Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI HistorikaTeologia Historika adalah teologia yang dilihat menurut sejarah umat Allah dan Alkitab serta gereja sejak zaman Kristus.
John Wycliffe dan John Hus
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Artikel di bawah ini sebenarnya saya siapkan untuk menyambut "Hari Reformasi Gereja", tanggal 31 Oktober 2002. Tapi karena satu dan lain hal artikel ini terlambat dikirim. Untuk itu saya mohon maaf sebesar-besarnya. Namun meskipun terlambat, saya kira tidak ada salahnya untuk tetap mengirim artikel ini. Ada dua judul artikel yang saya siapkan, adalah berupa biografi dari dua tokoh perintis Reformasi yaitu: John Wycliffe dan John Hus. Kedua tokoh ini dianggap memiliki jasa besar karena mereka telah memberikan sumbangsih yang sangat berarti bagi terbukanya jalan yang lebar untuk lahirnya gerakan Reformasi Gereja. Melalui kesaksian hidup yang penuh perjuangan dan tantangan dari kedua tokoh yang luar biasa ini kiranya kita dapat belajar bagaimana dapat memiliki hidup yang berprinsip pada kebenaran Firman Tuhan (Alkitab). Dengan takut akan Tuhan, mari kita teruskan perjuangan para perintis Reformasi gereja ini. Belated HARI REFORMASI GEREJA 2002! In Christ,
Edisi:
034/XI/2002
Isi:
John WycliffeJohn Wycliffe dilahirkan di Yorkshire pada tahun 1325. Studi teologianya ditempuh di Universitas Oxford dan memperoleh gelar doktor teologia di sana pada tahun 1372. Wycliffe dikenal sebagai seorang mahasiswa yang sangat cerdas. Banyak kalangan sangat menghormatinya sebagai orang yang bijaksana dan berpendidikan. Reputasi Universitas Oxford ikut terangkat karena keberadaan Wycliffe sebagai pengajar di universitas ini, yang telah dimulainya sejak tahun 1361. Hampir sebagian besar hidup Wycliffe akhirnya ia habiskan untuk mengabdi di sekolah ini. Kehidupan Wycliffe pada dasarnya penuh dengan kontroversi. Ia mempunyai kebiasaan berbahaya yaitu mengatakan apa saja yang dipikirkannya. Jika apa yang dipelajarinya membuatnya mempertanyakan tentang ajaran Katolik resmi, maka ia langsung akan menyuarakannya. Namun, hal yang membuat gereja mulai bermusuhan dengan Wycliffe adalah ketika ia mempertanyakan tentang hak Gereja atas kuasa duniawi dan kekayaan gereja. Paus telah menuntut bahwa hak milik gereja-gereja di Inggris adalah milik Paus. Wycliffe sangat tidak menyetujui tuntutan seperti itu. Menurutnya harta milik gereja adalah milik negara. Persoalan inilah yang mendorong Wycliffe mulai menyelidiki prinsip dasar kepemilikan dalam Alkitab. Ia menarik kesimpulan bahwa gereja seharusnya tidak memiliki harta duniawi. Gereja harus menjadi miskin dan sederhana seperti gereja pada masa Perjanjian Baru. Dalam hal ini Paus dikritik secara tajam oleh Wycliffe. Menurutnya, Paus dan konsili seharusnya berada di bawah hukum Allah karena Kristuslah Kepala Gereja. Oleh karena Kristus tidak pernah menahbiskan Paus, maka Paus tidak mempunyai kekuasaan dari Kristus. Bahkan sampai puncaknya, Wycliffe menyebut Paus sebagai Si Anti-Kristus. Selain itu, Wycliffe juga mempertanyakan tentang penjualan kartu-kartu pengampunan dosa dan jabatan-jabatan gerejawi, penyembahan kepada para santo dan religi yang berbau takhayul. Ia mempertanyakan juga pandangan resmi tentang Ekaristi (doktrin transubstansiasi) yang dikeluarkan oleh Konsili Lateran Keempat. Untuk pandangan-pandangannya inilah Wycliffe sering harus berhadapan dengan para uskup dan konsili-konsili untuk disidang. Namun, Inggris pada dasarnya penuh sentimen terhadap Gereja Roma, khususnya pada tahun- tahun 1300-an. Para pangeran -- dan banyak orang awam yang memegang kepemimpinan yang sangat kuat di Inggris.-- menyesalkan cara Gereja merampas kekuasaan dan harta rakyat. Dalam hal inilah Wycliffe mendapat dukungan dari John Gaunt (Pangeran Lancaster). Dengan memanfaatkan kecerdasan Wycliffe, John Gaunt sering memakai ide-ide dan kepopuleran Wycliffe untuk berargumentasi dengan Gereja. Sebagai imbalannya, Pangeran John Gaunt memberi Wycliffe semacam perlindungan. Pada tahun 1377, Wycliffe akhirnya diajukan ke persidangan dan diminta menghadap uskup London untuk mempertanggungjawabkan pandangan dan ajaran-ajaran sesat yang dituduhkan kepadanya. Namun, persidangan terpaksa dihentikan, sebelum Wycliffe sempat mengeluarkan sepatah kata pun, karena ternyata John Gaunt dan pemimpin persidangan beradu pendapat tentang bagaimana persidangan dijalankan, tentang apakah Wycliffe harus duduk atau berdiri. Namun sejak itu Paus mengutuk pandangan dan ajaran Wycliffe. Tulisan- tulisan Wycliffe mulai dilarang beredar. Selama kritik Wycliffe adalah seputar kebusukan-kebusukan Paus dan tentang penyelewengan terhadap pengambilalihan hak milik gereja, maka Wycliffe merupakan pahlawan yang populer. Paus sangat geram terhadap Wycliffe dan memerintahkannya untuk berhenti berkotbah, bahkan meminta universitas Oxford untuk memecatnya, tetapi tidak berhasil karena Wycliffe mendapat perlindungan dari John Gaunt. Oxford justru mendukung Wycliffe. Dewan doktor di Oxford menyatakan bahwa tidak satupun tuduhan itu dapat membuktikan bahwa ajaran Wycliffe salah. Buku yang berjudul Protes akhirnya ditulis Wycliffe, sebagai pembelaan terhadap ajaran-ajarannya. Namun, ketika Wycliffe mulai menyerang gereja dalam hal doktrin transubstansiasi, ia mulai kehilangan banyak pendukung. Hal lain yang terjadi yang akhirnya menyakitkan Wycliffe adalah Skisma Besar yang menyebabkan Inggris menjalin persekutuan dengan Roma dan Pemberontakan Petani (1381) yang dianggap merupakan hasil dari pengajarannya yang sesat. Akibatnya, tulisan-tulisannya dilarang, bahkan diperintahkan untuk dibakar. Wycliffe sendiri akhirnya kehilangan kedudukannya di Oxford dan dilarang berkhotbah. Para pengikutnya juga diusir dari Oxford. Akibat pengusirannya ini, Wycliffe justru memanfaatkan waktunya untuk menerjemahkan Alkitab. Menurut Wycliffe, setiap orang harus diberi keleluasaan membaca Kitab Suci dalam bahasanya sendiri. "Oleh karena Alkitab berisikan Kristus yang diperlukan untuk mendapatkan keselamatan, maka Alkitab sangat diperlukan bagi semua orang, bukan hanya bagi para imam saja," tulisnya. Maka meskipun Gereja tidak setuju, ia bekerjasama dengan sarjana lain untuk menerjemahkan Alkitab bahasa Inggris pertama yang lengkap. Menggunakan salinan tulisan tangan Vulgata (Alkitab terjemahan bahasa Latin), Wycliffe berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang- orang sebangsanya. Edisi pertama diterbitkan. Penerbitan kedua mengalami perbaikkan tetapi baru selesai dikerjakan setelah Wycliffe meninggal. Edisi itu dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe", dan dibagi-bagikan secara ilegal oleh para Lollard (skolar dari Oxford). Karena kelemahan badan yang menyerangnya, Wycliffe akhirnya tinggal di Lutterworth dan menghabiskan waktunya di sana untuk menulis. Begitu produktifnya Wycliffe dalam menulis sampai membuat para musuhnya kagum. Pada tanggal 31 Desember 1384, Wycliffe meninggal karena serangan stroke. Tiga puluh satu tahun setelah Wycliffe dikuburkan, Konsili Konstanz mengucilkan dan menghukum dia. Pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai Swift. Pengaruh ajaran Wycliffe sangat kuat, khususnya keyakinannya yang sangat dalam terhadap otoritas Alkitab sehingga memberi inspirasi yang luar biasa bagi munculnya gerakan Reformasi di kemudian hari. Itu sebabnya sangat pantas jika John Wycliffe mendapat julukan "Si Bintang Fajar Reformasi", karena melalui semangatnya Reformasi mulai muncul seperti munculnya fajar di pagi hari. Pada dasarnya Wycliffe berusaha untuk tetap bertahan di Gereja Roma, tetapi Gereja tidak lagi menghendakinya. Sesudah Wycliffe, para pengikutnya juga ditindak di Inggris, namun pandangan-pandangannya mulai tersebar dengan cepat ke Eropa. Diantara para pengikut Wycliffe muncul seorang murid Kristus yang setia dan mengikuti jejaknya, yaitu John Hus. John HusJohn Hus dilahirkan di kota Husinetz, wilayah Bohemia Selatan, dari sebuah keluarga petani. Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di Husinetz, tetapi kemudian melanjutkan studi teologinya ke Universitas Charles, di Praha, yang diselesaikannya tahun 1396. Di antara teman-teman sebayanya, John Hus dikenal sebagai seorang mahasiswa yang pandai. Kesukaannya membaca melebihi teman-temannya. Hampir semua macam buku dibacanya, baik itu buku-buku teologia yang diakui resmi oleh gereja maupun yang dianggap sesat oleh gereja, seperti halnya buku karangan para pembaharu gereja Bohemia, Milic, Yanov, dan buku-buku John Wycliffe, sang reformator Inggris. John Hus adalah seorang yang sangat ramah dan bersahabat dengan orang- orang di sekitarnya. Selain diakui sebagai seorang yang saleh, ia juga dianggap sebagai seorang yang mempunyai tingkah laku yang sangat terpuji. Pada tahun 1401, ia ditahbiskan menjadi imam dan tahun 1402 diangkat menjadi rektor Universitas di Praha. Di kampus inilah John Hus menghabiskan sebagian besar waktunya. Namun, di samping tugasnya sebagai rektor, ia juga menjadi pengkhotbah rutin di Kapel Betlehem, sebuah kapel yang sangat berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari universitas itu. Di Kapel ini, Hus berkotbah dua kali sehari. Kapel Bethlehem banyak dihiasi dengan lukisan-lukisan gambar Kristus dan Paus, tetapi dengan prilaku yang justru sangat berlawanan. Di satu sisi adalah gambar Kristus yang sedang berjalan tanpa alas kaki, di sisi lain gambar Paus yang sedang menunggang kuda. Di satu sisi gambar Yesus yang sedang membasuh kaki murid-murid-Nya, di sisi lain gambar Paus yang sedang diciumi kakinya. Hus sangat geram dengan sifat keduniawian para rohaniwan gereja saat itu, termasuk Paus. Pada kesempatan berkhotbah inilah ia terus menerus mengajarkan tentang kesucian pribadi dan kemurnian hidup. Namun, tak jarang ia gunakan kesempatan kotbahnya untuk mengkritik kehidupan gereja, khususnya para klerus, uskup dan juga kepausan. Dari semua kotbahnya sangat jelas terlihat bahwa ajaran tentang otoritas Alkitab adalah penekanan utamanya. Di antara buku dan tulisan para reformator gereja pada abad pertengahan, Hus paling tertarik pada pandangan-pandangan Wycliffe. Meskipun John Wycliffe ada di Inggris, tetapi pengaruh tulisannya tersebar sampai ke Bohemia, bahkan sampai ke istana, khususnya ke saudara perempuan raja Bohemia, Anne, yang menikah dengan Raja Richard II dari Inggris. Hus lah yang menjadi penyebar utama ajaran-ajaran Wycliffe di Bohemia. Ajaran-ajaran Wycliffe dikuliahkannya kepada mahasiswanya, bahkan karangan Wycliffe "Trialogus" diterjemahkannya ke dalam bahasa Cekoslowakia. Banyak orang tertarik dengan ajaran yang baru itu sehingga Hus menjadi sangat terkenal, bahkan sampai ke kalangan aristokrat, termasuk sang ratu. Ketika pengaruh Hus di universitas semakin besar, maka semakin populerlah tulisan-tulisan Wycliffe. Namun, dari pihak gereja, hal ini dipandang sebagai malapetaka. Uskup Agung Praha menolak ajaran Hus dan mulai memerintahkan Hus untuk berhenti berkhotbah. Namun, Hus menolak perintah tsb. Paus Innocentius VII (salah satu dari tiga Paus hasil Skisma Besar) memerintahkan Uskup Agung Bohemia untuk mengambil tindakan-tindakan perlawanan terhadap ajaran Wycliffe yang sudah dinyatakan sesat pada tahun 1407. Universitas secara khusus diperintahkan untuk membakar semua tulisan-tulisan Wycliffe. Paus John XXIII akhirnya menempatkan Praha di bawah "interdict" -- suatu tindakan untuk mengucilkan seluruh kota itu, sehingga tidak ada seorang pun di kota itu yang dapat menerima sakramen gereja. Demi jemaat, akhirnya Hus bersedia meninggalkan kota Praha. Namun, Hus mempunyai cukup banyak pendukung. Tantangan- tantangan yang dihadapi Hus justru membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Bohemia, termasuk Raja Bohemia. Di luar kota Praha Hus terus melanjutkan perjuangannya dengan mengembangkan perlawanan terhadap gaya hidup yang amoral dari kaum rohaniwan, termasuk Paus, bahkan menegaskan bahwa hanya Kristuslah Kepala Gereja, bukan Paus. Dalam bukunya yang berjudul "On the Church", Hus mencela otoritas kaum rohaniwan, tapi menekankan bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Menurut Hus, jika doktrin gereja bertentangan dengan ajaran Alkitab, ajaran Alkitablah yang harus dijunjung tinggi. Pengajaran Hus tentang otoritas Alkitab inilah yang sangat menonjol, bahwa Alkitab adalah satu-satunya yang memiliki kewibawaan yang tertinggi dalam gereja. Kristus adalah Kepala yang memerintah gereja, bukan Paus. Semua ajaran gereja yang bertentangan dengan Alkitab ditolak oleh Hus, seperti penjualan surat penghapusan dosa, kehidupan mewah dan amoral dari para pejabat gereja, termasuk Paus, dan mendesak agar roti dan anggur dalam perjamuan juga harus diberikan kepada semua anggota jemaat. Menyadari sangat berbahayanya ajaran-ajaran Wycliffe yang dipopulerkan oleh Hus, bagi Gereja Katolik Roma saat itu, maka Paus Gregorius memperingatkan Uskup Agung agar melakukan tindakan yang tegas terhadap Hus dan tulisan Wycliffe. Oleh karena itu, pada bulan Juni 1408, diadakan sidang sinode yang memutuskan untuk membrendel semua tulisan Wycliffe dan meminta Hus untuk tidak lagi mengajarkannya. Akibat dari keputusan tersebut Hus mengadakan perlawanan terhadap Uskup Agung. Hal yang tidak dapat dielakkan adalah terjadinya pergolakan dalam Universitas Praha karena ada sebagian orang yang mendukung Hus tapi ada juga yang melawan. Namun demikian, Hus bertekad untuk menegakkan pengajaran yang ia yakini berdasarkan pada Alkitab. Selama hampir dua tahun ia mencoba mengadakan pembelaan lewat tulisan-tulisan dan khotbah-khotbahnya, sampai akhirnya Paus John XXIII menggunakan kekuasaannya untuk mengucilkan Hus dan para pendukungnya dari gereja. Raja Romawi, Sigismund sebenarnya menaruh simpati terhadap Hus. Itu sebabnya ia menawarkan bantuannya untuk menyelesaikan pertikaian Hus dengan Paus. Didesaknya John Hus untuk mau menghadiri konsili yang akan diadakan oleh Paus pada thun 1414. Pada pikirnya konsili yang akan membahas tentang tindakan-tindakan pembaharuan dalam gereja akan dapat mengakomodasi ide-ide Hus. Karena tempat diadakannya konsili adalah di Contanz, maka jika Hus bersedia menghadirinya, Sigismund menjanjikan keselamatan diri Hus, bahkan jika hasil konsili tidak menguntungkan Hus. Itikat baik Raja Sigismund diterima dengan baik oleh Hus, sehingga ia setuju untuk menghadiri konsili dengan tujuan agar ia dapat mempertanggungjawabkan pandangan-pandangan teologinya yang dituduh menyesatkan jemaat. Namun, malapetaka menimpa diri Hus, setibanya di Contanz, John Hus ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Kesempatan untuk pembelaan diri dalam konsili ternyata tidak pernah diberikan, sebaliknya Hus dihadapkan ke beberapa kali persidangan dengan tuduhan-tuduhan yang sangat memojokkannya. Konsili akhirnya memutuskan untuk meminta Hus menarik kembali ajaran-ajarannya yang dianggap sesat, tetapi Hus menolak dengan tegas dan menuntut untuk suatu persidangan yang adil. Hus bersedia mengaku bersalah hanya jika konsili berhasil menunjukkan dari Alkitab bahwa ajarannya telah menyimpang. Untuk hal ini Hus tidak pernah mendapatkan jawaban dari sidang konsili. Selama delapan bulan masa persidangan yang silih berganti Hus dipaksa harus meringkuk di dalam penjara dan diperlakukan dengan tidak layak. Sekali dua kali Raja Sigismund berusaha untuk membujuk anggota sidang konsili agar mereka mendengarkan pembelaan Hus. Namun, konsili menolak bahkan mengancam untuk mengucilkan Raja dari gereja jika ia terus mendesak konsili. Ancaman ini membuat Raja tidak berkutik untuk membela Hus, sehingga janji perlindungan Raja terhadap keselamatan Hus pun terpaksa harus dibatalkan dengan alasan bahwa janji terhadap penyesat tidak perlu ditepati. Keadaan penjara dan masa persidangan yang panjang membuat kondisi fisik Hus menurun dengan drastis. Namun, di tengah kelemahan tubuh karena kurang tidur dan penyakit yang menyerangnya, serta desakan Raja agar Hus menyerah, Hus tetap menyatakan tidak bersalah, bahkan ia terus menuntut haknya untuk memberikan pembelaan diri atas tuduhan-tuduhan yang diberikan kepadanya. Pada sidang konsili ia berseru: "Meskipun ditawarkan sebuah kapel yang penuh dengan emas, saya tidak akan mundur dari kebenaran." Selama dalam penjara John Hus masih sempat menulis banyak surat kepada sahabat- sahabatnya di Bohemia. Surat-suratnya penuh memuat petunjuk- petunjuk bagi para pengikutnya, bahkan untuk beberapa tahun lamanya surat-surat itu menunjukkan wibawa yang besar. Pada tanggal 6 Juli 1415, sidang konsili di hadapan jemaat membacakan tiga puluh tuduhan yang diberikan kepada ajaran Hus, yang mana tidak satu pun dari tuduhan itu betul. Gereja akhirnya memutuskan dengan resmi menyatakan bahwa Hus adalah pengajar sesat, jabatannya sebagai imam dicopot dan ia diserahkan kepada pihak otoritas sekuler untuk segera dihukum mati pada hari itu juga. Dalam perjalanan menuju tempat eksekusi, Hus melewati halaman sebuah gereja di mana sedang berkobar sebuah api unggun yang dibuat dari buku-bukunya. Hus masih sempat berseru kepada orang-orang yang berkumpul di jalan agar tidak mempercayai kebohongan yang beredar tentang dia dan ajarannya. Pada saat Hus siap dibakar mati di atas tiang pancang, yaitu hukuman paling keji yang pantas dijatuhkan bagi pengajar sesat zaman itu, pejabat pemerintah yang bertugas melaksanakan hukuman mati masih berharap agar Hus menarik kembali ajaran-ajarannya, tetapi Hus berkata: "Allah adalah saksi saya. Bukti yang mereka kemukakan salah. Saya tidak pernah mengajar atau berkotbah kecuali untuk maksud memenangkan manusia, jika mungkin, dari dosa mereka. Hari ini saya siap mati dengan gembira." Walaupun John Hus telah mati dibakar hidup-hidup, tetapi pengajarannya masih terus dikumandangkan oleh para pengikutnya yang setia. Mereka menamakan diri Kaum Hussit. Selama beberapa waktu, pengikut kelompok ini dikejar-kejar dan dihambat dengan sangat kejam. Namun, pemerintah Bohemia dan Gereja Katolik Roma tidak mampu membendung semangat mereka. Setelah melewati perang Hussit yang panjang akhirnya Gereja Hussit diakui keberadaannya di Bohemia di samping Gereja Katolik Roma. Abu jasad John Hus telah hanyut di sungai, tetapi semangat Hus untuk menegakkan pengajaran Alkitab yang murni tidak pernah dihanyutkan oleh zaman dan waktu. Pengaruh dari semangat dan kegigihan John Hus untuk membela kebenaran Alkitab telah membuka jalan bagi pencerahan rohani yang memuncak pada terjadinya Reformasi Gereja Protestan.
Sumber:
Bahan disusun oleh Yulia Oeniyati dari sumber-sumber:
Philip Melanchthon
Editorial:
Dear e-Reformed netters, Tanggal 31 Oktober ditetapkan oleh gereja Kristen sebagai hari perayaan peristiwa bersejarah "Reformasi Gereja". Banyak orang Kristen yang hanya tahu Martin Luther dan John Calvin sebagai tokoh Reformasi. Tapi sebenarnya ada banyak tokoh-tokoh Reformasi lain yang ikut ambil bagian dalam mempersiapkan, mematangkan dan mengembangkan Reformasi Gereja pada tahun 1517. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah seorang Jerman yang bernama Philips Melanchthon. Nah, dalam rangka memperingati "Hari Reformasi Gereja" 2001, mari kita mengenal lebih dekat Philip Melanchthon dan karya tulisan Teologia Sistematiknya "Loci Communes". Selamat Hari Reformasi Gereja. In Christ,
Edisi:
021/X/2001
Isi:
Riwayat Hidup Philip MelanchthonMelanchthon dilahirkan dari keluarga yang terhormat dan saleh pada 16 Februari 1497 di Bretten, Palatin, Jerman. Ayahnya adalah seorang penyalur tenaga tentara yang cakap bagi Pangeran Philip dan kaisar Maximilianus I. Ibunya adalah kemenakan Reuchlin yang terkenal itu. Dalam menentukan studinya sangat ditentukan oleh pamannya, Reuchlin. Melanchthon adalah salah seorang sarjana Jerman yang matang sebelum waktunya. Ia memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu pengetahuan terutama philologi klasik. Pada umur 17 tahun ia telah memperoleh gelar MA dari Universitas Tubingen. Ia menulis dan berbicara dalam bahasa Yunani, Latin lebih baik daripada orang Jerman lainnya. Puisi-puisinya disusun juga dalam bahasa-bahasa itu. Ia memulai karyanya di depan umum di Universitas Tubingen sebagai dosen bahasa-bahasa klasik. Ia menerjemahkan karya-karya Plutarch, Aristoteles. Pada tahun 1518 ia menerbitkan Tata Bahasa Yunani yang diterbitkan beberapa kali. Namanya terkenal di mana-mana sehingga datanglah tawaran untuk menjadi mahaguru pada Universitas Ingolstadt, Leipzig dan Wittenberg. Ia memutuskan untuk pergi ke Wittenberg untuk menjadi mahaguru Yunani. Reuchlin memberikan rekomendasi kepada kemenakannya sebagai berikut: "Saya tahu tidak seorangpun di antara orang Jerman yang melebihi Philip Schwarzerd kecuali Eramus Roterdamus, seorang Belanda yang melebihi kita semua dalam bahasa Latin." Di Wittenberg, Philip Melanchthon mendapat penghormatan yang besar dari rekan mahagurunya serta pendengar-pendengarnya. Melanchthon adalah seorang yang berperawakan tinggi, berdahi lebar, bermata biru yang bagus. Kecendekiawannya tidak perlu diragukan dan demikian juga dengan kesalehan dan hidup keagamaannya. Melanchthon mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani agar memajukan penelitian terhadap Alkitab. Pada tahun 1519, ia juga memberikan kuliah tafsiran. Sekalipun ia tidak pernah ditahbiskan sebagai imam, tetapi ia sering menyampaikan khotbahnya kepada mahasiswa-mahasiswa asing yang kurang mengerti bahasa Jerman. Khotbah-khotbah itu diucapkannya dalam bahasa Latin. Ia mendapatkan panggilan ke mana-mana, tetapi ia lebih suka tinggal di Wittenberg hingga meninggal. Atas anjuran Luther ia menikah dengan Katharina Krapp, saudara perempuan walikota Wittenberg, yang dengan setia menemaninya dalam suka dan duka. Mereka memperoleh 4 orang anak. Philip Melanchthon biasa mengucapkan pengakuan iman tiga kali sehari dalam keluarganya. Istrinya meninggal tahun 1557 sementara Philip Melanchthon dalam perjalanan ke Diet Worms. Ketika ia mendengar kematian istrinya di Heidelberg, ia berkata: "Syukurlah, saya segera akan mengikutimu". Melanchthon mempersiapkan suatu teologia yang sistematis untuk golongan reformatis sementara Luther berada di Watburg. Karangannya itu disebut LOCI COMMUNES, yang diselesaikannya pada tahun 1521. Dalam buku ini, Philip Melanchthon menguraikan ajaran-ajaran pokok reformatis terutama mengenai dosa dan anugerah; pertobatan dan keselamatan. Loci merupakan buku dogmatik pertama dari kalangan reformatoris serta mempersiapkan jalan kepada Pengakuan Augsburg, di mana Melanchthon menyusunnya sendiri. Pengakuan Augsburg ini adalah salah satu surat pengakuan resmi Gereja Lutheran. Melanchthon memainkan peranan penting dalam diet-diet yang diadakan oleh kaisar Karel V. Ia hadir dalam Diet Speyer, 1529; di Margburg, 1529. Dalam diet Margburg ia menentang dengan keras ajaran Zwingli tentang perjamuan kudus. Melanchthon, pada masa-masa akhir hidupnya, mencurahkan perhatiannya untuk mengorganisir gerejanya di Saksen atas dasar semi-episkopal. Karena pandangan-pandangan teologinya mirip dengan Calvin, maka Philip Melanchthon sering dicurigai sebagai Cripto-Calvinisme (Calvinisme tersembunyi). Melanchthon meninggal pada tahun 1560 di Wittenberg. LOCI COMMUNESKarya Melanchthon, LOCI COMMUNES ini, telah menjadi Buku Pegangan Dogmatika pertama (terbit thn. 1521) yang dibuat untuk kalangan Gereja Lutheran. Isinya antara lain adalah pembahasan tentang kebenaran Firman Allah yang disusun berdasarkan urutan yang dipakai Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Roma. Menurut Melanchthon seluruh isi Alkitab dapat dibagi menjadi tiga topik/bagian besar, yaitu: Dosa, Hukum dan Anugerah. Pada bagian yang pertama, yaitu - Dosa -, dijelaskan bahwa manusia dengan kehendak bebasnya sendiri tidak mungkin melakukan sesuatu yang dapat menghasilkan pembenaran dari Allah, karena pohon yang jelek akan menghasilkan buah yang jelek pula. Pada bagian - Hukum -, Melanchthon berpendapat bahwa Allah memberikan hukum kepada manusia supaya ia sadar akan keberdosaannya. Hukum Illahi yang diberikan oleh Allah menuntut ketaatan manusia. Di sini manusia sadar bahwa ia tidak mungkin dapat memenuhinya, kecuali jika Tuhan bersedia mengampuni dosa-dosa manusia. Berangkat dari pokok inilah kemudian Melanchthon membahas kebutuhan manusia akan - Anugerah - Allah, yaitu bagian ketiga dari bukunya. Buku LOCI COMMUNES telah direvisi berkali-kali oleh Melanchthon. Pada edisi aslinya Melanchthon menyetujui semua pendapat Luther, tetapi pada edisi-edisi perbaikan berikutnya ia memberikan beberapa pandangan yang tidak sepenuhnya setuju dengan Luther. Sebaliknya, Philip Melanchthon mengambil posisi di tengah, antara Luther dan Calvin, khususnya dalam pandangannya tentang Perjamuan Kudus. Juga, pada edisi sebelumnya, pandangan Melanchthon tentang predistinasi lebih cenderung fatalistis (determination), tetapi dalam edisi perbaikan, Philip Melanchthon lebih cenderung mengikuti pandangan Calvin.
Sumber:
John Calvin Mencari Istri Yang Tepat, Idelette
Editorial:
Dear e-Reformed netters, Pertama-tama, saya minta maaf karena publikasi e-Reformed September terlambat terbit, dan baru sekarang bisa saya kirimkan. Untuk menyambut hari Reformasi (tgl. 31 Oktober), maka pada kesempatan ini saya ingin mengajak anda mengenal sisi lain dari kehidupan John Calvin, tokoh besar Reformator kita. Mungkin kita lebih sering/biasa mengenal Calvin sebagai seorang teolog yang sangat tegas, keras dan kukuh dalam pendiriannya memerangi ajaran-ajaran yang menyimpang dari Alkitab. Bahkan karena ketegasan pendiriannya ada orang-orang yang salah mengerti tentang pribadi Calvin. Sering ia dianggap sebagai seorang yang dingin, kasar, kejam dan tidak berperasaan. Betulkah? Siapakah Calvin dan bagaimanakah pergumulan hidup kesehariannya? Artikel di bawah ini adalah salah satu kisah bagian sisi hidup Calvin yang mungkin tidak banyak dilihat orang, bahwa ia juga adalah seorang yang peka, sensitif dan penuh perasaan. Artikel ini saya ambil dari Majalah Momentum no. 29/Triwulan I/1996 yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia. Selamat membaca,
Edisi:
020/IX/2001
Isi:
Kita melihat kehidupan John Calvin sebagai suatu kehidupan yang serius, akan tetapi pada saat kita melihat dia mencari seorang calon istri, ini merupakan suatu hal yang menarik yang cukup menggegerkan khususnya pada abad 20 ini. Sangatlah sulit ditentukan secara pasti kapan masa pencarian itu dimulai. Setelah Calvin menginjak usia 29 tahun dan menjalani masa kependetaanya di gereja berbahasa Perancis di pengungsian Strasbourg, dia tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan masalah perkawinan. Di samping itu, dia pernah menulis bahwa, "Saya tidak akan pernah bercampur dengan orang-orang yang dituduh menyerang Roma, seperti orang-orang Yunani yang bertempur melawan Troy, yang hanya bisa mengambil istri orang lain." Jadi dia sama sekali tidak terburu-buru. Akan tetapi Strasbourg lebih dari sekedar tempat pengungsian bagi Calvin. Tidak berapa lama setelah dia berada di kota itu, dia tinggal bersama dengan Martin dan Elizabeth Bucer. Martin adalah seorang pendeta yang ramah dari gereja St. Thomas di kota tersebut. Dan Elizabeth adalah seorang tuan rumah yang ramah juga seperti Martin. Rumah mereka terkenal sebagai "pondok kebenaran". John Calvin tidak pernah melihat suatu pernikahan yang begitu bahagia. Bucer sangat bahagia sehingga dia menganjurkan tentang pernikahan kepada semua rekan sepelayanannya "Calvin, kamu harus mencari seorang istri." Martin mengatakan ini kepada Calvin lebih dari satu kali. Philip Melanchthon pernah sekali memperhatikan bahwa John Calvin kelihatan seperti seorang yang pendiam dan pelupa, walaupun itu bukan merupakan karakternya, setelah menghadiri suatu konprensi yang melelahkan sepanjang hari. "Baiklah! Baiklah!", kata Melanchthon, "...sepertinya theolog kita ini sedang memikirkan seorang calon istri." Pada saat itu, Melanchthon telah menikah selama 19 tahun dan pernikahannya merupakan suatu pernikahan yang bahagia. Ny. Melanchthon, adalah seorang yang humoris, yang merawat Philip dengan sangat baik. Satu-satunya keluhan yang pernah disampaikan Philip kepada John Calvin, adalah, "Dia (Ny. Melanchthon) senantiasa mempunyai pikiran bahwa saya akan mati kelaparan jika saya tidak selalu diberi makan yang banyak." Demikian juga Calvin, menyadari bahwa dia memerlukan seseorang untuk memperhatikannya. Ketika dia pindah keluar dari "pondok kebenaran" Bucer, dia menyewa satu rumah untuk dirinya sendiri, saudara- saudaranya, adik tirinya dan beberapa murid yang tinggal bersama dengan dia. Dia merasa bahwa beban untuk mengurus suatu rumah tangga sangatlah sulit, dan pada saat yang bersamaan dia juga harus melayani sebagai seorang pendeta di gereja yang sedang berkembang. Ini merupakan alasan lain yang menunjang Calvin untuk mencari seorang pendamping. Oleh sebab itu, dia memberitahukan pada koleganya bahwa dia sekarang siap untuk dicarikan seorang istri dan dia terbuka untuk semua saran-saran. Tentu saja, seperti biasa, dia tahu apa yang dikehendakinya. Kualifikasi dari "pekerjaan" tersebut adalah : "Harus diingat bahwa apa yang saya harapkan dari istri saya - dia harus merupakan seseorang yang halus di dalam budi bahasanya, tidak terlalu rewel, hemat, sabar dan apabila memungkinkan dia harus bisa memperhatikan kesehatan saya juga. Saya tidak seperti anak-anak muda umumnya yang hanya jatuh cinta dan tertarik dengan keadaan fisik dari seseorang." Pada saat itu, Calvin sedang menghadapi masalah sehingga dia berharap bebannya akan sedikit ringan apabila dia mempunyai seorang istri; walaupun sebenarnya tidak menyelesaikan masalahnya. "Saya tidak pandai menyimpan uang. Sangatlah mengherankan bagaimana uang saya semuanya habis untuk semua keperluan di luar keperluan biasa". Seperti apa yang dituliskan oleh T.H.L Parker, "...kesehatan Calvin sangatlah menurun, dia juga bukan merupakan seorang yang bisa mengatur diri sendiri, dia seorang yang tidak sabaran dan kemungkinan akan berubah menjadi lebih baik apabila dia menikah." Pada kenyataannya, Calvin sangat yakin bahwa langkah berikut di dalam kehidupannya untuk tahun 1539 adalah menikah, sehingga dia menetapkan satu tanggal, beberapa hari setelah Paskah adalah merupakan hari pernikahannya. William Farel, teman dekatnya, yang akan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Tapi kita tidak tahu adalah apakah dia sudah memilih seorang calon istri? Beberapa bulan kemudian, calon pertama dipertemukan dengan Calvin. Dia adalah seorang wanita Jerman yang kaya, yang mempunyai seorang kakak yang menjadi manajer kampanye wanita itu. Mereka merupakan pendukung Calvin yang setia, dan kakaknya berpendapat bahwa pernikahan di antara mereka berdua akan merupakan suatu pernikahan yang saling menguntungkan. Calvin sering mengatakan bahwa dia ingin sekali hidup sebagai seorang ilmuwan. Dan hasil dari royalti penjualan buku-bukunya tidak memberikan hasil yang cukup memuaskan; ini akan merupakan suatu hal yang membantu kehidupannya apabila dia menikah dengan seorang wanita yang kaya. Akan tetapi, Calvin mempunyai dua permasalahan dengan calon pertama ini; alasan yang pertama - dia tidak mengerti sama sekali mengenai bahasa Perancis dan tidak menunjukkan itikad untuk mempelajarinya; alasan yang kedua - seperti yang dia jelaskan kepada Farel bahwa, "Dia pasti akan membawa emas kawin yang banyak dan hal tersebut akan sangat memalukan bagi diri saya, sebagai seorang hamba Tuhan yang miskin. Dan saya juga berpendapat bahwa dia juga tidak akan merasa puas hanya dengan menjadi seorang istri hamba Tuhan yang sederhana." Farel mempunyai seorang calon yang cukup memenuhi syarat untuk dikenalkan dengan Calvin. Dia cukup mahir dalam bahasa Perancis, dan merupakan seorang Protestan yang saleh; akan tetapi berbeda usia mereka cukup jauh, di mana Calvin 15 tahun lebih muda dari wanita tersebut. Calvin tidak pernah menginginkan yang ini. Calon berikutnya merupakan seorang wanita yang mahir di dalam bahasa Perancis dan dia juga tidak mempunyai harta yang berlimpah; teman- teman Calvin sangat menyetujui. Calvin kelihatannya sangat tertarik, dan merupakan suatu alasan yang cukup kuat untuk mengundang dia ke Strasbourg untuk berkenalan. Calvin sekali lagi mengingatkan Farel, "Apabila semuanya berjalan dengan lancar, dan ini yang sungguh-sungguh kita harapkan semua, maka upacara pernikahannya tidak akan ditunda dan melewati tanggal 10 Maret." Pada saat itu, Calvin telah berusia 31 tahun, tepatnya pada tahun 1540. "Saya harapkan kamu bisa hadir dan memberkati pernikahan ini," tetapi Calvin menambahkan, "saya akan kelihatan seperti orang bodoh apabila semua yang kita harapkan kali ini tidak akan berjalan sesuai dengan rencana." Dan ternyata rencana pernikahan tersebut tidak pernah terlaksana sesuai dengan yang telah ditetapkan. John sangat malu dengan semua masalah yang ditimbulkannya dan semua surat-surat yang dikirimnya kepada William Farel; dia menulis di salah satu suratnya kepada Farel, "Saya masih belum menemukan seorang istri pun dan saya merasa sungkan untuk melanjutkan "pencarian" tersebut." Akan tetapi, pada saat dia berhenti untuk mencari, dia menemukan pasangannya. Di antara para jemaatnya ada seorang janda muda, Idelette de Bure Stordeur. Dia, suaminya dan kedua anaknya, datang ke Strasbourg sebagai penganut Anabaptis. Setelah mendengarkan khotbah- khorbah dari John Calvin mengenai eksposisi-eksposisi Alkitab, pandangan mereka berubah menjadi pandangan Reformed. Jean Stordeur, suami Idelette, merupakan seorang pemimpin Anabaptis dan tidak diragukan bahwa John Calvin sering mendiskusikan masalah- masalah theologi dengan keluarga Stordeur di tempat kediaman mereka. Pada tahun 1537, ketika Calvin masih berada di Geneva, Stordeur telah datang ke kota itu untuk berdebat dengan para Reformator di kota itu. Stordeur kalah di dalam perdebatan tersebut dan diperintahkan untuk keluar dari kota itu dan kembali ke Strasbourg. Tidak kita ragukan bahwa diskusi itu dilanjutkan ketika dua tahun kemudian Calvin tiba ke Strasbourg. Pada akhirnya, Calvin berhasil menyakinkan mereka dengan ayat-ayat dari Alkitab mengenai perbedaan-perbedaan yang ada tetapi tidak semuanya. Di dalam beberapa hal, Calvin memasukkan beberapa hal mengenai pemikirannya sendiri. Tetapi setelah itu suami istri Stordeur mengikuti kebaktian di gereja Calvin, dan turut serta di dalam Perjamuan Kudus, anak mereka kemudian di baptis oleh Calvin - setelah melalui diskusi yang cukup lama; pada akhirnya seluruh keluarga Stordeur menjadi anggota jemaat di gereja tersebut yang mana anggota jemaatnya telah mencapai 500 orang pelarian dari Perancis dan negara- negara yang letaknya di bawah Perancis. Kemudian pada tahun 1540 di musim semi, Jean Stordeur diserang oleh penyakit pes dan tiba-tiba meninggal. Idelleta menangisi kematian suaminya, John Calvin merasa sedih karena kehilangan seorang teman. Pada saat John Calvin sudah menyerah mengenai rencana pernikahan oleh karena kegagalan-kegagalan sebelumnya pada saat itulah teman- temannya, pendeta Martin Bucer menganjurkan kepada Calvin, "Mengapa tidak mempertimbangkan Ideletta sebagai calon istrimu?". Dan John Calvin benar-benar mempertimbangkan saran tersebut. Idelette adalah seorang wanita yang menarik, cerdas, seorang yang berbudi bahasa, dan dia berasal dari kalangan kelas menengah atas. Dia juga seorang wanita yang berkarakter dan sangat bersemangat. Tidak memerlukan waktu terlalu lama bagi sang Reformator untuk menulis surat kepada William Farel, meminta kesediaan dia untuk datang dan melangsungkan upacara pernikahan tersebut. Kali ini bukanlah alarm yang salah lagi; dan pada bulan Agustus, John dan Idelette resmi dinikahkan. Untuk Idellette, dia lebih memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya bahwa mereka memiliki seorang ayah yang baik, sedangkan untuk John, dia merasa lega oleh karena telah menemukan seorang istri yang baik. Penyesuaian besar pertama bagi Idellete adalah pindah ke asrama Calvin dan tinggal bersama dengan para murid-muridnya, dan belajar untuk menyesuaikan diri dengan pengurus rumah tangga yang mempunyai lidah yang "tajam". Idellete juga harus dihadapkan dengan masalah kesehatan. Mereka berdua, jatuh sakit tidak lama setelah hari pernikahan mereka dan diharuskan untuk tinggal di tempat tidur. Calvin mengirimkan kartu ucapan terima kasih kepada William Farel dan mencantumkan, "...sepertinya semua ini telah diatur, sehingga pernikahan kami tidak berkesan terlalu "menggembirakan", Tuhan telah memberikan suatu kebahagiaan yang sepantasnya kami dapatkan." Di dalam tulisan-tulisannya, John Calvin tidak pernah banyak menyinggung masalah-masalah pribadinya, dan demikian juga mengenai istrinya. Sama sekali berbeda dengan Martin Luther - akan tetapi melalui surat-suratnya kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa Idellete adalah adalah seorang istri yang benar-benar memperhatikan suaminya, demikian juga kepada anak-anaknya. Penulis biografi Calvin menyimpulkan bahwa Idelette adalah seorang wanita yang kuat dan berpribadi; dan John Calvin sendiri menggambarkan dia sebagai seorang penolong yang setia darinya, serta merupakan seorang teman hidup yang paling menyenangkan. John Calvin pastilah tidak kecewa dengan pernikahannya tersebut. Walaupun dia sangat menikmati kebersamaan Idelette di sampingnya, akan tetapi pada tahun pertama pernikahan mereka - dia tidak begitu mempunyai banyak waktu. Setelah mereka sembuh, John Calvin harus berkeliling, meninggalkan Idellete untuk mengurusi permasalahan- permasalahan yang timbul di asrama, demikian juga kedua anak-anaknya sendiri. Sebenarnya John Calvin tidak ingin pergi, tetapi Raja Charles, penguasa Holy Roman Empire telah memanggil para pemimpin- pemimpin Roma Katholik dan para Sarjana Protestan untuk berkumpul dan mendiskusikan bagaimana mereka bisa menghentikan perdebatan di antara mereka dan membentuk satu kesatuan untuk melawan kerajaan Turki yang hendak menguasai pemerintahannya. Setelah tiga bulan kemudian, John Calvin kembali ke rumah untuk sebulan lamanya, sebelum dia harus kembali melanjutkan tugas pelayanannya untuk menghadiri suatu konferensi yang dihimpun oleh Raja Charles. "Saya dipaksa untuk pergi", dia menuliskannya, tetapi dia berangkat juga. Ketika dia menghandiri konprensi tersebut, dia menerima kabar bahwa Strasbourg diserang oleh wabah penyakit pes. Dia sangat mencemaskan istrinya. "Siang dan malam, saya selalu memikirkan istri saya." Dia menyadari bahwa penyakit pes ini telah mengambil nyawa suami Idelette setahun yang lalu, ada kemungkinan Idellete akan terserang oleh penyakit tersebut oleh karena dia belum pulih benar setelah sembuh dari sakitnya. Dia menulis surat kepada istrinya dan meminta dia untuk meninggalkan Strasbourg, sampai wabah penyakit tersebut berlalu. Akan tetapi, Idelette telah bertindak duluan. Dia telah membawa anak- anaknya untuk mengungsi ke rumah kakaknya, Lambert. Lambert dulunya adalah seorang tuan tanah yang kaya di Liege, sebelum dia dipaksa untuk pergi dan meninggalkan semua yang dimilikinya. Tetapi hanya dalam beberapa tahun saja semenjak kedatangannya di Strasbourg, dia kembali memulihkan reputasinya menjadi seorang penduduk yang terhormat. Pada penghujung tahun tersebut, John Calvin dipanggil kembali untuk menghadiri suatu konprensi. Dia dan Idelette terpisah selama 32 minggu dari 45 minggu pertama semenjak hari pernikahan mereka. Walaupun demikian, John Calvin masih dihadapkan pada suatu tantangan yang lebih besar daripada hanya sekedar perpisahan mereka yang cukup lama. John Cavin dihadapkan pada suatu dilema dimana dia disuruh untuk kembali ke Geneva. Dia tidak mau pergi, "Saya lebih baik menghadapi "100 kali kematian" daripada diberi kebebasan untuk memilih, saya lebih baik melakukan apa saja yang lain di dunia ini." Tetapi pada bulan September, tahun 1541. John Calvin menuju Geneva untuk melihat kemungkinan apakah dia harus merubah pikirannya. "Saya menyerahkan hati saya kepada Tuhan sebagai persembahan", dia menuliskan. Idelette tinggal di Strasbourg untuk sementara, sampai Calvin merasa yakin kalau Geneva akan aman untuk Idelette dan anak- anaknya. Geneva memberikan John Calvin banyak hadiah. "Ada jubah baru dari kain beludru hitam, yang dihiasi dengan bulu domba. Dan disediakan rumah di Rue de Chanoines, yang terletak di suatu jalan kecil dekat katederal. Di belakang rumah tersebut didapati taman yang menghadap ke danau yang biru." Para dewan anggota mengirimkan kereta kuda mewah untuk menjemput Ideletta, anak-anaknya dan membawa semua perabotan dari Strasbourg ke Geneva. Ini merupakan suatu perpindahan yang traumatis baik bagi Idelette maupun John Calvin sendiri. Strasbourg telah menjadi rumah bagi Ideletta dan juga anak-anaknya. Apalagi kakaknya, Lambert, beserta keluarganya juga tinggal di Strasbourg. Semua yang diketahui oleh dia mengenai Geneva adalah berdasarkan cerita pengalaman John Calvin selama dia berada di Geneva, dan semuanya itu menggambarkan suatu ketidakpastian dan kebimbangan, jika bukan pencobaan dan penderitaan. Pada akhirnya, Idelette pergi juga menuju Geneva. Dan setelah dia mulai menetap di rumah baru mereka di Rue de Chanoines No. 11, dia merasa bahagia. Keadaan di Geneva sama sekali berbeda dengan keadaan di asrama Strasbourg yang penuh sesak. Para dewan kota meminjamkan Calvin perabotan-perabotan, oleh karena mereka tidak memiliki banyak perabotan. Di belakang rumah mereka ada kebun yang ditanami sayur, pohon-pohon untuk obat dan bumbu masak dan juga ditanami berbagai bunga yang mengharumkan udara, semua ini dirawat oleh Idelette. Ketika para tamu berkunjung, dengan bangga John Calvin menunjukkan kepada mereka kebun yang dirawat oleh Idelette. Pada musim panas mereka yang pertama di Geneva, Idelette melahirkan seorang bayi laki-laki prematur. Si kecil Jacques meninggal dunia pada usia 2 minggu. Ini merupakan suatu pukulan yang berat untuk mereka berdua. "Tuhan memberikan suatu pelajaran kepada kami melalui kematian putera kami." John menuliskan kesedihannya kepada sesama koleganya. "Tetapi Dia sendiri sebagai seorang Bapa, mengetahui apa yang terbaik untuk anak-anak-Nya." Tiga tahun kemudian, putri mereka juga meninggal pada saat dilahirkan, dan dua tahun kemudian, ketika John dan Idelette menginjak usia 39 tahun, lahirlah anak ketiga yang prematur, yang juga meninggal kemudiannya. Setelah semua kejadian yang menimpa mereka, kondisi kesehatan Idelette mulai menurun; yang disertai dengan batuk-batuk yang memberatkannya. Walaupun kehidupan di Geneva bagi John Calvin lebih baik, akan tetapi ini juga bukan merupakan suatu kehidupan yang mudah. Dia mempunyai banyak musuh di kota tersebut sama seperti ia mempunyai banyak sahabat. Beberapa penduduk kota tersebut memanggil anjing-anjing mereka "Calvin". Tetapi yang membuat Calvin lebih marah, apabila mereka juga mengikutsertakan Idelette di dalam gunjingan mereka. Pernikahan Idelette yang pertama dengan John Stordeur bukanlah merupakan suatu pernikahan yang bersifat suatu upacara pemberkatan resmi, oleh karena ajaran Anabaptis mempercayai bahwa pernikahan itu merupakan suatu hal yang sakral, bukan merupakan suatu tindakan hukum. Beberapa tahun kemudian, gunjingan-gunjingan tersebut makin meluas ke seluruh kota dan mereka berpendapat bahwa Idellete adalah seorang wanita yang mempunyai reputasi yang jelek, dan bahwa kedua anaknya tersebut itu lahir di luar nikah. John Calvin dan Idelette pada saat ini tidak bisa mempunyai anak, mereka mengatakan bahwa Tuhan sedang menghukum mereka oleh karena perbuatan-perbuatan amoral Idelette di waktu lampau. Walaupun kesehatan Idelette semakin menurun, Idelette tetap berusaha unuk menjaga supaya John tetap berada pada keadaan emosi yang stabil. Teman-teman mereka mengatakan bahwa John berada pada keadaan di mana dia bisa mengontrol emosinya dengan baik, walaupun dia harus dihadapkan dengan berbagai macam serangan. Idelette masih berusia 30 tahunan ketika dia diserang oleh penyakit, kemungkinan tuberkulosa (TBC), yang merupakan penyebab utama dari kemunduran kesehatannya. Pada bulan Agustus 1548, John Calvin menulis, "Dia begitu dikuasai rasa sakitnya sehingga dia sendiri hampir sama sekali tidak mampu untuk mendukung dirinya sendiri." Pada tahun 1549, ketika dia berusia 40 tahun, dia terbaring dengan lemahnya. Idelette hanya baru menikah dengan John untuk 9 tahun, pada saat dia terbaring sakit. Di tempat tidurnya, Idelette mempunyai dua masalah yang sangat diperhatikannya. Salah satunya adalah bahwa sakit penyakitnya janganlah sampai menghalangi pelayanan Jon Calvin. Yang satunya lagi adalah anak-anaknya. Di kemudian hari, di salah satu surat John Calvin, dia menuliskan, "Semenjak saya mengetahui bahwa kekhawatirannya terhadap anak-anaknya akan sangat menghabiskan tenaganya, saya mengambil kesempatan ini, tiga hari sebelum hari kematiannya untuk mengatakan bahwa saya tidak akan mengecewakan dia di dalam bertanggungjawab terhadap anak- anaknya." Dia kemudian membalas saya dengan berkata bahwa, 'Saya (Idelette) telah memercayakan anak-anak saya ke dalam tangan Tuhan.' Ketika saya menjawab dia bahwa biarpun demikian, saya (John Calvin) tidak akan hanya berpangku tangan dan tidak melakukan apa-apa. Kemudian dia menjawab, 'Saya mengetahui bahwa kamu tidak akan melalaikan itu semua, walaupun engkau tahu telah saya serahkan sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan.'" Pada hari kematiannya, John sangat terkesan dengan ketenangannya. "Dia tiba-tiba berseru sehingga semua orang bisa melihat bahwa rohnya telah meninggalkan dunia ini. Inilah seruan terakhirnya,"Ya kebangkitan yang mulia! Ya Allah Abraham dan Bapa dari kami semua, sungguh semua orang percaya sepanjang abad yang telah percaya kepada-Mu tidak menaruh pengharapan kepada hal yang sia-sia. Dan sekarang saya memusatkan pengharapan hanya kepada-Nya." Kalimat pernyataan yang singkat ini lebih diserukan secara nyaring daripada hanya sekedar suara bisikan. Ini bukan merupakan suatu pernyataan yang didiktekan oleh orang lain kepada dia. Pernyataan tersebut merupakan kata-kata yang keluar dari pemikirannya sendiri." Satu jam kemudian, Idelette sudah tidak dapat berbicara dan dia berada dalam keadaan setengah sadar. "Akan tetapi raut wajahnya masih mencerminkan suatu tanda kesadaran mentalnya", John berusaha untuk mengingat peristiwa pada saat itu. "saya membisikkan beberapa kata kepada dia mengenai anugerah Kristus, pengharapan akan kehidupan kekal, pernikahan kami dan kematiannya yang diambang pintu. Kemudian saya berpindah ke samping dan berdoa. Tidak lama kemudian, dia secara perlahan-lahan menghembuskan nafasnya yang terakhir." John menghadapi masa-masa kesedihan yang sangat mendalam. Dia menulis kepada temannya, Viret, "Kamu mengetahui bagaimana pekanya perasaan saya. Jika saya tidak mengontrol diri saya dengan kuat, saya tidak akan mampu menghadapi masa-masa sulit tersebut sampai saat ini. Kesedihannku sangat mendalam. Teman hidupku yang terbaik telah "diambil" dari kehidupanku. Apabila saya menghadapi kesulitan, dia selalu siap untuk mendengarkannya dan saling berbagi-rasa, bukan hanya dalam pembuangan dan kemiskinan bahkan sampai pada saat terakhir kepergiannya pun dia masih mendengarkan saya." Surat kepada temannya, William Farel, dia menuliskan bahwa "Saya tidak dapat menjauhi diri saya dari kesedihan yang sangat memukul ini. Teman-teman yang lain juga berusaha untuk menghibur saya...Sekiranya Tuhan Yesus... memberikan saya kekuatan di dalam pencobaan yang berat ini." John Calvin baru berusia 40 tahun pada saat Idelette meninggal dunia, tetapi dia tidak pernah menikah lagi. Di kemudian hari, dia menceritakan tentang keunikan Idelette dan dia bermaksud untuk menghabiskan sisa hidupnya di dalam "kesendirian". Kehidupan Idelette de bure Calvin merupakan suatu kehidupan yang dipenuhi dengan kepedihan, tetapi dia tidak pernah merajuk, dia membawa kebahagiaan dan damai di manapun dia berada. John telah mengetahui banyak mengenai Allah Bapa itu berdaulat, tetapi melalui kehidupan dan kematian Idelette, Idelette mengajari dia mengenai Roh Kudus sebagai Penghibur.
Sumber:
Artikel tulisan William J. Petersen* yang diambil dari Majalah Christian History Volume V. No. 4 th. 1986 *William J. Petersen adalah senior editor pada penerbit Revell Books Sejarah dan Pentingnya Alkitab Geneva
Editorial:
Dear e-Reformed netters, Berikut ini adalah pidato makalah dari Ralph D. Veerman (Ketua dari Foundation for Reformation), yang disampaikan pada pertemuan Reunion of Friends and Alumni of North American Reformed Seminaries in Indonesia di Kampus STTIAA, Pacet, 1997. Kami telah menerjemahkan bagian-bagian penting dari makalah pidato beliau tsb. untuk para pembaca e-Reformed. selamat membaca! Oleh: Kuwat Wahyu
Edisi:
007/VI/2000
Isi:
PENDAHULUANAdalah kerinduan kami untuk melihat umat Allah mengalami transformasi melalui pembaharuan pikiran sebagaimana Paulus mengingatkan kita dalam surat Roma. Dan tidak ada pembaharuan lebih penting selain dari mempelajari Firman Allah. Pusat dari sebuah Reformasi baru adalah keyakinan yang teguh pada otoritas Alkitab dan tunduk pada Firman Allah. Dan untuk itulah Foundation for Reformation (Yayasan Untuk Reformasi) ada, yaitu untuk menolong menguatkan dasar yang penting ini dalam kehidupan gereja. Pengetahuan dan pemahaman akan Alkitab merupakan langkah pertama yang penting bagi ketaatan kita terhadap Firman Allah. Pemazmur Daud membagikan kerinduan hatinya kepada para pembaca dengan menyatakan: "Lihatlah, betapa aku mencintai titah-titah-Mu! Ya Tuhan, hidupkanlah aku sesuai dengan kasih setia-Mu. Dasar Firman-Mu adalah kebenaran, dan segala hukum-hukum-Mu yang adil adalah untuk selama-lamanya." (Maz 119:159-161). Saya yakin ketika Daud menuliskan Mazmur 119 ia mengetahui bahwa penganiayaan sering tak terelakkan ketika kita hidup dalam ketaatan pada Firman Allah. Bahkan mungkin saat ini, di negeri anda yang elok ini, Anda menyaksikan saudara-saudara seiman yang mengasihi Firman Tuhan harus mempertaruhkan hidup mereka bagi ketaatan tersebut. Demikianlah yang terjadi di Inggris, saat terjadi Reformasi sekitar tahun 1550-an. Pada waktu itu orang-orang begitu mencintai Tuhan Allah dan Firman-Nya, bahkan sering kali lebih daripada hidup mereka sendiri. Orang-orang ini hidup dibuang dan diasingkan karena iman mereka, dan mereka rela mempertaruhkan segalanya untuk membawa kebenaran Alkitab bagi bangsa mereka. Itulah awal mula kisah Alkitab Geneva. SEJARAHWILLIAM TYNDALE Alkitab Geneva bukanlah Alkitab bahasa Inggris pertama yang dibuat. Pada abad 14, John Wycliffe menyelesaikan tugas tersulit yaitu membuat terjemahan tertulis pertama dari seluruh Alkitab berbahasa Latin Vulgate ke dalam bahasa Inggris. Bayangkan proses penulisan dan penerjemahan pada saat komputer, pengolah kata, mesin ketik dan bahkan mesin cetak belum ditemukan. Semua kalimat, kata, baris demi baris, dan halaman demi halaman, harus disalin oleh tangan. Proses yang lambat dan memerlukan ketelitian yang tinggi. Sekalipun saat itu menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris sangat dilarang, namun puji Tuhan sampai saat ini masih ada 200 salinan manuskrip yang berhasil diselamatkan dan bertahan hingga saat ini. Dengan penemuan mesin cetak, pekerjaan penerjemahan menjadi jauh lebih mudah. Alkitab dapat dicetak, dipublikasikan, dan disebarkan kepada banyak orang dengan lebih cepat daripada sebelumnya. Alkitab Perjanjian Baru Terjemahan William Tyndale yang diterbitkan tahun 1526 ini adalah Alkitab pertama yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Ini juga merupakan Alkitab Terjemahan bahasa Inggris pertama dari bahasa asli Yunani. Tyndale kemudian mulai bekerja menerjemahkan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Inggris. Pada saat itu para bishop dan raja menjadi sangat geram dan merasa sangat terancam. Mereka menolak Terjemahan Tyndale ini dan membakar salinan yang ada sebanyak-banyaknya. Tyndale dianggap bersalah sebagai bidat dan dipenjarakan. Ia akhirnya dicekik dan dibakar karena kesungguhan dedikasinya pada Penerjemahan Alkitab. Hasil kerja keras Tyndale tidaklah sia-sia. Semasa pemerintahan Raja Henry VIII Inggris, sekretaris Thomas Cromwell dan Archibishop Cramner mempersiapkan pekerjaan terjemahan yang baru. Seorang rekan William Tyndale, Miles Coverdale, dipilih untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Untuk menghasilkan terjemahan baru ini, Converdale mempelajari Alkitab Latin Vulgate, karya terjemahan lain versi bahasa Jerman, dan juga karya Tyndale sendiri. Ini menjadi Alkitab lengkap bahasa Inggris pertama yang dicetak. Hampir bersamaan dengan itu, the Matthew Bible muncul. John Rogers, yang juga rekan Tyndale, adalah penerjemah yang membuat versi ini. Sumber-sumber yang digunakan Rogers meliputi terjemahan Perjanjian Baru dan bagian-bagian Perjanjian Lama yang dikerjakan oleh Tyndale, terjemahan karya Coverdal, dan juga karya perbaikan yang dibuatnya sendiri. Karyanya ini menjadi Alkitab pertama yang boleh dijual secara resmi. Tak lama kemudian Cromwell meminta Coverdale untuk mempersiapkan terjemahan yang lain lagi. Dia takut kalau hubungan dekat "Matthew Bible" dengan karya Tyndale, yang banyak bagian catatan yang ada di dalamnya tidak disukai oleh para pejabat gereja, akan membuat pekerjaan penterjemahan dalam bahaya untuk dihancurkan. Oleh karena itu Cromwell ingin membuat terjemahan baru yang tetap setia pada teks aslinya, tetapi yang tidak akan menimbulkan kesulitan diterima oleh para penjabat gereja (klergi). Kemudian the Great Bible diterbitkan. Alkitab ini hampir sama dengan the Matthew Bible, tetapi tanpa catatan karena mungkin akan tidak disukai oleh para klergi. Henry VIII sangat senang, lalu diumumkan dengan surat keputusan kerajaan supaya Alkitab tersebut dibaca secara umum, di setiap gereja di Inggris. Salinan-salinan Alkitab di tempatkan di gereja dan diberi rantai (supaya tidak dibawa pulang atau dicuri -red), itu sebabnya "the Great Bible" ini kemudian dijuluki dengan sebutan the Chain Bible. Ironisnya, Alkitab yang pada mulanya dilarang dan menyebabkan kematian Tyndale, sekarang menjadi Alkitab yang diperintahkan oleh raja untuk dibaca di setiap gereja. ALKITAB GENEVA Tak lama sesudah itu banyak masalah mulai bermunculan. Semasa pemerintahan Ratu Mary, pada pertengahan abad 16, pekerjaan penerjemahan Alkitab dihambat lagi. Ratu mencoba untuk mengembalikan iman Katolik Roma di Inggris. Cetakan-cetakan Alkitab berbahasa Inggris dibrendel, demikian juga penggunaan Alkitab bahasa Inggris dalam kebaktian gereja. Pada masa ini penganiayaan berdarah sering terjadi di kalangan kaum Protestan, sehingga banyak yang melarikan diri dari Inggris dan mencari perlindungan di daratan Eropa. Kota Geneva, di Switzerland, selain memberikan kebebasan agama politik bagi kaum Protestan, juga memberikan pengaruh kaum Calvinis yang kuat sehingga para Reformator diizinkan berkarya dan bertumbuh. Di sini, pemimpin-pemimpin seperti William Wittingham, John Knox dan John Calvin bersama-sama dengan para ahli teologia terkenal lainnya, memulai pekerjaan penerjemahan Alkitab untuk kepentingan masyarakat umum berbahasa Inggris. Hasilnya adalah the Geneva Bible, pertama kali diterbitkan tahun 1560. Alkitab ini relatif kecil dan tidak mahal sehingga terjangkau oleh masyarakat biasa dan juga mudah disimpannya, tidak seperti versi-versi sebelumnya yang besar dan memakan tempat untuk menyimpannya. Alkitab ini berisi lebih banyak catatan pinggir, daripada versi terjemahan Alkitab sebelumnya, dan catatan-catatan tsb. merefleksikan pandangan teologi para Reformator Protestan dan kaum Calvinis. Alkitab Geneva menjadi Alkitab bahasa Inggris pertama yang berisi paling banyak catatan/keterangan. Teologia yang dijelaskan dalam catatan-catatn tsb. betul-betul mencerminkan pandangan para Reformator. Mereka ingin agar catatan-catatan tersebut menolong orang-orang biasa (awam) yang pada saat itu kebanyakan tidak berpendidikan. Para Reformator mencari cara untuk membantu orang awam agar mengerti lebih dalam akan Tuhan dari Alkitab. Alkitab Geneva juga merupakan terjemahan pertama yang membagi teks dalam ayat-ayat. Dengan kembalinya orang-orang Protestan ke Inggris, Alkitab Geneva menjadi versi yang paling disukai di Inggris. Ini adalah Alkitab yang mendapat dukungan dari para teolog besar, seperti John Calvin dan John Knox. Sampai pada pertengahan masa Reformasi Protestan, Alkitab Geneva menjadi Alkitab terjemahan bahasa Inggris yang mendominasi selama lebih dari 80 tahun. Terjemahan ini digunakan dan disukai baik oleh orang kebanyakan maupun orang-orang ternama. William Shakespeare memakai Alkitab Geneva, demikian juga John Bunyan, penulis Pillgrim's Progress. Alkitab Geneva juga menjadi Alkitab yang dipakai oleh penduduk imigran yang datang pertama di Amerika, yaitu kaum Puritan, penduduk Jamestown, dan juga Polymouth Pilgrims membawa Alkitab Geneva. Akan tetapi, di pihak lain Alkitab Geneva mulai menggerogoti otoritas para bishop di Inggris. Popularitas Alkitab Geneva telah menyebabkan kaum Puritan dan para Reformator memiliki pengaruh yang meningkat diantara masyarakat Kristen di gereja-gereja, terutama karena catatan-catatan pinggir yang menjelaskan Kitab Suci dari sudut pandang teologia Reformed. Sekali lagi, para klergi gereja menjadi sangat geram. Hal ini mendorong para bishop membuat Alkitab terjemahan mereka sendiri untuk mengambil alih "the Great Bible" atau "the Chain Bible" di dalam gereja, dengan demikian Alkitab Geneva tidak mendapat tempat. Hasilnya adalah "Alkitab Bishop" (the Bishop's Bible) yang sangat tebal dan mahal. Karya terjemahannya tidak cukup akurat dan menyeluruh. Baik para ahli teologia maupun masyarakat umum tidak tertarik, sehingga Alkitab tersebut tidak pernah mendapat popularitas. Namun, sekalipun kurang populer, Alkitab tersebut sempat menjadi Alkitab resmi gereja Inggris selama hampir lima puluh tahun. VERSI KING JAMES Pada saat Raja James (King James) berjaya, pejabat pemerintah gereja berpihak pada Alkitab Bishop, tetapi masyarakat lebih memilih Alkitab Geneva. Raja James sendiri tidak menyukai catatan-catatan pinggir dalam Alkitab Geneva karena teologi Roformed dan Puritan yang tercermin didalamnya. Akan tetapi, ia juga tidak puas dengan Alkitab Bishop. Lalu, ia mengadakan sebuah konferensi dan menunjuk para ahli teologia untuk memulai sebuah terjemahan yang baru. Pada tahun 1611, versi King James yang juga dikenal dengan Authorized Version diterbitkan untuk pertama kalinya. Selama lebih dari lima puluh tahun kemudian secara berangsur-angsur Alkitab versi King James mengambil alih posisi pendahulunya, Alkitab Geneva. Alkitab versi King James memiliki banyak manfaat yang tidak dimiliki oleh versi sebelumnya. Pengetahuan tentang bahasa Yunani dan Ibrani juga telah lebih berkembang dibandingkan masa-masa terjemahan yang terdahulu. Terdapat bermacam-macam kelompok ahli teologia yang mengerjakan terjemahan tersebut dan mereka dapat memakai semua karya terjemahan lain yang telah dikerjakan saat itu. Tujuannnya adalah untuk menghasilkan terjemahan Alkitab bahasa Inggris yang terbaik. Sifat akademis dan juga gaya keindahan bahasa versi King James telah membuat Alkitab ini menjadi Alkitab bahasa Inggris yang berjaya selama lebih dari 300 tahun. Bahkan sampai sekarang masih banyak orang yang menggunakannya. Saat ini, 400 tahun setelah Reformasi dan penerbitan Alkitab Geneva, kebutuhan untuk sebuah Reformed Study Bible yang baru sangat dirasakan. The New Geneva Study Bible The New Geneva Study Bible merupakan kelanjutan dari tradisi pembaharuan. Tujuannya adalah untuk menegakkan kembali teologi Reformasi dari serangan teologia Liberal dan Armenian. Sebagaimana Alkitab Geneva yang asli, The New Geneva Study Bible dihasilkan oleh sekelompok ahli teologia kenamaan. Terdapat lebih banyak catatan keterangan, garis besar kitab, pengantar, dan artikel-artikel dari pandangan teologia Reformed. Catatan-catatan keterangan lebih diperluas dari catatan Geneva Bible yang asli, sebagai usaha untuk menjelaskan teologia Reformed yang ditemukan dalam Alkitab. Editor umum R. C. Sproul menyatakan bahwa The New Geneva Study Bible menawarkan banyak sekali alat yang dibutuhkan untuk suatu pemahaman Reformed terhadap Alkitab. Struktur perjanjian dari Alkitab terpancar melalui karya ini sehingga semakin jelas motif utama anugerah Allah dalam penebusan kita. Oleh karena Reformasi semakin tampak pengaruhnya dalam dunia, The New Geneva Study Bible bermaksud untuk memperluas jangkauannya ke wilayah internasional dengan tambahan terjemahan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Rusia, Jerman Portugis dan Rumania. Saya dan Luder Whitlock dengan gembira ingin memberitahukan bahwa "Foundation for Reformation" telah membuat kesepakatan dengan yayasan Alkitab yang ada di Indonesia untuk memproduksi The New Geneva Study Bible dalam bahasa Indonesia. Kami juga sedang mendiskusikan dengan sejumlah rekan tentang kemungkinan memproduksi The New Geneva Study Bible dalam edisi Cina dan juga Korea. Kami meminta dukungan doa Anda sekalian untuk proyek-proyek yang penting ini. Salah seorang ahli teologia senior kami adalah Dr. J. I. Packer, beliau yang menulis 100 artikel dalam Teologia Sistematika dan kita bisa mendapatkan artikel-artikel tsb. tersebar di dalam The New Geneva Study Bible. Dr. Packer memberikan hasil penelitian yang sangat penting bahwa "Empat abad yang lalu, catatan-catatan keterangan dalam Geneva Bible yang pertama telah membuat bidang akademis melayani Allah, kebenaran dan hidup dalam kesalehan sesuai dengan intisari dari momentum dalam Reformasi saat itu. The New Geneva Study Bible ingin memberikan hal yang sama tetapi dalam konteks modern saat ini." Akan tetapi, yang lebih penting daripada catatan-catatan keterangan adalah Alkitab itu sendiri. Rasul Paulus, dalam tulisannya kepada pendeta muda Timotius, menekankan nilai dan penyelidikan dari Alkitab, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan yang baik" (2Tim. 3:16,17). Sebagai kesimpulannya, sangat tepat jika kita mengalunkan pujian seperti Daud ketika menggambarkan keindahan dan berharganya Firman Allah dalam Kitab Mazmur: "Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan Tuhan itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah Tuhan itu tepat menyukakan hati; perintah Tuhan itu murni,membuat mata bercahaya. Takut akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum Tuhan itu benar, adil semuanya, lebih indah daripada emas, bahkan daripada banyak emas tua; dan lebih manis daripada madu, bahkan daripada madu tetesan dari sarang lebah." Mazmur 19:8-11. Doa kami, kiranya Tuhan memakai The New Geneva Study Bible sebagai alat bantu yang dapat menolong kita menginspirasikan kasih baru kepada Tuhan dan Firman-Nya. Terima kasih banyak dan kiranya Tuhan memberkati Anda dengan limpah. Catatan : The New Geneva Study Bible berisi Alkitab versi New King James Version yang dilengkapi dengan catatan-catatan ayat, artikel-artikel Teologia serta ayat-ayat referensi silang. The New Geneva Study Bible dalam bentuk cetak/kertas bisa didapatkan di Toko Buku Kristen Momentum (di Jakarta maupun di Surabaya). Jika Anda ingin mendapatkan bahan catatan-catatan Ayat dari Alkitab Geneva yang asli dan lengkap (abad 16) dalam bentuk elektronik Anda bisa mendapatkannya dalam CD-ROM SABDA. Namun, perlu diketahui bahwa catatan-catatan Ayat yang ada dalam The New Geneva Study Bible tidak sama dengan Catatan-catatan Ayat yang ada di Alkitab Geneva yang asli. CD-ROM SABDA (singkatan dari "Software Alkitab, Biblika Dan Alat-alat") disebut juga "Online Bible versi Indonesia". CD-ROM SABDA ini dibuat oleh Yayasan Lembaga SABDA dan anda bisa mendapatkannya secara gratis dengan menghubungi alamat berikut ini: order-CD@sabda.org
Sumber:
Terjemahan pidato makalah Ralph D. Veerman (Ketua Foundation for Reformation), yang disampaikan pada pertemuan Reunion of Friends and Alumni of North American Reformed Seminaries in Indonesia di Kampus STTIAA, Pacet, 1997. Oleh Kuwat Wahyu. Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |