Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Tanda-Tanda Hari PentakostaPenulis_artikel:
Abraham Kuyper
Tanggal_artikel:
4 Mei 2023
Isi_artikel:
Artikel ini disarikan dari buku The Work of The Holy Spirit Suara tiupan angin yang keras, lidah-lidah seperti nyala api, dan berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, merupakan tanda-tanda yang mengikuti peristiwa pencurahan Roh Kudus. Tanda-tanda ini bukan hanya memiliki pengertian simbolik. Berkata-kata dalam bahasa lain adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari peristiwa Pentakosta. Simbol bertujuan untuk mewakili atau menunjuk kepada sesuatu yang disimbolkan. Karena itu, simbol dapat dibuang tanpa mempengaruhi inti dari hal yang disimbolkannya. Seperti tanda penunjuk jalan, simbol dapat dibuang tanpa mempengaruhi jalan itu sendiri. Jika tanda-tanda hari Pentakosta hanya merupakan simbol, peristiwa Pentakosta akan tetap sama walaupun tanpa tanda-tanda tersebut. Tetapi tanda-tanda peristiwa Pentakosta lebih dari sekedar simbol. Jika tanda berkata- kata dalam bahasa lain tidak ada, hal ini akan merombak secara drastis karakter dari sejarah selanjutnya. Hal ini membenarkan penjelasan bahwa tanda-tanda lain pada peristiwa Pentakosta merupakan bagian-bagian pokok dari mujizat yang terjadi. Fakta bahwa selama delapan belas abad para teolog tidak yakin akan signifikansi simbol-simbol ini, mendorong kesimpulan bahwa para rasul dan orang-orang pada waktu itu juga tidak segera mengerti signifikansi peristiwa ini. Hal ini didukung oleh narasi Kisah Para Rasul 2. Mereka semua tercengang dan termangu, sambil berkata seorang kepada yang lain, "Apakah artinya ini?" Dan ketika Petrus berdiri sebagai rasul untuk menjelaskan mujizat yang terjadi, dengan dipenuhi Roh Kudus dia tidak mengkaitkan segala signifikansi simbolik dengan tanda-tanda yang terjadi, melainkan Petrus langsung menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi untuk menggenapi nubuat nabi Yoel. Apakah peristiwa Pentakosta menggenapi seluruh nubuat nabi Yoel? Jelas tidak; karena matahari tidak menjadi gelap, bulan tidak menjadi darah, dan mereka tidak mendengar mimpi dari orang-orang tua. Memang penggenapan seluruh nubuat nabi Yoel dan banyak nubuat lain tidak akan terjadi sampai kedatangan Kristus kedua kali. Tetapi rasul Petrus menunjukkan bahwa melalui peristiwa ini Hari Tuhan menjadi semakin mendekat secara signifikan. Pencurahan Roh Kudus merupakan salah satu dari peristiwa-peristiwa besar yang mendahului hari yang agung itu. Tanpa pencurahan Roh Kudus, Hari Tuhan ini tidak akan terjadi. Dari sudut pandang Allah, hari Pentakosta adalah mujizat besar terakhir sebelum Hari Tuhan. Karena hari itu akan diwarnai dengan tanda-tanda yang mencengangkan, seperti yang terjadi pada hari Pentakosta. Petrus menyatukan keduanya dan membuatnya kelihatan seperti satu peristiwa. Hal ini menjelaskan bahwa nubuat nabi Yoel menunjuk kepada Hari Tuhan, tetapi sekaligus menunjuk kepada hari Pentakosta. Jika tanda kedatangan Tuhan - darah, api, dan asap - bukan hanya merupakan simbol, tetapi merupakan unsur utama dari bagian akhir sejarah dunia, maka jelaslah bahwa Petrus tidak mengerti tanda-tanda hari Pentakosta ini sebagai simbolik. Pandangan yang menganggap bahwa tanda-tanda ini hanya untuk menarik perhatian massa, juga merupakan penjelasan yang tidak kuat. Stimulasi indera penglihatan dan pendengaran adalah cara yang paling efektif untuk mempengaruhi kesadaran kita. Cara paling mudah untuk menarik perhatian dan menstimulan emosi seseorang adalah dengan memberikan suara ledakan yang dasyat dan kilatan cahaya yang sangat terang. Dengan memakai prinsip ini, beberapa kelompok Methodis pernah menggunakan senjata api pada waktu KKR, berharap supaya suara dan kilatan api akan mempengaruhi suasana hati agar dapat lebih kondusif bagi pekerjaan Roh Kudus. Pengalaman yang sama juga dilakukan oleh Bala Keselamatan. Melalui penjelasan ini, tanda-tanda hari Pentakosta mempunyai karakteristik yang sama. Murid-murid berkumpul di ruang atas pada hari Pentakosta. Dan supaya menyadari akan pencurahan Roh Kudus, pendengaran dan penglihatan mereka harus di stimulan. Dan ketika orang-orang tercengang dan termangu-mangu karena suara dan penglihatan yang mereka alami, barulah tercapai kondisi yang diinginkan untuk menerima Roh Kudus dan pencurahan terjadi. Tetapi pandangan ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan bahkan hal yang sangat keliru untuk membandingkan tanda-tanda Pentakosta dengan suara keras dari senjata. Karena itu satu-satunya penjelasan yang tepat adalah dengan memperhitungkan tanda-tanda hari Pentakosta sebagai unsur utama yang sungguh dari peristiwa tersebut. Tanda-tanda ini merupakan unsur yang sangat penting yang tidak dapat dibuang. Ketika sebuah kapal memasuki