Kebenaran dan Hidup

Manusia adalah ciptaan yang unik, berbeda dengan biantang karena diciptakan dalam gambar dan rupa Allah. Memiliki kualitas yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. Manusia punya kapasitas untuk mengetahui akan kebenaran. Ada perasaan ingin tahu oleh manusia, apa itu kebenaran. Manusia memiliki pengetahuan yang begitu hebat dalam ilmu biologi, kimia. Tetapi pengetahuan manusia akan kebenaran tidak bisa hanya sekadar hal-hal fisik saja, melainkan juga hal-hal yang disebut metafisika, atau melampaui fisik.

Ketika manusia belajar fisika sekalipun, mereka akan berhadapan dengan satu hal, darimana semua ini? Apakah ada Allah yang menciptakan semua ini? kalau ada satu pribadi, pencipta langit dan bumi, yang manakah? kalau ada Allah yang menciptakan saya, maka siapakah diri saya? Apa nilai hidup saya? hal-hal mengenai metafisika itu bukan sekadar hal-hal yang abstrak. Seorang manusia yang memikirkan hal-hal metafisika dia juga akan menyadari bahwa hal-hal yang tidak kelihatan pun sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari. Kalau kita hanya mengerti hal-hal fisik saja, kita bisa memberikan diri kita makanan yang cukup, rumah yang baik. Tetapi seseorang ketika tidak mengerti hal-hal metafisika, manusia tidak mempunyai pegangan pasti dalam hidup ini. Manusia tidak mengetahui untuk apa dia hidup. Konsep tentang bagaimana kita menjalani hidup ini sangat terkait dengan bagaimana kita menjalani hidup di dunia ini. Tanpa mengetahui kebenaran yang sejati, kita tidak bisa hidup. Ini bukan kebenaran yang berkaitran dengan tubuh saja, tapi juga jiwa kita. Tuhan Yesus mengatakan: "Jangan takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tapi takutlah kepada Dia yang dapat membunuh tubh dan jiwa juga.

Ada dua kelompok yang mengatakan tentang kebenaran, pertama yang mengatakan kebenaran adalah obyektif, dan yang kedua mengatakan kebenaran adalah subyektif. Bapak Stephen Tong mengatakan kebenaran adalah terkait dengan hati, bukan sekadar otak saja. Pengenala akan Tuhan terkait dengan apakah hati kita taat kepada Dia atau melawan Dia. Tetapi ketika dikatakan mengenai hati, bukankah hal itu bersifat subyektif? dan jikalau itu subyektif bukankah itu relatif? dua manusia dengan lingkungan melihat fakta yang sama, dapat berespons dengan sangat berbeda. Jika kebenaran subyektif, dimana hal itu adalah relatif, bukankah kita pernah datang ke sebuah KKR yang hamba Tuhan-nya mengatakan: semalam ketika saya mempersiapkan KKR ini, saya sendirian dalam kamar dan Roh Kudus menjamah saya. Saya merasa kepala saya dingin, bulu kuduk saya berdiri ." Tapi berdasarkan pengalaman saya, ini lebih mirip dengan gejala masuk angin.

Allah memberikan perintah agar jangan makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, kalau makan maka mati, dan ketika dimakan manusia memang mati rohani. Alkitab menegaskan bahwa yang namanya kebenaran adalh bersifat mutlak. Sifat kebenaran dari kebenaran membuat kita harua memilih antara taat atau tidak taat. Mutlak artinya tidak ada garis netral. Kkita harus betul-betul memikirkan jikalau Kristus adalah kebenaran, maka tidak ada satu orang pun yang dapat mengikut Tuhan sesuka hatinya, tidak ada setengah-setengah dalam megikut Tuhan, entah bukan menjadi orang Kristen atau menjadi orang Kristen, atau menjadi orang Kristen yang radikal, yaitu mengerjakan yang dituntut oleh Firman Tuhan.

Permasalahannya adalah manusia tidak suka yang namanya mutlak, kita ingin relatif. Inilah yang dilakukan Adam dan Hawa, membuat Firman yang mutlak menjadi relatif. Kita tidak suka jika hidup kita dikontrol, kita ingin menjadi tuan atas hidup kita. Inilah gerakan postmodernisme terhadap modernisme. Kebenaran Kristus adalah kebenaran yang memiliki sifat relasi antara Allah dan manusia. Kebenaran Kristus adalah kebenaran yang tidak hanya obyektif, tetapi juga subyektif. Manusia tidak bisa hidup tanpa kebenaran, tetapi kebenaran tidak bisa kita tempuh dengan usaha kita sendiri, melainkan memerlukan wahyu dari Allah. Allah adalah yang menciptakan segala sesuatu, oleh sebab itu kita perlu bersandar pada Allah. Tetapi kita sudah berdosa, bagaimana caranya kita bisa bersandar pada Allah? Agama-agama lain berusaha menyenangkan Allah mereka dengan poerbuatan baik mereka, tetapi Allah kita adalah Allah yang turun menjadi manusia, menjadi daging sama seperti kita manusia supaya Dia juga mati di atas kayu salib dan memulihkan kita. Dan inilah yang Yesus katakan, "Akulah jalan, kebenaran, dan hidup"

Kristus adalah sang kebenaran itu sendiri. Dia menjadi perantara bagi kita, Dia adalah jalan, Dia adalah kebenaran yang mutlak, dan Dia menuntut kita untuk memberikan seluruh hidup kita bagi Tuhan. Apakah ini adalah penindasan? Bukan, Dia telah mati dulu supaya manusia kembali pada Allah. Yesus adalah kebenaran yang membawa pada kehidupan yang sejati. Dia juga telah memberikan kita hidup yang baru, identitas yang baru menjadi anak-anak Allah. Kita tidak lagi mencari kebenaran untuk keegoisan kita sendiri, tetapi untuk kita belajar mencari kebenaran Tuhan. Itulah tujuan hidup yang paling agung, paling mulia, karena dalam alam semesta ini tidak ada yang berharga selain Kemuliaan Allah.

Mari kita berdoa supaya Allah menyatakan diri-Nya kepada kita, karena kita tidak bisa mengenal dari diri kita sendiri. Setelah itu mari berkomitmen menjadi Kristen dan menjunjung tinggi nama Kristus sampai mati. Kebenaran itu mutlak, tapi Dia tidak menindas, karena Dia memberi kehidupan.

Diambil dari Kotbah Ibadah KIN 4-9 agustus 2015

Pengkotbah: Ivan Adi Raharjo

Komentar