Tantangan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Masa Kini Di Ranah Formal

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Bertepatan dengan hari pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Mei, maka e-Reformed dengan sengaja mengambil artikel yang membahas tentang tantangan pendidikan Kristen di ranah formal abad 21. Mari kita simak, dan semoga menjadi berkat bagi kita semua. Untuk memberi komentar tentang isi artikel ini, silakan bergabung di Facebook e-Reformed < http://fb.sabda.org/reformed >. Soli Deo Gloria.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Penulis: 
Tan Giok Lie
Edisi: 
edisi 164/Mei 2015
Isi: 
Tantangan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Masa Kini di Ranah Formal

Tantangan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Masa Kini di Ranah Formal

pendidikan Kristen

Kesadaran akan kekinian zaman dalam konteks tantangan pendidikan dan pengajaran, sepatutnya secara reflektif membawa juga kesadaran dari pihak pemimpin dan pendidik Kristen akan adanya tantangan pendidikan dan pengajaran kristiani, yang pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya dalam rangka menunaikan misi Amanat Agung Tuhan Yesus. Seperti telah dipaparkan oleh Tilaar bahwa pendidikan secara umum terkait erat dengan perubahan zaman pada era globalisasi abad ke-21 ini, demikian pula halnya dengan pendidikan Kristen.

Dikatakan oleh Michael J. Anthony dalam bukunya yang berjudul Introducing Christian Education: Foundations for the Twenty-first Century bahwa karakteristik abad ke-21 ini adalah terus meningkatnya komunikasi, pasar internasional yang pesat, ekonomi global, pasar bebas, dan relasi yang multinasional. Semua hal baru ini telah membawa dampak yang mendalam dalam kehidupan generasi sekarang. Dalam konteks Amerika, ada tiga paham filosofis multikulturalisme, naturalisme, dan relativisme yang telah menggerus sistem hukum moral dan etika bangsa Amerika dan juga sistem pendidikan di sekolah negeri. Dikatakan lebih lanjut bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Kristen pada abad ke-21 ini adalah menghadapi serangan dari semua paham filosofis humanistik sekuler pada satu sisi, dan pada sisi lain mendidik orang Kristen dengan kebenaran mutlak yang hanya terdapat di dalam Alkitab. Tantangan yang lebih luas datangnya dari kalangan masyarakat masa kini yang semakin lama semakin sekuler dalam sistem nilai dan kehidupannya.

Pada era globalisasi ini, jelaslah bahwa pengaruh filsafat humanistik telah menyebar dan berdampak pada sekolah-sekolah Kristen, bahkan perguruan tinggi Kristen. Dikatakan oleh Chadwick bahwa memang pendidikan Kristen semakin sekuler, yaitu pendidikan digambarkan sebagai kekristenan yang berlapis cokelat/chocolate-coating Christianity. Maksudnya adalah, keseluruhan praksis pendidikan di sekolah Kristen telah dibangun di atas basis filosofi pendidikan sekuler, cuma telah ditambahkan dengan program-program pendidikan Kristen, seperti: kebaktian sekolah di tengah minggu, saat teduh setiap pagi, pelajaran khusus agama Kristen, retret tahunan, dan lain-lain. Dengan demikian, program-program pendidikan Kristen ini tidak mewarnai seluruh dinamika kehidupan dan proses belajar-mengajar, baik dalam diri para murid maupun para gurunya. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa sekolah-sekolah Kristen tersebut hampir tidak berbeda dari sekolah-sekolah umum. Lebih lanjut, Chadwick menyatakan bahwa banyak sekolah Kristen, baik di level sekolah dasar maupun sekolah menengah, bahkan perguruan tinggi pun, sekadar menyandang nama Kristen saja. Pada umumnya, lembaga pendidikan Kristen ini lebih menjalankan praksis pendidikannya dengan menekankan prestasi akademis semata, keunggulan lulusan yang berhasil melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bergengsi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kenaikan peringkat sekolah dalam persaingan lokal-nasional-internasional, fasilitas perangkat keras dan lunak yang makin lengkap dan canggih, dan lain sebagainya. Hal serupa terjadi dalam praksis pendidikan, mungkin di kebanyakan perguruan tinggi Kristen.

Sepanjang tolok ukur pendidikan Kristen berorientasi pada sukses akademis, permasalahan berikutnya yang akan muncul sebagai konsekuensi logisnya adalah terjadinya persaingan yang kurang sehat di antara lembaga pendidikan Kristen. Fenomena ini terlihat jelas dari semakin berlombanya kegiatan open house yang dijadwalkan makin awal -- baru saja dilakukan penerimaan siswa baru, beberapa bulan kemudian sudah digelar open house lagi. Pasca open house, orang tua yang berhasil mendaftarkan anaknya akan dituntut untuk segera membayar dana pembangunan, sekalipun memang ada beberapa sekolah yang memperbolehkan orang tua untuk mencicil sekian kali. Sangatlah tidak heran bila ada sebutan bahwa akhir-akhir ini, lembaga pendidikan Kristen tertentu lebih cenderung berorientasi bisnis daripada misinya.

Menjawab semua tantangan ini, sebenarnya para pemimpin gerejawi yang semula menjadi pendiri hendaknya berpartisipasi secara aktif dengan cara merumuskan ulang filosofi pendidikan kristiani. Tindakan ini benar-benar perlu diambil karena filosofi pendidikan berfungsi sebagai kemudi yang akan mengarahkan dan menentukan tujuan dan totalitas kurikulum dari proses belajar-mengajarnya. Dengan demikian, nama atau identitas "Kristen" tidak akan menjadi nama tanpa makna. Filosofi pendidikan Kristen berisi tentang pernyataan-pernyataan dari prinsip-prinsip dasar yang esensial, yang mendasari praksis pendidikan Kristen secara komprehensif di lapangan. Beberapa prinsip dasar tersebut di antaranya adalah: (1) meyakini dan menjunjung tinggi Alkitab sebagai kebenaran mutlak, karena Alkitab adalah penyataan Tuhan secara tertulis; (2) meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sehingga pendidikan Kristen diawali dengan keselamatan/hidup baru di dalam Kristus; (3) meyakini bahwa setiap murid adalah ciptaan Allah menurut gambar dan rupa Allah, yaitu sebagai ciptaan yang sangat baik di hadapan-Nya, tetapi yang telah jatuh ke dalam dosa; (4) meyakini bahwa lulusan yang pandai/berhikmat tidaklah diukur dari kepemilikan ilmu pengetahuan natural yang tanpa pengenalan akan Kristus sebagai hikmat Allah yang sejati. Tanpa Kristus, hikmat manusia adalah kebodohan; (5) meyakini bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang hadir sebagai mitra keluarga.

Tantangan lain yang bersifat spesifik terkait dengan salah satu elemen penting dalam pendidikan dan pengajaran, yakni: kurikulum. Pada umumnya, lembaga pendidikan formal sering kali kurang atau bahkan tidak mengkritisi kurikulumnya, seakan tidak ada pihak yang mempertanyakan filosofi yang mendasarinya, padahal jelas bahwa tidak ada kurikulum yang hampa filosofi atau ideologi tertentu. Jika dikaitkan dengan elemen metodologi, fungsi kurikulum terkait erat dengan metodologi, bagaikan "sebuah panah dengan busurnya" yang dipakai seorang pemanah untuk membidik sasaran. Gambaran ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah salah satu alat utama untuk mewujudkan tujuan akhir dalam bentuk profil peserta didik yang akan dihasilkan. Akibatnya, jika suatu lembaga pendidikan didasarkan pada filosofi pendidikan yang bersifat "sekuler", secara otomatis kurikulum pendidikannya akan berisi tentang ilmu-ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kajian empiris yang secara teologis disebut sebagai kebenaran yang natural.

Pendidikan umum tanpa transformasi spiritualitas di dalam Kristus tidak dapat menyelesaikan masalah manusia terkait kegelapan hati yang penuh dosa dan yang cenderung jahat, bahkan sejak kecilnya.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Pada saat kurikulum dibangun di atas dasar falsafah pendidikan yang mengesampingkan kebenaran supranaturalisme, profil alumni yang akan dihasilkan mungkin saja menunjukkan prestasi yang unggul dan siap bersaing pada era globalisasi ini, tetapi janganlah lupa bahwa kesuksesan akademis dan keterampilan bekerja itu tidak dibarengi dengan pembaruan hati sebagai inti kehidupan seseorang. Para alumni akan berkiprah sebagai kaum profesional yang mungkin saja menjadi pelaku kejahatan berkerah putih. Mengapa demikian? Pendidikan umum tanpa transformasi spiritualitas di dalam Kristus tidak dapat menyelesaikan masalah manusia terkait kegelapan hati yang penuh dosa dan yang cenderung jahat, bahkan sejak kecilnya (Kejadian 6:5; Kejadian 8:21). Palmer mengungkapkan kondisi ini dalam pribadi orang-orang yang berpendidikan tinggi masa kini -- yaitu bahwa mereka ini berkompetensi untuk berfungsi dalam masyarakat yang bercirikan teknologi, tetapi mereka dikuasai oleh kegelapan batin yang sejak awal penciptaan menguasai diri Adam dan Hawa. Jika fakta ini terus tidak disadari, atau disadari tetapi dibiarkan oleh para pemimpin Kristen dan para tokoh pendidikan Kristen, secara langsung atau tidak langsung kita semua mendukung lembaga-lembaga pendidikan Kristen sebagai wadah pendidikan yang sedang mencetak para penjahat terdidik (educated gang).

Bersyukur bahwa ternyata Tuhan membangkitkan sekian tokoh pendidikan Kristen untuk mengatasi tantangan global dari pendidikan Kristen. Pada tahun 90-an, ada beberapa asosiasi pendidikan di Amerika yang bertekad untuk mempromosikan nilai-nilai kristiani melalui program sertifikasi para pendidik Kristen, bahkan sampai taraf akreditasi lembaganya. Salah satu di antara asosiasi ini telah berkarya dan terus mengembangkan sayapnya dalam skala internasional, yaitu: Association of Christian Schools International (ACSI). Sampai sekarang, asosiasi ini telah menjangkau sebanyak kurang lebih 150 negara di seluruh manca negara, termasuk di Indonesia. Di setiap negara, ada basis penyelenggaranya yang dipimpin oleh seorang direktur sebagai pengelola dan penyelenggara semua program pendidikannya, bahkan termasuk semua distribusi literatur pendidikan Kristen yang memuat kurikulum yang mengintegrasikan iman dan ilmu. Asosiasi ini telah memberikan kontribusi sangat berarti, khususnya dalam membangun pendidikan Kristen yang berbasis Alkitab, yang dijabarkan dalam lima elemen penting di bawah ini:

Elemen pertama adalah Kebenaran. Huruf "K" besar merujuk pada Kebenaran firman Allah sebagai kebenaran mutlak yang dinyatakan Allah dalam Alkitab untuk melawan paham relativisme. Alkitab berfungsi sebagai fondasi pendidikan Kristen. Melalui Alkitab, peserta didik belajar bahwa mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang berharga dan selayaknya juga menghargai orang lain. Melalui Alkitab juga, berita keselamatan disampaikan kepada peserta didik agar mereka mengalami lahir baru sebagai awal dimulainya pendidikan kristiani. Melalui program pemahaman Alkitab, peserta didik dibimbing untuk lebih memahami dan menaati firman Tuhan.

Elemen kedua adalah Integrasi Alkitab dalam pemahaman dan penerapan integrasi iman dan ilmu. Mengingat bahwa tidak ada kurikulum yang bebas nilai, maka upaya integrasi Alkitab dilakukan untuk mengajarkan bahwa seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah di mana pun didapatkannya -- termasuk di dalam setiap disiplin ilmu. Dengan menegakkan integrasi Alkitab, peserta didik diajarkan bahwa seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah sehingga seluruh kebenaran yang diperoleh dari disiplin ilmu mana pun seharusnya merefleksikan kehadiran dan karya-Nya, dan pada akhirnya, setiap ilmuwan akan memuliakan keagungan Penciptanya. Alkitab berfungsi untuk memberikan perspektif dalam mengembangkan cara pandang kristiani. Tanpa integrasi iman dan ilmu, lembaga-lembaga pendidikan Kristen secara eksplisit sedang mempromosikan sekularisme dan naturalisme yang mengarahkan peserta didik lebih memercayai kebenaran yang bersifat ilmiah (natural) daripada kebenaran Alkitab (supranatural).

Elemen ketiga adalah staf yang seluruhnya Kristen. Staf yang dimaksud terdiri dari para guru, administrator, dan karyawan Kristen. Mereka adalah jajaran pendidik dan nonpendidik yang bukan hanya mengaku Kristen dan mengenal Kristus, melainkan juga menghadirkan gaya hidup kristiani yang akan dicontoh oleh peserta didik.

Elemen keempat adalah potensi di dalam Kristus. Sekolah Kristen sebagai lembaga pendidikan kristiani hendaknya menggali potensi setiap individu anak didik sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus, maka seluruh potensi hendaknya dimaksimalkan berdasarkan sistem nilai kekal. Tujuan akhir pendidikan bukan aktualisasi diri yang berorientasi kepada diri sendiri, melainkan desentralisasi diri yang berorientasi pada sesama dan Tuhan.

pendidikan Kristen

Elemen kelima adalah praktik organisasional. Seluruh kegiatan operasional dan kebijakan didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran yang alkitabiah. Orang tua adalah mitra pendukung sekolah yang selalu menjalin hubungan saling membantu dengan para guru. Alangkah baiknya bila ada orang tua yang juga duduk di yayasan sekolah dalam rangka turut menjaga arah dan kualitas pendidikan yang kristiani.

Membagikan kelima elemen ini kepada semua sekolah Kristen dalam konteks Indonesia merupakan suatu perjuangan tersendiri karena tidak semua sekolah Kristen menyambut kehadirannya dan bersedia untuk dibantu dalam menyelaraskan identitas dan praksisnya. Tentu saja banyak kendala di lapangan, selain biaya, kesibukan para guru, keterbukaan pihak yayasan, dan lain sebagainya. Namun, suatu hal yang menggembirakan adalah bahwa semakin banyak sekolah telah menyadari peran penting dari ACSI, baik dalam program sertifikasi pendidik maupun sertifikasinya. Namun, barangkali tantangan yang masih perlu diatasi adalah menjangkau dan memperlengkapi para anggota yayasan sebagai perumus kebijakan makro dari sekolah dan perguruan tinggi Kristen, agar benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan Kristen yang sejati (education that is truly Christian).

Tantangan pendidikan Kristen di Indonesia masa kini di ranah formal masih cukup memprihatinkan. Sebuah gambaran faktual yang disampaikan melalui sebuah seminar Pendidikan Kristen pada 12 Desember 2011 di Universitas Kristen Maranatha, Bandung, -- dengan pembicara David Yohanes Chandra (Ketua Majelis Pendidikan Kristen Indonesia) dan Jonathan L. Parapak (Rektor Universitas Pelita Harapan), bahwa sekian sekolah Kristen di Indonesia sudah ditutup. Berdasarkan sebuah ground research, dinyatakan bahwa keunikan/ciri khas pendekatan dan terapan pendidikan Kristen sudah tidak ditemukan lagi. Artinya, kekristenan sudah ditinggalkan. Lebih buruk lagi adalah bahwa di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Manado, Jawa Tengah, dan lain-lain, ada sekian sekolah sudah ditutup dan sekian sekolah secara radikal telah menghapus label/nama sekolah Kristen dan menggantinya dengan nama sekolah umum. Penyebabnya tentu saja cukup banyak, di antaranya adalah faktor biaya yang tinggi, jumlah pendaftaran siswa baru yang makin menurun, dan banyak yang "terjebak" dalam spirit pragmatisme dan sekularisme. Mengatasi problema besar seperti ini, UPH telah berinisiatif untuk melakukan take over beberapa sekolah selama periode empat belas tahun untuk pembenahan. Pada akhir periode ini, sekolah-sekolah ini akan diserahkan kembali kepada lembaga-lembaga penyelenggara semula. Inisiatif seperti ini sungguh sangat baik untuk diikuti oleh lembaga-lembaga Kristen lain atau universitas-universitas Kristen lainnya yang terbeban mengatasi tantangan sekolah-sekolah Kristen yang sedang membutuhkan bantuan.

Audio: Tantangan dalam Pendidikan dan Pengajaran Masa Kini

Sumber: 

Diambil dan disunting dari:

Judul buku: STULOS Jurnal Teologi
Judul bab: Tantangan dalam Pendidikan dan Pengajaran Masa Kini
Penulis : Tan Giok Lie
Penerbit : STT Bandung, 2013
Halaman : 9 -- 16

Mazmur 23

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Dalam edisi kali ini, e-Reformed menyajikan sebuah artikel dari Billy Kristanto mengenai Mazmur 23. Mazmur ini merupakan salah satu mazmur yang sudah dikenal banyak orang. Mazmur ini begitu meneduhkan hati ketika dibaca dan menggambarkan relasi yang sederhana, tetapi mendalam, antara sang Gembala dan kawanan domba-Nya. Kiranya mata hati kita semakin terbuka melalui sajian yang kami berikan, dan relasi kita dengan Allah semakin intim. Solus Christos!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
edisi 16/April 2015
Isi: 
Mazmur 23

Mazmur 23

Mazmur 23

Mazmur 23:1-3

1 Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.

2 Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang;

3 Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya.

Mazmur yang sangat terkenal ini tidak dapat dipisahkan dari Mazmur sebelumnya yang berbicara tentang pergumulan sang Mesias dalam penderitaan-Nya. "TUHAN adalah gembalaku (Mazmur 23:1) menjadi perkataan yang sungguh-sungguh berarti bagi yang mengungkapkan penderitaannya, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" (Mazmur 22:2). Dan, tentu saja Mazmur 23 ini lebih "disukai" daripada Mazmur 22 (secara tradisi, pasal 23 ini memang mendapatkan tempatnya yang tepat untuk penghiburan orang-orang yang ditinggalkan oleh seorang yang dikasihi, dan saya pribadi tampaknya belum pernah menjumpai kebaktian penghiburan dengan Mazmur 22). Akan tetapi, penghiburan yang sesungguhnya adalah penghiburan yang datang pada saat penderitaan dan kesusahan.

Kedekatan (intimacy) yang benar adalah kedekatan yang didapatkan melalui momen-momen kejauhan. Kita dapat membaca pasal 23 ini dengan penghayatan romantik atau bahkan mistik (hubungan antara jiwa dan Allah), tetapi penghayatan yang seperti itu saja dapat menjadikan iman kita dangkal. Tuhan Yesus (dan juga Daud) mengatakan kalimat-kalimat pada pasal ini setelah melalui berbagai pergumulan hidup yang sangat berat. Demikianlah "Tuhan adalah gembalaku" teruji bukan hanya pada saat pengalaman-pengalaman di atas puncak gunung, melainkan juga dalam lembah kekelaman. Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap situasi dan kondisi hidup kita.

Pasal ini dimulai dengan sebuah metafora (Tuhan adalah gembala), suatu persoalan yang sangat menarik yang dibicarakan dalam filsafat bahasa dunia kontemporer. Dalam zaman kita, metafora dianggap sebagai suatu terobosan yang sanggup membawa orang dalam kejenuhan pemahaman yang bersifat proposisional, yang mendobrak tatanan bahasa yang sudah baku, dan yang memberikan suatu momen inspirasi dan imajinasi yang melampaui kekayaan definisi-definisi. Namun, metafora juga mengakibatkan makna rangkap (atau bahkan lebih) yang dapat memimpin manusia kepada kesesatan bahasa atau setidaknya sikap skeptis terhadap makna yang sesungguhnya. Menarik jika kita perhatikan struktur dalam pasal 23 ini, bahwa sesungguhnya firman Tuhan, dengan menggunakan metafora gembala, tetap memberikan arah pemahaman terhadap imajinasi manusia yang berdosa, dengan mencatat ayat kedua sampai dengan ayat terakhir. (Saya sengaja tidak menggunakan kata "batasan" di sini karena kata ini bernuansa reduktif sekalipun artinya bisa juga positif.) Lebih menarik lagi ketika pemazmur menghubungkan metafora gembala dengan kelimpahan hidup, "takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b).

Metafora sama sekali bukan sesuatu yang baru, yang "ditemukan" pada zaman postmodern karena Alkitab sudah menggunakannya sebagai cara mengomunikasikan wahyu Allah. Dan, itu berbeda dari filsafat bahasa kontemporer yang mengajarkan metafora terutama sebagai momen kreativitas dan penerobosan terhadap proposisi. Jadi, dalam Alkitab, metafora memiliki dimensi inkarnasi, penyampaian bahasa yang akomodatif dari Allah sang Pencipta kepada makhluk ciptaan -- manusia. Penggunaan metafora dalam Alkitab adalah Allah yang merendahkan diri-Nya berbicara dalam bahasa manusia, sementara manusia postmodern berusaha menerobos keterbatasannya dan akhirnya menjumpai jalan buntu dan kekacauan yang tidak ada habisnya. Kapan manusia mau belajar untuk rendah hati seperti Penciptanya?

"... takkan kekurangan aku" (Mazmur 23:1b). Pengenalan akan Tuhan, yang adalah Gembala, merupakan satu proklamasi/pemberitaan bahwa hidup saya cukup, bahkan berkelimpahan. Ini merupakan salah satu rahasia kebahagiaan, yaitu jika manusia merasakan kecukupan bahkan kelebihan dalam hidupnya. Banyak orang kaya tidak pernah merasa cukup (content) dengan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Demikian juga, banyak selebriti yang memiliki ribuan pengagum hidup dalam ketersendirian dan keterasingan karena tidak belajar mencukupkan diri. Bukankah kita juga kadang menjumpai orang yang selalu melihat kekurangan dan kejelekan dalam diri orang lain, orang-orang yang selalu kekurangan ketajaman mata untuk menyaksikan kebaikan dan berkat Tuhan dalam diri orang lain? Orang demikian tidak pernah puas, baik atas dirinya, atas orang lain, maupun atas segala sesuatu, dia adalah orang yang senantiasa kekurangan. Tidak demikian halnya dengan orang yang gembalanya adalah Tuhan. Hidupnya bukan hanya tidak kekurangan, melainkan mengalirkan kelimpahan hidup yang terus-menerus bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Kelimpahan ini dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya.

Mazmur 23:2 mengatakan hidupnya takkan kekurangan ketenangan dan istirahat (rest). Itulah yang dicari di tengah-tengah generasi yang sangat sibuk ini. Kita bekerja di tengah-tengah tekanan kota besar dan segala macam permasalahannya. Dan, alangkah banyaknya janji yang ditawarkan hanya untuk mendapatkan ketenangan. Itulah kehidupan manusia: menjaga keseimbangan antara ketenangan dan kepanikan, stres dan kesenangan hidup (leisure), bahkan salah satu strategi quantum teaching-quantum learning (yaitu, strategi "merayakan") menganjurkan agar setiap kerja keras dihadiahi sebuah perayaan sebagai upahnya. Kita bekerja keras, menghadapi berbagai macam tekanan, tetapi tidak apa-apa, nanti akan ada waktu untuk menikmati diri sendiri, melakukan hobi kita sepuas-puasnya.

Akan tetapi, yang Alkitab ajarkan mengenai "istirahat" adalah ketenangan di tengah-tengah badai kehidupan, itulah air tenang yang sesungguhnya. Ada seorang penulis yang mengatakan bahwa tatkala seseorang bekerja seperti melakukan hobinya, sesungguhnya orang itu tidak pernah bekerja. Poinnya adalah banyak orang bekerja dan merasakan itu sebagai beban berat dan siksaan hidup yang harus kita tanggung (akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, dan karena itu kita perlu pelepasan, yaitu waktu-waktu untuk kesenangan/hobi kita). Akan tetapi, mereka yang sanggup menemukan kenikmatan dalam pekerjaannya, sesungguhnya seperti tidak bekerja (dalam pengertian bekerja sebagai tugas dan kewajiban yang melelahkan). Di situ, dia mengalami istirahat, air yang tenang di tengah-tengah kesibukan pekerjaannya.

"Ia menyegarkan jiwaku" (Mazmur 23:3a). Gembala itu tidak hanya sanggup menyediakan istirahat bagi domba-domba-Nya, melainkan juga kesegaran dan pemulihan jiwa (restore). Istirahat dan ketenangan memang sering kali dikaitkan dengan pemulihan kesegaran, baik fisik maupun jiwa. Dalam kehidupan yang terus berubah, manusia selalu berusaha untuk mencari kesegaran melalui segala sesuatu yang baru, yang senantiasa berubah. Contoh yang baik yang bisa mewakili adalah mode/fashion. Tiap tahun, ada pergantian mode, dan yang tidak mengikuti akan merasa diri kurang ada kesegaran karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Dan, bukan hanya masalah berdandan, dunia pemikiran pun memiliki modenya sendiri, demikian juga dengan arsitektur, desain interior, lukisan, musik, dan bidang-bidang yang lain.

Kesegaran, pembaruan, perubahan yang terus-menerus. Firman Tuhan begitu unik dan khusus karena justru sanggup memberikan kesegaran dalam ketidakberubahan (baca: kekekalan). Bukankah Mazmur 23 dari dulu sampai sekarang tetap sama? Namun, berjuta-juta manusia telah disegarkan olehnya dari zaman ke zaman, waktu ke waktu. Demikian juga Yesus Kristus tetap sama, baik dulu, sekarang, dan sampai selamanya, tetapi dari Dia kita beroleh kesegaran hidup yang terus-menerus karena Dia adalah kebenaran yang hidup, yang tidak berubah tetapi mengubahkan. Dunia terus mencari dan menjanjikan kesegaran, tetapi kesegaran yang sejati hanya ada di dalam Yesus Kristus dan firman-Nya.

"Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya" (Mazmur 23:3b). Gembala itu juga yang akan memimpin hidup kita di jalan yang benar. Kita tidak akan kekurangan pimpinan Tuhan. Namun, mengapa banyak orang Kristen sepertinya bergumul dan sulit sekali mengetahui kehendak Tuhan? Bahkan, tampaknya kita harus bekerja keras untuk mengetahuinya, sementara Tuhan sepertinya kurang tergerak untuk menjadikan segala sesuatunya jelas. Kita sangat ingin tahu, tetapi Tuhan menjadikannya agak kabur (agar kita tetap belajar beriman dan bertekun, itulah jawaban yang sering kali kita terima). Seorang penulis Kristen berani mengatakan sebaliknya, yaitu bahwa sesungguhnya Tuhan sangat ingin kita mengetahui kehendak-Nya, tetapi sesungguhnya kitalah yang tidak sungguh-sungguh mau taat sehingga kehendak-Nya seperti terselubung, kabur, tidak jelas, lalu kita terus bertekun agar Tuhan berkenan untuk menyatakannya, padahal kita seharusnya lebih bertekun untuk menyerahkan seluruh hidup kita dalam pimpinan dan kehendak Tuhan yang tidak mungkin salah.

Kekristenan tidak mengajarkan manusia mencari pengalaman-pengalaman yang selalu berada di atas, melainkan bagaimana kita tetap dapat mengatakan "Tuhan adalah gembalaku" dalam setiap situasi dan kondisi hidup kita.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Permasalahannya bukan dalam diri Tuhan, melainkan pada ketidaksiapan hati kita jika Tuhan segera menyatakannya. Itu yang pertama. Yang kedua, sering kali, kita meminta pimpinan atau kehendak Tuhan secara khusus atas hidup kita karena kita takut salah jalan, dan akhirnya kita harus menuai malapetaka dan bencana yang harus kita terima, akibat salah ambil keputusan. Bukankah persoalan mengetahui kehendak Tuhan memang sering kali dibicarakan dalam konteks menikah dengan siapa, bekerja di mana, studi jurusan apa, tinggal di kota apa, dan sebagainya? Pergumulan itu sering kali berpusat pada keinginan kita untuk hidup bahagia dengan risiko hidup yang sekecil mungkin, dan bukan oleh karena nama-Nya. Karena itu, pimpinan dan kehendak Tuhan itu sering kali masih kabur dan tidak jelas karena Tuhan senantiasa menunggu dan ingin membentuk kita menjadi seseorang yang bergumul untuk menaati pimpinan-Nya, semata-mata karena nama-Nya (kebahagiaan akan diberikan sebagai akibat dan bukan sebagai sesuatu yang kita kejar sebagai tujuan hidup).

Kita harus belajar untuk bergumul mengetahui kehendak dan pimpinan Tuhan secara khusus atas hidup kita karena hidup kita adalah milik Tuhan, dan hanya Tuhanlah yang sanggup memberikan kepada kita kepenuhan hidup yang sesungguhnya. Kita bahkan tidak mampu membahagiakan diri kita sendiri. Mereka yang mengarahkan hidupnya untuk Tuhan, menyerahkan diri sepenuhnya bagi Tuhan, akan menyaksikan dalam pengalaman yang hidup bahwa Tuhan adalah gembalanya, yang menuntunnya di jalan yang benar. Berbahagialah mereka yang gembalanya adalah Tuhan karena mereka tidak akan kekurangan ketenangan dan peristirahatan, kesegaran jiwa, dan pimpinan Tuhan. Kiranya Ia mengaruniakan kehidupan yang sedemikian dalam diri kita semua.

Mazmur 23:4-6

4 Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.

5 Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.

6 Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya" (Mazmur 23:4a). Kekayaan hidup Daud diwarnai dengan saat-saat berjalan dalam lembah kekelaman. Dataran rendah adalah tempat di mana domba-domba menghabiskan waktunya pada musim dingin. Lembah-lembah ini, sekalipun kaya dengan padang rumput dan air, merupakan tempat yang berbahaya. Binatang buas mengintai dan siap menerkam jika domba tidak dilindungi. Demikian pula sinar matahari tidak bersinar dengan cemerlang ke bagian lembah ini sehingga lembah ini dapat disebut juga lembah bayang-bayang maut. Saat-saat bahaya tidak dapat kita hindarkan dalam hidup kita. Akan tetapi, sama dengan saat-saat padang rumput dan air yang tenang, di sini pun Tuhan kita hadir dan beserta dengan kita.

Banyak komentator yang menyoroti pergantian kata ganti ketiga (Ia) menjadi kata ganti kedua (Engkau) pada ayat ini. Sering kali, justru pada saat-saat bahaya dan sulit, relasi kita dengan Tuhan menjadi begitu bersifat khusus dan pribadi. Sebaliknya, kita dapat juga belajar bahwa pada saat-saat bahaya, sesungguhnya hubungan saya dengan Tuhanlah yang paling penting (bahkan lebih penting daripada hubungan saya dengan jalan keluar permasalahan). Namun, kita juga ingin menyoroti penggunaan kata ganti ketiga yang tidak kalah menarik dengan perubahan kata ganti kedua ini. Kata ganti ketiga ini tidak berarti hubungan dengan Tuhan sebagai orang atau pribadi ketiga, melainkan merupakan sebuah kesaksian hidup (testimonia) bagi sesama manusia. Sering kali, mazmur ditulis dengan alur balik yang menceritakan pergumulan hidup yang dialami sebelumnya. Demikianlah pengalaman lembah kekelaman ini mendorong Daud menyaksikan imannya pada Mazmur 23:1-3. Kehidupan Kristen yang utuh adalah kehidupan yang mengenal Tuhan dalam relasi orang kedua (bukan hanya mendengar kata orang) dan juga menyaksikan Dia kepada orang-orang yang kita jumpai.

"Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku" (Mazmur 23:4b). Kita tidak takut bahaya, takkan kekurangan keamanan, perlindungan serta penghiburan Tuhan. Dengan gada dan tongkat, Gembala itu memimpin serta memerintah kehidupan domba-domba-Nya. Dengan itu, Ia memukul dan mengusir musuh-musuh yang berbahaya, dan dengan itu pula, seperti dikatakan oleh Spurgeon, Ia mengoreksi jalan yang salah dari domba-domba-Nya. Di sini, ada kerendahan hati dari pemazmur yang menyadari bahwa jalan kita tidak selalu sejalan dengan Gembala kita. Percaya bahwa Tuhan sanggup dan ingin senantiasa mengoreksi perjalanan hidup kita adalah penghiburan yang besar.

"Engkau menyediakan (prepare) hidangan bagiku, di hadapan lawanku" (Mazmur 23:5a). Seorang gembala yang baik akan mempersiapkan terlebih dahulu sebelum domba-dombanya dibawa ke dataran tinggi untuk makan. Ia akan menyingkirkan bahaya-bahaya yang ada di sekitarnya, seperti mencabut tanaman-tanaman yang beracun dan mengusir pemangsa-pemangsa liar. Demikian pula pada zaman kuno, para gembala menggunakan campuran minyak untuk melindungi domba-dombanya dari serangga, selain untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diakibatkan karena infeksi. Kita takkan kekurangan pemeliharaan Tuhan, yang senantiasa setia menyediakan dan mempersiapkan apa yang sungguh-sungguh kita perlukan.

Mazmur 23

Pemenuhan kebutuhan ini dikaitkan dengan pengurapan minyak, yang dalam bahasa Alkitab melambangkan sukacita, sukacita yang penuh melimpah. Perhatikanlah kata "penuh melimpah". Inilah yang banyak disoroti dalam tulisan orang-orang Kristen yang saleh karena memang merupakan ciri khas kehidupan Kristen yang sesungguhnya. Bukan sekadar sukacita yang biasa-biasa saja, melainkan sukacita dalam segala kepenuhan dan kelimpahan. Kehidupan Kristen yang diberkati adalah kehidupan yang meluber keluar (overflow) karena kepenuhan Kristus. Hidup Kristen bukanlah suatu kehidupan yang diusahakan dengan susah payah, sampai akhirnya suatu saat orang tersebut akan burned out, putus asa, pesimis, dan depresi karena tidak mencapai target yang ditetapkan sendiri. Tidak demikian, melainkan satu kehidupan yang mengalirkan sukacita dan berkat Tuhan yang memancar memenuhi kehidupan orang lain.

"Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku" (Mazmur 23:6a). Allah yang kita percaya adalah Allah yang positif, Allah kebaikan dan kemurahan hati (God of goodness and of mercy). Kebaikan dan kemurahan dialami oleh Daud, baik pada saat pengalaman rohani yang puncak maupun dalam lembah kekelaman. Itu tidak menjadikan Daud menjadi seseorang yang penuh dengan kepahitan dan kekecewaan, melainkan membentuk dia menjadi orang percaya yang mempunyai gambaran yang begitu indah akan Allahnya. Begitu banyak orang mempertanyakan kebaikan Allah setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Namun, barangsiapa tetap percaya akan penyertaan Tuhan dalam setiap momen hidupnya akan mampu mengatakan bersama dengan Daud bahwa sesungguhnya Ia Mahabaik dan Mahamurah.

"Dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa" (Mazmur 23:6b). Tuhan sudah menyediakan tempat tinggal kekal bagi mereka yang percaya dalam nama-Nya. Ini menjadi keyakinan pemazmur sekaligus mengarahkan mata hatinya untuk senantiasa memandang ke depan karena ia tahu pada akhirnya adalah tinggal bersama dengan Tuhan selama-lamanya; suatu keyakinan iman yang sanggup membawa siapa saja untuk mengarungi kehidupan yang sementara ini. Kekuatan harapan mendorong kita untuk terus berjalan dan berkarya sebagai seorang musafir yang terus berkelana di dunia ini. Salah satu musik yang terindah dari Mazmur 23 ini ditulis oleh Franz Schubert, seorang komponis zaman Romantik, yang mengakhiri lagu ini dengan melodi kromatik pada suara sopran 2 pada kata Ewigen Haus (rumah yang kekal). Melodi ini mengekspresikan perasaan kerinduan yang dalam (yearning quality) sekaligus gerakan menuju kepada kekekalan, ditutup dengan akord tonika dasar (bukan major 7th) karena harapan itu begitu pasti dan kokoh, tidak terguncangkan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita kehidupan yang sedemikian!

Audio: Mazmur 23

Sumber: 

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Ajarlah Kami Bergumul
Judul bab: Mazmur 23
Penulis : Billy Kristanto
Penerbit : Momentum, Surabaya 2010
Halaman : 96 -- 106

Publikasi e-Doa: Melengkapi Pendoa Kristen

Apakah Anda seorang pendoa? Anda membutuhkan sumber-sumber bahan untuk melengkapi pelayanan doa Anda?

Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > menerbitkan Publikasi e-Doa < http://sabda.org/publikasi/e-doa/arsip/ > untuk memperlengkapi pelayanan doa Anda. Dapatkan berbagai renungan, artikel, kesaksian, dan inspirasi dari tokoh-tokoh pendoa dalam e-Doa. Publikasi e-Doa rindu untuk memperkaya pendoa Kristen Indonesia dalam kehidupan rohani, memberikan memberikan inspirasi, dan penguatan iman. selengkapnya...»

Himne Dalam Gereja Perjanjian Baru (2)

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya. Setelah kita memahami bahwa gereja PB melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman pascapembuangan, pada artikel bagian dua ini kita akan melihat bersama sisi keindahan kitab Wahyu yang penuh dengan nyanyian kidung pujian, yang juga sarat dengan nuansa kidung kemenangan. Pada akhir artikel ini, terdapat kesimpulan dari artikel bagian satu dan dua. Mari kita simak lanjutan artikel ini. Soli Deo Gloria!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
http://reformed.sabda.org

Edisi: 
edisi 162/Maret 2015
Isi: 

Kitab Wahyu

Dalam Wahyu pun bertebaran kidung puji-pujian yang diunjukkan bagi Kristus Pemenang. Wahyu dapat dipahami sebagai Kitab Konflik, Kitab Kemenangan, tetapi lebih dari itu Kitab Perayaan. Kitab ini merayakan kemenangan Kristus, dengan puji-pujian yang berpusatkan Kristus sebagai klimaks karya Allah. Wahyu merekam banyak sekali nyanyian ibadah jemaat yang bernuansa kidung kemenangan (mis. 5:9-10; 11:17-18; 12:10-12; 15:3-4; 19:6-8). Perhatikan Wahyu 4:8,

"Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah,
Yang Mahakuasa, yang sudah ada
dan yang ada
dan yang akan datang."

Kata "kudus" yang diulang tiga kali menyatakan penegasan. Dalam ilmu tafsir, pengulangan kata menunjukkan penekanan, maka pengulangan kata "kudus" hingga tiga kali menyatakan penekanan yang lebih lagi. Para ahli menyatakan bahwa Sanctus merupakan teks liturgis tertua yang dimiliki oleh gereja. Tak dapat diragukan, teks ini diambil dari Yesaya 6:3. Kekudusan Tuhan menarik garis antara Allah sebagai The Wholly Other, "Ia yang Sama Sekali Lain," dari ciptaan, dan Allah akan bersegera dalam menjalankan penghakiman-Nya. Allah disebut sebagai "Yang Mahakuasa" (ho pantokrator -- gelar teknis favorit penulis Wahyu bagi Allah), berarti Ia yang memiliki kuasa dan pemerintahan atas segala ciptaan. Yang "sudah ada, ada, dan akan datang" (bdk. Wahyu 1:8) menegaskan kekekalan dan kedaulatan mutlak Allah -- bahwa Allah saja yang mengendalikan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Menurut Robert H. Mounce, ketiga penunjuk waktu ini merentangkan pemahaman mengenai penyataan nama "Yahweh" dalam Keluaran 3:14, "AKU ADALAH AKU."

Wahyu 5:9-10,

Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya:
"Engkau layak menerima gulungan kitab itu
dan membuka meterai-meterainya;
karena Engkau telah disembelih
dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka
bagi Allah dari tiap-tiap suku
dan bahasa
dan kaum
dan bangsa.
Dan Engkau telah membuat mereka
menjadi suatu kerajaan,
dan menjadi imam-imam bagi Allah kita,
dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi."

Ide "nyanyian baru" untuk merayakan kedaulatan dan betapa layaknya Allah sering muncul dalam Mazmur, di mana frasa itu mengungkapkan ibadah baru yang diilhami oleh kemurahan atau rahmat Allah. Dalam Yesaya 42:10, "nyanyian baru" berhubungan dengan eskatologi dan penyataan "hamba TUHAN" dan "sesuatu yang baru". Dalam Wahyu 14:3, "nyanyian baru" dihubungkan dengan kehadiran kerajaan akhir, dan di sini nyanyian yang baru merayakan fondasi kerajaan tersebut telah diletakkan, yaitu pengurbanan Sang Anak Domba Allah. Penggunaan kainos, "baru" di sini, dan bukan neos, "baru" -- kata terakhir tidak dipakai dalam Wahyu -- menegaskan sifat kualitatifnya, bukan perihal baru secara temporal, jenis atau gaya baru yang tidak kuno. Sifat kualitatif juga dipakai untuk "Yerusalem baru" serta "langit baru dan bumi baru"; sehingga nyanyian baru tersebut merupakan berita antisipatif akan zaman yang baru, yang akan segera datang itu, pemerintahan Kristus di dalam Kerajaan-Nya yang sempurna. Komposisi nyanyian ini adalah: (1) pernyataan betapa layaknya Sang Anak Domba, 5:9a; (2) karya keselamatan Sang Anak Domba, 5:9b; dan (3) efek bagi para pengikut Sang Anak Domba, 5:10.

Melihat keindahan kitab Wahyu yang penuh kidung pujian, maka tak berlebihan bila John Stott menyebut kitab ini sebagai sebuah sursum corda, "Angkatlah hatimu!" -- suatu seruan agar gereja bersorak-sorai oleh karena mahadaya karya Allah di dalam dan melalui Sang Mesias.

Kesimpulan

Pertama, isi berita nyanyian jemaat di PB merupakan gema crescendo dari nyanyian PL. Pusat pemberitaan nyanyian umat Allah adalah karya Allah yang mahadahsyat. Gereja memahami jati dirinya sebagai pewaris perjanjian Allah, yang sama dengan para leluhur iman di PL, dan karena itu, apa yang dinyatakan PB harus dilihat dalam kacamata teologi perjanjian. PB tidak akan pernah ada tanpa PL. PB juga tak dapat berdiri independen tanpa PL. Karena itu, warta yang terkandung dalam nyanyian-nyanyian jemaat di PB, sesungguhnya merupakan karya Allah yang sudah dinyatakan dalam PL, yang kini mencapai klimaksnya dalam Mesias Yesus dan Roh Kudus yang dicurahkan oleh Bapa serta Sang Mesias. Perhatikan Kolose 1:15-20,

15. Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan,
yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,
16. karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu,
yang ada di sorga dan yang ada di bumi,
yang kelihatan dan yang tidak kelihatan,
baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa;
segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
17. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu,
dan segala sesuatu ada di dalam Dia.
18. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat.
Ialah yang sulung,
yang pertama bangkit dari antara orang mati,
sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.
19. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,
20. dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya,
baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga,
sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

Kedua, nyanyian jemaat merupakan suatu dialog, semacam percakapan; subjek dan objek pembicaraan dalam nyanyian jemaat tidak selalu sama. Suatu kali, Allah sebagai subjek berbicara kepada manusia. Di kali lain, manusia kepada Allah. Lain kali lagi, manusia kepada manusia tentang Allah. Dan, pada kesempatan lain, manusia berbicara kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu, nyanyian jemaat tidak dibuat dalam bentuk-bentuk esoteris-ekstatis--bahasa-bahasa rahasia yang sulit dipahami, tetapi memakai bahasa yang menjadi alat komunikasi jemaat.

Ketiga, nyanyian jemaat memiliki pola atau patron yang khas. Dalam puisi Ibrani dikenal adanya sajak, paralelisme, dan majas. Puisi disajikan dalam baris baru, teratur dan terikat (tidak bebas), sangat memprioritaskan keselarasan bunyi bahasa, baik berupa kesepadanan bunyi, kekontrasan, maupun kesamaan. Ma Hopper menegaskan mengenai himne di PB, "These texts are set apart by the formal poetic structure and their ardor of enthusiasm". Nyanyian jemaat, dengan demikian, merupakan karya susastra bermutu tinggi dan dikerjakan dengan sangat serius serta melibatkan aspek intelektual. Inilah bukti bahwa Allah berkehendak agar umat mengasihi-Nya dengan segenap keberadaan mereka (lih. Ulangan 6:5; bdk. Markus 12:30 dan ayat-ayat paralelnya), dan adanya aturan untuk beribadah bagi umat Allah (Mazmur 122:4) sehingga segala sesuatu berlangsung dengan tertib, sopan, dan teratur (1 Korintus 14:33, 40).

Keempat, terdapat ruang yang cukup luas untuk berkreasi. Gubahan-gubahan kidung baru bertebaran di PB. Contohnya, Carmen Christi, "Kidung Kristus" dalam Filipi 2:6-11,

6. [Kristus] yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan,
7. melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba,
dan menjadi sama dengan manusia.
8. Dan dalam keadaan sebagai manusia,
Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib.
9. Itulah sebabnya Allah
sangat meninggikan Dia
dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
10. supaya dalam nama Yesus
bertekuk lutut
segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi
dan yang ada di bawah bumi,
11. dan segala lidah mengaku:
"Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Ada semacam deviasi dari kaidah standar puisi Ibrani dalam kidung di atas: tidak ada paralelisme antarbaris, dalam aturan syair, panjangnya serta suku-suku kata yang diberi tekanan. Dapat kita simpulkan, meski Allah menghendaki adanya ketertiban dengan adanya aturan dan patron yang jelas, Allah juga memberikan kemerdekaan dalam ibadah. Patron dan kemerdekaan adalah karakteristik ibadah Kristen yang dipertahankan dalam gereja-gereja Reformasi. Demikian pula seharusnya dalam puji-pujian jemaat.

Sumber: 

Diambil dan disunting dari:

Judul jurnal: Jurnal "Veritas" Volume 8 Nomor 2 (Oktober 2007)
Penulis artikel: Nindyo Sasongko
Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara
Halaman : 207 -- 215

Kumpulan Bahan Paskah dari YLSA

Kunjungilah situs Paskah Indonesia! Situs Paskah Indonesia berisi bahan-bahan seputar Paskah seperti: Artikel, Drama, Puisi, Kesaksian, Buku, Humor, Tips Paskah, Lagu Paskah, dll.. Anda juga bisa memberikan bahan-bahan Paskah karya Anda di situs ini dan membagikannya kepada orang lain. Jika waktu Anda terbatas dan Anda membutuhkan referensi tepercaya seputar bahan Paskah, jangan khawatir, situs Paskah.co akan menolong Anda. Situs ini berisi berbagai sumber bahan Paskah yang sudah diseleksi dan berkualitas. selengkapnya...»

Himne Dalam Gereja Perjanjian Baru (1)

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Pujian kepada Allah adalah bagian dari kehidupan Kristen sejati. Hidup Kristen adalah hidup yang memuji Allah sampai selama-lamanya. Kali ini, artikel e-Reformed diambil dari Veritas, Journal Teologi dan Pelayanan. Artikel ini akan membawa kita untuk mengetahui tradisi pujian yang berkembang pada gereja Perjanjian Baru, yang hari ini kita kenal sebagai himne. Gereja dalam Perjanjian Baru sebenarnya mewarisi tradisi memuji Allah dari Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman pascapembuangan dengan karakter dan ciri khas yang sama, yaitu lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa, dan bermazmur.

Namun, dalam perkembangannya, Rasul Paulus menyebutkan dalam Efesus 5:19 bahwa ada tiga jenis nyanyian umat pada masa itu: mazmur (psalmos), himne (hymnos), dan nyanyian rohani (ode) yang berkembang dalam gereja Perjanjian Baru. Tentu hal ini membuat kita semakin penasaran karena gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja, gereja Perjanjian Baru memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi Perjanjian Lama dan menggubahnya menjadi komposisi nyanyian Kristen. Hingga hari ini, keberadaan himne tetap dipertahankan sebagai bagian dari warisan berharga gereja. Selamat membaca, kiranya artikel ini menjadi berkat bagi diri dan pelayanan Anda. Soli Deo Gloria.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub
< ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
Edisi 161/Februari 2015
Isi: 

Marilah kita mengamati tempat himne dalam gereja Perjanjian Baru (PB). Bila kita amati, gereja PB melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman pascapembuangan.

Prioritas Mazmur

Dalam Alkitab Ibrani, kitab kidung Mazmur tidak hanya berisi lagu-lagu religius, tetapi juga lagu-lagu lain yang mempunyai latar belakang dalam lagu sekuler dan populer pada zaman itu, seperti lagu-lagu untuk bekerja, gita cinta, dan gita pernikahan. Kebanyakan adalah lagu pujian, ucapan syukur, doa, dan pertobatan. Juga dapat ditemukan nyanyian (Yunani ode) bersejarah yang berhubungan dengan peristiwa besar di negara Israel, misalnya Mazmur 30 "untuk penahbisan Bait Suci", dan Mazmur 137, yang memotret penderitaan orang-orang Yahudi di pembuangan. Mazmur sendiri merupakan bagian penting dalam ibadah di Bait Suci; kitab kidung Mazmur menjadi buku kidung liturgis standar ibadah umat Allah.

Himne dalam Gereja Perdana

Gereja sebenarnya mewarisi harta karun di dalam Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) yang memuji Allah dengan: (1) menyanyikan lagu-lagu bernada sederhana dan beritme ajek, (2) nyanyian jemaat dengan pengulangan bercorak antifonal dan responsori (mazmur), (3) melodi-melodi yang diolah untuk satu kata (misalnya Alleluia). Dalam sinagoge Yahudi, gaya membaca dengan lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa, dan bermazmur.

Dari survei di atas, terlihat dengan jelas peran penting nyanyian jemaat dalam gereja PB. Mazmur tetap dipertahankan. Bahkan, Hughes Oliphant Old, teolog reformed sekaligus pakar liturgi Protestan, mengatakan bahwa Mazmur merupakan pusat puji-pujian gereja PB. Bentuk ini juga yang melahirkan "mazmur-mazmur PB", seperti Magnificat atau Nyanyian Maria (Luk. 1:46-55), Benedictus atau Nyanyian Zakharia (Luk. 1:68-79) serta Nunc Dimittis atau Nyanyian Simeon (Luk. 2:29-32).

Mazmur-mazmur PB ini ditulis dalam genre (jenis sastra) mazmur ucapan syukur (lih. Mzm. 100). Dari sudut pandang teologi perjanjian, ada indikasi yang kuat bahwa mazmur PB merupakan pemenuhan mazmur PL. Umat Ibrani mengucap syukur karena Allah memerintah umat dan alam semesta. Sekarang, Mesias Yesus memerintah segala sesuatu. Karena itu, bukanlah suatu konsep asing bila umat perjanjian baru menaikkan syukur atas pemerintahan Allah. Sementara itu, komposisi-komposisi baru kidung puji-pujian (himne) berkembang pula dengan pesatnya. Ada jenis nyanyian kuno lain lagi dalam PB, yakni lirik-lirik pendek yang didendangkan seperti "Amin" (Amen), "Alleluia", dan "Kudus, kudus, kudus" (Sanctus).

Surat-Surat Rasul Paulus

Rasul Paulus menyebut tiga jenis nyanyian umat: mazmur (psalmos), himne (hymnos), dan nyanyian rohani (ode). Ia menasihati jemaat dalam Efesus 5:19, "dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyilah dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati." Demikian juga dalam Kolose 3:16, "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu."

Menyanyikan mazmur merupakan kebiasaan yang diwarisi dari ibadah di sinagoge, dan kita dapat berasumsi bahwa "mazmur" kristiani mengikuti gaya berkidung Yahudi. Istilah "himne" sangat mungkin mengacu pada teks-teks yang digubah dalam bentuk puisi, bisa jadi mengikuti model mazmur, hanya kini ditujukan untuk memuji Kristus. "Nyanyian" merujuk pada lagu yang lebih spontan, keluar dari hati yang meluap, bergaya kontemporer, dan dinyanyikan secara melismatic (dinyanyikan hanya dalam 1 nada) dan kemungkinan cikal bakal nyanyian Alleluia. Ada dugaan bahwa nyanyian ini mirip dengan yang ditemukan dalam kelompok mistik Yahudi, yakni doa yang dinyanyikan secara ekstatis, atau dendangan tanpa kata-kata. Namun, hal yang baru saja dikemukakan ini tidak dapat dijadikan norma bagi istilah "nyanyian".

"Mazmur" (psalmos) diturunkan dari kata psallo yang artinya "memetik atau memainkan (instrumen berdawai)", maka berarti "suatu nyanyian yang dilantunkan dengan alat musik berdawai". Penemuan Gulungan Laut Mati 1QH dan 11QPsa, dan kitab Mazmur Salomo memberikan titik terang kepada kita bahwa tradisi Yahudi pada abad I S.M., telah mempraktikkan nyanyian-nyanyian mazmur gaya baru untuk digunakan dalam ibadah di sinagoge, dan hal ini berlanjut hingga periode PB. Gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja. Gereja memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi PL dan menggubahnya menjadi komposisi nyanyian Kristen. Lebih kurang berpadanan dengan mazmur, yaitu "kidung pujian" (hymnos) merujuk pada kidung yang biasanya ditujukan bagi dewata atau para pahlawan dalam dunia Greko-Romawi. Di Kisah Para Rasul 16:25, Paulus dan Silas menyanyikan hymnos di dalam penjara. Di Ibrani 2:12, penulis mengutip Mazmur 22:23, di mana pemazmur memuji Allah di tengah-tengah jemaat. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa hymnos merupakan "nyanyian untuk memuji-muji Allah." J. B. Lightfoot pernah mengatakan bahwa mazmur adalah nyanyian yang digubah langsung dari Alkitab, sedangkan himne adalah karangan yang khas dari gereja Kristen; tetapi pandangan ini belumlah final. Dari penyelidikannya, James D. G. Dunn akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang Kristen perdana juga memakai himne-himne yang diambil dari luar Alkitab, dan hal ini tidak diperdebatkan hingga abad III M.

Kata ketiga, ode dipakai sebagai lagu penguburan jenazah dalam suatu tragedi, tetapi lebih sering mengacu pada nyanyian sukacita atau sekadar nyanyian saja. Di PB, ode dipakai pula dalam Wahyu 5:9; 14:3; 15:3. Kata sifat yang menyertainya, "rohani", merupakan suatu lagu yang dilantunkan oleh ilham langsung dari Roh Kudus (dalam Efesus 5:19, menyanyi berhubungan dengan kepenuhan Roh Kudus). Apakah ini merujuk pada glossolalia, ricauan ekstatis non-gramatik? (Red. kata-kata diluar bahasa yang bisa dimengerti, keluar secara emosional dan tidak bertata bahasa) Sangat sulit menyimpulkan demikian karena kata ini berada dalam konteks pengajaran dan kehidupan berjemaat yang saling menasihati; mungkinkah berkata-kata satu sama lain dalam bahasa-bahasa yang tidak dimengerti? Akan tetapi, yang jelas yakni adanya unsur spontanitas dari dalam hati. Menurut N. T. Wright, ketiga istilah yang dipakai di ayat ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya nyanyian-nyanyian Kristen, dan kiranya tidak dipersempit menjadi satu jenis saja atau dibatasi hanya untuk keperluan ibadah mingguan. "Pada akhirnya, kita mengerti bahwa gereja Paulin (berdasarkan tradisi Paulus) memandang penting puji-pujian kepada Allah."

Hal di atas semakin dapat kita pahami dengan jelas apabila memperhatikan parafrase Efesus 5:19,

"dengan berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur-mazmur, himne dan nyanyian-nyanyian yang diinspirasikan Roh, dengan menyanyikan nyanyian-nyanyian dan memainkan alat musik dengan segenap hatimu kepada Tuhan."

Tiap-tiap klausa memiliki fokus perhatian yang spesifik: Pertama, klausa pertama berdimensi horisontal dengan titik berat pada hubungan antarjemaat, sangat mungkin dalam ibadah formal tetapi bisa dalam kesempatan lain pula. Di Efesus, kata yang lebih umum dipakai, "berkata-kata", sedangkan di Kolose kata khusus "mengajar dan menegur". Dalam hal ini, rasul memaksudkan hal yang sama, yaitu adanya pengajaran, penguatan iman, dan penghiburan dengan cara beragam nyanyian yang diilhamkan Roh. Ragam nyanyian itu disebut "rohani" tidak semata-mata berciri spontan atau ekstatis (mengalami ekstase); fokus utamanya adalah Sumber inspirasi nyanyian itu -- Roh Kudus. Fakta bahwa seorang jemaat berkata-kata kepada yang lain mengungkapkan bahwa rasul menghendaki adanya komunikasi ibadah yang dapat dimengerti -- bukan meditasi, ucapan yang tidak dapat dimengerti atau glossolalia.

Kedua, klausa kedua berdimensi vertikal dengan titik berat pada menyanyi dengan seluruh keberadaan kepada Tuhan. "Hati" merujuk kepada totalitas kehidupan seorang Kristen. Maka, pujian seharusnya dipersembahkan dari dalam hati kepada Tuhan yang satu itu, yakni Yesus Kristus. Fokus nyanyian rohani adalah Yesus sebagai Tuhan, Sang Putra yang telah mewujudnyatakan pengharapan eskatologis.

Ketiga, keduanya bukan dua aktivitas yang berbeda. Berkata-kata dengan mazmur, kidung pujian, dan nyanyian mengingatkan jemaat yang lain kepada Allah yang berkarya di dalam Tuhan Yesus Kristus, tetapi sekaligus, pada momentum yang sama, jemaat menaikkan pujian kepada Tuhan Yesus "dengan seluruh keberadaannya". Jadi, dengan menyanyi dan memainkan musik, tiap-tiap jemaat diajar dan diteguhkan imannya dan pujian dipersembahkan kepada Tuhan Yesus. Satu nyanyian memiliki dua fungsi dan tujuan sekaligus!

Sumber: 

Diambil dan disunting dari:

Judul jurnal: Jurnal "Veritas" Volume 8 Nomor 2 (Oktober 2007)
Penulis artikel: Nindyo Sasongko
Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara
Halaman : 207 -- 215

Allah Tidak Berubah

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Selamat melangkah di tahun baru 2015. Suatu kesempatan yang indah untuk menikmati awal tahun baru ini bersama dengan Tuhan. Bulan ini menjadi titik awal dimulainya karya Allah dalam hidup kita sepanjang tahun 2015. Jika sejak awal Allah telah memelihara kita, untuk seterusnya kita pun boleh meyakini bahwa Ia akan memelihara, terutama karena sifat Allah yang terus sama dan akan tetap sama sepanjang masa. Allah yang telah menjelajah waktu, masa, dan sejarah, dari zaman Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, akan terus berkuasa atas segalanya selamanya.

Artikel ini adalah cuplikan dari buku "Christian are Forever", yang ditulis oleh John Owen. Dalam artikel pendek ini, penulis memaparkan satu hal penting, yaitu tentang sifat Allah yang tidak berubah dalam kekekalan natur-Nya, kebesaran kuasa-Nya, dan hikmat-Nya yang tidak terbatas. Sebagai umat yang dipilih Allah, sifat Allah ini merupakan anugerah terbesar di sepanjang sejarah manusia karena dengan sifat Allah ini, kita dapat menaruh iman bahwa Allah akan menjadi Allah bagi umat pilihan-Nya sepanjang masa. Kiranya artikel ini menolong kita untuk semakin beriman kepada Allah dalam menghadapi hari-hari ke depan di tahun 2015 ini.

Tak lupa, segenap Redaksi e-Reformed mengucapkan, "Selamat tahun baru 2015". Mari kita memulai tahun ini dengan kerinduan yang besar untuk giat bertumbuh di dalam Kristus dan berbagi hidup. Soli Deo Gloria.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Ayub < ayub(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
Edisi 160/Januari 2015
Isi: 
Allah Tidak Berubah

Allah Tidak Berubah

Allah tidak berubah

Allah menampakkan ketidakberubahan kasih-Nya kepada umat-Nya melalui lima hal yang tidak dapat diubah-Nya, yaitu:

  1. Natur-Nya
  2. Rancangan-Nya.
  3. Covenant-Nya
  4. Janji-Nya
  5. Sumpah-Nya

Ketekunan orang-orang kudus berlandaskan pada masing-masing poin ini. Namun, pada artikel ini, kita hanya akan membahas poin pertama, yaitu sifat ketidakberubahan Allah.

Dalam Maleakhi 3:6, Tuhan berkata, "Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, ...." Kemudian, sebagai konsekuensinya, Ia melanjutkannya dengan berkata, "... dan kamu, bani (keturunan) Yakub, tidak akan lenyap." Siapakah keturunan Yakub yang Allah maksudkan? Mereka tentu saja bukan seluruh keturunan Yakub secara fisik, melainkan mereka yang mempunyai iman seperti Yakub. Sebagaimana yang dikatakan Paulus, "... Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel" (Roma 9:6). Di antara mereka yang membanggakan diri sebagai keturunan Abraham, terdapat orang-orang yang terancam oleh penghakiman Allah, dan penghakiman itu akan segera terjadi oleh karena pola hidup mereka yang jahat (Maleakhi 3:5). Kristus diutus "... untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara ...." (Yesaya 49:6). Anak-anak Yakub sejati adalah mereka yang telah dilahirbarukan "... bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah" (Yohanes 1:13). Allah tidak akan pernah berubah pikiran tentang anugerah panggilan-Nya. Paulus berkata dalam Roma 11:29, "Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia (anugerah) dan panggilan-Nya."

Keturunan Yakub sejati adalah mereka yang memiliki iman seperti yang dimiliki Yakub. Mereka inilah Israel baru pilihan Allah. Allah telah memasuki suatu covenant yang baru dengan mereka, untuk menggantikan covenant sebelumnya yang telah diingkari oleh nenek moyang mereka (Yeremia 31:31-34; Yehezkiel 36:24-28; Ibrani 8:8-12). Mereka yang menikmati manfaat dari covenant yang baru ini sebenarnya tidak layak mendapatkannya. Bagaimanakah keadaan rohani orang-orang itu ketika Allah memanggil mereka? Mereka dalam keadaan mati, diliputi kegelapan, dipenuhi kebodohan, dan keterpisahan dari Allah. Tidak ada suatu pun alasan pada mereka yang menyebabkan Allah harus menunjukkan anugerah-Nya kepada mereka. Pengudusan dan pembenaran hanya berasal dari Allah semata.

Salah satu penghiburan yang terbesar dari Tuhan bagi umat-Nya adalah bahwa mereka selamanya tidak akan pernah terpisahkan dari-Nya. Dalam Yesaya 40:27-31, Israel menyatakan ketakutan bahwa mereka akan terpisah dari Allah. Bagaimanakah Allah menjawab mereka? Ia bertanya kepada mereka, "Apakah mereka benar-benar telah mengerti sifat sejati Allah mereka?" Ia mengingatkan mereka akan kekekalan natur-Nya, kebesaran kuasa-Nya, ketidakberubahan-Nya, dan hikmat-Nya yang tidak terbatas. Inilah yang Allah kerjakan untuk orang-orang yang meletakkan pengharapannya pada Tuhan. Ia akan mengaruniakan kekuatan baru; mereka bagaikan rajawali yang terbang tinggi dengan kekuatan sayapnya; mereka akan berlari tanpa menjadi lesu, dan mereka akan berjalan tanpa lelah. Sebagai jawaban atas rasa takut yang dialami umat-Nya, Allah berkata, "Yakub, hamba-Ku, janganlah takut. Aku telah memilih engkau sejak kekekalan. Engkau merasa dirimu tandus, tidak berguna, kering, dan layu. Aku akan mengubah semuanya dengan memberikan Roh-Ku kepadamu. Kau akan mengerti bahwa engkau adalah milik-Ku dan Aku adalah Tuhan dan Rajamu, Penebusmu, sejak kekekalan." Sama sekali bukanlah suatu kesombongan jika kita percaya bahwa Allah bersungguh-sungguh dengan perkataan-Nya, bahwa Ia menjamin kita dengan kasih-Nya yang abadi bagi kita berdasarkan ketidakberubahan-Nya.

Keturunan Yakub sejati adalah mereka yang memiliki iman seperti yang dimiliki Yakub. Mereka inilah Israel baru pilihan Allah.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Kita harus membedakan antara pertolongan Allah bagi suatu bangsa, seperti bangsa Yahudi, dan tindakan-tindakan anugerah penyelamatan-Nya bagi masing-masing orang. Allah memperlakukan rakyat bangsa-Nya, bangsa Yahudi, dengan berkat dan hukuman lahiriah yang membedakan mereka dari bangsa lainnya. Ketaatan mereka sebagai sebuah bangsa kepada Allah memengaruhi perlakuan Allah terhadap mereka. Karena itu, pada suatu waktu, Ia meruntuhkan apa yang telah dibangun-Nya. Pada waktu lain, Ia mendirikan kembali apa yang telah diruntuhkan-Nya. Meskipun demikian, perubahan-perubahan yang dilakukan-Nya terhadap bangsa pilihan-Nya tersebut tetap memenuhi seluruh rancangan-Nya yang tidak berubah bagi bangsa-Nya.

Kita dapat meyakini hal tersebut karena natur Allah itu tidak berubah, Ia tidak akan pernah meninggalkan mereka yang telah diterima-Nya secara cuma-cuma dalam Kristus. Orang-orang yang telah diterima itu tidak pernah menjadi orang-orang murtad yang tidak bertobat.

Audio: Allah Tidak Berubah

Sumber: 

Diambil dan disesuaikan dari:

Judul asli buku: Christian Are Forever
Judul buku terjemahan : Jaminan Keselamatan Kristen
Judul bab : Allah Tidak Berubah
Penulis : John Owen
Penerjemah : Yvonne Potalangi
Penerbit : Momentum, Surabaya 2005
Halaman : 9 -- 11

Juru Selamat: Yesus Kristus

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Akhir tahun sering menjadi momen untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka menyambut hari Natal. Namun, akan sangat salah sekali jika Natal hanya dimengerti sebagai hari besar umat Kristen yang dirayakan dengan semangat dan kemeriahan. Natal seharusnya dirayakan orang Kristen sebagai bagian dari rencana Allah yang agung bagi umat manusia. Ia merencanakan kedatangan Kristus dalam rupa manusia sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Di antara ratusan jutaan, bahkan miliaran manusia yang lahir, bagaimana manusia tahu bahwa satu dari mereka adalah Tuhan Yesus yang dijanjikan Allah? Allah memberi tanda bahwa Anak itu akan lahir dari seorang perawan. Bukankah hal ini merupakan suatu hal yang mustahil? Bagaimana hal ini dipahami oleh rasio kita? Bagaimana kita mengerti fakta bahwa Anak inilah yang akan menyertai kita sampai selama-lamanya?

Artikel yang e-Reformed sajikan bulan Desember ini mengulas dua hal yang penting tentang kedatangan Kristus sebagai Manusia: Pertama, benih yang dijanjikan, kedaulatan Allah bekerja dalam proses biologis kelahiran Kristus melalui rahim Maria yang melampaui dalil genetika manusia. Kedua, kehadiran-Nya dalam sejarah, yang diutus menjadi Juru Selamat, sebagai Injil sejati dan Sang Allah imanen yang hadir dalam kehidupan manusia. Selamat menyimak.

Tak lupa, segenap Redaksi e-Reformed mengucapkan, "Selamat memperingati Kelahiran Yesus Kristus. Selamat Natal." Sampai berjumpa lagi pada tahun baru 2015. Soli Deo Gloria!

Redaksi Tamu e-Reformed,
Ayub
< http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
Edisi 159/Desember 2014
Isi: 
  1. Benih yang Dijanjikan

    Kehadiran Yesus Kristus bukanlah kehadiran yang mendadak, yang tak terencana, atau bahkan kebetulan. Kehadiran Kristus merupakan suatu penggenapan nubuat yang telah Allah berikan kepada Adam dan Hawa.

    1. Benih Perempuan: Kelahiran-Nya

      Pada hari pertama Adam berdosa, ia diusir keluar. Akan tetapi, sebelum diusir, Tuhan menegaskan bahwa Juru Selamat akan datang. Ia akan datang melalui seorang perempuan. Mungkin kita bertanya, "Apa istimewanya? Bukankah setiap orang pasti dilahirkan oleh seorang perempuan?" Benar, tetapi setiap anak dikandung dan dilahirkan oleh seorang perempuan yang sudah menikah atau sudah bersetubuh dengan laki-laki. Saudara dan saya dilahirkan karena ayah dan ibu kita bersetubuh, menurut dalil genetika. Akan tetapi, Yesus tidak demikian. Yesus bukan hasil pernikahan seorang pria dan seorang wanita, bukan kehamilan hasil dari suatu persetubuhan. Yesus dinaungi oleh Roh Kudus sehingga seorang dara, seorang perawan, bisa mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki.

      Jika Saudara sempat mempelajari ilmu biologi, Saudara akan mengetahui bahwa dalam sel telur wanita ada kandungan gen XX dan tidak mengandung unsur Y sama sekali, sementara di dalam sperma pria ada kandungan gen XY. Dari sini, kita melihat bahwa bagaimanapun juga, perempuan tidak mungkin melahirkan anak laki-laki dengan cara apa pun jika tidak mendapat benih dari laki-laki karena benih laki-laki yang mempunyai kandungan Y. Dalam Yesaya 7:14, Tuhan berkata, "Sesungguhnya, seorang perempuan muda [perawan] mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel." Juga dalam Yesaya 9:5, "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita, lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebut orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Jelas Allah telah menyatakan suatu mukjizat. Kalau orang mengatakan bahwa orang Reformed tidak memercayai mukjizat, saya tegaskan bahwa saya memercayai mukjizat yang paling besar, yaitu pengertian bagaimana pekerjaan Allah benar-benar tidak mungkin ditiru oleh siapa pun juga, atau dipalsukan oleh setan. Inilah mukjizat. Dalam pengertian yang mendalam, mukjizat berarti "suatu tanda bahwa Allah adalah Allah (the sign that God is God)", yaitu suatu tanda yang membuktikan bahwa Allah adalah Allah, karena hal-hal itu tidak mungkin ditiru oleh setan. Inilah mukjizat yang sesungguhnya. Allah mengatakan bahwa ada satu "tanda besar" yang akan diberikan kepada manusia, yaitu seorang anak dara akan melahirkan seorang anak laki-laki.

    2. Benih Perempuan: Karya-Nya

      Jika seorang perempuan melahirkan anak laki-laki, itu adalah hal yang biasa. Ibu saya seorang perempuan, melahirkan saya yang adalah seorang laki-laki, ibu Saudara adalah seorang perempuan, dan melahirkan Saudara yang juga seorang laki-laki. Akan tetapi, seorang anak dara, seorang yang tidak menikah dan tidak pernah bersetubuh dengan laki-laki, bisa melahirkan seorang anak laki-laki, itu adalah mukjizat. Ini hanya boleh terjadi satu kali di sepanjang sejarah umat manusia. Inilah tanda yang tidak bisa terulang kembali dan tidak seorang pun yang bisa berbuat hal yang sama. Inilah pengertian bahwa pekerjaan ini dari Tuhan Allah, bukan dari setan.

      Tuhan Allah mengirimkan Anak-Nya ke dalam dunia, Yesus Kristus, dilahirkan seperti seorang biasa yang harus dikandung dalam rahim ibu, tetapi ibu-Nya tidak menikah dan tidak bersetubuh. Mungkin ada orang-orang yang mengatakan bahwa hal itu sulit dan tidak bisa dipercaya karena hal itu tidak mungkin terjadi. Ada orang yang menganggap itu adalah mitos. Namun, sesungguhnya pemahaman dan pemikiran sedemikian adalah bodoh karena bagi Allah tidak ada hal yang mustahil! Itu hanya karena ada orang yang tidak percaya. Karena itu, saya akan memberikan kepada Saudara pengertian agar pemikiran kita menjadi lebih tajam. Ketika Adam diciptakan, Adam tidak memiliki ayah dan ibu. Jadi, Adam ada tanpa ayah dan tanpa ibu. Inilah cara kerja Allah yang pertama. Tanpa pria, tanpa wanita, Allah menciptakan Adam. Ketika Hawa diciptakan, ia dicipta dari tulang rusuk Adam, setelah Tuhan membuat Adam tertidur. Jadi, Hawa datang dari tubuh Adam sehingga Adam berkata, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kejadian 2:23). Maka, modus kedua, Hawa dicipta dari pria, tanpa wanita. Tuhan mencipta dengan memakai pria, tanpa wanita, maka terciptalah Hawa. Ini adalah cara penciptaan manusia yang kedua. Ketika Allah menjadikan Saudara dan saya, Tuhan memakai pria dan memakai wanita. Inilah cara yang ketiga. Karena itu, tinggal satu cara lagi yang tersisa, yaitu tanpa pria, dengan memakai wanita. Dengan cara yang keempat inilah, Tuhan Yesus lahir. Jikalau Allah adalah Allah yang hidup, mengapa kita berhak membatasi Allah hanya dengan memakai tiga cara dan tidak memperbolehkan Allah memakai cara yang keempat? Itu sebabnya, orang Kristen percaya bahwa Allah sanggup memakai anak dara Maria untuk melahirkan Yesus Kristus. Itu sesuatu yang sangat logis dan masuk akal. Jika selama ini Saudara sempat diragukan oleh orang atau pemikiran lain, biarlah saat ini iman Saudara kembali diteguhkan. Jika selama ini Saudara meragukan Alkitab, biarlah saat ini Saudara boleh meneguhkan iman Saudara. Allah tidak boleh dibatasi oleh pemikiran dan kehendak manusia. Allah yang sanggup menciptakan manusia tanpa lelaki dan tanpa perempuan, juga adalah Allah yang sanggup menciptakan manusia dengan memakai laki-laki tanpa perempuan.

      Cara 1: Tanpa laki-laki, tanpa perempuan - Adam
      Cara 2: Dengan laki-laki, tanpa perempuan - Hawa
      Cara 3: Dengan laki-laki, dengan perempuan - kita semua
      Cara 4: Tanpa laki-laki, dengan perempuan - Yesus Kristus

      Allah yang menciptakan Adam, juga adalah Allah yang menciptakan Hawa. Dan, Allah yang menjadikan kita semua dengan memakai laki-laki dan perempuan, juga adalah Allah yang bisa memakai perempuan tanpa laki-laki untuk melahirkan Yesus Kristus. Jika Adam dan Hawa dicipta, Yesus bukan dicipta, melainkan dilahirkan. Melalui pekerjaan dan naungan Roh Kudus yang memenuhi Maria, maka Yesus boleh dikandung dan dilahirkan olehnya. Yesus dilahirkan sebagai laki-laki, di mana Dia tidak bergantung pada wanita yang di dalam kromosomnya tidak mengandung faktor XY. Inilah tanda pekerjaan besar, suatu mukjizat besar dari Tuhan Allah yang sedemikian mengasihi isi dunia. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16) Biarlah kita sungguh-sungguh mengerti dengan sedalam-dalamnya keajaiban Tuhan. Kita bisa mengakui betapa dalamnya, betapa besarnya, betapa ajaibnya, betapa tingginya dan mulianya Allah yang hidup. Dengan perasaan yang gentar, kita boleh kembali kepada-Nya dan berkata, "Tuhan, berikanlah iman yang sejati kepadaku sehingga aku bisa sungguh-sungguh percaya kepada-Mu. Aku boleh berkait dalam iman dengan takhta-Mu yang ada di dalam surga."

      Tuhan telah memberikan nubuat-nubuat di halaman-halaman awal Kitab Suci; begitu Adam jatuh ke dalam dosa, Tuhan langsung menjanjikan Juru Selamat. Inilah cara Tuhan, inilah keajaiban Tuhan, dan inilah kuasa Tuhan. Selanjutnya, Tuhan melalui nabi-nabi-Nya menubuatkan bahwa Yesus tidak dilahirkan di sembarang kota, di Yerusalem, di Kapernaum, atau di kota-kota besar lainnya, tetapi Mesias atau Juru Selamat itu akan dilahirkan di kota Daud, yaitu Betlehem. Sekitar enam ratus tahun sebelum Yesus lahir, hal ini sudah dinubuatkan oleh Nabi Mikha: "Hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan" (Mikha 5:1-2). Yesus yang permulaannya di dalam kekekalan, sejak dunia belum diciptakan, inilah yang dibicarakan di dalam ayat ini.

      Pada waktu malaikat bertemu dengan Yusuf, malaikat itu berkata, "Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus" (Matius 1:20b). Maria bukan perempuan nakal, anak yang dikandungnya bukan anak haram, tetapi anak yang dikandung dari Roh Kudus. Roh Kudus menaungi dia sehingga kini ia mengandung, dan bayi yang dikandungnya itu disebut Imanuel, yang berarti Allah menyertai kita. Juga firman Tuhan mengatakan di dalam Galatia 4:4, bahwa "... setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat." Puji Tuhan! Tuhan menyediakan seorang Juru Selamat. Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru Selamat.

  2. Kehadiran dalam Sejarah
    1. Diutus Sebagai Juru Selamat

      Sekarang, kita akan melihat keunikan khusus Yesus sebagai satu-satunya Juru Selamat. Ia dikirim tidak sekadar sebagai nabi. Orang muslim mengerti Yesus sebagai orang suci, memandangnya sebagai salah seorang nabi di antara enam nabi yang terbesar. Akan tetapi, Alkitab mengatakan bahwa Yesus datang bukan hanya sebagai nabi, atau hanya sebagai imam, atau hanya sebagai raja, tetapi Yesus Kristus dikirim menjadi Juru Selamat satu-satunya bagi umat manusia. Yesus Kristus diutus menjadi Juru Selamat. Ada banyak nabi, ada banyak rasul, dan juga ada banyak pendiri agama, tetapi Juru Selamat hanya satu. Apa artinya Juru Selamat? Juru Selamat bukan sekadar guru pengajar kebajikan, juga bukan hanya sekadar pemberi teladan moral, atau memberikan pengajaran-pengajaran etika. Juru Selamat adalah Dia yang menyelamatkan Saudara dan saya, yang mengampuni dosa Saudara dan saya, dan yang memberikan hidup yang baru, hidup yang kekal bagi Saudara dan saya. Juru Selamat adalah Dia yang melepaskan Saudara dari hukuman akibat dosa-dosa Saudara. Juru Selamat adalah Dia yang melepaskan Saudara dari kutukan Taurat, melepaskan Saudara dari kuasa dosa, dan melepaskan Saudara dari kuasa setan! Itulah Juru Selamat yang sejati. Siapakah Dia? Yesus Kristus.

      Siapakah yang menghibur hati kita? Mungkin, kita bisa berpikir ada banyak orang yang bisa menghibur kita. Suami atau istri bisa menghibur, anak bisa menghibur, pendeta bisa menghibur, teman dan sahabat bisa menghibur.

      Siapakah yang sanggup menghapus air mata kita? Juga banyak orang bisa menghapus air mata kita. Mungkin istri atau suami bisa menghapus air mata kita, ibu kita bisa menghapus air mata kita, sahabat kita juga bisa menghapus air mata kita, kekasih kita bisa menghapus air mata kita.

      Akan tetapi, siapakah yang bisa mengampuni dan menanggung dosa kita? Hanya Yesus Kristus, tidak ada siapa pun lain yang bisa melakukannya. Bukan para nabi, bukan para rasul, bukan orang-orang saleh, bukan pemimpin-pemimpin agama, bahkan juga bukan para pendiri agama, karena mereka tidak mungkin menanggung dosa kita. Para pendiri agama paling banyak bisa mengajar dan menasihati bagaimana kita bisa berbuat kebajikan agar tidak berdosa dan tidak dihukum oleh Tuhan. Pendiri agama sendiri mengatakan kepada orang-orang yang ada di dekatnya, bahwa ia tidak mungkin bisa menyelamatkan mereka. Mereka masing-masing harus berbuat baik sendiri agar bisa diterima oleh Tuhan Allah. Bahkan, ia berharap murid-muridnya mendoakan dia agar dia pun bisa diperkenan di sisi Tuhan Allah.

      Akan tetapi, Alkitab mengatakan kepada kita bahwa ada keselamatan! Ada Juru Selamat! Ada rencana Tuhan Allah agar manusia berdosa bisa diampuni dosanya sehingga manusia masih beroleh pengharapan untuk bisa diselamatkan, dan nantinya bisa bergabung kembali dengan Allah di surga dan memperoleh hidup yang kekal. Inilah ajaran Kristen. Inilah ajaran Alkitab.

    2. Injil yang Sejati

      Istilah "Injil" dari bahasa Yunani, euanggelion, yang berarti "kabar atau berita baik". Berita baik yang paling baik dan paling hakiki hanya satu, yaitu bagaimana orang berdosa bisa diselamatkan melalui penebusan Yesus Kristus. Inilah Injil yang sejati. Injil adalah berita bagaimana Yesus sudah datang bagi manusia, Yesus sudah mati bagi Saudara, Yesus sudah bangkit mengalahkan kuasa kematian dan kuasa dosa, Yesus sudah menggenapi keselamatan yang direncanakan Tuhan Allah, dan menjadi Juru Selamat bagi manusia. Setiap kali Injil diberitakan di seluruh dunia, biarlah orang berdosa berkata, "Oh Tuhan, sekarang mataku telah dicelikkan, pikiranku sudah terbuka, dan hatiku sudah dibongkar. Aku tahu bahwa aku adalah orang berdosa, dan aku tahu Engkau adalah Juru Selamat. Aku datang kepada-Mu dan aku mau kembali kepada-Mu. Hari ini juga, Tuhan, terimalah aku, ampunilah dosa-dosaku. Tuhan, dengarlah doaku." Biarlah kita boleh berespons kepada Yesus Kristus yang adalah satu-satunya Juru Selamat. "Selain di dalam Dia ... di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita bisa diselamatkan" (Kisah Para Rasul 4:12). Tidak siapa pun selain Yesus yang bisa menebus dosa, yang bisa memberikan pengampunan dosa, dan yang bisa menyelamatkan manusia.

    3. Allah Beserta Kita

      Juru Selamat bukanlah nabi karena nabi diutus Tuhan untuk memberitakan Firman, membawa nubuat Allah; juga bukan rasul karena rasul dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia; juga bukan para pendiri agama karena sekalipun mereka adalah orang-orang yang agung, yang sedemikian baik dan patut dihormati, tetapi mereka sendiri adalah orang berdosa yang membutuhkan keselamatan dari Juru Selamat. Hanya Yesus satu-satunya Juru Selamat karena Dia adalah Anak Allah yang dikirim ke dunia, menjelma menjadi manusia, sehingga Ia bisa menebus Saudara dan saya yang berdosa, dan datang untuk menyertai kita.

      Imanuel, berarti Allah menyertai kita. Kristus dikirim untuk membuktikan bahwa Allah tetap setia. Ia yang merencanakan keselamatan, Ia juga yang mengirimkan Kristus untuk menyertai kita. Imanuel, berarti Tuhan Allah masih mau menyertai kita selalu dan senantiasa. Maukah Saudara tidak berjalan seorang diri lagi? Maukah Saudara membuka hati dan berkata, "Di sini saya, Tuhan. Saya adalah orang berdosa. Saya seharusnya binasa. Akan tetapi, Engkau memberikan pengharapan kepada saya untuk saya boleh mendapatkan pengampunan-Mu. Tuhan, masuklah ke dalam hati saya, sertai saya saat ini juga, sampai selama-lamanya. Amin."

Sumber: 

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Yesus Kristus Juru Selamat Dunia
Judul bab : Juru Selamat: Yesus Kristus: Benih yang Dijanjikan
Penulis : Stephen Tong
Penerbit : Penerbit Momentum, Surabaya 2004
Halaman : 74 -- 85

Penyebab Utama Stagnasi Total dalam Pelayanan

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Stagnasi dalam pelayanan kerap dialami oleh hamba-hamba Tuhan dalam kehidupan pelayanan mereka. Tak jarang, stagnasi atau kemacetan hubungan dengan rekan sepelayanan ini membuahkan perpecahan dalam gereja atau tubuh Kristus. Paulus dan Barnabas pun mengalami stagnasi dalam pelayanan mereka sehingga menimbulkan perpisahan di antara keduanya. Walau keduanya adalah nama besar dalam gereja mula-mula, mereka toh tetap dapat tersandung akibat perbedaan pendapat. Untuk mengulas lebih jauh mengenai stagnasi dalam pelayanan ini, artikel e-Reformed kali ini akan membahas mengenai stagnasi total dalam pelayanan dari contoh kasus Paulus dan Barnabas yang terdapat dalam Kisah Para Rasul, serta cara-cara untuk mengatasinya. Selamat membaca, kiranya ini menjadi berkat bagi pelayanan Anda.

Staf Redaksi e-Reformed, N. Risanti < http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
Edisi 158/November 2014
Isi: 

Kisah Para Rasul mencoba mengetengahkan dan menerjemahkan stagnasi dalam pelayanan menurut konsep dan pemikiran Lukas. Kisah Para Rasul 9:11-13 mengisahkan indah persahabatan Barnabas dan Paulus. Barnabas adalah seorang yang penuh Roh Kudus dan mempunyai karunia khusus "mengajar", yang telah membina dan memberikan kesempatan kepada Paulus untuk menjadi seorang pahlawan besar rohani untuk segala zaman. Barnabas adalah seorang berhati mulia, juga seorang yang berpikir positif yang telah menjadikan Paulus seorang rasul besar yang dipakai oleh Tuhan Yesus pada abad permulaan. Ia merekomendasikan Paulus agar diterima oleh jemaat Yerusalem, dan ia juga menghargai karunia dan panggilan Paulus. Ketika gereja Antiokhia berkembang dan membutuhkan seorang hamba Tuhan yang melayani, ia memilih Paulus karena mengerti dan menghargai panggilan Paulus. Untuk kepentingan itu, Barnabas tak segan-segan pergi ke Tarsus dan membawa Paulus ke Antiokhia. Ia berusaha seobjektif mungkin dan ingin menerapkan sistem "the right man in the right place" di bawah terang pimpinan Roh Kudus. Dalam perjalanan misi mereka yang pertama, Barnabas dan Paulus telah mengukir keberhasilan besar -- mendirikan banyak jemaat dan memilih para pemimpin Kristen melalui bimbingan Roh Kudus, dan hal ini merupakan awal sejarah perkembangan kekristenan di dunia kafir. Akan tetapi, siapakah yang mampu menghindarkan kegagalan dari tengah-tengah keberhasilan? Hal ini dapat dilihat dari tim Paulus dan Barnabas. Betapa pun hebatnya seseorang, pasti pernah mengalami kegagalan, satu atau dua kali. Barnabas dan Paulus telah mendirikan banyak gereja dan melahirkan banyak pemimpin Kristen pada perjalanan misi mereka yang pertama. Jemaat pengutusnya, Antiokhia, sangat bersukacita mendengar laporan mereka yang telah dipilih oleh Roh Kudus, dan yang mereka ulas melalui doa yang diadakan oleh jemaat. Mereka telah pulang kembali kepada jemaat dengan penuh tanggung jawab.

Tidak dapat disangkal dan ditutup-tutupi oleh siapa pun, bahwa mereka telah mengalami suatu kegagalan yang akhirnya memisahkan persahabatan mereka. Hal ini terkuak pada permulaan perjalanan misi mereka yang kedua. Pertengkaran Paulus dan Barnabas memang tidak sedap didengar karena mereka berdua adalah tokoh-tokoh Kristen yang menjadi contoh bagi orang Kristen lainnya. Namun, kejadian tersebut harus dilihat dari sudut sejarah keselamatan dunia. Pada perjalanan misi mereka yang kedua, Barnabas mengusulkan Yohanes Markus yang pernah mengikuti mereka di Salamis untuk menjadi tim mereka kembali. Barnabas menyadari bahwa Yohanes Markus pernah meninggalkan mereka di Perga dan kembali ke Yerusalem. Yang menjadi alasan memang tidak disebutkan secara jelas, tetapi dapat diperkirakan bahwa yang menjadi masalah utama adalah Markus telah meninggalkan tim mereka karena masih terlalu muda dan belum siap mental menjadi seorang misionaris di dunia orang kafir. Barnabas ingin memberikan kesempatan kedua kepada Markus. Hal ini justru menjadi masalah besar yang menimbulkan bukan hanya stagnasi dalam berkomunikasi, melainkan juga pertengkaran yang seru dan tajam, dan berakhir dengan perpisahan yang menyedihkan. Peristiwa sedih ini kemungkinan besar disebabkan karena kurang bersandarnya mereka kepada pimpinan Tuhan.

Dalam hal ini, Paulus dilihat sebagai seorang yang menekankan dan menerapkan disiplin keras dalam mencapai suatu tujuan akhir dari perjalanan misinya, sedangkan Barnabas adalah seorang tokoh pendidik yang sabar, yang siap memberikan kesempatan kedua bagi orang lain seperti Yohanes Markus yang pernah melakukan kesalahan. Selanjutnya, Kisah Para Rasul mengisahkan keberhasilan Paulus menjelajah provinsi Galatia, Asia, Makedonia, Akhaya, dan akhirnya sebagai seorang tawanan, ia sampai di pusat dunia: kota Roma. Injil telah diberitakan dari Yerusalem sampai ke kota Roma.

Sedangkan Barnabas bersama Yohanes Markus berlayar menuju Siprus dan kehidupan mereka seterusnya tidak diceritakan lagi oleh Lukas dalam buku sejarahnya. Namun, karena kesabaran, Barnabas telah menjadikan Markus sebagai penulis Injil Sinoptik Pertama, yang kemungkinan besar menjadi buku acuan Matius dan Lukas dalam menulis Injil. Dapat dipastikan, meskipun tidak diungkapkan oleh Lukas, bahwa Barnabas telah memperkenalkan Yohanes kepada murid-murid Yesus lainnya. Dari merekalah, Yohanes Markus mendapatkan sumber sejarah dari para saksi mata tentang hidup dan kegiatan Yesus, yang kemudian ditulis di dalam Injilnya. Nama Barnabas memang tidak begitu populer dalam Kisah Para Rasul, tetapi harus diakui dialah orang yang telah menjadikan Paulus dan Markus hamba-hamba Tuhan besar yang mengawali penulisan sejarah keselamatan dalam Perjanjian Baru. Meskipun Paulus telah menolak Markus dengan keras, tetapi ketika menulis surat kepada Filemon, ia menyampaikan salam dari Markus yang disebut sebagai teman sekerja (Filipi 2:24,25), dan juga dalam suratnya kepada jemaat Kolose, ia menyampaikan salam Markus yang adalah kemenakan Barnabas (Kolose 4:10). Paulus adalah orang yang sangat objektif, siap berekonsiliasi dan melupakan segala peristiwa, dan membangun kembali persahabatan dan kerja sama baru, seperti yang dilakukannya kepada Yohanes Markus. Sampai akhir hidupnya, ia tetap menghormati Barnabas sebagai orang yang pernah berjasa dalam hidup dan pelayanannya. Walaupun tidak ada uraian yang jelas tentang jalannya rekonsiliasi antara Paulus dan Barnabas beserta Yohanes Markus, kalau diteliti dari surat-surat Paulus secara keseluruhan, pasti ia adalah seorang yang terbuka untuk minta maaf kepada orang lain atau menerima maaf dari orang lain, karena itulah yang menjadi inti dalam pengajarannya. Paulus, Barnabas, dan Markus adalah hamba-hamba Tuhan yang berjiwa besar dan berpikir positif, berani berbeda pendapat tetapi tetap memelihara kualitas persahabatan mereka, dan hal itulah yang mendorong untuk rekonsiliasi dan bekerja sama kembali seperti semula. Kalau Paulus telah menerima Yohanes Markus, ia pasti juga telah menerima Barnabas. Penyebab utama dari stagnasi adalah ketertutupan dan sikap arogansi seseorang serta penyakit "vested interest".

CARA-CARA MENGATASI STAGNASI DALAM PELAYANAN

Banyak orang berkomentar bahwa sebenarnya tidak perlu terjadi stagnasi apabila para pemimpin Kristen itu dewasa, berjiwa besar, berpikir positif, dan saling menghargai seorang terhadap yang lain. Mungkin ungkapan ini dapat dikatakan sebagai suatu yang terlalu ekstrem, tetapi kalau mau mengerti maksud yang sesungguhnya, ungkapan itu mengandung kebenaran yang sejati. Kalau dilihat dari sederet daftar panjang masalah yang dianggap sangat potensial menyebabkan stagnasi, baik di dalam gereja maupun di dalam organisasi sekuler, dapat dikatakan bahwa yang menjadi penyebab utama dari stagnasi adalah manusianya, dan bukan sistemnya. Sudah jelas dari awal bahwa modernisasi, arus globalisasi, penerapan teknologi canggih, dan profesionalisme tidak dapat dijadikan jaminan mutlak untuk tidak terjadinya "deadlock" atau "stagnasi total" atau "kemacetan total" dalam suatu organisasi. Segala ilmu pengetahuan hanyalah merupakan alat bagi manusia. Manusialah yang akan menentukan macet atau tidaknya suatu organisasi. Dipandang dari sudut perkembangan sejarah manusia, bahwa perbedaan pendapat justru akan memperkaya kepustakaan hidup manusia. Dari analisis secara praksis, stagnasi yang ditimbulkan oleh perbedaan pendapat ternyata jumlahnya sangat kecil sekali. Perbedaan pendapat dapat diperkecil melalui dialog, interaksi, komunikasi, dan apresiasi. Perbedaan pendapat justru menjadi sarana untuk mematangkan suatu ide, dan apabila dikembangkan melalui dialog akan menghasilkan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Yang sering kali menimbulkan kemacetan total dalam kehidupan bergereja atau pelayanan pada umumnya adalah masalah-masalah teologis yang berbau dogmatis, yang diwarnai dengan jiwa advonturir dan didorong oleh suatu gerakan untuk pemenuhan kepentingan pribadi serta ambisi pribadi. Bila diadakan analisis secara kritis terhadap stagnasi-stagnasi yang sedang terjadi sekarang ini dan dibandingkan dengan konsep Petrus dalam 2 Petrus 2:5-8, dapat disimpulkan bahwa kemacetan-kemacetan tersebut justru disebabkan oleh dangkalnya iman seseorang kepada Yesus Kristus, kurangnya kedisiplinan dan ketulusan yang dilandaskan di atas dasar kasih, yang telah menyebabkan menurunnya jiwa berpikir positif, sehingga mengakibatkan mengaburnya nilai suatu kebajikan. Dampak luas yang dirasakan oleh masyarakat adalah jalan buntu dalam pengambilan keputusan, yang disebabkan oleh macetnya komunikasi, dialog, dan interaksi dari pihak-pihak yang terkait. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan pemimpin-pemimpin yang dewasa, berjiwa besar, berlapang dada, berpikir positif, tidak berjiwa advonturir, bersedia mendengar, mengakui kelebihan dan kebenaran orang lain, serta mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi. Gereja dan lembaga kristiani seharusnya meletakkan prinsip-prinsip hidup bergereja dan bermasyarakat di bawah terang firman Tuhan dan menurut pimpinan Roh Kudus, di atas landasan teologia yang sesuai dengan Alkitab dan mampu berinteraksi dengan semua golongan melalui sistem komunikasi dan dialog yang jelas, serta menekankan kepada kepemimpinan yang partisipatif. Perlunya berpikir kritis, analitis, dan realistis, tetapi masih bersifat lentur dengan situasi lingkungan (konteksnya). Untuk mencegah timbulnya stagnasi dalam lingkungan bergereja diperlukan loyalitas yang tinggi terhadap sistem dan disiplin organisasi, dan memerhatikan nilai-nilai moral etis dalam melaksanakan aktivitas hidup bergereja dan berusaha menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan.

Sistem yang rapi dan terbuka dapat menghindarkan terjadinya stagnasi di semua aras organisasi. Sistem yang terbuka akan membangkitkan rasa saling menghargai, menghormati, dan saling mendukung sesama teman. Hal ini harus dijadikan filosofi hidup bergereja yang didukung dengan etos kerja yang tinggi, berdasarkan konsep yang jelas dengan menekankan kepada perencanaan terpadu dan kontrol yang memadai, dengan sistem "the right man in the right place", serta memberikan kesempatan kepada semua orang yang terlibat dalam organisasi untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan. Proses yang wajar dengan sistem yang jelas akan dapat menghilangkan kompetisi yang kurang sehat karena setiap orang yang menjadi bagian yang bersifat integral dalam organisasi pasti akan memiliki kesempatan yang besar, melalui peningkatan keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya. Perlunya pelayanan pastoral yang kondusif bagi setiap orang yang terlibat dalam pelayanan. Dengan demikian, semua hal yang sangat potensial mendukung terjadinya stagnasi dapat diubah menjadi sarana yang dapat memperkaya dan memperkuat kehidupan organisasi melalui suatu sistem kepemimpinan yang partisipatif. Ancaman yang dapat menghancurkan dapat diubah menjadi suatu kesempatan untuk kemajuan dalam perkembangan suatu organisasi.

KESIMPULAN

Stagnasi dapat terjadi kalau penyebabnya dibiarkan hidup terus dan tidak dicarikan jalan keluar untuk mengatasinya. Sebagai murid-murid Yesus, yang telah dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan, kita seharusnya berusaha dengan pimpinan Roh Kudus untuk menghindarkan terjadinya suatu stagnasi dalam organisasi yang kita pimpin. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, tetapi ada satu cara yang terbaik, yaitu menjadi pelayan Tuhan yang memiliki loyalitas tinggi kepada Kristus dan firman-Nya, berjiwa besar, berpikir positif, dan terus berusaha memperkecil masalah dan tidak membuat sebaliknya, membesar-besarkan masalah, yang akan menyebabkan stagnasi total. Menempatkan seseorang sesuai karunia dan kemampuannya akan menghindarkan terjadinya stagnasi dalam suatu organisasi.

Bagaimanapun, bergantung kepada Tuhan adalah inti dari segala-galanya karena modernisasi, globalisasi, dan teknologi bukanlah jaminan untuk tidak terjadinya suatu stagnasi. Bagi pemimpin Kristen, rekonsiliasi merupakan kebutuhan yang terutama bertujuan agar tidak terjadi benturan antarpemimpin secara terus-menerus, yang hanya akan berakhir pada stagnasi total serta perpisahan. Tentu, hal ini bukan yang diharapkan oleh semua pihak. Dengan demikian, Barnabas, Paulus, dan Markus adalah suatu ilustrasi yang sangat cocok bagi para pemimpin Kristen dalam melaksanakan rekonsiliasi untuk dapat mencairkan kebekuan dalam organisasi atau stagnasi dalam pelayanan.

Sumber: 

Diambil dan disunting dari:

Judul jurnal: Pelita Zaman, vol. 11 no. 1
Judul bab : Stagnasi dalam Pelayanan
Penulis artikel : Eddy Paimoen
Penerbit : Yayasan Pengembangan Pelayanan Kristen Pelita Zaman, Bandung 1996
Halaman : 8 -- 13

Keutamaan Pengajaran Pengampunan

Editorial: 

Dear e-Reformed Netters,

Pengampunan merupakan salah satu topik yang sering didengungkan dan didengar, tetapi jarang dijalankan dengan baik. Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa kita sudah diampuni, dan karena itu kita juga wajib untuk mengampuni. Namun, untuk melakoninya dibutuhkan kedewasaan iman dan kedewasaan karakter. Faktanya, kita lebih sering mengabaikannya dan lebih senang menuruti harga diri dan keakuan kita. Sesulit apa pun, menurut Sung Jin (Peter) Kim, penulis artikel di bawah ini, mengampuni bukanlah sebuah pilihan. Pengampunan adalah perintah Allah yang harus kita jalankan sebagai murid Kristus. Kristus sendiri telah memberikan teladan kepada kita melalui peristiwa salib. Bagi Anda, dan juga saya, yang masih sering bergumul dengan persoalan pengampunan, edisi e-Reformed Oktober 2014 ini akan menolong kita semua merenungkan lebih dalam tentang arti pengampunan. Selamat menyimak, kiranya kita semakin rindu untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Staf Redaksi e-Reformed, N. Risanti < http://reformed.sabda.org >

Edisi: 
Edisi 157/Oktober 2014
Isi: 
Keutamaan Pengajaran Pengampunan

Keutamaan Pengajaran Pengampunan

Yang pertama dan terutama yang harus didengar agar kita dapat mengampuni adalah kita harus mengetahui tanggung jawab pribadi dari dosa kita. Mazmur 51 merupakan tanggapan pribadi dan mendalam dari Daud untuk dosanya sendiri.

Kasihanilah aku, ya Allah (ayat 3).
Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku (ayat 4).
Sebab, aku sendiri sadar akan pelanggaranku (ayat 5).
Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat (ayat 6).

Cara baik mempelajari dosa Daud adalah dari satu cerita dalam 2 Samuel 12. Nabi Natan, melalui satu cerita, mengungkapkan dosa yang sangat keji dari sang raja. Dalam cerita ini, ada seseorang yang kaya raya dan seseorang yang miskin. Orang kaya itu mempunyai banyak domba. Orang miskin itu mempunyai satu domba yang sangat dihargai. Dia mengasihinya. Keluarganya mengasihinya. Suatu hari, seorang pelancong datang ke rumah orang kaya itu. Si kaya ingin menjamu makan si pelancong, tetapi alih-alih mengambil seekor domba dari ternaknya sendiri, ia pergi kepada orang miskin itu dan mengambil dombanya. Dia menyembelihnya dan memasaknya.

kasih

Ketika mendengar cerita itu, Daud menjadi sangat marah. Dia menginterupsi cerita Natan dan berkata, "Demi TUHAN yang hidup: orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas-kasihan" (ayat 5-6). Kemudian, datanglah perkataan Natan kepada raja: "Engkaulah orang itu" (ayat 7).

Daud berkata, "Aku sudah berdosa kepada TUHAN" (ayat 13). Dia menerima tanggung jawab pribadinya. Jadi, Daud memulai Mazmur penyesalannya dengan berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah." Daud juga mengakui bahwa ia berdosa karena apa yang oleh Augustinus disebut sebagai "dosa asal", karena dia mengakui bahwa ia tidak hanya berdosa, tetapi bahwa dia adalah seorang pendosa: "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku".

Kaum Reformasi menyebutnya sebagai "kebejatan total". Artinya, ada satu kehancuran serta pemberontakan bawaan terhadap Allah. Kita bukan pendosa karena kita berbuat dosa, kita berbuat dosa karena kita pendosa.

Richard John Neuhaus dalam karyanya, Death on A Friday Afternoon menuliskan, "Sesuatu telah sangat salah dengan dunia dan dengan kita yang ada di dunia. Segala sesuatu telah kehabisan pukulan. Bukan semuanya merupakan kesalahan kita, tetapi itu adalah kesalahan kita. Kita tidak dapat menyalahkan orang tua kita yang jauh pada sore hari yang sangat menentukan di taman itu karena kita juga ada di sana. Kita juga telah memetik buah terlarang itu .... Sebagian besar dari kita tidak melakukannya, tetapi sebagian melakukannya, berdiri di puncak satu gunung dan mengacung-acungkan tinju melawan langit yang berbadai, mengutuki Allah .... Sesuatu yang sangat buruk telah terjadi dalam bentuk daftar yang suram dan panjang dari sejarah yang mengerikan, mulai dari kamp konsentrasi sampai penyiksaan anak-anak yang tidak berdosa sampai mati ... kebenaran yang sudah pasti digambarkan dalam cara yang tak terbilang jumlahnya, dari Auschwitz sampai ke stoples kue yang hancur berantakan di lantai dapur."

Jadi, pengampunan tidak akan ada sampai kita mengetahui pengampunan dari Allah. Untuk mengetahui pengampunan, kita harus mengetahui dan mengakui bahwa ada stoples kue yang hancur dalam hidup kita. Lebih dari itu, ada sesuatu dalam diri kita yang sangat membutuhkan obat ilahi, jika tidak, kita akan terus memecahkan stoples kue.

Menyadari keadaan bahwa "Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah", Allah kita bukan hanya sibuk memunguti pecahan-pecahan stoples kue, atau bekerja menguatkan kelemahan kita, tetapi Dia membuat kita lahir baru ke dalam satu pengharapan yang hidup; dosa asal itu sudah dicabut, dipamerkan, dan diampuni; lalu, Anda tahu bahwa Anda dapat mengampuni orang lain karena mereka juga pendosa-pendosa seperti Anda.

Hal Penting Pertama

Keharusan untuk mengetahui konsekuensi-konsekuensi dosa yang mengerikan itu. Daud membeberkan peristiwanya sendiri ketika ia mengatakan, "Tahirkanlah aku dari dosaku," kita mengakui rasa malu karena dosa yang tidak kemanusiaan, yang membuat karat hidup kita." Dia membutuhkan pembersihan sebagai seorang pribadi. Lalu, ia juga berkata, "Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." Kita mengerti bagaimana rasa bersalah itu melumpuhkan hidup kita. Jika kita jujur, kita dapat melihat masyarakat kafir yang mempersembahkan korban binatang pada masa kini, sesuatu harus dilakukan!

Juga ketika berkata, "Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat ...." Kita merasakan pengucilan yang menimpa Kain pada saat ia melarikan diri dari semua manusia karena dosa memisahkan kita dari orang-orang yang kita kasihi dan merusak citra Allah dalam hidup kita. Lalu, juga "Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali! .... Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil Roh-Mu yang Kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela" (Mazmur 51:10-14).

Betapa hebat rasa nyeri yang ada dalam orang percaya yang jatuh ke dalam dosa. "... jalan orang durhaka itu sukar adanya" (Amsal 13:15, TL).

Dalam buku H.G. Wells, The Time Machine, seorang profesor berkelana ke masa yang jauh di depan, dan dia tercengang oleh apa yang dilakukan manusia terhadap dirinya sendiri dan terhadap dunia. Terkadang, kita berharap bahwa orang-orang yang percaya, mereka dapat terus berbuat dosa tanpa ada konsekuensinya berani masuk ke dalam mesin waktu itu untuk membawa mereka ke masa depan. Mereka akan melihat konsekuensi-konsekuensi dosa, dan apa yang dapat dilakukan oleh dosa-dosa mereka yang tidak diakui kepada mereka dan kepada dunia.

Dosa Daud mendatangkan kedukaan ke dalam rumahnya, perselisihan dalam keluarganya, penyiksaan dan pembunuhan, dan juga pemberontakan terhadap Daud oleh putranya sendiri, Absalom. Hal itu menuntun kepada perpecahan dari kerajaan yang besar itu. Apa yang dapat kita pelajari dari dosa Daud ialah bahwa jatuhnya kerajaan Daud dimulai dari dosa di dalam hati Daud dan melihat perempuan yang bukan istrinya.

Ada kenikmatan yang lewat, tetapi itu segera menjadi terasa asam, dan akhirnya pahit di dalam jiwa. Itu menyengat, membusukkan, dan menjangkiti sisa hidup kita. Hubungan-hubungan, harapan-harapan, mimpi-mimpi, talenta-talenta, bahkan seluruh hidup kita terinfeksi olehnya. Jika kita diselamatkan dari konsekuensi-konsekuensi seperti itu, kita juga ingin menghentikannya dari orang-orang lain.

Hal Penting Kedua

Untuk mengampuni, kita harus mengetahui dalamnya kasih karunia Allah yang tidak terselami!

Daud berdoa kepada Allah dari kasih yang tetap setia. Ini berasal dari kata Ibrani yang indah, hesed. Hesed adalah perjanjian kasih dari Allah. Itu adalah perjanjian kasih karunia, saat Allah akan melakukan bagi kita apa yang kita sendiri tidak mampu melaksanakannya. Inilah Injil Yesus Kristus, kasih Allah, belas kasihan Allah.

Ada satu kiasan indah yang digunakan Daud di sini: "Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!" Hisop adalah sebuah tanaman dengan batang-batang kecil dan panjang yang tumbuh seperti tumbuhan ivy karena dikatakan bahwa hisop itu tumbuh pada dinding batu (1 Raj. 4:33). Tanaman ini digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk memercikkan darah domba pada tiang pintu sehingga malaikat maut melewati rumah itu selama Paskah yang pertama (Kel. 12:22). Hisop juga digunakan untuk menahirkan orang-orang kusta. Hisop digunakan untuk menahirkan orang yang sudah terkena mayat. Daud menunjukkan dirinya sendiri sebagai pendosa, dicemari oleh dosa, dan memerlukan hisop Allah untuk menyucikannya, untuk membasuhnya. Inilah yang membuat penulis kidung pujian besar, William Cowper, menulis, "Yesus mencurah darah-Nya dengan kelimpahan; Genap yang berdosa oleh-Nya boleh disucikan."

Untuk membatalkan utang, kita perlu memandang diri sendiri sebagai orang yang bersalah, yang busuk, yang dijadikan najis oleh dosa kita, tetapi dicuci oleh darah Yesus Kristus, Anak Domba Allah, yang disembelih bagi dosa-dosa kita. Kemudian, kita dapat mengampuni. Kasih karunia Yesus Kristus tidak meninggalkan tempat yang tidak diampuni dalam hidup Anda.

Hal Penting Ketiga

Harus mengetahui berkat-berkat menyenangkan dari pengampunan Allah! Dalam hal ini, Daud tidak didorong untuk datang kepada Allah hanya oleh dosanya, tetapi oleh keinginannya yang kudus untuk mengetahui pengampunan Allah. Apakah berkat-berkat pengampunan itu?

salib

Untuk mengetahui hikmat (ayat 6b): Dengan bertobat dan diampuni, Daud akan menikmati hati yang terbuka untuk menerima firman Allah. Di mana dosa menghalangi penerapan Firman, pengampunan menciptakan ruang rahasia di relung-relung hati yang terbuka untuk pengajaran, yang membawa hidup.

Sukacita dan kegembiraan (ayat 8) diketahui saat dosa yang membawa kesedihan diganti menjadi hidup baru yang membawa sukacita. Dari pengalaman pribadi, saya tidak pernah bersukacita sebesar ketika saya berdoa untuk menerima kasih karunia Allah dan meminta pengampunan atas dosa-dosa saya; dan melemparkan apa yang saya kira merupakan pekerjaan kebenaran ke atas tumpukan abu pengakuan dosa, dan hanya memandang kepada Allah Tuhan saja untuk keselamatan. Kemudian, bersukacita dan bergembira; itu tidak pernah meninggalkan saya!

Untuk mengetahui roh yang benar, yaitu hati nurani yang bersih (ayat 10). Untuk mengetahui hadirat Allah yang adikodrati, yang memimpin, membimbing (bukan permohonan yang meragukan kuasa Allah, melainkan permohonan untuk memulihkan hubungan), untuk mengarahkan dan menghibur (ayat 11). Diampuni berarti dipulihkan. Jika Anda, seorang kudus yang berdosa, mengetahui hadirat Allah yang menghiburkan dalam hidup Anda, Anda bukan lagi seorang pelarian dari Tuhan dalam hati Anda, melainkan seorang anak yang dibawa ke pelukan Bapamu.

Untuk mengetahui sukacita keselamatan (ayat 12): Bertobat dan kembali kepada Tuhan adalah sama dengan membuang rokok dan mulai merasakan lagi kue apel atau es krim pisang setelah lama berdiet makanan yang hambar. Ini adalah merasakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita sendiri, seolah-olah itu adalah yang pertama kalinya.

Agar dipergunakan Allah untuk memberitakan Injil, dari pengalaman pribadi atas kasih karunia Allah kepada orang lain, karena kita membaca, "Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu" (ayat 15). Puji Allah karena Ia menggunakan orang-orang yang datang kepada-Nya dalam pertobatan dan iman dalam karya-Nya yang sudah tuntas di kayu salib. Saya pernah mendengar seorang pengkhotbah yang mengatakan bahwa ia telah berbuat dosa yang sangat besar. Ia kehilangan mimbarnya. Ia kehilangan semuanya. Ia mengatakan bahwa ia telah melarikan diri dari Allah, tetapi Allah mengejarnya sampai ia mengakui dosanya. Ia mengatakan bahwa setelah itu, ia ingin memberitakan lebih dari sebelumnya. Ia menjadi seorang pengkhotbah di jalan-jalan yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang jalanan. Ia terpusat dan bahagia.

Hal Penting Keempat

Untuk mengampuni, kita harus mengetahui secara pribadi cinta tak terbayangkan Yesus Kristus! Ketika Daud pergi kepada Allah perjanjian itu. Ia berdoa kepada Allah untuk membebaskannya, dan dia menyebut Dia sebagai, "Allah keselamatanku". Kita tahu Allah ini adalah Yesus Kristus. Bagi Daud, mengetahui Juru Selamatnya berarti mengetahui pengampunan yang utuh. Dia yang memanggil kita untuk berdoa memohon pengampunan, sama seperti kita juga mengampuni orang lain, adalah Dia yang tergantung di kayu salib, yang memanjatkan doa pertama dari ketujuh doa-Nya, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."

Mendengar perkataan ini dari Yesus di dalam hati Anda hari ini adalah mendengar Yesus secara pribadi. Itu adalah mengetahui bahwa Dia telah mengampuni Anda secara pribadi atas dosa-dosa yang diketahui dan dosa-dosa yang tidak Anda ketahui. Mendengar pengampunan seperti itu adalah diampuni, mengampuni diri sendiri, dan mengampuni orang lain. Hubungan pengampunan kita atas perjumpaan secara pribadi dengan Yesus dengan pengampunan kita atas seseorang sebagai satu pribadi sangatlah penting. Kita mengampuni karena Kristus telah mengampuni kita.

Beberapa dari kita ingat kesaksian dramatis Corrie Ten Boom, wanita Kristen Belanda terkenal yang hidup sebagai tahanan perang di sebuah kamp Nazi, yang menjadi terkenal dalam buku The Hiding Place. Satu hal paling menakjubkan yang pernah terjadi antara Corrie Ten Boon dan penjaga kamp konsentrasi Nazi terjadi di Munich bertahun-tahun setelah Perang Dunia II.

Di sebuah gereja di Jerman, ia berbicara tentang bagaimana Tuhan mengampuni orang, apa pun dosanya ketika orang itu mengakuinya dan berpaling kepada-Nya. Setelah pelayanan itu, dia berdiri berhadapan muka dengan seorang lelaki yang jelas telah tersentuh oleh khotbahnya. Lelaki itu bertanya, "Fraulein Ten Boom, apakah Anda mengingat saya?" Mengingat dia! Dia telah menghabiskan bertahun-tahun untuk mencoba melupakan dia! Ia adalah salah satu penjaga penjaranya! "Ya, saya ingat Anda," katanya dingin. Dengan emosi yang menyesakkan, mantan Nazi yang bertanya, "Apakah benar bahwa Allah dapat mengampuni saya setelah semua hal mengerikan yang telah saya lakukan itu?" "Ya, Allah akan mengampuni Anda pada saat Anda menyerahkan hidup Anda kepada-Nya." "Oh, ini adalah kabar yang sungguh baik!" katanya dengan mata penuh air mata. "Fraulein Ten Boom, apakah Anda akan mengampuni saya?" Corrie menatapnya dan berpikir, "Pertanyaannya apakah saya akan mengampuni Anda, melainkan apakah saya dapat mengampuni Anda?" Jawabannya adalah jelas: "Tidak! Tidak, saya tidak dapat mengampuni Anda karena saya tidak mempunyai kasih yang sebesar itu." Namun, dia tahu, demi mereka berdua, dia harus memaafkannya. Jadi, ia berdoa diam-diam, "Tuhan, saya tidak suka orang ini. Saya tidak bisa memaafkannya. Berilah saya kasih-Mu supaya melalui Engkau, saya dapat mulai mengampuninya sehingga dia dan saya dapat menemukan penyembuhan yang sama-sama kami butuhkan."

Pengampunan membebaskan Anda untuk membebaskan orang lain.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Itu bukan sekadar pengampunan. Itu adalah pengampunan yang utuh. Itu adalah pengampunan yang diberikan Kristus kepada orang-orang berdosa, yang kemudian dapat mengampuni orang-orang berdosa yang lainnya. Pengampunan membebaskan Anda untuk membebaskan orang lain.

PENUTUP

Apakah Anda mengetahui pengampunan Yesus dalam hidup Anda seperti ini? Saya tidak meminta Anda untuk melihat Anda memaafkan orang lain dengan cara ini. Saya meminta Anda untuk menerima pengampunan Yesus bagi Anda dengan cara ini. Sesudah itu, dan hanya sesudah itu, Anda dapat membayangkan pengampunan seperti itu bagi orang lain. Apakah Anda mengenal pengampunan-Nya? Maka, Anda bebas untuk mengampuni musuh-musuh Anda ... dan teman-teman Anda.

Audio: Keutamaan Pengajaran Pengampunan

Sumber: 
Diambil dan disunting dari:
Judul jurnal : Stulos, vol. 11 no. 2 September 2012
Judul bab : Tentang Pengampunan: Fondasi Alkitabiah Dalam Pembelajaran Cerita-Cerita
Penulis : Sung Jin (Peter) Kim
penerbit : STT Bandung, Bandung 1996
Halaman : 257 -- 266
Halaman : 31 -- 37

Komentar


Syndicate content