Kategori Utama

strict warning: Declaration of views_plugin_style_default::options() should be compatible with views_object::options() in /home/sabdaorg/public_sabda/reformed/sites/all/modules/views/plugins/views_plugin_style_default.inc on line 24.

Dear e-Reformed Netters,

"Making Life Work: Putting God`s Wisdom into Action" (Downers Grove, Illinois: InterVaesity Press, 1998), adalah buku yang ditulis oleh Bill Hybels sebagai hasil perenungan ketika dia bercengkerama dengan Tuhan melalui kitab Amsal. Menurut Bill Hybels, kitab Amsal berbicara tentang bagaimana hidup secara optimal, dan kunci utama untuk kita bisa mendapatkan hidup yang seperti itu adalah dengan percaya sepenuhnya "pada" dan "di dalam" Allah atas segala sesuatu. Pada bab ke-12 dari bukunya tersebut, yaitu artikel yang ada di edisi e- Reformed kali ini, Bill Hybels menguraikan dengan sangat sederhana beberapa jawaban dari pertanyaan reflektif, seperti: Apakah artinya "percaya" pada Allah? Mengapa memercayai Allah merupakan satu keputusan paling penting untuk memulainya? Mengapa kita senantiasa dicobai untuk memercayai penilaian kita sendiri, alih-alih memercayai Allah sepenuhnya? Apa sajakah keuntungan memercayai kepemimpinan Allah dalam hidup kita? Beranikah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Allah?

Terjemahan dari bab ke-12 dari buku "Making Life Work" ini cukup panjang, karena itu kami akan menyajikannya secara berturut-turut dalam dua edisi. Bagi Anda yang saat ini sedang mengalami hidup yang "biasa-biasa saja" dan melihat hidup hanya sebagai rutinitas belaka, maka buku ini akan menolong Anda untuk berani mengambil langkah yang akan mengubah hidup Anda selamanya. Bagaimana caranya? Selamat menemukan jawabannya di artikel di bawah ini.

In Christ, Redaksi Tamu e-Reformed S. Heru Winoto http://reformed.sabda.org http://fb.sabda.org/reformed

Dear e-Reformed Netters,

Tulisan yang saya kirimkan di bawah ini sebenarnya hanyalah sebuah bab pendahuluan dari sebuah buku yang berjudul "Tell The Truth -- Beritakan Kebenaran", yang ditulis oleh Will Metzger.

Saya ingin membagikan tulisan yang berisi pendahuluan ini karena saya sangat terkesan dengan isinya. Kalau Anda teliti, hampir pada setiap paragraf selalu terselip pertanyaan, bahkan ada paragraf yang isinya hanya pertanyaan. Lah, apa menariknya membaca tulisan yang berisi pertanyaan? Bukankah lebih berguna kalau membaca artikel yang berisi banyak pengetahuan dan penjelasan daripada pertanyaan? Membaca tulisan yang berisi informasi atau pengetahuan hanya akan membuat kita menjadi "passive recipient" (penerima pasif). Tapi membaca tulisan yang berisi banyak pertanyaan, kalau kita tertantang untuk menjawabnya, maka tulisan itu akan membuat kita menjadi "active participant" (peserta aktif). Hasilnya, kita dapat menggali lebih banyak dan belajar lebih banyak. Pertanyaan yang bermutu akan menggelitik kita untuk berpikir secara aktif dan mencari solusi masalah secara efektif.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis buku tersebut berkisar pada masalah penginjilan. Percayakah Anda bahwa sebenarnya ada lebih banyak pertanyaan tentang penginjilan daripada nasihat tentang bagaimana melakukan penginjilan dengan baik. Itu sebabnya ada banyak alasan orang tidak melakukan penginjilan. Jika pertanyaan-pertanyaan itu Anda renungkan dengan baik, mungkin kita akan menemukan pemecahan kesulitan dan ketidakberesan dari cara kita menginjili sehingga menghasilkan cara dan motivasi penginjilan yang alkitabiah.

Perhatikan salah satu paragraf yang berisi bayak pertanyaan seperti ini.

"Banyak ketidakpastian yang mengusik pikiran saya. Mungkinkah seseorang termotivasi untuk bersaksi, tetapi akhirnya mempermalukan Tuhan dan salah menyampaikan berita-Nya karena ketidaktahuan atau manipulasi? Apakah saya termotivasi oleh rasa bersalah atau oleh harapan orang lain? Apakah saya berusaha mencari dalih atas minimnya semangat saya dan ketidaksuksesan saya? Mengapa saya hendak membatasi pekerjaan Tuhan melalui diri saya hanya sejauh kalangan "teman-teman" dan "undangan ke pertemuan"? Bagaimana dapat saya pungkiri bahwa oleh penentuan Allah saya dipertemukan dengan orang-orang tertentu, sekalipun hanya untuk beberapa menit?"

Bagaimana Anda akan menjawab pertanyaan -- atau lebih baik kalau saya ganti dengan kata pergumulan -- yang penulis ajukan ini? Belum lagi pertanyaan yang berkaitan dengan masalah teologi, ada banyak penginjilan yang sukses tapi karena tidak mengutamakan pengajaran yang benar maka akhirnya justru membuat kekristenan menjadi lemah (tidak ada mutunya) dan menghasilkan petobat-petobat "palsu". Jadi, ternyata menginjili tidak sesederhana yang kita pikirkan, bukan? Itu sebabnya hanya sedikit orang yang mau menginjili, padahal panggilan Allah untuk orang yang sudah percaya dan menerima Kristus hanya satu, "pergilah dan beritakanlah Injil."

Melalui bab pendahuluan ini, pembaca bisa memiliki gambaran besar isi bukunya. Dengan membaca bab pendahuluan ini, saya berharap Anda akan terdorong untuk memiliki kerinduan menjadi penginjil yang memberitakan kebenaran. Sekarang Anda pasti menjadi semakin penasaran untuk mengetahui keseluruhan isi buku tersebut, bukan? Karena itu, Anda harus membeli buku ini. Silakan menghubungi toko buku Kristen terdekat untuk mendapatkan keseluruhan buku. Saya jamin Anda tidak akan rugi.

Selamat merenungkan.

In Christ,
Yulia
< yulia(at)in-christ.net >
< http://soteri.sabda.org/>
< http://fb.sabda.org/reformed >

Dear e-Reformed Netters,

Pertama, maaf seribu maaf, akhir-akhir ini saya sangat sibuk sehingga pengiriman e-Reformed jadi terlambat. Semoga pengiriman artikel di bawah ini bisa menjadi pengganti pengiriman yang terlambat.

Minggu lalu adalah minggu perayaan Hari Reformasi Gereja. Saya ingin bertanya, masih adakah gereja yang merayakannya? Sepertinya, Hari Reformasi ini semakin lama menjadi semakin tidak dikenal. Mau melakukan sedikit eksperimen? Silakan Anda bertanya kepada jemaat biasa, apakah mereka tahu tentang Hari Reformasi Gereja? Saya tidak heran kalau mereka menggelengkan kepala, tanda tidak tahu. Atau kalau pun tahu, maka hanya terbatas di kalangan gereja-gereja beraliran teologi reformed saja. Itu pun karena nama gereja mereka adalah Reformed, sehingga mereka tahu kalau gereja mereka pasti ada sangkut pautnya dengan reformasi. Tapi, ini hanya pandangan saya saja yang cenderung skeptik.

Mengapa artikel di bawah ini saya pilih untuk mengingatkan kita semua pada Hari Reformasi Gereja? Artikel yang ditulis oleh Pdt. D.S. Hananiel yang berjudul PENTINGNYA PENDIDIKAN FIRMAN TUHAN DALAM HIDUP BERJEMAAT ini merupakan isu utama mengapa banyak gereja sekarang ini tidak lagi memiliki kuasa. Saya sangat setuju dengan pengamatan beliau.

Gereja Tuhan yang benar dibangun di atas pengajaran para nabi (Perjanjian Lama) dan rasul (Perjanjian Baru) dalam Alkitab. Kalau gereja tidak lagi memberitakan firman Tuhan dan firman Tuhan tidak lagi diajarkan pada jemaat, maka gereja itu pada dasarnya sudah tidak lagi memiliki dasar untuk berdiri. Nah, semangat untuk kembali kepada pengajaran firman Tuhan dan menekankan pentingnya firman Tuhan ditegakkan adalah semangat reformasi. Apakah berlebihan kalau saya sekarang ini mengajak kita semua mereformasi gereja kita masing- masing?

In Christ, Yulia < yulia(at)in-christ.net > < http://reformed.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/reformed/ >

Dear e-Reformed Netters,

Di dalam sejarah peradaban manusia, terdapat tiga revolusi yang telah mengubah pola kehidupan bermasyarakat selamanya, baik dari segi produksi, distribusi, maupun konsumsi. Yang pertama adalah Revolusi Agraria pada masa prasejarah, yang kedua adalah Revolusi Industri pada abad ke-18, dan yang ketiga adalah revolusi yang berhubungan dengan pengolahan minyak bumi pada paruh abad ke-19.

Revolusi Agraria adalah berubahnya metode pencarian makanan dan pekerjaan yang dulunya pemburu dan pengumpul makanan menjadi petani dan penggarap kebun/ladang. Revolusi ini memungkinkan manusia untuk memproduksi makanan lebih dari yang ia butuhkan, sehingga terjadi surplus. Dari sana berkembanglah penimbunan, perdagangan, dan pemukiman yang lebih besar.

Revolusi Industri ditandai dengan proses otomatisasi produksi, terutama tenaga kerja manusia digantikan dengan mesin yang berakibat pada penggunaan batu bara dalam jumlah besar serta berlanjut pada pencarian sumber energi alternatif yang lebih mudah diperoleh serta lebih "ramah lingkungan", karena seperti yang kita ketahui proses penambangan batu bara sering kali memakan korban jiwa selain juga menimbulkan dampak polusi yang sangat hebat.

