Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Kekristenan dan Kesejahteraan SosialPenulis_artikel:
Steffie Jessica
Tanggal_artikel:
8 April 2019
Isi_artikel:
Kekristenan dan Kesejahteraan SosialLagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Suatu fakta yang begitu ironis dalam zaman ini adalah kota metropolitan dengan gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dengan megahnya tetapi pengemis berkeliaran hampir di setiap sudut kota. Perekonomian yang semakin bertumbuh, kebudayaan yang semakin maju, teknologi yang semakin canggih, tidak menghapuskan fakta kemiskinan dalam masyarakat. Baik pengemis, maupun kemiskinan adalah realitas yang akan terus kita jumpai pada segala zaman maupun tempat. Inilah permasalahan sosial yang akan terus kita jumpai dalam hidup kita. Lalu, bagaimana teologi Reformed menjawab tantangan ini? Sumber Permasalahan Permasalahan sosial yang muncul di tengah kehidupan manusia merupakan buah dari kemerosotan rohani yang semakin lama semakin buruk. Menurut Kuyper, permasalahan ini berawal dari keinginan untuk memiliki kebebasan. Kebebasan hidup yang menolak pandangan bahwa kita harus senantiasa mengutamakan Allah di dalam setiap segi kehidupan ini. Kebebasan hidup semu yang membawa manusia terjerat oleh kemiskinan dan ketidakadilan baik jasmani maupun rohani. Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini tidak terlepas dari fakta penciptaan dan juga kejatuhan manusia ke dalam dosa. Allah menciptakan manusia dengan segala kemampuan dan potensi untuk dapat mengusahakan dan memelihara alam. Bekerja adalah sebuah tugas mulia yang telah diberikan oleh Allah kepada kita manusia. Dengan bekerja dan berusaha manusia menyingkapkan kekayaan serta keajaiban dari alam yang telah Tuhan ciptakan. Namun, kejatuhan manusia ke dalam dosa telah membuat manusia kehilangan makna bekerja yang sesungguhnya. Bekerja menjadi suatu hal yang membebani dan membosankan. Tuhan tidak lagi menjadi tujuan utama dalam bekerja, tetapi diri manusia menjadi pusat dari segala yang mereka lakukan. Pekerjaan tidak lagi diperuntukkan bagi kemuliaan Allah melainkan kemuliaan diri, manusia memilih untuk menyembah hasil pekerjaannya sendiri dibandingkan Allah yang memberikan mereka kemampuan untuk bekerja. Pekerjaan tidak lagi dilihat sebagai panggilan, melainkan hanya sebuah sarana untuk mendapatkan materi semata. Harta yang paling berharga bukan lagi Allah, tetapi telah berubah menjadi angka yang menunjukkan berapa jumlah kekayaan materi masing-masing manusia. Dosa telah membutakan manusia, menjadikan mereka makhluk-makhluk serakah yang rela menempuh segala cara untuk mendapatkan harta, bahkan bila mereka harus meninggalkan kemanusiaan mereka sekalipun. Manusia lain di luar diri ini tidak lagi dipandang sebagai sesama gambar dan rupa Allah, melainkan sebagai anak tangga yang harus diinjak untuk mencapai posisi kekayaan dan kekuasaan yang lebih tinggi. Kaum berkuasa menyalahgunakan posisinya untuk menekan mereka yang tidak berdaya. Kemalasan menimbulkan pertumbuhan yang cepat bagi praktik korupsi, segala sesuatu bisa dipercepat dan dipermudah dengan adanya uang tambahan. Rakyat kecil tidak dipandang sebagai pihak yang harus dilayani melainkan sebagai kantong-kantong uang yang harus diperas demi keuntungan diri sendiri. Panggilan Mengapa kita harus memerhatikan kesejahteraan sosial di tempat kita berada? Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi garam dunia, menjadi pencegah kebusukan yang disebabkan kuasa dosa. Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi terang di mana ia ditempatkan, berperan serta mengusir kegelapan yang menyelimuti kehidupan manusia. Setiap kita dipanggil untuk mengasihi Allah serta sesama, membagikan kasih yang telah terlebih dahulu kita terima kepada gambar dan rupa Allah di sekitar kita. Setiap kita juga dipanggil untuk mengusahakan dan berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita berada (Yer. 29:7). Kekristenan dan Kesejahteraan Sosial Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan teologi Reformed berarti berakar ke dalam firman Tuhan dengan kokoh dan kuat sehingga tidak mudah digoyahkan, Injili artinya berbuah lebat keluar. Kita tidak dipanggil untuk menjadi seperti sebatang kayu yang semakin ditanam ke dalam semakin tidak terlihat di bagian luar dan semakin tidak leluasa bergerak ke arah mana pun. Kita dipanggil untuk menjadi seperti pohon, yang semakin berakar, semakin mampu menyerap nutrisi dan semakin bertumbuh serta berbuah sehingga menjadi berkat di tempat ia ditanam. Pelita yang diletakkan di bawah gantang tidak akan berguna berapa pun mahal dan baiknya pelita tersebut. Pelita yang terletak di atas kaki dian akan jauh lebih berguna dan lebih dihargai karena pelita tersebut mendatangkan kebaikan bagi seisi rumah. Teladan Kristus Lalu, apakah penyelesaian masalah dari semua krisis yang cukup mengerikan ini? Permasalahan sosial yang berasal dari kerusakan moral ini tidak akan cukup terselesaikan dengan mengatasi fenomena-fenomena yang muncul saja. Kerusakan moral harus diselesaikan secara tuntas agar masalah-masalah sosial yang ada dapat dihapuskan. Bagaimana caranya merestorasi moral manusia yang sudah bobrok ini? Tak lain adalah dengan membawa mereka kepada Kristus. Kuyper mengatakan bahwa Kristus adalah seorang pembaru sosial. Akar kerusakan moral adalah kebutaan terhadap kebenaran. Dengan mengenal Kristus manusia mengenal kebenaran, dengan mengenal Kristus manusia mengenal keselamatan dan kebebasan dari dosa. Dengan mengenal kasih Kristus yang begitu besar manusia mampu mengasihi sesamanya. Dengan melihat kerelaan Kristus berkorban di atas kayu salib manusia mendapat kekuatan untuk berbelaskasihan terhadap sesamanya. Memuliakan Tuhan dengan Harta Ajaran Kristus tentang mengumpulkan harta di sorga tidaklah menjadi alasan bagi kita untuk bermalas-malasan bekerja mencari uang di dunia. Manusia membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Manusia membutuhkan uang untuk terus mengembangkan mandat Allah. Manusia membutuhkan uang untuk melaksanakan kehendak Allah. Tetapi uang bukanlah segalanya, uang tidak dapat disamakan dengan kehidupan itu sendiri. Karena itu, kehidupan di dunia bukanlah suatu hal yang dapat disia-siakan begitu saja. Kristus pun menghargai kehidupan manusia dengan kerelaan-Nya datang berinkarnasi dan menjalani hidup sebagai manusia di bumi ini. Memiliki banyak harta di dunia ini bukanlah suatu hal yang salah, Tuhan menciptakan manusia dengan potensi yang begitu menakjubkan dan bervariasi. Kemampuan untuk mengatur harta benda dan bekerja dengan baik merupakan anugerah dari Tuhan kepada kita yang harus kita pertanggungjawabkan pula dengan benar di hadapan-Nya. Paulus mengatakan di 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” Demikian juga di dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus berisi sebuah nasihat agar manusia tidak mencuri, melainkan manusia harus bekerja dengan tangannya sendiri, agar ia dapat memberi kepada mereka yang berkekurangan (Ef. 4: 28). Terdapat tiga buah cara hidup manusia yang disebutkan di sini: Cara pertama adalah cara yang ilegal untuk memenuhi keinginan manusia, sedangkan cara kedua merupakan cara hidup yang lebih baik untuk memuaskan kebutuhan manusia yaitu dengan melakukan apa yang menjadi panggilannya di dunia ini. Paulus berkata siapa yang tidak bekerja janganlah ia makan (2 Tes. 3:10). Dalam setiap jerih payah yang manusia lakukan pastilah ada keuntungan yang didapatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia (Ams. 14:23). Namun, cara kedua ini sering kali menjadi budak kapitalisme yang memberhalakan pekerjaan untuk mencapai ambisi pribadi. Cara hidup yang ketiga merupakan cara hidup seorang yang telah mengenal Kristus, yaitu bekerja untuk memberi. Diri ini tidak lagi menjadi fokus, tetapi kehendak Allahlah yang menjadi tujuan utama hidup. Panggilan untuk menjadi terang dan garam dunia, perintah untuk mengasihi sesama manusia, perintah untuk tidak khawatir tetapi menyerahkan segalanya kepada Bapa yang memelihara diri ini. Perintah untuk “Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain” (1 Kor. 10:24). Memberi Bantuan Saat kita memiliki Tuhan yang begitu berharga di dalam hidup ini, tidak ada harta benda yang dapat mengalahkan kekayaan dan kemuliaan-Nya. Saat kita menyembah Tuhan di dalam segala segi kehidupan kita, seperti yang dikatakan Abraham Kuyper, tidak ada satu inci pun dari kehidupan kita yang tidak dimiliki oleh Allah, termasuk harta benda hasil jerih payah yang kita miliki. Karena itu setiap harta yang kita pakai, baiklah dipakai oleh Tuhan, bukan hanya dipakai bagi Tuhan. Apa yang Tuhan kehendaki dari harta yang kita hasilkan? Tuhan menghendaki kita semakin memper-Tuhan-kan Dia melaluinya, semakin berani menjalankan perintah-Nya, semakin rela memberikan diri untuk dipakai sebagai alat-Nya, semakin berani dan rela untuk memberi bagi mereka yang berkekurangan karena Tuhan menginginkannya. Mungkin beberapa dari kita enggan memberi sedekah kepada pengemis di jalan karena beranggapan bahwa mereka hanyalah organisasi terstruktur yang mempermainkan empati manusia untuk mendapatkan uang. Bagaimanakah kita seharusnya memberi? Pada era John Calvin, bantuan diberikan untuk memungkinkan mereka memiliki cara hidup yang benar di hadapan Tuhan. Bantuan haruslah diberikan untuk memungkinkan seorang manusia hidup sebagai gambar dan rupa Allah. Seseorang manusia harus mampu hidup memenuhi panggilannya untuk bekerja dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Tujuan ini diwujudkan dengan memberikan pelatihan keterampilan agar mereka dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini dilakukan dengan mengomunikasikan tujuan yang jelas sebelum memberikan bantuan tersebut. Pelayanan lainnya yang dilakukan termasuk melayani orang-orang yang sakit, merawat anak-anak mereka yang tidak mendapat perawatan yang layak, serta pelayanan bagi para janda. Setiap bantuan yang diberikan merupakan sebuah kesempatan untuk memperkenalkan Kristus kepada manusia, kesempatan untuk memperbaiki kebobrokan moral yang sudah terlalu menyedihkan, kesempatan untuk mengurangi krisis kemanusiaan di tengah masyarakat yang telah buta terhadap kebenaran, kesempatan membawa manusia kembali hidup sebagai gambar dan rupa Allah di hadapan Sang Pencipta, karena itu hendaklah setiap bantuan diberikan dengan semangat pelayanan yang tulus serta motivasi untuk memuliakan Tuhan lewat apa yang kita lakukan. Memberi tidaklah terbatas dalam bentuk materi, memberikan waktu, pikiran, perhatian, bahkan sebatas senyuman kepada mereka merupakan sebuah pemberian yang sungguh berarti bagi mereka yang membutuhkannya. Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang (Ams. 16:24). Manusia tidak hanya membutuhkan roti untuk bertahan hidup, mereka juga membutuhkan Injil untuk dapat hidup di dalam kebenaran, untuk mengenal kekekalan. Karena itu sekadar bantuan materi tidaklah cukup, jika tidak mencapai tujuan akhir seperti dibahas di atas. Memberi bantuan materi tanpa memberikan sentuhan kemanusiaan sama halnya seperti orang tua yang bekerja menafkahi anaknya, tetapi terlalu sibuk untuk menyisihkan waktu untuk memberi perhatian kepada anaknya. Anak ini akan tumbuh sehat secara jasmani, tetapi tidak secara rohani. Sama seperti orang-orang yang sekadar menerima bantuan materi, mungkin mereka akan sehat secara finansial, tetapi mereka tetap mengalami kerusakan moral. Terdapat begitu banyak permasalahan sosial di sekitar kita, terdapat pula kerusakan moral yang begitu serius tetapi tidak jarang terlewatkan oleh kebanyakan orang. Yohanes 12:8 dengan jelas mengatakan bahwa orang miskin akan terus bersama dengan kita. Inilah bagian dari kehidupan yang kita semua harus pertanggungjawabkan juga di hadapan-Nya. Menjadikan diri kita berkat rohani maupun jasmani secara simultan adalah langkah yang paling tepat dan harus kita jalankan. John Calvin adalah contoh dari seorang yang menjalankan panggilan hidupnya dan menjadi berkat baik rohani maupun jasmani. Marilah kita menghidupi panggilan hidup ini sebagai garam yang mencegah terjadinya kebusukan di dalam setiap manusia ciptaan Tuhan di sekitar kita, marilah kita menghidupi panggilan hidup sebagai terang yang membawa cahaya kebenaran ke dalam kehidupan mereka yang telah dibutakan oleh kekayaan duniawi. Marilah kita memperkenalkan kasih Kristus yang melimpah dengan membagikannya kepada gambar dan rupa Allah yang kita temui, marilah kita memberitakan Sang Kebenaran melalui setiap inci dari kehidupan kita di dunia ini. Sumber Artikel:
Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |