Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Himne Dalam Gereja Perjanjian Baru (1)
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Pujian kepada Allah adalah bagian dari kehidupan Kristen sejati. Hidup Kristen adalah hidup yang memuji Allah sampai selama-lamanya. Kali ini, artikel e-Reformed diambil dari Veritas, Journal Teologi dan Pelayanan. Artikel ini akan membawa kita untuk mengetahui tradisi pujian yang berkembang pada gereja Perjanjian Baru, yang hari ini kita kenal sebagai himne. Gereja dalam Perjanjian Baru sebenarnya mewarisi tradisi memuji Allah dari Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman pascapembuangan dengan karakter dan ciri khas yang sama, yaitu lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa, dan bermazmur. Namun, dalam perkembangannya, Rasul Paulus menyebutkan dalam Efesus 5:19 bahwa ada tiga jenis nyanyian umat pada masa itu: mazmur (psalmos), himne (hymnos), dan nyanyian rohani (ode) yang berkembang dalam gereja Perjanjian Baru. Tentu hal ini membuat kita semakin penasaran karena gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja, gereja Perjanjian Baru memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi Perjanjian Lama dan menggubahnya menjadi komposisi nyanyian Kristen. Hingga hari ini, keberadaan himne tetap dipertahankan sebagai bagian dari warisan berharga gereja. Selamat membaca, kiranya artikel ini menjadi berkat bagi diri dan pelayanan Anda. Soli Deo Gloria. Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Edisi:
Edisi 161/Februari 2015
Isi:
Marilah kita mengamati tempat himne dalam gereja Perjanjian Baru (PB). Bila kita amati, gereja PB melanjutkan tradisi yang diturunkan oleh Alkitab Ibrani dan orang-orang Yahudi pada zaman pascapembuangan. Prioritas Mazmur Dalam Alkitab Ibrani, kitab kidung Mazmur tidak hanya berisi lagu-lagu religius, tetapi juga lagu-lagu lain yang mempunyai latar belakang dalam lagu sekuler dan populer pada zaman itu, seperti lagu-lagu untuk bekerja, gita cinta, dan gita pernikahan. Kebanyakan adalah lagu pujian, ucapan syukur, doa, dan pertobatan. Juga dapat ditemukan nyanyian (Yunani ode) bersejarah yang berhubungan dengan peristiwa besar di negara Israel, misalnya Mazmur 30 "untuk penahbisan Bait Suci", dan Mazmur 137, yang memotret penderitaan orang-orang Yahudi di pembuangan. Mazmur sendiri merupakan bagian penting dalam ibadah di Bait Suci; kitab kidung Mazmur menjadi buku kidung liturgis standar ibadah umat Allah. Himne dalam Gereja Perdana Gereja sebenarnya mewarisi harta karun di dalam Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) yang memuji Allah dengan: (1) menyanyikan lagu-lagu bernada sederhana dan beritme ajek, (2) nyanyian jemaat dengan pengulangan bercorak antifonal dan responsori (mazmur), (3) melodi-melodi yang diolah untuk satu kata (misalnya Alleluia). Dalam sinagoge Yahudi, gaya membaca dengan lantunan nada dipakai dalam pembacaan kitab, doa-doa, dan bermazmur. Dari survei di atas, terlihat dengan jelas peran penting nyanyian jemaat dalam gereja PB. Mazmur tetap dipertahankan. Bahkan, Hughes Oliphant Old, teolog reformed sekaligus pakar liturgi Protestan, mengatakan bahwa Mazmur merupakan pusat puji-pujian gereja PB. Bentuk ini juga yang melahirkan "mazmur-mazmur PB", seperti Magnificat atau Nyanyian Maria (Luk. 1:46-55), Benedictus atau Nyanyian Zakharia (Luk. 1:68-79) serta Nunc Dimittis atau Nyanyian Simeon (Luk. 2:29-32). Mazmur-mazmur PB ini ditulis dalam genre (jenis sastra) mazmur ucapan syukur (lih. Mzm. 100). Dari sudut pandang teologi perjanjian, ada indikasi yang kuat bahwa mazmur PB merupakan pemenuhan mazmur PL. Umat Ibrani mengucap syukur karena Allah memerintah umat dan alam semesta. Sekarang, Mesias Yesus memerintah segala sesuatu. Karena itu, bukanlah suatu konsep asing bila umat perjanjian baru menaikkan syukur atas pemerintahan Allah. Sementara itu, komposisi-komposisi baru kidung puji-pujian (himne) berkembang pula dengan pesatnya. Ada jenis nyanyian kuno lain lagi dalam PB, yakni lirik-lirik pendek yang didendangkan seperti "Amin" (Amen), "Alleluia", dan "Kudus, kudus, kudus" (Sanctus). Surat-Surat Rasul Paulus Rasul Paulus menyebut tiga jenis nyanyian umat: mazmur (psalmos), himne (hymnos), dan nyanyian rohani (ode). Ia menasihati jemaat dalam Efesus 5:19, "dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyilah dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati." Demikian juga dalam Kolose 3:16, "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." Menyanyikan mazmur merupakan kebiasaan yang diwarisi dari ibadah di sinagoge, dan kita dapat berasumsi bahwa "mazmur" kristiani mengikuti gaya berkidung Yahudi. Istilah "himne" sangat mungkin mengacu pada teks-teks yang digubah dalam bentuk puisi, bisa jadi mengikuti model mazmur, hanya kini ditujukan untuk memuji Kristus. "Nyanyian" merujuk pada lagu yang lebih spontan, keluar dari hati yang meluap, bergaya kontemporer, dan dinyanyikan secara melismatic (dinyanyikan hanya dalam 1 nada) dan kemungkinan cikal bakal nyanyian Alleluia. Ada dugaan bahwa nyanyian ini mirip dengan yang ditemukan dalam kelompok mistik Yahudi, yakni doa yang dinyanyikan secara ekstatis, atau dendangan tanpa kata-kata. Namun, hal yang baru saja dikemukakan ini tidak dapat dijadikan norma bagi istilah "nyanyian". "Mazmur" (psalmos) diturunkan dari kata psallo yang artinya "memetik atau memainkan (instrumen berdawai)", maka berarti "suatu nyanyian yang dilantunkan dengan alat musik berdawai". Penemuan Gulungan Laut Mati 1QH dan 11QPsa, dan kitab Mazmur Salomo memberikan titik terang kepada kita bahwa tradisi Yahudi pada abad I S.M., telah mempraktikkan nyanyian-nyanyian mazmur gaya baru untuk digunakan dalam ibadah di sinagoge, dan hal ini berlanjut hingga periode PB. Gereja perdana tampaknya memang memakai kitab kidung Mazmur, tetapi tidak berhenti sampai di situ saja. Gereja memiliki kecakapan untuk mengadaptasi tema-tema teologi PL dan menggubahnya menjadi komposisi nyanyian Kristen. Lebih kurang berpadanan dengan mazmur, yaitu "kidung pujian" (hymnos) merujuk pada kidung yang biasanya ditujukan bagi dewata atau para pahlawan dalam dunia Greko-Romawi. Di Kisah Para Rasul 16:25, Paulus dan Silas menyanyikan hymnos di dalam penjara. Di Ibrani 2:12, penulis mengutip Mazmur 22:23, di mana pemazmur memuji Allah di tengah-tengah jemaat. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa hymnos merupakan "nyanyian untuk memuji-muji Allah." J. B. Lightfoot pernah mengatakan bahwa mazmur adalah nyanyian yang digubah langsung dari Alkitab, sedangkan himne adalah karangan yang khas dari gereja Kristen; tetapi pandangan ini belumlah final. Dari penyelidikannya, James D. G. Dunn akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang Kristen perdana juga memakai himne-himne yang diambil dari luar Alkitab, dan hal ini tidak diperdebatkan hingga abad III M. Kata ketiga, ode dipakai sebagai lagu penguburan jenazah dalam suatu tragedi, tetapi lebih sering mengacu pada nyanyian sukacita atau sekadar nyanyian saja. Di PB, ode dipakai pula dalam Wahyu 5:9; 14:3; 15:3. Kata sifat yang menyertainya, "rohani", merupakan suatu lagu yang dilantunkan oleh ilham langsung dari Roh Kudus (dalam Efesus 5:19, menyanyi berhubungan dengan kepenuhan Roh Kudus). Apakah ini merujuk pada glossolalia, ricauan ekstatis non-gramatik? (Red. kata-kata diluar bahasa yang bisa dimengerti, keluar secara emosional dan tidak bertata bahasa) Sangat sulit menyimpulkan demikian karena kata ini berada dalam konteks pengajaran dan kehidupan berjemaat yang saling menasihati; mungkinkah berkata-kata satu sama lain dalam bahasa-bahasa yang tidak dimengerti? Akan tetapi, yang jelas yakni adanya unsur spontanitas dari dalam hati. Menurut N. T. Wright, ketiga istilah yang dipakai di ayat ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya nyanyian-nyanyian Kristen, dan kiranya tidak dipersempit menjadi satu jenis saja atau dibatasi hanya untuk keperluan ibadah mingguan. "Pada akhirnya, kita mengerti bahwa gereja Paulin (berdasarkan tradisi Paulus) memandang penting puji-pujian kepada Allah." Hal di atas semakin dapat kita pahami dengan jelas apabila memperhatikan parafrase Efesus 5:19, "dengan berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur-mazmur, himne dan nyanyian-nyanyian yang diinspirasikan Roh, dengan menyanyikan nyanyian-nyanyian dan memainkan alat musik dengan segenap hatimu kepada Tuhan." Tiap-tiap klausa memiliki fokus perhatian yang spesifik: Pertama, klausa pertama berdimensi horisontal dengan titik berat pada hubungan antarjemaat, sangat mungkin dalam ibadah formal tetapi bisa dalam kesempatan lain pula. Di Efesus, kata yang lebih umum dipakai, "berkata-kata", sedangkan di Kolose kata khusus "mengajar dan menegur". Dalam hal ini, rasul memaksudkan hal yang sama, yaitu adanya pengajaran, penguatan iman, dan penghiburan dengan cara beragam nyanyian yang diilhamkan Roh. Ragam nyanyian itu disebut "rohani" tidak semata-mata berciri spontan atau ekstatis (mengalami ekstase); fokus utamanya adalah Sumber inspirasi nyanyian itu -- Roh Kudus. Fakta bahwa seorang jemaat berkata-kata kepada yang lain mengungkapkan bahwa rasul menghendaki adanya komunikasi ibadah yang dapat dimengerti -- bukan meditasi, ucapan yang tidak dapat dimengerti atau glossolalia. Kedua, klausa kedua berdimensi vertikal dengan titik berat pada menyanyi dengan seluruh keberadaan kepada Tuhan. "Hati" merujuk kepada totalitas kehidupan seorang Kristen. Maka, pujian seharusnya dipersembahkan dari dalam hati kepada Tuhan yang satu itu, yakni Yesus Kristus. Fokus nyanyian rohani adalah Yesus sebagai Tuhan, Sang Putra yang telah mewujudnyatakan pengharapan eskatologis. Ketiga, keduanya bukan dua aktivitas yang berbeda. Berkata-kata dengan mazmur, kidung pujian, dan nyanyian mengingatkan jemaat yang lain kepada Allah yang berkarya di dalam Tuhan Yesus Kristus, tetapi sekaligus, pada momentum yang sama, jemaat menaikkan pujian kepada Tuhan Yesus "dengan seluruh keberadaannya". Jadi, dengan menyanyi dan memainkan musik, tiap-tiap jemaat diajar dan diteguhkan imannya dan pujian dipersembahkan kepada Tuhan Yesus. Satu nyanyian memiliki dua fungsi dan tujuan sekaligus!
Sumber:
Diambil dan disunting dari:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |