Penghiburan dan Pergumulan Pengikut Kristus

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Sebagai seorang pengikut Kristus, kita senantiasa dituntut untuk berjuang hingga garis akhir. Menjadi seorang murid bukan berarti bahwa kita berada di dalam zona aman dan nyaman. Justru ketika menjadi murid Kristus, kita ditantang untuk melakukan apa yang Yesus telah lakukan. Sebagaimana yang dituliskan dalam Yohanes 1:12-13, menjadi murid Kristus berarti kita beroleh status yang baru, yaitu status bahwa kita bukan lagi diperanakkan melalui darah dan daging, melainkan kita telah diberi-Nya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Untuk itu, keberadaan kita "dalam Kristus" menjadi satu penghiburan sejati untuk bergumul menjalani hari-hari sebagai pengikut Kristus.

Apabila hidup tidak seturut dengan yang Tuhan kehendaki, ajaran sesat telah mengintip dan dapat menjerat kita kapan saja. Apakah kita ingin menjadi serupa dengan dunia ini dan kehilangan penghiburan dalam penderitaan dan salib Kristus? Hendaknya kita bisa terus hidup berpadanan dengan firman Tuhan setiap hari hingga Tuhan mendapati kita setia di hadapan-Nya. Soli Deo Gloria!

Amidya

Staf redaksi e-Reformed,
Amidya

Edisi: 
Edisi 189/Juni 2017
Isi: 

ARTIKEL Penghiburan dan Pergumulan Pengikut Kristus

Pernahkah engkau merasa letih dalam perjuanganmu sebagai pengikut Kristus? Engkau melihat guru-guru di sekolahmu mengajarkan hal-hal yang melawan firman Allah, engkau melihat hidup sahabat-sahabatmu yang tidak kudus, dan engkau ditolak oleh mereka ketika engkau mau hidup kudus. Engkau melihat kecurangan di kantormu, tetapi engkau merasa tidak bisa berbuat apa-apa karena kecurangan itu telah menjadi sistem. Bahkan, engkau melihat dengan jelas dalam dirimu sendiri bahwa ketika engkau ingin mengikut Kristus, terdapat kekuatan yang menarik engkau untuk berdosa lagi, berdosa lagi, berdosa lagi, sehingga dalam bebanmu yang berat, engkau berteriak kepada Allah, "Ya Allah, saya letih!"

Wajarkah pergumulan-pergumulan yang demikian? Ya, pergumulan-pergumulan di atas adalah pergumulan-pergumulan yang wajar dialami orang Kristen di dunia ini. Dan, sebenarnya pergumulan-pergumulan tersebut adalah tanda kehidupan rohani kita -- tanda kehidupan yang menunjukkan adanya ketegangan antara hidup kita yang sudah dihidupkan dengan dunia berdosa yang mati, antara diri kita yang sudah ditebus dengan kehidupan lama kita yang masih bercokol.

Dalam Yohanes 17:14-16, Tuhan Yesus mengatakan bahwa pengikut-Nya bukan berasal dari dunia, tetapi mereka berada di dalam dunia. Kita telah diberikan hidup yang baru, kesadaran yang baru, hati yang baru oleh Allah. Hidup yang baru ini betul-betul bertolak belakang dengan hidup lama yang dari dunia. Inilah penyebab pergumulan dan konflik kita dengan dunia yang kita hidupi saat ini. Jika kita masih dapat merasakan sakit, tandanya kita masih hidup. Orang mati tidak merasa sakit, tetapi orang hidup merasa sakit jika ada sesuatu yang merusak tubuhnya. Begitu juga dengan hidup rohani kita. Kita perlu bersyukur jika kita mengalami pergumulan karena justru orang yang mati rohani yang tidak mungkin bergumul karena ketegangan antara hidup baru dan dunia yang mati tidak ada.

Jika demikian, apakah penghiburan kita ketika kita bergumul melawan dosa, baik di dalam maupun di luar diri kita? Terpujilah Allah yang telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, Allah sejati, untuk menjadi manusia seperti kita. Anak Allah bukanlah Allah yang jauh, melainkan Immanuel, Allah yang dekat dengan kita. Anak Allah rela menjadi manusia, rela dibatasi, untuk menjadi Imam Besar yang dapat menaruh belas kasihan kepada kita. Ia mengalami pergumulan-pergumulan yang kita alami, bahkan dalam takaran yang jauh lebih berat daripada yang kita alami.

Sebelum Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi kita, Ia telah mengalami pencobaan, penghinaan, dan ketersendirian; segala pergumulan yang kita alami, Ia mengalaminya, karena Ia adalah manusia sejati. Tuhan Yesus memiliki tubuh, sama seperti kita memiliki tubuh. Ia memiliki perut yang bisa lapar ketika tidak makan selama 40 hari; Ia memiliki kulit kepala yang bisa luka ketika tertusuk-tusuk mahkota duri; Ia memiliki tubuh yang bisa letih ketika Ia membawa kayu besar "terkutuk" di atas pundak-Nya. He is the man of sorrow and acquainted with grief. Anak Allah tidaklah berpura-pura karena Ia adalah Kebenaran. Tuhan Yesus adalah manusia sejati yang sungguh dapat mengalami kesakitan seperti kita karena Ia tidak mungkin berbohong.

Ajaran sesat yang mengajarkan bahwa Yesus bukan betul-betul manusia bersumber dari filsafat Yunani Gnosticism. Orang-orang yang percaya ajaran sesat inilah yang disebut anti-Kristus oleh Rasul Yohanes dalam suratnya:

"Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia (KJV: Jesus Christ is come in the flesh), berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus ...." (1 Yohanes 4:2-3)

Ajaran Gnosticism secara umum mengajarkan bahwa jiwa/roh itu suci, sedangkan materi itu jahat. Maka berdasarkan asumsi sesat itu, mereka mengatakan bahwa tidaklah mungkin Allah sejati menjadi manusia sejati. Manusia sejati mempunyai tubuh yang berupa materi, dan materi itu pada dasarnya jahat. Maka ajaran sesat kekristenan yang dipengaruhi Gnosticism, mengajarkan bahwa Tuhan Yesus bukan betul-betul Allah menjadi manusia. Ada dua macam ajaran sesat Kristen yang dipengaruhi Gnosticism:

1. Docetism

Docetism berasal dari bahasa Yunani dokeo, yang artinya "kelihatannya". Ajaran ini mengajarkan bahwa Tuhan Yesus hanya "kelihatannya" memiliki tubuh, padahal tidak.

2. Cerinthianism

Cerinthianism mengajarkan bahwa Kristus yang ilahi bergabung dengan manusia Yesus pada saat peristiwa pembaptisan, dan meninggalkan manusia Yesus sebelum Dia mati. Cerinthianism berasal dari kata Cerinthus, yang merupakan pengajar utama dari ajaran sesat ini.

Berbeda mutlak dengan ajaran Gnosticism, Alkitab dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru mengajarkan bahwa segala ciptaan Tuhan itu baik, termasuk materi. Tubuh bukanlah penjara jiwa, seperti diajarkan oleh Gnosticism. Tubuh adalah ciptaan Allah yang indah untuk melaksanakan kehendak Allah. Itulah tujuan Yesus datang ke dunia ini menjadi manusia sejati, yaitu untuk melaksanakan kehendak Allah Bapa. Tubuh mencapai tujuan eksistensinya yang ultima ketika dipakai untuk menggenapkan kehendak Allah. Tuhan Yesus berkata:

"Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki -- tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku, ... untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." (Ibrani 10:5,7)

Jika kita betul-betul menghayati hal ini, kita akan lebih menghargai hidup ini dengan penuh ucapan syukur. Kita juga lebih mudah mengerti pentingnya mandat budaya jika kita mengerti bahwa materi itu dikehendaki Allah. Orang-orang Kristen yang hanya memikirkan tentang kehidupan di sana (other worldly) tanpa mau bekerja di sini (this worldly) mungkin dipengaruhi Gnosticism atau Platonism. Teknologi, pendidikan, politik, dan lain-lain adalah aspek-aspek kehidupan yang perlu direbut kembali bagi ketuhanan Kristus, bukan hanya jiwa/roh manusia.

I have a Savior, He's pleading in glory, A dear, loving Savior though earth friends be few; And now He is watching in tenderness over me; And oh, that my Savior is your Savior, too? For you I am praying, for you I am praying, For you I am praying, I'm praying for you?
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Kita baru bisa mendapat penghiburan yang sejati untuk menjalani kehidupan Kristen kita jika mengerti bahwa Yesus Kristus juga adalah manusia sejati, yang bertubuh materi untuk menjalankan dan menggenapi kehendak Bapa di surga, serta yang mengalami pergumulan dan kesakitan yang kita alami. Penulis kitab Ibrani mengatakan bahwa Anak Allah menjadi manusia adalah suatu keharusan, "supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa". Tuhan Yesus menaruh belas kasihan terhadap kita. Ia mengerti pergumulan kita dalam usaha kita menjalankan kehendak Bapa karena Ia telah mengalami pergumulan-pergumulan di dunia dalam keberadaan-Nya sebagai manusia seperti kita.

Apakah pergumulanmu seberat pergumulan Kristus? Adakah kesedihan yang lebih besar dari kesedihan Pencipta yang ditolak oleh kepunyaan-Nya sendiri? Adakah pergumulan yang lebih besar dari pergumulan yang Mahakudus untuk hidup di tengah-tengah dunia yang penuh dengan dosa dan kejijikan? Dalam pergumulan, kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah! Pandanglah kepada Kristus dalam waktu-waktu pergumulanmu; di sanalah letak penghiburanmu. Pandanglah salib Kristus, tempat tubuh-Nya dipaku sebagai tebusan dosa kita; di sanalah letak kekuatan imanmu. Pandanglah kubur Kristus, tempat Yesus dibangkitkan dengan tubuh yang baru; di sanalah letak pengharapanmu.

Dan, terlebih lagi sekarang, Tuhan kita yang sudah bangkit sedang berdoa dan terus berdoa bagi kita di surga. Tuhan Yesus terus-menerus menjadi satu-satunya Pengantara kita kepada Allah Bapa; Ia terus-menerus bersyafaat bagi kita. Apakah yang kurang dari sukacita hidup orang Kristen? Tidaklah mungkin kita mengerti apa artinya sukacita berjalan bersama dengan Tuhan tanpa kita mengerti apa artinya bergumul dalam pimpinan Tuhan.

Dalam letihnya perjuangan kita, ada penghiburan yang teguh: We do not struggle alone, the LORD Himself became man and struggled like us. The LORD understands our struggle and now He is watching and praying for us. What a wonderful Savior the LORD is!

Unduh Audio

Diambil dari:
Nama situs : Buletin Pillar
Alamat situs : http://www.buletinpillar.org/artikel/penghiburan-dalam-pergumulan-pengikut-kristus#hal-1
Judul asli artikel : Penghiburan dalam Pergumulan Pengikut Kristus
Penulis artikel : Andi Soemarli Rasak
Tanggal akses : 19 Juni 2017
Halaman : 22-25

Injil dan Kuasa Roh Kudus

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Sebagai orang percaya, kita pasti tidak asing dengan istilah Amanat Agung. Sebelum Yesus terangkat ke surga, Ia memerintahkan kepada para murid agar mereka pergi memberitakan Injil. Kita, sebagai murid Kristus, juga mengemban tugas yang sama, yaitu memberitakan Injil. Namun, tanpa kita sadari, terkadang yang menjadi hambatan Injil didengar oleh orang lain datang dari dalam diri orang Kristen sendiri. Saat pemimpin gereja memilih diam, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi paragereja untuk mengerjakan apa yang belum dikerjakan oleh gereja.

Pemberitaan Injil juga tidak terlepas dari tuntunan Roh Kudus. Roh Kudus yang akan memperlengkapi kita dan memberi hikmat kepada kita saat kita mengabarkan Injil. Di mana kita diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika kita tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus.

Kiranya melalui artikel yang kami sajikan ini, kita dapat lebih mengerti tentang hambatan yang mencegah Injil diberitakan dan pentingnya kuasa Roh Kudus yang bekerja saat kita memberitakan Injil. Penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.

Ayub T.

Pemimpin redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 188/Mei 2017
Isi: 

Injil bukan untuk kalangan sendiri

Karena orang-orang Israel tidak setuju dengan Injil Yesus Kristus, mereka berusaha menangkap para rasul. Setelah Yesus naik ke surga, para rasul berdoa. Mereka takut. Meskipun Yesus sudah bangkit, tetapi mereka tidak tahu apakah kebangkitan-Nya menjadi jaminan penyertaan-Nya. Mereka tidak punya pegangan dan tidak ada kepastian sehingga mereka mengunci semua pintu dari dalam, bukan dari luar. Petrus, Yohanes, Yakobus, dan rasul-rasul lain yang mengunci diri itu tidak bijaksana. Itu penakut. Itu keadaan kurang beriman, kurang percaya. Dari peristiwa yang penting ini, terlihatlah bahwa pintu Injil tidak pernah ditutup dari luar; Injil selalu ditutup oleh orang Kristen sendiri. Pintu Injil tidak bisa ditutup oleh komunisme, liberalisme, ataupun musuh-musuh dari luar. Pintu lnjil selalu ditutup oleh pemimpin-pemimpin gereja yang tidak berani mengabarkan Injil. Sampai kapankah kita begitu takut? Mengapa yang menginjili di Irian Jaya adalah orang-orang berkulit putih, bukan orang yang berkulit sawo matang? Apa sebabnya kita belum sadar? Kita masih berada pada tahap kita melihat: sudah mempunyai gereja yang sejarahnya cukup lama, organisasinya cukup kuat, dan segala sesuatu cukup sistematis, lalu merasa puas.

Di Taiwan, seorang pendeta berkata kepada saya, "Pak Stephen Tong, gereja saya sangat penuh." Saya bertanya, "Apa sebab gerejamu penuh?" Dia bilang, sebab mereka hebat. Hati saya sedih sekali. Saya berkata, "Maaf pendeta, jawabanmu kurang baik." "Oh, maaf! Sebab, saudara-saudara kita giat sekali." "Saya kira jawaban ini lebih baik, tetapi masih kurang." Dia pikir, pikir, "Oh, sebab anugerah Tuhan." Saya bilang itu sudah lebih baik, tetapi masih kurang. Setelah tiga kali saya menjawab kurang baik, dia menjadi marah. "Kalau begitu jawaban apa yang paling baik menurutmu?" Saya berkata, "Gerejamu bisa penuh karena ada empat dinding. Coba bongkar dindingmu. Penuh tidak?" Saudara mau gerejamu penuh, gampang sekali: bikin lebih kecil, pasti penuh; lebih kecil lagi, lebih penuh. Akan tetapi, Tuhan Yesus berkata, "Aku masih memiliki domba di sana, bukan di sini. Aku harus membawa mereka masuk ke dalam kandang domba ini."

Apa artinya gereja dan misi, misi dan gereja? Hanya menggembalakan gereja dan anggota yang ada belum berarti mengerjakan pekerjaan Tuhan secara sempurna. Kita harus pergi mencari domba-domba yang tersesat. Billy Graham mengatakan bahwa karena gereja-gereja mempunyai cukup banyak kesibukan sehingga mereka kekurangan waktu, Tuhan membangkitkan organisasi-organisasi "parachurch" untuk mengisi apa yang belum dikerjakan oleh gereja-gereja. Berapa banyak gereja tidak pernah mengirim uang ke lembaga Alkitab, ke seminari-seminari, ke siaran radio Kristen, dan menunjang pekerjaan penginjilan yang lain? Mereka hanya mementingkan gerejanya saja. Kalau ada uang, bikin lebih besar, bikin lebih besar lagi, untuk membanggakan diri, seolah-olah mereka memonopoli pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, Saudara, siapakah yang memberitakan Injil melalui siaran radio ke RRC, ke Rusia, ke Jerman Timur, ke Polandia, ke Cekoslowakia, dan ke tempat-tempat lain yang tidak bisa dikunjungi oleh para penginjil karena mereka dilarang masuk ke sana? Tentu harus ada orang yang membuat program, yang menerjemahkan Alkitab, yang menyiarkan, dan yang memberikan daya listrik yang cukup untuk mendukung penyiaran itu. Banyak gereja kurang memperhatikan hal-hal demikian sehingga Tuhan membangkitkan yang lain. Marilah kita bekerja sama, baik dalam penggembalaan maupun dalam organisasi "parachurch", dengan tidak lagi memisahkan engkau-engkau, saya-saya, karena kerajaan Allah lebih penting dari denominasi dan dinding-dinding yang mengelilingi domba-domba yang diberikan Tuhan kepada saya. Dengan demikian, hati kita akan menjadi lebih lapang, dan pandangan kita pun akan menjadi lebih luas. Saudara perhatikan, di desa-desa yang paling kecil ada coca-cola, tetapi tidak ada Injil; ada sampo dan kosmetik apa saja, tetapi belum ada guru Injil; ada onderdil-onderdil mobil dari Jepang, tetapi tidak terdengar ada orang memberitakan Injil di sana. Sampai kapankah kekristenan harus tertinggal begitu jauh?

Roh Kudus dalam penginjilan

Di mana engkau diurapi oleh kuasa Roh Kudus, di sana padang belantara menjadi tanah yang subur. Akan tetapi, jika engkau tidak memiliki urapan dari Roh Kudus, Bait Allah di Yerusalem pun bisa menjadi tanah yang tandus. Dalam Lukas 3 tertulis, "Pada waktu Herodes menjadi raja wilayah Galilea, pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi imam besar, pada waktu mereka di tanah Yudea, Roh Allah turun kepada Yohanes Pembaptis di padang belantara. Mengapa Yohanes Pembaptis tidak berkhotbah di Bait Allah di Yerusalem? Bukankah di sana ada mimbar yang tinggi, ada orang-orang yang terlatih dalam Talmud, Misnah, dan teologi orang Israel? Namun, Alkitab mengatakan bahwa Roh Tuhan bukan turun di sana, melainkan di padang belantara sehingga Yohanes Pembaptis menjadikan padang belantara tempat ratusan ribu orang menerima Tuhan Yesus. Stephen Tong, Thomas Wong, atau Chris Marantika tidak berarti apa-apa, tetapi pada waktu Roh Kudus turun dan mengurapi mereka, barulah penginjilan yang mereka lakukan bisa sukses. Oleh sebab itu, demi nama Tuhan Yesus, saya berkata kepada para pemuda-pemudi yang masih duduk di bangku SMP, SMA, ataupun universitas, "Engkau yang tidak punya uang, yang belum memiliki gelar dan pengalaman, jika engkau mau datang dan berkata kepada Tuhan, "Di sini saya, saya mau menyerahkan diri, mau dipakai oleh-Mu, Tuhan. Saya mau mempelajari Injil baik-baik dan mau dipenuhi oleh Roh-Mu yang kudus," engkau akan menjadi orang yang dipakai oleh Tuhan.

Dalam Amanat Agung, Yesus memerintahkan, "Pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku." Semangat lnjil adalah pergi, pergi! Akan tetapi, dalam Kisah Para Rasul, Yesus memerintahkan mereka untuk menunggu di Yerusalem, jangan pergi dulu, sampai Roh Kudus turun ke atasmu. Inilah yang disebut paradoks (seolah-olah bertentangan, tetapi tidak). Mereka menunggu dan menunggu, lalu Roh Kudus turun dan memenuhi mereka pada hari Pentakosta yang hanya terjadi satu kali dalam sejarah dan tidak pernah terulang lagi. Hari Pentakosta adalah hari jadi gereja. Pada hari itu, umat Tuhan berkumpul bersama menjadi tubuh Kristus, dan Roh Kudus yang dikirim pada hari itu tidak ditarik kembali untuk selama-lamanya sampai kita berjumpa dengan Yesus Kristus. Sebagaimana janji Yesus, "Adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi kepada Bapa. Sebab, jika Aku tidak pergi, Roh Kudus tidak akan datang kepadamu, tetapi jika Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu, dan Ia beserta denganmu sampai selama-lamanya."

Roh Kudus sudah turun satu kali dan tidak turun lagi; lalu bagaimana dengan orang-orang Kristen dalam setiap zaman? Kita menerima Roh yang sudah diberikan kepada gereja untuk memenuhi kita. Kelahiran baru yang sejati mencakup juga baptisan Roh Kudus secara otomatis. Pada waktu engkau lahir baru, statusmu sebagai orang berdosa berubah menjadi orang suci, maka Roh Kudus pun akan berdiam dalam hatimu dan menjadi Tuan dalam hidupmu. Dia akan menguasai seluruh pikiran, emosi, dan kemauanmu. Setelah Roh Kudus memenuhi engkau, engkau diberi kuasa, diberi urapan, diberi kekuatan, diberi perlengkapan, dan dipersiapkan untuk menjadi saksi Kristus.

Mengapa penginjilan tidak dapat terlepas dari kuasa Roh Kudus? Perhatikan dengan teliti perkataan Petrus, "Kami (rasul-rasul) adalah saksi dari segala sesuatu itu (yaitu kematian dan kebangkitan Kristus, dua hal yang paling penting, yang merupakan inti dan fondasi dari Injil Yesus Kristus, yang menjadi pengharapan satu-satunya bagi manusia yang berdosa untuk kembali kepada Tuhan), kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia" (Kis. 5:32). Puji Tuhan! Barangsiapa betul-betul setia dan taat kepada injil serta meninggikan Kristus dengan motivasi yang murni, tidak mungkin tidak didampingi oleh Roh Kudus.

Penginjilan bukan pidato, bukan pertambahan anggota gereja, bukan juga kemegahan supaya orang lain melihat denominasi saya berkembang. Penginjilan adalah peperangan rohani untuk merebut manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah yang berada di dalam tangan setan, agar ia keluar dari situ dan masuk ke dalam kerajaan Anak Allah yang kekal. Dengan demikian, tidak boleh ada seorang pun mengabarkan Injil tanpa kuasa Roh Kudus karena setan tidak takut gerejamu besar, tidak takut engkau punya teologi yang hebat dan pengetahuan yang kuat, tetapi setan paling takut engkau memiliki kuasa Roh Kudus. Sejak bulan Maret 1957 sampai sekarang, sudah 20.000 kali saya berkhotbah, tetapi tidak satu kali pun saya berani naik ke atas mimbar tanpa Roh Kudus memimpin saya. Setiap kali sebelum naik saya berkata kepada Tuhan dengan gemetar, "Tuhan jika Engkau tidak naik, saya juga tidak mau naik."

Download Audio

Diambil sebagian dari:
Nama buku : Majalah Momentum
Judul asli artikel : Amanat Agung dan Roh Kudus
Sub judul : Injil Bukan Untuk Kalangan Sendiri
Penulis artikel : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : LRII, Jakarta, 1988
Halaman : 22-25

Memperlengkapi Diri Melalui Bahan-Bahan dari Situs Apps4God

Teknologi merupakan anugerah dari Allah yang dapat kita manfaatkan untuk melayani sesama, mengabarkan Injil, serta mendukung pertumbuhan rohani kita. Lantas, sejauh manakah perkembangan teknologi yang bisa digunakan, dan bagaimanakah kita bisa menerapkannya dalam pelayanan kita secara maksimal? Dapatkan berbagai materi dan bahan seputar pelayanan digital dan pemanfaatan teknologi yang sesuai dengan prinsip-prinsip firman Tuhan di situs Apps4God.org. selengkapnya...»

Penderitaan yang Tak Tertandingi

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Yesaya 53 telah menubuatkan penderitaan tubuh dan jiwa yang akan diderita Sang Anak. Keadaan Sang Anak digambarkan seperti domba yang sedang diseret ke pembantaian dan siap dibantai dalam ketidakberdayaannya. Hati kita akan bergidik ketika membayangkan apa yang terjadi saat seseorang dijatuhi hukuman salib di Roma pada waktu itu. Salib merupakan simbol hukuman hina dan kerendahan derajat manusia yang harus Ia tanggung, penderitaan yang tidak seharusnya diterima oleh seorang manusia yang sama sekali tidak bersalah. Betapa mengerikan hukuman tersebut, meremukkan tubuh dan jiwa.

Banyak arkeolog dan sejarawan membuktikan bahwa salib adalah salah satu hukuman paling menyiksa di seluruh bumi. Bagaimana tidak, efek yang ditimbulkan akan menghancurkan seseorang, meremukkan daging dan bahkan tulang manusia karena cambukan dan serangan-serangan fisik lainnya. Beroleh salib berarti mendapat tekanan yang sangat besar bagi jiwa seseorang. Disalib berarti pantas diludahi, dihina, dicaci maki, dipukul, dan diperlakukan selayaknya hewan. Bahkan, Yesus sendiri telah sampai pada titik depresi secara lahiriah. Dalam kesakitan-Nya, Dia mengerang dan berseru, "Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Dia menangis. Dia menjerit. Dia kesakitan. Dia berada dalam keadaan yang memalukan. Inilah rasa dosa yang harus Dia tanggung bagi saya dan saudara. Dia telah ditimpa murka Elohim yang mahadahsyat sebagai konsekuensi menggantikan kita sekalian dari murka-Nya, menelan maut bagi semua orang berdosa.

Gereja pada hari ini sungguh sangat nyaman dengan segala sesuatu. Ingat! Ada harga yang sangat mahal dan menyakitkan untuk mencapai masa anugerah ini, dan Kristuslah yang membayarnya dengan lunas tanpa meninggalkan utang sedikit pun. Keselamatan tidaklah cuma-cuma. Bapa mengirimkan Anak-Nya sendiri sebagai Korban yang siap menderita dan mati sebagai harga yang harus dibayar. Darah-Nya membasuh setiap pelanggaran dan dosa kita. Pada bulan Paskah ini, marilah kita merenungkan sedikit dari fakta besar penderitaan Yesus dalam hukuman salib. Untuk itu, redaksi e-Reformed menyajikan satu artikel untuk Anda baca. Kematian-Nya membawa Anda kembali untuk beroleh kesempatan hidup dalam anugerah. Mari bersyukur kepada-Nya. Tuhan yang Hidup memberkati.

Ayub T.

Pemimpin redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 187/April 2017
Isi: 

Penderitaan Yesus Kristus

Penderitaan Anak Allah tidak tertandingi. Tidak ada yang pernah menderita seperti Pria ini. Melalui kekekalan, kita akan merenungkan pembunuhan Anak Allah dan bernyanyi, "Layaklah Anak Domba, yang telah disembelih itu" (Wahyu 5:12, AYT).

Count Zinzendorf (1700 -- 1760) dan rakyat Moravia mengembangkan teologi yang didasarkan pada luka dan darah Yesus, yang dipercaya oleh beberapa orang telah menjadi lebih menitikberatkan pada "lima luka" Kristus dalam fokusnya. Namun, saat ini, kita tidak sedang berada dalam keadaan euforia berlebihan yang mengkhawatirkan tentang penderitaan Yesus. Jadi, datanglah dan menyembah bersama-sama dengan saya atas keagungan penderitaan Kristus.

Tidak pernah ada seorang pun yang sebenarnya pantas mengalami lebih sedikit penderitaan, tetapi justru menerima begitu banyak. Stempel Tuhan dalam kehidupan yang sempurna ini ditemukan dalam dua kata: "tidak berdosa" (Ibrani 4:15, AYT). Satu-satunya pribadi dalam sejarah yang tidak layak menderita, justru adalah yang paling menderita. Dia yang "tidak berbuat dosa, dan tipu daya tidak ada di mulut-Nya" (1 Petrus 2:22, AYT). Tak satu pun dari kesakitan Yesus adalah hukuman bagi dosa-Nya. Dia tidak memiliki dosa.

Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang pernah sungguh-sungguh memiliki hak lebih besar untuk menawar, tetapi menggunakannya dengan sangat sedikit. Dia memiliki kuasa yang tidak terbatas, yang bisa Ia pakai kapan saja, untuk membalas dendam setiap saat Ia mau dalam penderitaan-Nya. "Kamu pikir aku tidak mampu memohon kepada Bapa-Ku, dan Ia, sekarang juga, akan memberi lebih dua belas pasukan malaikat untuk-Ku?" (Matius 26:53, AYT), tetapi Ia tidak melakukannya. Ketika setiap sentimen peradilan di alam semesta berteriak "tidak adil!" Yesus diam. "Namun, Yesus tidak menjawab Pilatus, bahkan untuk satu tuduhan pun." (Matius 27:14, AYT) Dia juga tidak membantah ejekan palsu: "Ketika Ia diejek, Ia tidak membalas dengan ejekan; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam" (1 Petrus 2:23, AYT). Dia juga tidak membela diri dalam menanggapi interogasi Herodes: "Yesus tidak memberi jawaban apa pun" (Lukas 23:9, AYT). Tidak ada yang pernah menanggung begitu banyak ketidakadilan dengan begitu sedikit pembalasan dendam.

Hal itu bukan karena siksaan tersebut dapat ditanggung. Jika kita terpaksa menyaksikannya, kita mungkin akan jatuh pingsan. Di taman, "keringat-Nya menjadi seperti tetesan darah yang menetes ke tanah" (Lukas 22:44, AYT). Pada tengah malam, di hadapan imam besar, "mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya. Dan, yang lain menampar-Nya" (Matius 26:67, AYT). Di hadapan gubernur, mereka "mencambuki" Dia (Matius 27:26, AYT). Eusebius (Sekitar tahun 300 M) menjelaskan pencambukan Romawi terhadap orang-orang Kristen seperti ini: "Pada suatu waktu mereka terluka oleh cambuk sampai ke dalam pembuluh darah vena dan arteri sehingga isi yang tersembunyi dari relung tubuh mereka, yaitu isi perut dan organ mereka, terlihat oleh mata."

Dalam penderitaan-Nya, para tentara mempermainkan-Nya. Mereka mengenakan jubah kebesaran tiruan kepada-Nya. Mereka mulai "menutup muka-Nya, dan meninju-Nya, dan berkata kepada-Nya, 'Bernubuatlah!' Para pengawal menerima-Nya dengan menampar-Nya" (Markus 14:65, AYT). Sebuah mahkota duri ditekan di atas kepala-Nya -- yang diperparah dengan didorong ke dalam tengkoraknya dengan pukulan. "Dan, mereka memukul kepala-Nya dengan sebuah buluh dan meludahi-Nya, lalu sujud menyembah-Nya." (Markus 15:19, AYT) Dalam kondisi ini, Ia tidak mampu memikul salib-Nya sendiri (Matius 27:32).

Penyiksaan dan upaya mempermalukan terus berlanjut. Ia ditelanjangi. Tangan dan kakinya dipaku di kayu salib (Kisah Para Rasul 2:23; Mazmur 22:16). Ejekan itu tak ada henti-hentinya di sepanjang pagi yang mengerikan itu. "Salam, Raja orang Yahudi!" "Engkau yang akan merobohkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu sendiri! Jika Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (Matius 27:29,40, AYT) Bahkan, salah satu penjahat "menghina Yesus" (Lukas 23:39, AYT).

Itu adalah kematian yang mengerikan. The International Standard Bible Encyclopedia, menyatakan, "Luka-luka-Nya membengkak di sekitar kuku yang kasar, dan tendon serta saraf-Nya yang robek dan terkoyak menyebabkan penderitaan yang menyiksa. Arteri di kepala dan perut dibanjiri oleh darah dan sakit kepala yang berdenyut-denyut dengan hebat pun terjadi. .... Korban penyaliban secara harafiah mengalami seribu kematian. .... Penderitaan itu begitu mengerikan sehingga 'bahkan, di antara orang-orang yang penuh dengan hasrat berperang yang hebat sekalipun, rasa kasihan mereka terkadang terangsang."

Semuanya itu menimpa sang "Teman orang-orang berdosa", bukan dengan saudara-saudara-Nya berada di sisinya, melainkan dengan benar-benar ditinggalkan. Yudas mengkhianati-Nya dengan ciuman (Lukas 22:48). Petrus menyangkal Dia sebanyak tiga kali (Matius 26:75). "Semua murid meninggalkan-Nya dan melarikan diri." (Matius 26:56, AYT) Dan, pada saat yang paling gelap dari sejarah dunia, Allah Bapa memberikan hukuman kita kepada Anak-Nya sendiri. "Padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) Satu-satunya orang di dunia yang benar-benar mengenal Allah (Matius 11:27) berseru, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46, AYT).

Baik sebelum maupun sesudahnya, tidak pernah ada penderitaan seperti itu karena dalam seluruh tingkat keparahan yang mengerikan, itu adalah penderitaan yang direncanakan. Hal itu direncanakan oleh Allah Bapa dan diterima oleh Allah Anak. "Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." (Yesaya 53:10) Yesus "diserahkan menurut rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan Allah sebelumnya" (Kisah Para Rasul 2:23, AYT). Herodes, Pilatus, para tentara, dan orang-orang Yahudi melakukan terhadap Yesus "segala sesuatu yang oleh tangan-Mu dan rencana-Mu telah ditentukan sebelumnya untuk terjadi" (Kisah Para Rasul 4:28, AYT). Dengan mendetail, penderitaan Anak ditulis dalam Kitab Suci. "Setelah itu, Yesus, yang mengetahui bahwa semuanya sudah terlaksana, untuk menggenapi Kitab Suci, Ia berkata, 'Aku haus!'" (Yohanes 19:28, AYT)

Tidak hanya penderitaan itu telah direncanakan, tetapi juga dengan ketaatan. Yesus menerima rasa sakit itu. Ia memilihnya -- "taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib" (Filipi 2:8, AYT). Dan, kepatuhan-Nya ditopang oleh iman dalam Bapa-Nya. "Ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan diri-Nya kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil." (1 Petrus 2:23, AYT) "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." (Lukas 23:46, AYT)

Dalam iman tersebut, "Ia meneguhkan hati untuk pergi ke Yerusalem" (Lukas 9:51, AYT). Mengapa? "Karena tidak mungkin seorang nabi mati di luar Yerusalem." (Lukas 13:33, AYT) Dia telah meneguhkan hati-Nya untuk mati. "Apa yang akan Kukatakan? 'Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?' Akan tetapi, untuk tujuan inilah Aku datang saat ini." (Yohanes 12:27, AYT) Ia hidup untuk mati.

Oleh karena itu, penderitaan dan kelemahan Yesus adalah sebuah karya kekuasaan-Nya yang berdaulat. "Tidak seorang pun telah mengambilnya dari-Ku, melainkan Akulah yang memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yohanes 10:18, AYT) Ia dengan bebas memilih untuk mengikuti rencana Bapa bagi penderitaan dan kematian-Nya sendiri.

Dan, apakah rencana itu? Untuk menjadi pengganti bagi kita supaya kita hidup. "Anak Manusia pun datang ... untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45, AYT) "Ia sendiri telah menanggung dosa kita pada tubuh-Nya di kayu salib." (1 Petrus 2:24, AYT) "TUHAN telah membebankan ke atasnya seluruh kejahatan kita." (Yesaya 53:6)

Dan, tujuan dari itu semua? "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (Yohanes 15:13, AYT). Ya, tetapi untuk apa pada akhirnya? Apa yang menjadi tujuan kasih? Dua tujuan besar telah dicapai dalam penderitaan Kristus, yang benar-benar merupakan satu tujuan. Pertama, "Karena Kristus juga telah menderita karena dosa-dosa, sekali untuk semua orang, yang benar mati untuk yang tidak benar, sehingga Ia dapat membawa kita kepada Allah" (1 Petrus 3:18, AYT). Penderitaan Yesus membawa kita kepada Allah yang penuh dengan sukacita dan kesenangan selama-lamanya. Kedua, tepat pada saat kematian, Bapa dan Anak dimuliakan. "Sekaranglah saatnya Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan melalui Dia." (Yohanes 13:31, AYT) Sukacita kita dalam menikmati Allah dan kemuliaan-Nya dalam menyelamatkan kita adalah satu. Itulah kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi.

Sebuah DOA

Bapa, apa yang dapat kami katakan? Kami merasa benar-benar tidak layak di hadapan penderitaan Kristus yang tak terkatakan. Kami memohon ampun. Dosa kamilah yang membawa hal itu untuk dilalui-Nya. Kamilah yang memukul dan meludahi dan mengejek-Nya. Ya Bapa, kami sangat menyesal. Kami menundukkan diri menghadap kotoran dan menutup mulut dari jiwa kami yang kecil, gelap, picik, dan berdosa.

Ya Bapa, sentuhlah kami dengan iman yang segar sehingga kami percaya secara luar biasa. Kenyerian yang sangat dari Kristus itu sendiri yang membuat kami takut adalah keselamatan kami. Bukalah hati kami yang takut supaya kami bisa menerima Injil. Bangunkanlah bagian yang mati dari hati kami yang tidak bisa merasakan apa yang harus dirasakan -- bahwa kami dicintai dengan kasih terdalam, terkuat, termurni di alam semesta.

Oh, berilah kami agar kami memiliki kekuatan untuk memahami, bersama-sama dengan semua orang kudus, akan betapa tinggi dan dalam dan panjang dan luasnya kasih Kristus yang melampaui pengetahuan, dan kiranya kami akan dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah.

Berperanglah bagi kami, Ya Tuhan, sehingga kami tidak menjadi mati rasa dan buta dan bodoh dalam kesenangan yang sia-sia dan kosong. Hidup ini terlalu singkat, terlalu berharga, terlalu menyakitkan untuk dihabiskan pada gelembung-gelembung duniawi yang meledak. Surga terlalu besar, neraka terlalu mengerikan, kekekalan terlalu panjang sehingga kami harus ada di sekitar teras keabadian.

Ya Allah, bukalah mata kami terhadap luasnya penderitaan Kristus dan apa artinya itu bagi dosa dan kekudusan dan harapan dan surga. Kami takut akan kecenderungan kami terhadap hal-hal yang sepele. Buatlah kami terjaga dengan beban kemuliaan -- kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi. Dalam nama-Nya yang agung dan ajaib. Amin.
(t/N. Risanti)

Download Audio

Diambil dan diterjemahkan dari:
Nama buku : Seeing and Savoring Jesus Christ
Judul asli artikel : The Incomparable Sufferings
Judul terjemahan : Penderitaan yang Tak Tertandingi
Penulis artikel : John Piper
Penerbit : Crossway Books
Halaman : 67 -- 72

Kumpulan Bahan Paskah dari YLSA

Apakah Anda sedang mempersiapkan acara Paskah di gereja, persekutuan, atau komunitas Anda? Kunjungilah situs Paskah Indonesia! Situs Paskah Indonesia berisi bahan-bahan seputar Paskah berupa artikel, drama, puisi, kesaksian, buku, humor, tip Paskah, lagu Paskah, dll..

Racun Kesetaraan Moral

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dosa adalah masalah serius yang berusia sangat tua. Dosa telah ada sebelum manusia ada. Dosa membawa keterpisahan antara Sang Pencipta dan ciptaan. Dosa merusak alam semesta dan meracuni moralitas ilahi yang Tuhan tempatkan dalam peradaban manusia. Apakah semua dosa sama di mata Allah? Apakah berbohong punya nilai yang sama buruk dengan membunuh? Bagaimana kekristenan melihat hal ini? Samakah nilai semua dosa? Apakah konsekuensi yang ditanggung sama besarnya dengan orang bukan percaya? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin menjadi pertanyaan kita selama ini.

Ketika kita melihat kisah nyata dalam Perjanjian Lama, dosa kecil yang dilakukan umat Israel membawa dampak yang begitu besar bagi diri mereka sendiri dan orang lain, bahkan lingkungan tempat mereka berada. Tuhan kita adalah Tuhan yang kudus. Dosa akan hancur ketika bertemu Dia, dan Dia adalah pribadi yang sangat mudah murka ketika mendapati umat-Nya berdosa. Dalam Perjanjian Baru, akar segala masalah paling krusial dari segala masalah telah diselesaikan oleh Yesus Kristus di atas kayu salib. Darah suci-Nya telah siap membasuh setiap dosa. Darah Kristus berlaku sampai kapan pun. Anugerah pengampunan dari Tuhan membawa manusia untuk bisa kembali berelasi dengan Tuhan.

Dalam edisi berikut, kita akan bersama-sama melihat dua permasalahan mendasar yang menimbulkan kesalahpahaman terkait perspektif yang salah dari kebanyakan orang Kristen dalam memandang dosa dan bagaimana merespons konsekuensi dosa yang selalu berdampak melemahkan relasi orang percaya dengan Tuhan. Marilah memohon Roh Kudus menilik setiap diri kita dan kiranya kita mau dikoreksi dan dibersihkan dari setiap dosa yang masih mengikat kita. Selamat membaca, Soli Deo Gloria.

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 186/Maret 2017
Isi: 

Ada dua kesalahpahaman mengenai sanktifikasi yang perlu kita perjelas dalam bab ini. Kesalahan yang pertama adalah bahwa semua dosa adalah sama di mata Allah. Pemahaman ini umum di kalangan orang Kristen. Bagi beberapa orang, pemahaman ini terlihat seperti sebuah kerendahan hati--"Saya juga selayaknya dimurkai oleh Allah. Jadi, apa hak saya menghakimi Anda?" Bagi orang lain, alasan ini dipakai untuk menghindari kritik terhadap isu tertentu--"Ya, menurut saya homoseksual itu salah, tetapi dosa itu tidak lebih buruk dari dosa-dosa yang lain." Bagi yang lain lagi, kesamaan itu adalah suatu bentuk relativisme yang dilunakkan--"Mereka yang tinggal dalam rumah kaca tidak seharusnya melempar batu."

Seperti banyak pepatah pada umumnya, konsep bahwa semua dosa itu sama saja tidaklah sepenuhnya salah. Setiap dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah yang kudus. "Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya ia bersalah terhadap seluruhnya" (Yak. 2:10).

Setiap dosa yang dilakukan untuk melawan Allah layak untuk mendapatkan penghukuman. Kita semua terlahir berdosa. Kita semua berbuat dosa. Setiap upah dosa adalah maut. Itulah mengapa konsep ini setengahnya benar.

Namun, konsep ini juga setengahnya tidak benar. R. C. Sproul berkata, "Konsep gradasi dosa penting untuk kita pahami agar kita dapat lebih memahami perbedaan antara dosa umum dengan dosa kotor." Semua dosa melawan Allah dan memerlukan pengampunan. Namun, berulang kali Alkitab mengajarkan bahwa ada beberapa dosa yang jauh lebih parah dari dosa yang lain.

  • Allah menunda empat ratus tahun untuk memberikan Tanah Perjanjian kepada orang Israel karena kedurjanaan orang Amori belumlah genap (Kej. 15:16). Mereka adalah pendosa, tetapi pada akhirnya dosa-dosa mereka mendapatkan penghukuman yang keras.- Taurat memberikan penghukuman yang berbeda untuk kesalahan yang berbeda serta korban bakaran yang berbeda-beda dan penggantian untuk pembayaran utang.
  • Bilangan pasal 15 menyinggung soal dosa yang tidak sengaja dan dosa yang dilakukan "dengan sengaja" (Bil. 15:29-30). Berkata kotor ketika Anda tidak sengaja memukul ibu jari dengan palu tidaklah seburuk mengacungkan jari tengah Anda kepada Allah (biar pun keduanya tidak disarankan.)
  • Dalam sejarah Israel, beberapa dosa dikatakan lebih berat dibandingkan yang lain. Berdasarkan reaksi Tuhan, mengorbankan anak-anak kepada Molokh jauh lebih buruk dibandingkan kehilangan kesabaran (Yer. 32:35).
  • Yesus mengindikasikan bahwa beberapa orang akan mendapatkan hukuman yang lebih berat pada hari penghakiman karena mereka sebenarnya punya kesempatan untuk bertobat (Mat. 10:15). Kita semua akan dihakimi berdasarkan apa yang kita perbuat.
  • Kornelius adalah seorang "pria saleh yang takut akan Allah", dan dia diselamatkan bukan karena perbuatannya (Kis. 10:2). Bahkan, di kalangan orang non-Kristen, tetap saja ada perbedaan antara manusia yang baik dengan manusia yang jahat.

Inilah masalahnya: biarpun semua dosa dianggap sama, kita sendiri belum tentu bergumul melawan dosa. Mengapa saya harus berhenti meniduri pacar saya selama hati saya masih penuh dengan hawa nafsu? Mengapa saya harus mengejar kekudusan jika satu dosa dalam hidup saya saja membuat saya sama seperti Osama bin Hitler di mata Allah? Sekali lagi, memang terlihat rendah hati jika kita bersikap seolah tidak ada dosa yang lebih berat dari dosa yang lain. Namun, kita akan kehilangan alasan untuk berjuang serta kesanggupan untuk mengoreksi satu sama lain jika kita menyamakan semua bobot moralitas. Seorang kakek yang bergumul melawan keinginan untuk melihat katalog Lands' End yang erotis menjadi tidak berani untuk menegakkan disiplin gerejawi kepada seorang anak muda yang berbuat cabul. Ketika kita tidak lagi dapat melihat gradasi tingkatan dosa, maka kita gagal mengerti keburukan kita sendiri. Kita telah menganggap murah kebaikan Allah. Jika sistem moral kita membedakan jenis pelanggaran, pastinya Allah juga tahu bahwa ada dosa-dosa yang lebih berat dari dosa-dosa yang lain. Jika kita mengerti perbedaannya, maka kita akan sanggup menghindari dosa-dosa yang paling menjijikkan di mata Allah.

Anak-Anak Sejati, Bukan Anak-Anak Gampang

Kesalahpahaman kedua yang perlu diperjelas adalah apakah orang Kristen yang sudah lahir baru dan telah diampuni, dibenarkan diperdamaikan, dan diadopsi dapat membuat hati Allah sedih. Logikanya berjalan sebagai berikut: "Saya telah mengenakan pakaian kebenaran Kristus. Tidak ada yang dapat memisahkan saya dari kasih Allah. Apa pun yang saya lakukan, Allah akan selalu melihat saya sebagai anak yang murni dan tidak bercacat." Memang benar jika dikatakan sudah tidak ada lagi penghakiman bagi mereka yang ada dalam Kristus Yesus (Rm. 8:1), tetapi tidak berarti bahwa Allah akan membenarkan setiap pikiran dan tindakan kita. Walaupun Dia tidak lagi menganggap dosa-dosa kita secara yudisial, tetapi bukan berarti Allah menutup mata.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah tidak suka ketika umat-Nya melakukan dosa. Kita dapat membuat Roh Kudus "berduka" (Ef. 4:30). Biarpun Allah selalu ada di pihak kita karena Kristus (Rm. 8:31-34), tetapi Kristus masih dapat menuntut kita (Why. 2:4). Fakta bahwa Allah mendisiplinkan anak-anakNya (Ibr. 12:7) berarti bahwa Allah dapat merasa kecewa dengan mereka. Akan tetapi, fakta ini adalah sebuah mata uang. Di sisi lain, fakta ini berarti bahwa Allah memberikan disiplin karena Dia mengasihi kita. Jika Allah tidak pernah peduli dengan dosa yang kita lakukan, maka Allah tidak akan mau repot-repot memberikan pendisiplinan. Jika Allah tidak memberikan pendisiplinan, maka kita adalah anak-anak gampang (ay. 8). Kasih tidak sama dengan persetujuan tanpa syarat. Kebaikan kita selalu bertumbuh dalam kekudusan. "Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah," kata Yesus kepada jemaat di Laodikia (Why. 3:19).

Mungkin pemahaman teologis berikut dapat menolong. Melalui iman kita dipersatukan dengan Kristus dan bersekutu dengan Dia. Ikatan tersebut tidak dapat diputuskan. Persekutuan kita dengan Kristus adalah sebuah fakta yang teguh dan dijamin untuk selama-lamanya oleh Roh Kudus. Ketika kita berbuat dosa, ikatan kita dengan Kristus tidak putus. Yang terganggu adalah persekutuan kita dengan-Nya. Ada orang Kristen yang mendapat perkenanan yang lebih dari Allah. Kita dapat memiliki persekutuan yang indah dengan Allah, tetapi kita juga dapat mengalami hukuman dari-Nya. Hukuman ini bukanlah hukuman yang menghancurkan, melainkan hukuman yang mendidik kita untuk mengasihi dan berbuat baik (Ibr. 10:24). Saya suka dengan istilah John Calvin. Allah tidak berhenti untuk mengasihi anak-anak-Nya, namun Dia dapat menunjukkan "kemarahan yang indah" kepada mereka. Allah tidak akan pernah membenci kita, tetapi Dia akan membuat kita gentar dengan murka-Nya agar kita dapat "terlepas dari kemalasan". Allah memberi disiplin demi kebaikan kita, agar kita dapat hidup kudus (Ibrani 12:10). Sebagaimana yang dikatakan Konfesi Westminster, mereka yang sudah dibenarkan namun berbuat dosa "akan ada di bawah kekecewaan Allah Bapa dan tidak sanggup merasakan kehadiran-Nya sebelum mereka merendahkan diri, mengakui dosa, meminta pengampunan, dan memperbarui iman di dalam pertobatan" (Konfesi Westminster 11.5).

Salah satu motivasi ketaatan kita adalah menyenangkan Allah. Jika kita dengan sengaja bersikap seolah Allah tidak peduli dengan dosa kita karena pembenaran kita tidak dapat diganggu gugat, maka kita sedang menghambat diri kita untuk mengejar kekudusan. Allah adalah Bapa surgawi kita. Dia telah mengangkat kita oleh karena anugerah. Dia akan selalu mengasihi anak-anak-Nya. Jika kita adalah anak-anak-Nya, maka kita akan rindu untuk menyenangkan hati-Nya. Adalah sukacita bagi kita untuk bersukacita di dalam-Nya serta menyadari bahwa Allah pun juga bersukacita di dalam kita.

Download Audio

Diambil dari:
Nama buku : Hole In Our Holiness
Judul artikel : Apakah Semua Dosa Sama di Mata Allah?
Penulis artikel : Kevin DeYoung
Penerbit : Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya, 2015
Halaman : 85 -- 90

Tetaplah di Dalam Firman

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Salomo menuliskan dalam Amsal 18:21, "Hidup dan mati ada di dalam kuasa lidah ...." Dalam catatannya, seorang penafsir Alkitab, Matthew Henry menuliskan tentang ayat ini sebagai berikut:

"Orang bisa berbuat banyak kebaikan, atau banyak kejahatan, baik kepada orang lain maupun kepada dirinya sendiri, sesuai dengan bagaimana ia menggunakan lidahnya. Banyak orang membawa kematian pada dirinya sendiri karena lidah yang keji, atau kematian pada orang lain karena lidah yang palsu. Dan, sebaliknya, banyak orang telah menyelamatkan nyawanya sendiri, atau mendatangkan penghiburan bagi dirinya dengan lidah yang bijaksana dan lembut, dan menyelamatkan nyawa orang lain dengan kesaksian atau doa syafaat tepat pada saat yang dibutuhkan. Jika dengan perkataan kita akan dibenarkan atau dihukum, hidup dan mati tidak diragukan lagi, dikuasai lidah."

Ya, jika tidak dikendalikan dalam hikmat Tuhan, lidah dapat membawa kutuk dan kematian bagi banyak orang. Betapa besarnya kuasa yang Tuhan berikan melalui perkataan dan lidah. Tuhan memberikan Firman, yaitu perkataan-Nya sendiri, bagi manusia. Perkataan Tuhan penuh kuasa dan kekal. Perkataan-Nya akan menghakimi, bahkan menyakiti, tetapi perkataan-Nya pulalah yang akan memulihkan dan membangun. Perkataan-Nya menentukan dan menetapkan segala sesuatu di seluruh jagad raya. Ketika Ia berfirman, jadilah sesuatu. Bagi orang yang sudah ditebus, perkataan yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang mencerminkan Tuhan, sehingga menyatakan kebenaran Ilahi.

Sajian edisi e-Reformed bulan ini yang berjudul, "TETAPLAH DI DALAM FIRMAN" akan menolong kita menggunakan lidah kita dengan bijak, karena akan dijelaskan mengapa lidah dan perkataan kita begitu penting. Selamat menyimak. Kiranya kita boleh menggumuli hal sederhana, tetapi begitu penting ini, sehingga kita bisa memiliki kerendahan hati untuk terus mau diajar oleh Roh Kudus dan semakin bijak dalam memakai lidah kita. Soli Deo Gloria!

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 185/Februari 2017
Isi: 

Pekerjaan Firman itu melantik kehidupan Kristen dan juga menopang perkembangannya. Lidah saya terus-menerus dibersihkan dan diubah oleh (bila saya diperkenankan menyatakannya) apa yang berasal dari lidah Allah. Ketika hati mendengar firman Allah itu berulang kali dengan telinga yang terbuka, hati itu diperbarui dan mulai menghasilkan lidah yang diubahkan. Prinsipnya adalah ini: apa yang keluar dari mulut kita semakin lama semakin ditentukan oleh apa yang keluar dari "mulut Allah". Penyucian lidah adalah pekerjaan di dalam kita yang didorong oleh firman Allah yang datang kepada kita pada saat kita mendengarnya dan mendiami kita pada saat kita menerimanya.

Ini adalah "rahasia" bagaimana Tuhan Yesus sendiri menggunakan lidah-Nya. Matius memandang Tuhan Yesus sebagai penggenapan nubuat dari Nyanyian Sang Hamba yang pertama dalam paruh kedua nubuat Yesaya:

Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak
dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.
Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya,
dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya.
(Mat. 12:19-20, mengutip Yes. 42:2-3)

Jika kita bertanya bagaimana ini bisa terjadi dalam hidup-Nya, jawabannya ditemukan dalam Nyanyian Sang Hamba yang ketiga:

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku
lidah seorang murid,
supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru
kepada orang yang letih lesu.
Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku
untuk mendengar seperti seorang murid.
Tuhan ALLAH telah membuka telingaku,
dan aku tidak memberontak,
tidak berpaling ke belakang.
Aku memberi punggungku kepada
orang-orang yang memukul aku,
dan pipiku kepada orang-orang
yang mencabut janggutku.
Aku tidak menyembunyikan mukaku
ketika aku dinodai dan diludahi.
(Yes. 50:4-6)

Pertolongan tunggal yang paling penting untuk kemampuan saya menggunakan lidah saya untuk kemuliaan Yesus ialah membiarkan firman Allah tinggal di dalam saya dengan begitu kaya sehingga saya tidak dapat berbicara dengan aksen lain. Jika saya melakukan itu, hasilnya ialah "dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan Mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani .... Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah [kamu melakukan] semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita" (Kol. 3:16-17).

Kebetulan (walaupun itu bukan sesuatu yang kebetulan) adalah mengapa begitu penting untuk berada di bawah pelayanan Firman di mana Kitab Suci dijelaskan dengan anugerah dan kuasa Roh Kudus. Dengan cara inilah--ya, dengan studi pribadi--maka firman Allah mulai melakukan pekerjaan rohaninya sendiri di dalam kita. Pada saat firman yang telah dibentuk di dalam mulut Allah itu kita cerna sebagai roti hidup, firman itu akan mulai membentuk pemikiran, afeksi, dan kemauan kita dengan cara yang menakjubkan.

Terlalu banyak orang Kristen yang jatuh ke dalam perangkap untuk percaya bahwa Allah memberikan kelahiran baru dan pembenaran, tetapi kemudian pada intinya kita dibiarkan melakukan sisanya dengan usaha kita sendiri. Kita perlu melihat bahwa kita hidup oleh setiap firman yang datang dari mulut Allah. Firman Allah menguduskan kita. Semakin saya bangun pada pagi hari dan makan dari Kitab Suci, dan semakin saya dibanjiri dengan Firman di bawah satu pelayanan alkitabiah, maka firman Kristus semakin melakukan pekerjaan penyucian di dalam dan kepada saya, dan akibatnya, Kristus akan semakin mengajari lidah saya pada saat Dia mencetak dan membentuk saya. Ya, memang perlu usaha yang keras--tetapi itu agar "perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu". Itu adalah suatu usaha yang dapat diterima!

Dalam hal ini, sebagaimana nyanyian Yesaya mengajar kita, Juru Selamat kita adalah Teladan kita, tetapi Dia bukan hanya dan terutama sebagai teladan. Sebelum menjadi teladan, pertama-tama Ia harus menjadi Juru Selamat kita. Semuanya ini merupakan bagian dari visi yang agung dari Nyanyian Sang Hamba dalam Yesaya (yang begitu berpengaruh dalam penerimaan Yesus sendiri akan Firman Allah). Bapa membuka telinga Anak-Nya; Sang Anak tidak suka memberontak. Dia bersedia "dianiaya dan ditindas". Pada saat Ia mengalami penghakiman dan hukuman itu, Ia "tidak membuka mulutnya" (Yes. 53:7).

Mengapa Yesus diam saja? Apakah ada yang lebih dari ini? Tentu saja ada! Dia diam karena setiap kata yang keluar dari bibir Anda; karena setiap kata yang memberi alasan yang cukup bagi Allah untuk menghukum Anda sampai kekekalan; karena Anda telah mengutuk Dia atau gambar-Nya.

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menanggung hukuman Allah atas dosa lidah kita. Ketika Dia berdiri menghadap Imam Besar dan kursi pengadilan Pontius Pilatus, Dia menerima hukuman atas kesalahan. Akan tetapi, itu adalah kesalahan saya. Dia menanggung dosa-dosa bibir dan lidah saya dalam tubuh-Nya di kayu salib.

Apakah Anda berharap agar Anda dapat mengendalikan lidah Anda dengan lebih baik? Apakah Anda ingin mengikuti teladan Yesus? Kalau begitu, pertama-tama Anda harus memahami bahwa Dia adalah Juru Selamat, dan kemudian Dia adalah Teladan. Anda perlu datang dengan kesadaran akan dosa bibir Anda, dan berkata:

Ya Allah, kasihanilah saya orang berdosa ini.
Terima kasih karena Yesus datang dan berdiam diri
agar Dia dapat menanggung hukuman atas penyalahgunaan lidah saya.

Dan, jika Anda mengetahui bahwa Dia telah mengambil hukuman dan murka Allah atas setiap kata Anda yang berdosa, Anda tidak dapat berbuat lain kecuali datang kepada-Nya dan mengatakan,

“Ribuan lidah bernyanyi, memuji Tuhanku.”

Dia dapat menjawab doa dan permohonan yang menyertainya,

“Sembuhkan 'ku dari dosa. lepaskan dari kesalahan dan kuasanya.“

Dan, segala kesalahan itu dapat dihapuskan! Kristus dapat membebaskan Anda dari penyalahgunaan lidah. Dan, jika Anda datang kepada-Nya dengan kesadaran akan dosa itu, Anda akan mendapati betapa mulianya Dia, Juru Selamat itu. Anda dibebaskan, walaupun belum sempurna dan mulia, sekarang lidah Anda mengucapkan pujian-Nya. Setelah dikeluarkan dari lubang dan lumpur, sekarang di bibir Anda terdapat nyanyian pujian bagi Allah Anda. Lantas, orang tidak hanya akan mendengar satu kosakata yang baru, tetapi mereka mendengar Anda berbicara dengan aksen yang berbeda. Inilah yang meninggalkan kesan abadi tentang kuasa Kristus dan perubahan oleh anugerah di dalam hidup Anda.

Negara asal saya adalah Skotlandia. Saya mendapatkan status istimewa sebagai penduduk asing di Amerika Serikat. Saya mendapatkan kartu hijau. Akan tetapi, orang sering mengingatkan saya, "Anda punya aksen yang berbeda." (Artinya, salah satu hal yang menakjubkan mengenai hadirat dan pekerjaan Roh Kristus dalam berkhotbah ialah bahwa setelah 15 menit menguraikan [Firman Allah], mungkin saja orang tidak lagi memperhatikan aksen Anda dan hanya mendengar aksen-Nya.)

Karena itu, karena "tersiksa" dengan suatu "aksen", ketika naik lift--dan percakapan ringan yang biasa terjadi di situ--sering memberi saya kesenangan tertentu yang jail. Ketika pintu terbuka dan saya melangkah keluar, sesekali orang berkata, "Anda punya aksen yang berbeda. Dari mana asal Anda?" Ketika saya menunggu sampai pintu hampir tertutup, saya berkata sambil tersenyum, "Columbia, Carolina Selatan," sambil menatap wajah-wajah kebingungan yang ekspresinya mengatakan, "Yang benar saja! Anda bukan dari sekitar sini, 'kan?"

Ini merupakan satu perumpamaan mengenai apa yang mungkin terjadi pada umat Allah dalam cara kita menggunakan lidah kita, yang oleh anugerah Allah kita belajar berbicara dengan aksen seperti Yesus.

Pada akhir hari itu, mungkin tidak banyak yang dikatakan orang kepada Anda ketika Anda berada dalam suatu ruangan, yang secara terbuka mengatakan mengenai pembicaraan Anda sebagai seorang Kristen. Sebaliknya, mungkin pertanyaan yang diajukan orang ketika Anda keluar dari ruangan itu. "Dari mana asalnya?" "Termasuk golongan apa dia?"

Apakah Anda berbicara seperti seseorang yang sedikit "terdengar" seperti Yesus karena ketika Anda hancur di dalam kesadaran Anda mengenai lidah Anda yang berdosa, Anda mendapatkan pengampunan dan pembaruan di dalam Kristus, dan sekarang Firman-Nya tinggal diam dengan segala kekayaannya di dalam Anda?

Pada akhir hari itu, seperti itulah kedewasaan rohani itu kelihatannya--atau kedengarannya--karena perubahan penggunaan lidah Anda.

Kiranya hal itu semakin nyata pada diri kita!

Download Audio

Sumber: 
Diambil dari:
Nama buku : Kuasa Kata-Kata dan Keajaiban Allah
Judul artikel : Tetaplah di Dalam Firman
Penulis artikel : John Piper & Justin Taylor
Penerbit : Momentum, Surabaya, 2013
Halaman : 59 -- 63

Kelahiran dari Anak Dara

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Kelahiran Sang Anak Allah yang dijanjikan melalui rahim manusia adalah keunikan terbesar yang disaksikan oleh surga dan seluruh alam raya. Bagaimana tidak? Saat itu, kita dapat melihat Sang Allah kekal yang tidak terbatas itu membatasi diri-Nya dalam sesosok daging dan tubuh manusia. Dia hadir dalam sejarah umat manusia, bahkan harus menundukkan diri di bawah hukum-Nya. Dia lahir dengan cara yang sama seperti manusia mana pun, yaitu melalui rahim seorang wanita, yang telah ditentukan oleh Allah. Dia dikandung dan dilahirkan dari seorang wanita yang masih benar-benar perawan. Tentu hal ini menjadi gejolak bagi dunia karena kejadian ini tidak alamiah dan menentang hukum sebab akibat alam. Banyak orang pada saat itu meragukan berita ini karena fakta seharusnya tidaklah demikian. Namun, sejak zaman Yesaya telah dinubuatkan bahwa akan ada kelahiran yang terjadi melalui seorang perawan (Yesaya 7:14). Bahkan, dalam kitab Kejadian pun, berita tentang kelahiran-Nya telah dikabarkan.

Pada edisi kali ini, redaksi e-Reformed secara khusus menyajikan sebuah artikel bertema kelahiran Kristus melalui anak dara. Ada beberapa isu yang mencoba menjelaskan bahwa bila Kristus lahir dari seorang anak dara, hal itu adalah sebuah kebohongan, bahkan mitos. Tentu saja, hal ini adalah kekeliruan besar karena bertolak belakang dengan kebenaran Alkitab yang kita percayai. Sudah semestinya setiap kita, orang percaya, turut bertanggung jawab menjelaskan dan menyampaikan kabar kebenaran Natal kepada mereka yang belum mengetahui atau bahkan menolaknya. Artikel berikut akan secara khusus memberikan penjelasan tentang fakta kelahiran Kristus melalui seorang anak dara dari sisi sejarah.

Segenap redaksi e-Reformed mengucapkan "Selamat merayakan Natal kepada seluruh pembaca e-Reformed. Soli Deo Gloria!"

Ayub T.

Redaksi e-Reformed,
Ayub T.

Edisi: 
Edisi 183/Desember 2016
Isi: 

Bishop David Jenkins meragukan bahkan menyatakan penyangkalannya mengenai realita sejarah mengenai kelahiran dari anak dara. Ia menyebutnya sebagai natur simbolis dan mitologis kisah kelahiran dari anak dara. Dalam suratnya Desember 1984, ia menulis bahwa sekelompok orang tidak dapat mengerti, atau tidak akan mendengarkan, poin bahwa banyak dari kisah Alkitab adalah direalitakan, tidak dengan menjadi literatur yang benar, tetapi karena menjadi simbol yang diinspirasikan oleh iman yang hidup mengenai aktivitas nyata dari Allah.

Messiah

Akan tetapi, banyak dari kritik bishop tidak selalai dan juga tidak sekeras kepala seperti yang ditunjukkannya. Kita tahu dengan baik bahwa ada jenis literatur yang disebut mitos yang memasukkan kebenaran dalam bentuk sejarah tanpa menyatakan bahwa itu bersifat sejarah. Ini tidak termasuk dalam perdebatan di antara kita. Banyak mitos kafir yang beredar dalam abad pertama, termasuk yang berasal dari Yunani dan Mesir asli mengenai satu dewa juru selamat yang lahir dari anak dara yang memerintah langit dan laut. Akan tetapi, kisah-kisah ini membuktikan sendiri bahwa mereka adalah mitos. Orang tidak percaya bahwa kisah itu adalah sejarah. Pertanyaannya adalah apakah para penulis Injil dengan sengaja menulis mitos ketika mereka mengisahkan kelahiran dari anak dara dan apakah mereka bermaksud untuk memberi pengertian semacam itu kepada kita. Jawaban saya: "Jelas tidak!" Profesor Henry Chadwick dalam artikelnya menunjukkan bahwa di dalam Pengakuan Iman Rasuli adalah pernyataan yang tercatat dalam sejarah dan ada yang puitis. Kalimat "Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa" termasuk dalam pengertian puitis, tetapi "Ia dilahirkan oleh Anak Dara Maria dan Pada hari yang ketiga Ia bangkit dari antara orang mati" termasuk pernyataan yang berdasarkan sejarah.

Benar bahwa hal kelahiran Yesus dari anak dara tidak mendapat penekanan sebanyak yang terjadi dalam hal mengenai kematian dan kebangkitan-Nya dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam khotbah-khotbah awal Petrus dalam Kisah Rasul maupun kesimpulan Paulus mengenai Injil dalam I Korintus 15 yang menyinggung mengenai kelahiran Yesus dari anak dara. Meskipun keempat penulis Injil sesungguhnya menuliskan seperti yang dikatakan Markus Injil mengenai Yesus Kristus (Markus 1:1), dan meskipun Matius dan Lukas dalam Injil mereka mencatat mengenai kelahiran dari anak dara, tetapi tidak ada tempat dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa catatan itu menjadi bagian integral dengan Kabar Baik. Meskipun demikian jelas diajarkan dalam Injil dan sejak itu menjadi kepercayaan yang diterima dengan suara bulat dari gereja universal. Pengajaran dan tradisi ini tidak bisa begitu saja dikesampingkan. Selain itu, adalah suatu hal yang serasi bahwa Satu Pribadi yang supernatural (yang adalah Allah dan manusia) harus memasuki, seperti juga meninggalkan dunia ini, dengan cara yang supernatural.

Serangan atas kelahiran dari anak dara bukanlah hal yang baru. Sebaliknya, mereka sama tuanya dengan kekristenan itu sendiri. Dalam abad pertama, banyak orang Yahudi Ebionit dan sekte tertentu dari Gnostik menyangkal keilahian Yesus, dan oleh sebab itu menghilangkan kisah kelahiran dari anak dara. Dalam abad kedua, bidat Marcion, yang menolak sepenuhnya Perjanjian Lama, memublikasikan satu versi dari hanya satu Injil (Lukas) dengan mengabaikan kedua pasal pertamanya. Kemudian, golongan rasionalis dan skeptis dari setiap abad meragukan atau meremehkan kelahiran dari anak dara. Contohnya Renan, humanis dari Perancis dengan bukunya "Vie de Je'sus" yang menimbulkan sensasi ketika beredar dalam tahun 1863, memulai bab keduanya demikian: "Yesus dilahirkan di Nazaret, sebuah kota kecil di Galilea, yang sebelumnya tidak melahirkan orang yang terkenal .... Ayahnya Yusuf dan ibunya Maria adalah orang-orang dari kalangan bawah." Kritik ini biar bagaimana pun juga berasal dari luar gereja.

Yang baru sekarang ini adalah pandangan mereka ditoleransi di dalam gereja, bahkan di antara pemimpin gereja yang seharusnya dengan khidmat menjaga dan mengajarkan iman Kristen yang bersejarah. Pada awal abad ini, penahbisan William Temple ditunda dua tahun sampai ia yakin mengenai kelahiran Yesus dari anak dara dan kebangkitan tubuh, dan dalam 1917 dan 1918 Kepala bishop, Randall Davidson, menolak untuk menahbiskan Hensley Henson yang sedang dicalonkan untuk menjadi Bishop of Hereford, sampai ia mampu memberikan jaminan yang memuaskan bahwa ia tidak menyangkal doktrin-doktrin dalam Pengakuan Iman Rasuli. Sebab, Kepala Bishop John Habgood menahbiskan David Jenkins tanpa menerima jaminan yang sama sehingga banyak dari kita diganggu oleh pandangan yang mendukakan ini.

Mungkin bijaksana jika pada poin ini menjelaskan pengertian dari kelahiran dari anak dara. Ada ekspresi yang salah karena menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai kelahiran Yesus, sementara kelahiran-Nya seluruhnya adalah normal dan alamiah. Penghamilannya yang tidak biasa karena sesungguhnya bersifat supernatural; karena ia diyakinkan dengan pekerjaan dari Roh Kudus, tanpa kerja sama dari seorang bapa manusiawi.

Dalam diskusi kita mengenai kelahiran dari anak dara, ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan. Yang pertama mengenai kesejarahannya (Apakah itu sungguh-sungguh terjadi?) dan yang kedua adalah signifikansinya (Apakah yang terjadi?).

Kesejarahan Mengenai Kelahiran dari Anak Dara

Natal 1

Ketika kita menimbang bukti-bukti sejarah untuk kelahiran dari anak dara, ada empat bukti harus dipikirkan. Pertama, kesaksian dari para penulis Injil: Matius dan Lukas, keduanya menanggung dualitas kesaksian mengenai keperawanan dari Maria. Benar, mereka menelusuri jejak genealogi Yesus melalui Yusuf dan tidak dirintangi dalam menunjuk kepada Yusuf sebagai bapak dari Yesus. Akan tetapi, setelah ia menikah dengan Maria, ia adalah ayah yang sah dari Yesus. Maka tidak ada kesulitan di sini. Faktanya adalah bahwa menurut penulis Injil pertama dan ketiga, ketika Maria mengandung ia bertunangan, bukan menikah dengan Yusuf, dan ketika Yesus dilahirkan ia tetap seorang perawan. Lagi pula cukup jelas bahwa Matius dan Lukas memercayai hal ini. Mereka menulis dalam bentuk prosa bukan puisi, sebuah sejarah dan bukan mitos. Beberapa sarjana memperdebatkan bahwa Matius pada khususnya (bukan Lukas, yang mengklaim pengusutan sejarah telah diperhatikan) tidak cenderung untuk menuliskan sebuah narasi murni sejarah, tetapi ia bebas mengembangkan dan membubuhi sumber-sumbernya sehingga akibatnya adalah sebuah Midrash, yaitu pencampuran sejarah dengan yang nonsejarah, yang (lebih lanjut dikatakan) merupakan sebuah bentuk yang biasa yang dikenal dalam literatur Yahudi pada zamannya. Namun demikian, perkiraan ini jauh dari pembuktian. Bukti kurang dalam tiga area kritis: pertama, bahwa itu merupakan genre literatur yang biasa pada waktu itu (tidak kelihatan menjadi seperti demikian sampai abad kedua); kedua, bahwa Matius cenderung untuk menulis Midrash (ia pasti tidak membumbui Perjanjian Lama dengan fiksi, seperti yang dilakukan oleh para penafsir Midrash; dan ketiga, bahwa orang-orang pada zamannya itu mengertinya untuk menggunakan bentuk khusus ini (yang tidak dilakukan oleh bapak-bapak gereja pada awal gereja). Selain itu, ketika seseorang membaca injil Matius dengan segar, ia didorong oleh detail konteks sejarah dari kelompok orang, tempat-tempat dan waktu yang di dalamnya ia letakkan dalam kisahnya.

Jika ditekankan bahwa Matius dan Lukas percaya bahwa Maria adalah ibu Yesus, yang adalah seorang dara, lalu timbul pertanyaan: mengapa Markus dan Yohanes tidak mengatakan demikian juga? Dan, mengapa sisa dari Perjanjian Baru membisu mengenai kelahiran Yesus dari anak dara? Dalam menjawabnya, kita mulai dengan mengingat bahwa argumen bisu jelas tidak dapat diandalkan. Contohnya, Markus dan Yohanes tidak mengatakan apa-apa mengenai masa kecil Tuhan Yesus, tetapi kita tidak mengonklusikan dari hal ini bahwa Yesus tidak pernah mempunyainya. Kemudian, ada bukti tidak langsung bahwa Yohanes tidak tahu mengenai masalah ini dan percaya kelahiran dari anak dara. Saya tidak hanya berpikir mengenai pernyataan agungnya bahwa "Firman telah menjadi daging dan tinggal ... di antara kita." (Yohanes 1:14), tetapi juga mengingat kembali pernyataan bahwa Yesus "datang dari atas", "turun dari surga", "diutus oleh Bapa", "datang ke dalam dunia". Beberapa intervensi supernatural menjadi penting untuk membuat hal-hal ini dapat diterima.

Fakta bahwa Markus dan Yohanes mengabaikan kisah Kristus sebenarnya tidak relevan untuk alasan sederhana bahwa mereka tidak diharuskan untuk menulis hanya tentang kelahiran dan masa kecil Yesus saja. Mereka berdua memilih untuk memulai kisah dari Yohanes Pembaptis. Poin signifikansi adalah hanya dua penginjil yang menekankan penjelasan kelahiran Yesus dan menyatakan bahwa Ia dilahirkan dari seorang dara.

Faktor kedua yang perlu dipikirkan adalah keotentikan suasana yang disinggung dalam kisah. Ketika kita membaca pasal-pasal awal dari Matius dan Lukas, kita dibawa kembali kepada hari-hari akhir dari Perjanjian Lama. Zakharia dan Elisabet, Yusuf, Maria, Simeon, dan Hana adalah orang-orang beribadah dari Perjanjian Lama yang memandang dan menantikan kerajaan Allah. Konteksnya kaya dengan kesalehan khas Perjanjian Lama. Bahasa, gaya, dan susunan dari cerita-cerita adalah seluruhnya berciri Ibrani. Jauh dari tambahan legenda yang kemudian. Kisah-kisah ini terdengar dan terasa seperti ditulis pada masa sangat awal.

Sebagai tambahan, kisah-kisah ini mengungkapkan kesederhanaan dan kebijaksanaan. Sesungguhnya, cerita-cerita kafir pada masa itu mengisahkan mengenai dewa-dewa yang melakukan hubungan seks dengan manusia perempuan. Akan tetapi, pada tempat dari mitos yang sadis dan fantastik itu, para penginjil bungkam. Mereka memperlakukan keintiman yang suci mengenai dikandungnya Yesus dengan cara yang paling halus.

Ketiga, kita harus menanyakan tentang keaslian cerita kelahiran anak dara. Kisah Matius dan Lukas memiliki kesamaan inti. Mereka berdua menunjukkan hubungan kehamilan Maria dengan Roh Kudus, bukan Yusuf dan mereka juga menunjukkan kepada problem dan kekhawatiran yang disebabkan oleh keperawanannya. Akan tetapi, perhitungan mereka jelas berdiri sendiri (tidak ada bukti persekongkolan), saling melengkapi (mereka mengisahkan dari perspektif yang berbeda). Lukas menulis pengumuman kepada Maria, dan kebingungannya seperti bagaimana dia dapat menjadi seorang ibu sementara belum menikah. Matius, di lain pihak, menulis penemuan Yusuf bahwa Maria hamil dan kebingungannya, keputusan untuk menceraikan Maria karena itu bukan anaknya, dan mimpinya di mana di dalamnya Allah mengatakan kepadanya untuk mengambil Maria sebagai seorang istrinya. Pada puncaknya, fakta harus datang dari Maria dan Yusuf sendiri, baik dalam bentuk tulisan atau bentuk perkataan. Selama Lukas dua setengah tahun bebas di Palestina, yang saya hubungkan, tampak segala kemungkinan bahkan kemungkinan bahwa ia bertemu dengan Dara Maria secara pribadi dan menerima cerita dari bibirnya sendiri. Dalam seluruh keadaan, bukti-bukti dari dalam menunjukkan bahwa dalam Perjanjian Baru kita memiliki dua kisah asli, pada awal, yang terpisah, yang berbicara mengenai kelahiran anak dara, masing-masing berdiri sendiri, satu sama lain melengkapi, yang satu dari Yusuf, yang lain dari Maria.

Faktor keempat yang kita akan lihat adalah gosip mengenai kelahiran di luar nikah dari Yesus. "Fakta pertama dan paling tidak bisa dibantah mengenai kelahiran Yesus" tulis JAT Robinson, munculnya dari Wedlock. Satu pilihan yang tidak berbukti bahwa Yesus adalah anak sah dari Yusuf dan Maria. Hanya satu pikiran terbuka bagi kita antara kelahiran anak dara dan kelahiran di luar nikah.

Jelas bahwa gosip kemungkinan kelahiran di luar nikah dari Yesus sudah tersebar selama ia terjun melayani dalam masyarakat dalam usaha untuk menjatuhkan-Nya. Contohnya: ketika Ia mengemukakan bahwa pasti orang Yahudi yang tidak percaya tidak memiliki Abraham sebagai bapa, tetapi si jahat. Mereka membantah, "Kami bukan anak-anak haram!" yang sepertinya sebagai sindirian bahwa itulah Ia (Yohanes 8:41). Pada kesempatan lain, kali ini dalam kota-Nya sendiri, ketika orang-orang diserang oleh pengajaran-Nya, mereka bertanya, "Tidakkah ini anak Maria?" (Markus 6:3). Dalam lingkungan patriakh, ini adalah pembicaraan yang menghina, sindiran yang tidak mungkin meleset. Kemudian, dalam kesempatan ketiga, orang-orang tidak percaya bertambah, berteriak kepada seorang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Yesus (Yohanes 9:29). Gosip ketidaksahan Yesus bertahan lama setelah kematian-Nya. Dalam Talmud Yahudi, hal ini menjadi jelas. Dalam abad III, sarjana Kristen Origen harus menjawab kritik hinaan dari Celsus bahwa Yusuf membawa Maria keluar dari rumahnya karena ia telah berzina dengan seorang serdadu bernama Panthera. Bagaimana dalam dunia ini dapat timbul gambaran dan fitnahan kecuali telah diketahui bahwa Maria telah mengandung ketika Yusuf menikahinya? Betapa tidak menyenangkannya gosip ini, tetapi inilah bukti nyata dari kelahiran anak dara.

Signifikansi dari Kelahiran Anak Dara

Natal 2

Kita maju sekarang dari bukti kesejarahan kelahiran anak dara kepada pertanyaan mengenai signifikansinya: Apa yang terjadi? Kita telah mencatat bahwa kelahiran Yesus tidak mendapat penekanan dalam Perjanjian Baru yang sama seperti kebangkitan-Nya, bukan merupakan suatu kejutan kecil, sejak kebangkitan-Nya dipublikasikan dan mempunyai saksi mata, sementara kelahiran anak dara adalah hal yang bersifat sangat pribadi dan tidak mempunyai saksi. Akan tetapi, jurusan yang dipakai para pengkritik untuk menyerang menunjukkan bahwa mereka mengenali kepentingannya.

Catatan Lukas mengenai pengumuman itu: Lukas 1:26-36:

Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau." Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia, yang disebut mandul itu."

Setelah malaikat memberi salam kepada Maria sebagai seorang yang mendapat anugerah khusus dan kehadiran Allah, pemberitahuannya kepada Maria mengenai tujuan Allah ada dalam dua tahap, yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Yang pertama, menekankan kesinambungan Anaknya dengan masa lalu karena Maria akan mengandung-Nya. Yang kedua, menekankan ketidaksinambungan-Nya, bahkan keunikan-Nya, karena Roh Kudus akan menaungi-Nya.

Dalam bagian pertama (ayat 30-34), malaikat mewartakan bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang putra, Ia akan menjadi "besar" (dinamakan Yesus dan Putra Yang Mahatinggi, yang berhubungan dengan pekerjaan penyelamatan Mesianik-Nya) dan bahwa Ia akan memerintah di atas takhta Bapa-Nya, Daud, dan memerintah atas rumah Yakub selama-lamanya. Dengan kata lain, Ia akan mewarisi dari ibu-Nya: kemanusiaan ("engkau akan .... melahirkan seorang putra") dan posisi-Nya di takhta Mesianik. Paling sedikit, inilah yang diimplikasikan. Dengan yakin, Rasul Paulus kemudian menekankan hal ini ketika menuliskan bahwa Yesus "dalam natur-Nya sebagai manusia adalah keturunan Daud" (Roma 1:3). Pada waktu yang bersamaan, Yusuf secara eksplisit dijelaskan sebagai keturunan Daud. Dengan menamai Yesus (Matius 1:21,25), ia menerima-Nya sebagai Putranya, dan dengan menerima-Nya, membuktikan Ia mempunyai hak-hak legal sebagai anak sah.

Dalam bagian yang kedua (ayat 35), malaikat melanjutkan mengatakan bahwa Roh Kudus akan berada di atas Maria dan kuasa dari Yang Mahatinggi akan menaunginya (awan dalam Alkitab adalah simbol dari kehadiran Allah). Dan, oleh sebab itu, anak yang akan dilahirkannya adalah unik, sebagai Yang Suci (berhubungan dengan ketidakberdosaan-Nya) dan Anak Allah (yang membuktikan dalam pengertian lebih dalam daripada sebutan sebagai Mesias).

Dalam cara ini, diumumkan kepada Maria bahwa kemanusiaan dan kemesiasan anaknya akan keluar daripadanya, ibu yang akan mengandung dan melahirkan-Nya, sementara ketidakberdosaan dan keilahian-Nya akan keluar dari Roh Kudus yang akan menaunginya dengan kuat kuasa-Nya. Kesinambungan akan terlihat pada kelahiran natural-Nya melalui Maria, dan ketidaksinambungan dengan kehamilan supernatural melalui Roh Kudus. Ia akan menjadi keturunan Adam melalui kelahiran-Nya, tetapi diangkat menjadi Adam kedua (kepala dari kemanusiaan yang baru) melalui dikandung-Nya dari Roh Kudus.

Sebagai akibat dari kelahiran anak dara (yaitu, kebenaran dari Pengakuan Iman Rasuli bahwa Ia dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari Anak Dara Maria), Yesus Kristus secara bersamaan adalah anak Maria dan Anak Allah, manusia dan ilahi, Mesias dari keturunan Daud dan Juru Selamat yang tidak berdosa bagi orang-orang berdosa. Karena Allah adalah bebas dan mahakuasa, dan kita tidak mempunyai kebebasan untuk membatasi-Nya, tanpa diragukan lagi Ia dapat melaksanakan tujuan ini melalui beberapa cara lain. Akan tetapi, Perjanjian Baru membuktikan bahwa Ia memilih cara melalui kelahiran anak dara, dan tidak sulit untuk mengerti kemasukakalan dan kelayakannya.

Respons Maria terhadap pengumuman dari malaikat menyentuh kekaguman langsung kita. "Aku adalah hamba Tuhan," ia berkata, "Jadilah kepadaku seperti yang kau katakan." Sekali tujuan dan metode Allah dijelaskan kepadanya, ia tidak keberatan. Keseluruhannya takluk kepada-Nya. Ia mengekspresikan kerelaan totalnya untuk menjadi anak dara sebagai ibu dari Anak Allah. Jelas itu adalah hak istimewa baginya: "Yang Mahakuasa telah melakukan hal besar bagiku," ia memuji (Lukas 1:49). Jelas itu menimbulkan kekaguman dan tanggung jawab besar juga. Menyangkut kesediaan untuk mengandung sebelum menikah dan membawa diri sendiri kepada malu dan penderitaan, dipandang sebagai perempuan yang tidak bermoral. Bagi saya, kerendahan hati dan semangat Maria dalam penyerahan terhadap kelahiran anak dara kontras dengan sikap pengkritik-pengkritik yang menyangkal hal itu.

Kita perlu kerendahan hati Maria. Ia menerima tujuan Allah, berkata, "Jadilah padaku seperti yang kau katakan." Akan tetapi, kecenderungan dari banyak orang sekarang ini adalah menolaknya, karena itu tidak sesuai dengan praanggapan mereka. Mereka yang menolak mukjizat secara umum dan kelahiran anak dara khususnya karena mereka percaya alam semesta berada dalam suatu sistem tertentu, tidak tampak untuk melihat keganjilan dari perintah Pencipta, apa yang Ia izinkan terjadi dalam ciptaan-Nya sendiri. Bukankah tidak ada lagi mode yang lebih baik untuk meneladani reaksi Maria dalam ketaatannya akan jalan Allah?

Kita juga membutuhkan semangat Maria, Ia sepenuhnya terbuka bagi Allah untuk memenuhi tujuan-Nya bahwa ia siap untuk mengambil risiko noda dengan menjadi ibu yang tidak menikah, menjadi orang yang disangka pezina dan menanggung anak yang tidak sah. Ia menyerahkan reputasinya kepada kehendak Allah. Kadang, saya heran jika penyebab utama dari begitu banyak teologi liberal adalah sarjana-sarjana yang lebih memperhatikan mengenai reputasi mereka dibandingkan wahyu Allah. Lucu tampaknya untuk menjadi naif dan cukup mudah percaya mengenai mukjizat, mereka dicobai untuk mengorbankan wahyu Allah di altar kehormatan mereka sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa mereka selalu berbuat demikian. Akan tetapi, saya merasa benar dalam hal ini karena saya sendiri merasakan pencobaan ini. Namun, jelas pengkritik akan menyeringai dan memperolok-olok, biarkan mereka. Apa yang terjadi adalah kita membiarkan Allah menjadi Allah dan melakukan dengan cara-Nya, bahkan jika bersama Maria, kita menghadapi risiko kehilangan nama baik kita.

Diambil dari:
Nama buku : Majalah Momentum
Judul artikel : Kelahiran Dari Anak Dara
Penulis artikel : John Rw Stott
Penerbit : LRII, Jakarta, 1996
Halaman : 16-17, 26-27

Aplikasi Tafsiran Alkitab

Stop Press! Aplikasi Tafsiran Alkitab

Komentar


Syndicate content