pelabuhan kita melihat buih putih menempa sisi bawah kapal dan kita mendengar gemericik air yang berbenturan. Ketika seekor kuda berlari kencang, kita mendengar suara kakinya yang keras dan melihat debu di belakangnya. Tetapi apakah hal-hal yang dilihat dan didengar ini bersifat simbolik? Hal-hal ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peristiwa masing-masing dan tidak mungkin ada tanpa peristiwa tersebut. Demikian juga tanda-tanda Pentakosta bukan bersifat simbolik maupun hanya untuk menciptakan sensasi, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peristiwa pencurahan Roh Kudus dan disebabkan oleh peristiwa ini. Pencurahan Roh Kudus tidak mungkin terjadi tanpa adanya tanda-tanda ini. Ketika Roh Kudus turun dari gunung kekudusan Allah, bunyi tiupan angin yang keras akan terdengar, dan terang yang dasyat akan terlihat, dan berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain harus terjadi. Pencurahan Roh Kudus adalah peristiwa yang nyata, bukan hanya kelihatannya. Kemuliaan yang diterima Kepala harus dialirkan dan dicurahkan dari sorga kepada tubuh Kristus. Dan jika semua ini terjadi pasti akan menghasilkan tanda-tanda tersebut. Tetapi banyak hal yang masih belum kita mengerti. Di gunung Horeb, Eliyah mendengar Tuhan lewat hembusan angin; Yesaya mendengar bergeraknya pintu-pintu di bait Allah. Hal ini sepertinya menunjukkan bahwa kehadiran Ilahi dinyatakan dengan sesuatu yang dapat ditangkap dengan indera. Tetapi kita tidak mengetahui bagaimana caranya. Tetapi kita bisa memperhatikan beberapa hal: Pertama, jelas bahwa roh dapat bekerja melalui materi. Roh kita bekerja melalui tubuh jasmani yang kelihatan dan dengan demikian dapat menghasilkan suara. Berbicara, menangis, bernyanyi adalah karya roh kita terhadap udara. Dan jika roh kita dapat melakukan hal itu, apalagi Roh Tuhan? Mengapa ketika Roh Kudus turun dan membawa dampak yang dapat dilihat dan didengar, kita anggap sebagai misteri? Kedua, ketika membuat perjanjian dengan Israel di gunung Sinai, Tuhan Allah berbicara dalam guntur yang menggelegar, sehingga Musa berkata, "Aku begitu takut dan gemetar." Tetapi hal ini dilakukan Allah bukan bertujuan menakutkan manusia, tetapi Allah yang suci dan murka harus berbicara dengan cara demikian kepada angkatan yang berdosa ini. Karena itu tidak mengherankan bahwa kedatangan Allah kepada manusia dalam perjanjian yang baru juga diikuti dengan tanda-tanda yang mirip, bukan untuk menarik perhatian manusia, tetapi memang hal itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Hal yang sama juga berlaku pada lidah-lidah api. Manifestasi dari hal yang bersifat supranatural selalu dinyatakan melalui cahaya dan terang, khususnya ketika Allah Jehova atau malaikat-Nya hadir. Ingat peristiwa perjanjian Allah dengan Abraham atau peristiwa semak yang terbakar. Jadi mengapa kita heran dengan fenomena turunnya Roh Kudus yang mirip dengan yang dialami Eliyah di Horeb dan Musa di semak, Paulus dalam perjalanan ke Damaskus, dan Yohanes di pulau Patmos? Lidah-lidah seperti nyala api yang turun kepada setiap orang justru menunjukkan Allah yang menembus setiap hati manusia dan meninggalkan dampak yang kekal. Pertanyaan tentang apakah lidah api itu berasal dari sorga atau merupakan akibat pekerjaan Allah terhadap elemen dalam dunia, tidak dapat dijawab dengan pasti. Kedua pandangan mempunyai kekuatan masing- masing. Tidak ada kegelapan di sorga; dan cahaya sorgawi pasti mempunyai natur yang lebih tinggi dari dunia, bahkan lebih dari terangnya matahari, menurut penggambaran Rasul Paulus tentang cahaya dalam perjalanan ke Damaskus. Karena itu dalam peristiwa Pentakosta sangat mungkin batasan antara sorga dan dunia menjadi tidak jelas dan kemuliaan yang lebih agung dinyatakan dalam dunia. Tetapi, Roh Kudus mungkin juga menyatakan cahaya yang misterius ini dengan melakukan mujizat. Dan hal ini sepertinya dikonfirmasi berdasarkan fakta bahwa tanda-tanda yang diberikan di gunung Sinai, yang merupakan peristiwa yang paralel dengan peristiwa Pentakosta, bukan berasal dari atas tetapi dari materi di dunia. Akhirnya perlu diperhatikan bahwa pencurahan Roh Kudus di rumah Kornelius dan murid-murid Apolos diikuti dengan perkataan dalam bahasa-bahasa lain, tetapi tidak dengan tanda yang lain. Hal ini mengkonfirmasi pengajaran yang telah diberikan, bahwa pencurahan di rumah Kornelius bukanlah kedatangan Roh Kudus ke dalam keluarga Kornelius, tetapi merupakan karya Roh Kudus yang dinyatakan pada bagian tubuh Kristus yang lain. Jika tanda-tanda itu merupakan simbol, tanda-tanda lain pasti juga harus ada. Tetapi hal itu tidak terjadi, karena tanda-tanda peristiwa Pentakosta itu bukan dimaksudkan sebagai simbol.(BS) Sumber Artikel:
Sumber:
Komentar |
Kunjungi Situs Natalhttps://natal.sabda.org Publikasi e-Reformed |