Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Penderitaan yang Tak Tertandingi
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Yesaya 53 telah menubuatkan penderitaan tubuh dan jiwa yang akan diderita Sang Anak. Keadaan Sang Anak digambarkan seperti domba yang sedang diseret ke pembantaian dan siap dibantai dalam ketidakberdayaannya. Hati kita akan bergidik ketika membayangkan apa yang terjadi saat seseorang dijatuhi hukuman salib di Roma pada waktu itu. Salib merupakan simbol hukuman hina dan kerendahan derajat manusia yang harus Ia tanggung, penderitaan yang tidak seharusnya diterima oleh seorang manusia yang sama sekali tidak bersalah. Betapa mengerikan hukuman tersebut, meremukkan tubuh dan jiwa. Banyak arkeolog dan sejarawan membuktikan bahwa salib adalah salah satu hukuman paling menyiksa di seluruh bumi. Bagaimana tidak, efek yang ditimbulkan akan menghancurkan seseorang, meremukkan daging dan bahkan tulang manusia karena cambukan dan serangan-serangan fisik lainnya. Beroleh salib berarti mendapat tekanan yang sangat besar bagi jiwa seseorang. Disalib berarti pantas diludahi, dihina, dicaci maki, dipukul, dan diperlakukan selayaknya hewan. Bahkan, Yesus sendiri telah sampai pada titik depresi secara lahiriah. Dalam kesakitan-Nya, Dia mengerang dan berseru, "Bapa-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Dia menangis. Dia menjerit. Dia kesakitan. Dia berada dalam keadaan yang memalukan. Inilah rasa dosa yang harus Dia tanggung bagi saya dan saudara. Dia telah ditimpa murka Elohim yang mahadahsyat sebagai konsekuensi menggantikan kita sekalian dari murka-Nya, menelan maut bagi semua orang berdosa. Gereja pada hari ini sungguh sangat nyaman dengan segala sesuatu. Ingat! Ada harga yang sangat mahal dan menyakitkan untuk mencapai masa anugerah ini, dan Kristuslah yang membayarnya dengan lunas tanpa meninggalkan utang sedikit pun. Keselamatan tidaklah cuma-cuma. Bapa mengirimkan Anak-Nya sendiri sebagai Korban yang siap menderita dan mati sebagai harga yang harus dibayar. Darah-Nya membasuh setiap pelanggaran dan dosa kita. Pada bulan Paskah ini, marilah kita merenungkan sedikit dari fakta besar penderitaan Yesus dalam hukuman salib. Untuk itu, redaksi e-Reformed menyajikan satu artikel untuk Anda baca. Kematian-Nya membawa Anda kembali untuk beroleh kesempatan hidup dalam anugerah. Mari bersyukur kepada-Nya. Tuhan yang Hidup memberkati.
Edisi:
Edisi 187/April 2017
Isi:
Penderitaan Yesus Kristus Penderitaan Anak Allah tidak tertandingi. Tidak ada yang pernah menderita seperti Pria ini. Melalui kekekalan, kita akan merenungkan pembunuhan Anak Allah dan bernyanyi, "Layaklah Anak Domba, yang telah disembelih itu" (Wahyu 5:12, AYT). Count Zinzendorf (1700 -- 1760) dan rakyat Moravia mengembangkan teologi yang didasarkan pada luka dan darah Yesus, yang dipercaya oleh beberapa orang telah menjadi lebih menitikberatkan pada "lima luka" Kristus dalam fokusnya. Namun, saat ini, kita tidak sedang berada dalam keadaan euforia berlebihan yang mengkhawatirkan tentang penderitaan Yesus. Jadi, datanglah dan menyembah bersama-sama dengan saya atas keagungan penderitaan Kristus. Tidak pernah ada seorang pun yang sebenarnya pantas mengalami lebih sedikit penderitaan, tetapi justru menerima begitu banyak. Stempel Tuhan dalam kehidupan yang sempurna ini ditemukan dalam dua kata: "tidak berdosa" (Ibrani 4:15, AYT). Satu-satunya pribadi dalam sejarah yang tidak layak menderita, justru adalah yang paling menderita. Dia yang "tidak berbuat dosa, dan tipu daya tidak ada di mulut-Nya" (1 Petrus 2:22, AYT). Tak satu pun dari kesakitan Yesus adalah hukuman bagi dosa-Nya. Dia tidak memiliki dosa. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang pernah sungguh-sungguh memiliki hak lebih besar untuk menawar, tetapi menggunakannya dengan sangat sedikit. Dia memiliki kuasa yang tidak terbatas, yang bisa Ia pakai kapan saja, untuk membalas dendam setiap saat Ia mau dalam penderitaan-Nya. "Kamu pikir aku tidak mampu memohon kepada Bapa-Ku, dan Ia, sekarang juga, akan memberi lebih dua belas pasukan malaikat untuk-Ku?" (Matius 26:53, AYT), tetapi Ia tidak melakukannya. Ketika setiap sentimen peradilan di alam semesta berteriak "tidak adil!" Yesus diam. "Namun, Yesus tidak menjawab Pilatus, bahkan untuk satu tuduhan pun." (Matius 27:14, AYT) Dia juga tidak membantah ejekan palsu: "Ketika Ia diejek, Ia tidak membalas dengan ejekan; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam" (1 Petrus 2:23, AYT). Dia juga tidak membela diri dalam menanggapi interogasi Herodes: "Yesus tidak memberi jawaban apa pun" (Lukas 23:9, AYT). Tidak ada yang pernah menanggung begitu banyak ketidakadilan dengan begitu sedikit pembalasan dendam. Hal itu bukan karena siksaan tersebut dapat ditanggung. Jika kita terpaksa menyaksikannya, kita mungkin akan jatuh pingsan. Di taman, "keringat-Nya menjadi seperti tetesan darah yang menetes ke tanah" (Lukas 22:44, AYT). Pada tengah malam, di hadapan imam besar, "mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya. Dan, yang lain menampar-Nya" (Matius 26:67, AYT). Di hadapan gubernur, mereka "mencambuki" Dia (Matius 27:26, AYT). Eusebius (Sekitar tahun 300 M) menjelaskan pencambukan Romawi terhadap orang-orang Kristen seperti ini: "Pada suatu waktu mereka terluka oleh cambuk sampai ke dalam pembuluh darah vena dan arteri sehingga isi yang tersembunyi dari relung tubuh mereka, yaitu isi perut dan organ mereka, terlihat oleh mata." Dalam penderitaan-Nya, para tentara mempermainkan-Nya. Mereka mengenakan jubah kebesaran tiruan kepada-Nya. Mereka mulai "menutup muka-Nya, dan meninju-Nya, dan berkata kepada-Nya, 'Bernubuatlah!' Para pengawal menerima-Nya dengan menampar-Nya" (Markus 14:65, AYT). Sebuah mahkota duri ditekan di atas kepala-Nya -- yang diperparah dengan didorong ke dalam tengkoraknya dengan pukulan. "Dan, mereka memukul kepala-Nya dengan sebuah buluh dan meludahi-Nya, lalu sujud menyembah-Nya." (Markus 15:19, AYT) Dalam kondisi ini, Ia tidak mampu memikul salib-Nya sendiri (Matius 27:32). Penyiksaan dan upaya mempermalukan terus berlanjut. Ia ditelanjangi. Tangan dan kakinya dipaku di kayu salib (Kisah Para Rasul 2:23; Mazmur 22:16). Ejekan itu tak ada henti-hentinya di sepanjang pagi yang mengerikan itu. "Salam, Raja orang Yahudi!" "Engkau yang akan merobohkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu sendiri! Jika Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" (Matius 27:29,40, AYT) Bahkan, salah satu penjahat "menghina Yesus" (Lukas 23:39, AYT). Itu adalah kematian yang mengerikan. The International Standard Bible Encyclopedia, menyatakan, "Luka-luka-Nya membengkak di sekitar kuku yang kasar, dan tendon serta saraf-Nya yang robek dan terkoyak menyebabkan penderitaan yang menyiksa. Arteri di kepala dan perut dibanjiri oleh darah dan sakit kepala yang berdenyut-denyut dengan hebat pun terjadi. .... Korban penyaliban secara harafiah mengalami seribu kematian. .... Penderitaan itu begitu mengerikan sehingga 'bahkan, di antara orang-orang yang penuh dengan hasrat berperang yang hebat sekalipun, rasa kasihan mereka terkadang terangsang." Semuanya itu menimpa sang "Teman orang-orang berdosa", bukan dengan saudara-saudara-Nya berada di sisinya, melainkan dengan benar-benar ditinggalkan. Yudas mengkhianati-Nya dengan ciuman (Lukas 22:48). Petrus menyangkal Dia sebanyak tiga kali (Matius 26:75). "Semua murid meninggalkan-Nya dan melarikan diri." (Matius 26:56, AYT) Dan, pada saat yang paling gelap dari sejarah dunia, Allah Bapa memberikan hukuman kita kepada Anak-Nya sendiri. "Padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah." (Yesaya 53:4) Satu-satunya orang di dunia yang benar-benar mengenal Allah (Matius 11:27) berseru, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46, AYT). Baik sebelum maupun sesudahnya, tidak pernah ada penderitaan seperti itu karena dalam seluruh tingkat keparahan yang mengerikan, itu adalah penderitaan yang direncanakan. Hal itu direncanakan oleh Allah Bapa dan diterima oleh Allah Anak. "Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." (Yesaya 53:10) Yesus "diserahkan menurut rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan Allah sebelumnya" (Kisah Para Rasul 2:23, AYT). Herodes, Pilatus, para tentara, dan orang-orang Yahudi melakukan terhadap Yesus "segala sesuatu yang oleh tangan-Mu dan rencana-Mu telah ditentukan sebelumnya untuk terjadi" (Kisah Para Rasul 4:28, AYT). Dengan mendetail, penderitaan Anak ditulis dalam Kitab Suci. "Setelah itu, Yesus, yang mengetahui bahwa semuanya sudah terlaksana, untuk menggenapi Kitab Suci, Ia berkata, 'Aku haus!'" (Yohanes 19:28, AYT) Tidak hanya penderitaan itu telah direncanakan, tetapi juga dengan ketaatan. Yesus menerima rasa sakit itu. Ia memilihnya -- "taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib" (Filipi 2:8, AYT). Dan, kepatuhan-Nya ditopang oleh iman dalam Bapa-Nya. "Ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan diri-Nya kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil." (1 Petrus 2:23, AYT) "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." (Lukas 23:46, AYT) Dalam iman tersebut, "Ia meneguhkan hati untuk pergi ke Yerusalem" (Lukas 9:51, AYT). Mengapa? "Karena tidak mungkin seorang nabi mati di luar Yerusalem." (Lukas 13:33, AYT) Dia telah meneguhkan hati-Nya untuk mati. "Apa yang akan Kukatakan? 'Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?' Akan tetapi, untuk tujuan inilah Aku datang saat ini." (Yohanes 12:27, AYT) Ia hidup untuk mati. Oleh karena itu, penderitaan dan kelemahan Yesus adalah sebuah karya kekuasaan-Nya yang berdaulat. "Tidak seorang pun telah mengambilnya dari-Ku, melainkan Akulah yang memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yohanes 10:18, AYT) Ia dengan bebas memilih untuk mengikuti rencana Bapa bagi penderitaan dan kematian-Nya sendiri. Dan, apakah rencana itu? Untuk menjadi pengganti bagi kita supaya kita hidup. "Anak Manusia pun datang ... untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45, AYT) "Ia sendiri telah menanggung dosa kita pada tubuh-Nya di kayu salib." (1 Petrus 2:24, AYT) "TUHAN telah membebankan ke atasnya seluruh kejahatan kita." (Yesaya 53:6) Dan, tujuan dari itu semua? "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya" (Yohanes 15:13, AYT). Ya, tetapi untuk apa pada akhirnya? Apa yang menjadi tujuan kasih? Dua tujuan besar telah dicapai dalam penderitaan Kristus, yang benar-benar merupakan satu tujuan. Pertama, "Karena Kristus juga telah menderita karena dosa-dosa, sekali untuk semua orang, yang benar mati untuk yang tidak benar, sehingga Ia dapat membawa kita kepada Allah" (1 Petrus 3:18, AYT). Penderitaan Yesus membawa kita kepada Allah yang penuh dengan sukacita dan kesenangan selama-lamanya. Kedua, tepat pada saat kematian, Bapa dan Anak dimuliakan. "Sekaranglah saatnya Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan melalui Dia." (Yohanes 13:31, AYT) Sukacita kita dalam menikmati Allah dan kemuliaan-Nya dalam menyelamatkan kita adalah satu. Itulah kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi. Sebuah DOA Bapa, apa yang dapat kami katakan? Kami merasa benar-benar tidak layak di hadapan penderitaan Kristus yang tak terkatakan. Kami memohon ampun. Dosa kamilah yang membawa hal itu untuk dilalui-Nya. Kamilah yang memukul dan meludahi dan mengejek-Nya. Ya Bapa, kami sangat menyesal. Kami menundukkan diri menghadap kotoran dan menutup mulut dari jiwa kami yang kecil, gelap, picik, dan berdosa. Ya Bapa, sentuhlah kami dengan iman yang segar sehingga kami percaya secara luar biasa. Kenyerian yang sangat dari Kristus itu sendiri yang membuat kami takut adalah keselamatan kami. Bukalah hati kami yang takut supaya kami bisa menerima Injil. Bangunkanlah bagian yang mati dari hati kami yang tidak bisa merasakan apa yang harus dirasakan -- bahwa kami dicintai dengan kasih terdalam, terkuat, termurni di alam semesta. Oh, berilah kami agar kami memiliki kekuatan untuk memahami, bersama-sama dengan semua orang kudus, akan betapa tinggi dan dalam dan panjang dan luasnya kasih Kristus yang melampaui pengetahuan, dan kiranya kami akan dipenuhi dengan seluruh kepenuhan Allah. Berperanglah bagi kami, Ya Tuhan, sehingga kami tidak menjadi mati rasa dan buta dan bodoh dalam kesenangan yang sia-sia dan kosong. Hidup ini terlalu singkat, terlalu berharga, terlalu menyakitkan untuk dihabiskan pada gelembung-gelembung duniawi yang meledak. Surga terlalu besar, neraka terlalu mengerikan, kekekalan terlalu panjang sehingga kami harus ada di sekitar teras keabadian. Ya Allah, bukalah mata kami terhadap luasnya penderitaan Kristus dan apa artinya itu bagi dosa dan kekudusan dan harapan dan surga. Kami takut akan kecenderungan kami terhadap hal-hal yang sepele. Buatlah kami terjaga dengan beban kemuliaan -- kemuliaan dari penderitaan Kristus yang tak tertandingi. Dalam nama-Nya yang agung dan ajaib. Amin.
Komentar |
Publikasi e-Reformed |