Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Kategori UtamaDear e-Reformed netters, Berikut ini adalah Bagian (2) dari posting bulan lalu. Selamat menyimak. P.S. Bagi Anda yang belum/tidak mendapatkan Bagian (1) dari artikel ini, silakan berkunjung ke arsip Publikasi e-Reformed di alamat: ==> http://www.sabda.org/publikasi/reformed/064/> In Christ, Dear e-Reformed netters, Dalam perjalanan hidup Kristen kita, sejak bertobat sampai bertumbuh menjadi murid-murid Kristus, saya kira pertanyaan yang paling sering kita tanyakan adalah tentang bagaimana mengetahui "kehendak Allah" bagi hidup kita. Kebanyakan dari kita terjebak pada pemikiran bahwa Allah sejak semula sudah menetapkan rencana-Nya yang terbaik bagi hidup kita, tapi sekarang tugas kita adalah mencari tahu apa rencana terbaik itu supaya kita tidak salah melangkah. Tapi pertanyaannya, bagaimana kalau dalam perjalanan hidup kita, kita sudah mengambil langkah yang salah? Apakah berarti rencana Tuhan yang terbaik itu menjadi tidak mungkin terjadi dalam hidup kita? Apakah Tuhan memiliki rencana cadangan bagi kita? Menurut James C. Petty, penulis buku "STEP BY STEP", orang Kristen perlu memahami Doktrin Providensia Allah dengan benar agar pengertian kita ditopang oleh pengajaran yang alkitabiah. Nah, untuk itu saya kirimkan tulisan James C. Tetty ini, agar kita semua dapat memahami dengan jelas dimana letak kesalahan kita ketika kita memikirkan tentang kehendak dan rencana Tuhan bagi hidup kita. Selamat menyimak. In Christ, Dear e-Reformed netters, Pemikiran tentang reformasi selalu menarik perhatian saya, karena dalam konsep reformasi terkandung suatu praanggapan bahwa "sesuatu" yang direformasi itu berarti masih bisa menjadi lebih baik, lebih benar, dan lebih sempurna. "Sesuatu" itu bisa berupa konsep, pemikiran, pandangan, cara kerja, tapi bisa juga berupa sikap, tingkah laku, dan kepribadian. Seperti dalam artikel yang saya postingkan di bawah ini, disinggung tentang pentingnya kita (sebagai individu) dan gereja (sebagai komunitas orang percaya), memiliki semangat reformasi, yang mau terus-menerus memperbaiki diri dalam semua segi. Memperbaiki diri dalam semua segi, secara teori kelihatannya mudah, tapi dalam praktik, lain lagi ceritanya. Oleh karena itu, tidak salah kalau saya mengambil kesimpulan bahwa untuk memiliki semangat reformasi seseorang harus memiliki kerendahan hati, ... (yang besar sekali). Siapa sih yang mau dibilang: "pemikiranmu perlu diperbaiki", atau "cara kerjamu perlu dikoreksi", atau "sikapmu perlu diubah....." Perlu sikap gentleman dan sportif untuk mau direformasi. Salah tidak kalau saya katakan bahwa orang yang berani menamakan diri kelompok orang "reformed" seharusnya tidak sombong, mau dikritik, dan terbuka untuk berubah .....? Wah... omong-omong soal berubah.... saya jadi malu sendiri, karena saya juga bukan orang yang gampang berubah.... Itulah sebabnya, saya ingin bagikan artikel tulisan dari Paul Hidayat, yang diambil dari bukunya yang berjudul MENERBANGI TEROWONGAN CAHAYA, terbitan dari PPA (Persekutuan Pembaca Alkitab). Saya banyak belajar, khususnya tentang inti dari semangat Reformasi. Harapan saya, artikel ini menolong kita untuk melihat diri (mengoreksi) lagi, apakah gereja kita mulai menyimpang dari Firman Tuhan, apakah kita, para pelayan Tuhan, telah membuat jemaat semakin bingung untuk mengerti Firman Tuhan, atau apakah kita telah mengganti kesalehan hidup dengan legalisme rohani ...... dan masih banyak lagi....... Selamat membaca. Sebagai penutup, saya kutipkan kembali penutup dari artikel Paul Hidayat: "Iman yang riil, kuasa firman, kenyataan tubuh Kristus, dan kesalehan yang ceria, itulah yang kita sangat perlukan terjadi kembali secara baru masa kini!" In Christ, Dear e-Reformed netters, Beberapa waktu yang lalu, saya tertarik untuk membaca kembali buku terbitan BPK tahun 1985 (cetakan ketiga) yang berjudul "Theologia Kaum Awam", tulisan Dr. H. Kraemer (jelas buku tersebut pasti ditulis jauh sebelum tahun 1985). Walaupun kelihatannya buku ini sudah "kuno", ternyata isu-isu yang dibahas di dalamnya masih sangat segar dan relevan dengan keadaan gereja masa kini, yaitu tentang kedudukan kaum awam dalam gereja. Sebelum Reformasi, kaum awam jelas tidak memiliki kedudukan yang penting dalam gereja. Semua urusan gereja merupakan tugas "para klerus" (pendeta-pendeta yang ditahbiskan), sedangkan kaum awam (jemaat) hanya menjadi objek saja. Setelah Reformasi, terjadi perubahan yang radikal, karena prinsip-prinsip gereja yang salah dan tidak alkitabiah didobrak, salah satu hasilnya adalah konsep "keimaman orang percaya" atau istilah yang dipakai Dr. H. Kraemer, "imamat am semua orang percaya", bahwa semua orang Kristen adalah imam, tak ada perbedaan di antara mereka (termasuk dengan para klerus), kecuali dalam hal jabatan. Pikiran-pikiran yang dilahirkan para Reformator begitu tajam dan sangat sarat dengan kebenaran Alkitab. Tuhan menunjukkan hikmat kepada mereka untuk menjadi jalan bagi kita mengerti lebih dalam akan panggilan Tuhan bagi jemaat-Nya. Tapi sayang sekali, menurut Dr. Kraemer, usaha para Reformator untuk mengembalikan kedudukan kaum awam pada tempat yang sewajarnya ternyata sebagian besar hanya sampai pada pemikiran saja. Menurut beliau, kalau kita jujur, kita harus mengakui bahwa pada kenyataanya pikiran-pikiran Reformasi tersebut sulit untuk dijalankan/diaplikasikan, bahkan sampai hari ini. Mengapa? Saya harap pertanyaan "Mengapa" ini dapat memicu keingintahuan dan kekritisan Anda untuk berpikir lebih jauh tentang topik ini. Untuk itu, silakan baca cuplikan artikel dari buku Dr. Kraemer di bawah ini. In Christ, Dear e-Reformed netters, Menyambut peringatan Hari Pentakosta, saya kirimkan bagian dari buku tulisan John R. W. Stott, yang membahas tentang Roh Kudus dan Alkitab. Karena sudah sangat panjang, maka saya tidak akan menambah komentar lagi. Kiranya menjadi berkat. In Christ, Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |