladan untuk diikuti. Mereka bahkan mungkin mengatakan bahwa mereka menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Namun, mereka tidak bersandar pada-Nya untuk menghapus dosa mereka dan mendamaikan mereka dengan Allah. Mereka yang berada "di dalam" Kristus hanya di dalam hal yang sangat umum. Mereka menyukai Dia, mereka mengakui hidup-Nya benar, mereka melakukan apa yang Ia lakukan. Namun, mereka tidak memperoleh dari-Nya seluruh pengharapan keselamatan dan kehidupan rohani mereka. Yesus mengatakan bahwa orang-orang seperti itu tidak berbuah.

Coba kita pikirkan seperti ini. Sebuah ranting yang diikat ke pohon bisa terlihat seperti ranting yang tumbuh dari pohon itu. Padahal, betapa berbeda keduanya! Ranting yang tumbuh dari pohon mendapatkan hidupnya dari pohon itu, ranting itu hidup! Ranting yang diikatkan ke pohon tidak mendapat kehidupan dari pohon, ranting itu mati! Demikian juga, mungkin ada orang-orang yang suka disebut Kristen, tetapi hanya menempel saja di bagian luar cara hidup Kristen.

Koreksi dari Allah, apabila sungguh-sungguh diterima, membuat orang-orang percaya semakin mengasihi Tuhan Yesus Kristus dan membuat mereka menjadi seperti Dia.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Bagaimana cara mengenali kekristenan nominal ini? Ia tidak berbuah, tidak ada tanda-tanda kehidupan rohani, tidak ada dukacita terhadap dosa, tidak ada seruan kepada Allah untuk memohon pengampunan dan belas kasih-Nya, tidak ada kebergantungan sepenuhnya pada Yesus Kristus untuk berdamai dengan Allah, tidak ada kerinduan untuk hidup bagi Yesus Kristus sehingga ia dapat menyenangkan Allah. Karakter orang Kristen nominal sama sekali tidak akan menyerupai Yesus Kristus. Mereka tidak memiliki kerendahan hati, mereka tidak mengontrol kekuatannya, mereka merasa sulit menyangkal diri, mereka tidak membenci dosa, dan mereka tidak hidup seperti orang yang sedang bersiap untuk masuk ke dalam kekekalan. Tentu saja tanda-tanda ini tidak selalu dapat terlihat karena kehidupan rohani sebagian besar tersembunyi.

Namun demikian, kadang-kadang kehidupan seseorang tidak berbuah dapat tampak dengan jelas: masalah-masalah, pencobaan-pencobaan, atau keberhasilan memperlihatkan kekosongan kehidupan rohani seseorang. Karena itu, marilah kita melihat diri kita sendiri. Apakah kita berbuah atau tidak? Apakah kita hanya sekadar tertarik kepada cara hidup orang Kristen, atau apakah kita bersandar pada Yesus Kristus untuk kehidupan rohani kita?

Kedua, Yesus berbicara tentang membersihkan ranting yang berbuah, yaitu orang-orang yang memiliki kehidupan baru dari Allah di dalam mereka. Paulus berkata, "Barangsiapa dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru" (2 Korintus 5:17). Berada "di dalam Kristus" berarti orang-orang percaya dipilih Allah untuk menerima hidup baru ini; bahwa Allah telah mengampuni mereka karena penderitaan dan kematian Kristus di kayu salib dan telah menyatakan mereka benar di hadapan-Nya. Sekarang, mereka memiliki iman yang hidup dan kudus. Sebagaimana Paulus berkata, "Tetapi bukan lagi aku sendiri lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku" (Galatia 2:20). Orang-orang percaya demikian bagaikan ranting yang memperoleh hidupnya dari pohon. Yesus berkata, "Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak berbuah di dalam Aku" (Yohanes 15:4). Buah yang dimaksudkan oleh Yesus adalah hati yang hancur karena dosa, jiwa yang menyesal, kerendahan hati dalam memandang diri, dan bersandar sepenuhnya pada Yesus untuk memperoleh keselamatan. Apakah kita mengerti hidup yang menghasilkan buah ini? Hidup seperti ini akan menghasilkan hidup yang kudus, itulah kehidupan rohani yang sesungguhnya.

Yang dimaksud Yesus dengan "memangkas" atau "membersihkan" adalah bahwa Allah akan mengambil dari kita hal-hal yang mengganggu kehidupan rohani kita. Alkitab mengatakan bahwa Allah memperbaiki kehidupan orang-orang percaya, atau "memangkas" mereka, karena Ia mengasihi mereka (Ibrani 12:10). Orang-orang Kristen tidak selalu mengerti cara kerja Allah atas hidup mereka. Mengapa ada orang-orang Kristen yang saleh, tulus, penuh kasih, harus menderita kesulitan dan kekecewaan? Mereka tidak dapat menjawabnya, tetapi mereka tahu bahwa Allah hanya akan memberikan yang terbaik bagi mereka. Mereka tahu bahwa segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk kebaikan mereka (Roma 8:28).

Pokok Anggur

Pemangkasan atau pembersihan ini tidak melemahkan kehidupan rohani orang-orang percaya. Allah memelihara kehidupan yang telah diberikan-Nya sendiri sejak awal. Maksud dari pemangkasan adalah, seperti kata Yesus, "supaya lebih banyak berbuah" (Yohanes 15:2). Koreksi dari Allah, apabila sungguh-sungguh diterima, membuat orang-orang percaya semakin mengasihi Tuhan Yesus Kristus dan membuat mereka menjadi seperti Dia.

Apakah kita adalah orang Kristen yang berbuah? Allah memiliki rencana supaya umat-Nya berbuah lebih banyak. "Dalam hal inilah Bapaku dipermuliakan," kata Yesus, "yaitu jika kamu berbuah banyak." (Yohanes 15:8)

Audio: Orang Kristen yang Sejati dan yang Palsu

Sumber: 
Diambil dari:
Judul buku  :  Kebangunan Rohani Pribadi
Judul Asli  :  The Christian's Inner Life
Judul Artikel  :  Orang Kristen yang Sejati dan yang Palsu
Penulis  :  Octavius Winslow
Penerjemah  :  Yulvita Hadi Yarti
Penerbit  :  Momentum, Surabaya 2010
Halaman  :  61 -- 66

Hadirilah "Reformed Evangelical International Conference"

Hadirilah "Reformed Evangelical International Conference" yang akan diselenggarakan pada 7 -- 12 Maret 2016 di Jakarta. Silakan mendaftarkan diri dan mengajak rekan-rekan Anda untuk turut berpartisipasi. Lebih lengkap silakan baca informasi di http://www.sttrii.ac.id/ind/event/reic/index.html

Kumpulan Bahan Paskah Berkualitas

Hari Paskah sudah hampir tiba, kini saatnya berkunjung ke situs Paskah Indonesia untuk mendapatkan bahan-bahan bertema Paskah yang dapat kita manfaatkan untuk merefleksikan penderitaan dan kemenangan Kristus selama masa Paskah.

Komentar


Syndicate content