Penemuan cara penyulingan "minyak batu" (petroleum) menjawab kebutuhan tersebut. Minyak bumi dapat dihasilkan lebih cepat daripada batu bara dengan polusi yang relatif lebih kecil dibandingkan batu bara. Namun penggunaan minyak bumi secara luas, terutama sejak Perang Dunia II, baik pada kendaraan bermotor maupun pabrik-pabrik, telah menghasilkan polusi yang luar biasa besarnya sebagai timbal balik dari segala fasilitas yang dapat dinikmati oleh manusia saat ini.

Adalah tugas kita, terkhusus sebagai anak-anak Tuhan, untuk mengelola bumi dan memanfaatkan sumber daya alamnya secara bertanggung jawab. Kita perlu memikirkan tidak hanya kepentingan sesaat saja, tetapi juga untuk berpikir ke depan, untuk anak-anak serta generasi-generasi yang akan datang supaya mereka tidak hidup di tengah-tengah dunia yang rusak akibat polutan-polutan yang telah kita tinggalkan serta sumber daya yang telah kita habiskan. Jadilah orang Kristen yang mencintai lingkungan.

Kiranya artikel di bawah ini menolong Anda untuk menyadari bahwa dari awal penciptaan, Tuhan telah memanggil manusia untuk mengelola dan memelihara alam ciptaan-Nya sesuai dengan rancangan-Nya yang ajaib. Menyimpang dari rancangan-Nya akan menyebabkan malapetaka. Apakah rancangan-Nya itu? Selamat menyimak artikel yang diambil dari Jurnal Pelita Zaman dan ditulis oleh Robert P. Borrong di bawah ini.

In Christ, Redaksi Tamu e-Reformed,
Kusuma Negara
http://reformed.sabda.org/

Dear e-Reformed Netters,

Banyak orang Kristen telah diracuni dengan pandangan yang mengatakan bahwa kehidupan pribadi, termasuk kehidupan rohani, adalah "privasi". Orang lain tidak berhak ikut campur di dalamnya. Secara sekilas, pandangan itu kelihatannya arif dan bijaksana. Karena itu, banyak orang yang tidak senang ketika ada saudara seiman mulai mengusiknya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.

"Bagaimana hubunganmu dengan Tuhan akhir-akhir ini?" "Apa yang kamu dapatkan dari saat teduhmu hari ini?" "Kapan terakhir kali kamu mengaku dosa di hadapan Tuhan?"

Meski menjawab dengan senyum-senyum, dalam hati, mereka pasti jengkel, dan kemudian secara diam-diam mulai mengumpat.

"Apa urusannya menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu?" "Wah ..., sok rohani banget dia itu." "Bokap gua aja nggak pernah nanya yang begituan. Apa sih maunya?"

Bahkan, bukan hanya orang Kristen awam saja yang jadi uring-uringan ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan rohani yang sulit dan keras seperti itu, gereja dan pendeta pun tidak kalah geramnya. Coba Anda bertanya kepada orang yang berkepentingan di gereja dengan pertanyaan seperti ini.

"Mengapa saya merasa tidak bertumbuh di gereja ini?" "Mengapa gereja tidak lagi mengkhotbahkan firman Tuhan?" "Mengapa sudah lama sekali saya tidak mendengar teguran tentang dosa di gereja ini?"

Bukannya mendapat jawaban yang jujur dan benar, kita justru akan diserang balik dengan jawaban atau pertanyaan yang mematikan.

"Kalau kamu tidak bertumbuh, itu urusan pribadimu, jangan menyalahkan gereja." "Tidak baik menjadi orang yang suka mengkritik gereja atau khotbah pendeta. Memangnya kamu bisa berkhotbah lebih baik dari pendeta itu?" "Urusan dosa itu urusan pribadi, tidak perlu digembar-gemborkan di depan semua orang."

Artikel yang saya kutipkan untuk Anda di bawah ini memberikan tujuh langkah untuk hidup bijaksana sehingga Anda dapat menghindarkan diri dari mengikuti sikap hidup yang saya gambarkan di atas (yang disebut oleh penulisnya sebagai sinkretisme). Mari kita simak ketujuh langkah ini dan mulai mempraktikkannya!

  1. Mulailah pelajari dengan sungguh-sungguh karakter Allah.
  2. Jalani kehidupan Anda dengan mawas diri.
  3. Lakukan saat teduh pribadi secara teratur.
  4. Bentuklah cara pikir yang berbeda dengan cara pikir duniawi.
  5. Akuilah sepenuhnya otoritas Alkitab.
  6. Mulailah bedakan antara prinsip Alkitab dengan norma-norma budaya.
  7. Kembangkanlah hidup yang mau memberikan pertanggungjawaban, baik pada diri sendiri maupun orang lain.

Jika Anda menjalankan ketujuh langkah tersebut, Anda akan dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan keras dengan hati yang bijaksana, dengan lapang dada dan tidak dengan sikap memusuhi. Seharusnya Anda justru bersyukur karena menyadari ternyata masih ada saudara-saudara seiman yang peduli dengan Anda dan hidup Anda.

Selamat merenungkan!

In Christ,
Yulia < yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org/ >
< http://blog.sabda.org >

Komentar