Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Teologia Reformed dan Relevansinya bagi Gereja Masa Kini
Editorial:
Dear All, Pertama-tama, mohon maaf karena pengiriman artikel bulan ini agak terlambat. Artikel yang saya muat bulan ini diambil dari buku "Sebuah Bunga Rampai dalam Peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong." In Christ,
Penulis:
Stephen Tong
Edisi:
026/III/2002
Isi:
PENDAHULUAN Teologia Reformed merupakan sesuatu gerakan pengertian firman Tuhan yang berdasarkan hati nurani yang murni dan perasaan tanggung jawab yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Baik dari Martin Luther, Zwingli maupun Calvin mereka sebenarnya tidak ada maksud untuk memecah gereja, mengajarkan doktrin-doktrin yang baru atau memisahkan sebagian orang untuk memihak mereka, melainkan mereka benar-benar terdorong oleh suatu keadaan yang menyedihkan yaitu penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam gereja terhadap Alkitab dan doktrin-doktrin yang diajarkan dari jaman ke jaman. Para Reformator adalah orang-orang jujur yang mau kembali setia kepada Allah dan mereka juga mau mempengaruhi gereja agar kembali setia kepada Allah. Mereka tidak menegakkan doktrin yang baru, melainkan menjelaskan doktrin yang dari kekal sampai kekal tidak berubah berdasarkan firman Tuhan yang diwahyukan dalam Kitab Suci. Khususnya Calvin, dalam "Institutes of the Christian Religion", mempunyai motivasi supaya manusia mengenal bahwa ajaran-ajaran Reformed adalah sesuai dengan ajaran-ajaran Kitab Suci. Boleh dikatakan ini adalah semacam kebangunan doktrinal yang bersangkut-paut dengan pengertian kepada interpretasi yang sah terhadap iman rasuli. Selain daripada pengaruh dalam hal doktrin yang benar, kekristenan juga membawa kita sebagai anak-anak Tuhan yang setia menjalankan tugas kehidupan di dalam dunia ini untuk mempunyai perasaan tanggung-jawab kultural dan sosial. Baik di dalam aliran Lutheran maupun Calvinis keduanya memiliki gagasan bagaimana orang Kristen hidup sebagai warga negara yang harus menjadi terang dunia dan dapat mempengaruhi kebudayaan serta membawa Kekristenan kepada Kristus yang sebenarnya adalah Raja di atas segala bidang dan aspek kebudayaan. Dengan demikian di mana teologi Reformed berada, daerah itu menerima pengaruh daripada kebenaran di dalam semua aspek kebudayaan. Selain kembali kepada ajaran Kitab Suci dan hidup bertanggung jawab dan memberi pengaruh kebudayaan, Calvin juga mementingkan:
Di dalam kedua hal di atas, boleh dikatakan bahwa kedua Reformator mendapat pengaruh dari Agustinus. Doktrin anugerah, doktrin keselamatan, doktrin Allah dan Injil yang murni ditegakkan kembali di dalam ajaran teologia Reformed sehingga kita tidak asing dengan istilah-istilah: sola scriptura, solagratia, sola fide, soli Deo gloria dan lain-lain. Kesemuanya adalah cetusan istilah yang begitu singkat namun tepat untuk melukiskan tekanan-tekanan dari gerakan Reformasi pada jaman itu yang berpengaruh ke segala jaman. Itulah sebabnya sejak Reformasi, 470 tahun lebih y.l., kita melihat pengaruh Teologi Reformed sangat menonjol, seperti:
TEOLOGIA REFORMASI DI TENGAH-TENGAH KONTEKS BERGEREJA DI INDONESIA Indonesia pernah dijajah oleh Belanda sehingga gereja Protestan merupakan gereja yang sangat luas dan berakar di Indonesia semasa penjajahan. Kami pikir gereja pada waktu itu merupakan gereja dari lapisan kelompok masyarakat yang agak tinggi sehingga Keristenan sebenarnya masih belum terlalu mendarat dan berakar dalam masyarakat umum. Menunggu sampai Gereja Pentakosta timbul di Indonesia, barulah Injil dikabarkan kepada khalayak yang lebih banyak. Khususnya melalui karunia-karunia seperti kesembuhan dan sebagainya. Hal ini menarik banyak orang miskin datang kepada Kekristenan sehingga Kekristenan menurun kepada lapisan yang lebih rendah. Sedikit berbeda dengan penginjilan di daratan Tiongkok yang pada waktu itu lapisan masyarakat atasnya adalah penganut Konfusianisme, mereka bersikap antipati kepada Keristenan. Karena itu Kekristenan melalui OMF (dahulu CIM) hanya mencapai kebanyakan orang dari lapisan bawah atau rendah. Sedangkan di Indonesia karena gereja adalah milik lapisan yang agak atas atau tinggi, kecuali di beberapa tempat yang dahulunya merupakan daerah animisme dan kemudian ada sebagian yang menjadi daerah Kristen, maka kami tidak berpandangan bahwa orang-orang Kristen itu sudah menerima dengan jelas atau mempunyai posisi teologia Reformed dengan pengertian dan kepercayaan yang kuat di dalam kondisi sedemikian. Setelah gereja-gereja harus menghadapi kultur yang lebih bersifat pluralistik, kita melihat banyak gereja Protestan mempunyai gejala yang sangat tidak normal. Misalnya sebagian dari mereka tidak puas dengan pelayanan gereja masing-masing sehingga banyak yang terpengaruh dan menuju kepada gereja-gereja yang lebih bercorak emosional maupun gerakan pengalaman ke gerakan Karismatik atau Pentakostal dan sebagainya. Sementara banyak orang yang dulunya anggota Protestan masih menyimpan jimat-jimat dan berhala-berhala sebagai pengaruh kebudayaan lama yang tidak mereka lepaskan sesudah menamakan dirinya Kristen. Di sini terlihat bahwa gerakan Protestan sendiri masih berusaha di dalam suatu ketidak-stabilan teologia maupun iman kepercayaan dan pengalaman agama yang sesuai dengan teologia itu. Karenanya teologia Reformed perlu cepat-cepat ditanamkan dengan sebenar-benarnya dan sekokoh-kokohnya kepada jemaat yang ada bahkan hendaknya mulai berpengaruh dinamik kepada orang-orang yang belum mengenal teologia Reformed. Pada dewasa ini sebagian dari pemimpin-pemimpin gereja Reformed sudah terlalu menyimpang dan jauh dari ajaran Reformed yang asli. Misalnya mereka tidak lagi memegang prinsip-prinsip dari jaman Reformasi, termasuk sola scriptura, sola gratia, sola fide dan sebagainya sehingga orang-orang gereja Protestan sudah dipengaruhi oleh teologia- teologia kontemporer yang menamakan dirinya tetap bertradisi Reformed tetapi yang sebenarnya sudah banyak menyimpang. Misalnya: aliran neo- ortodoks, baik dari Karl Barth maupun Emil Brunner semuanya menganggap diri beraliran Reformed. Mereka menganggap sendiri tetap membela teologia Reformed tetapi dari semangat dan prinsip dasarnya sudah jauh sekali dari Reformed yang asli. Kalau orang Kristen di Indonesia sudah banyak terpengaruh oleh mereka sehingga mereka menganggap diri juga termasuk orang-orang Reformed yang bersifat lebih dinamis karena merasa gereja harus menyesuaikan atau mempunyai semangat adaptasi di dalam setiap jaman dan sebagainya, maka kami kira ada bahaya yang harus cepat disadari oleh para pemimpin gereja maupun orang-orang Kristen di Indonesia pada jaman ini. PERKEMBANGAN MANDAT KULTURAL DAN SOSIAL DALAM TRADISI REFORMASI Teologia Reformed mempunyai satu ciri khas selain memberitakan Injil sebagai mandat utama juga ada mandat kultural yang harus kita kerjakan sehingga ini memungkinkan orang Kristen menjadi terang di dalam segala bidang kehidupan. Jikalau kita mau menyaksikan Kristus bukan hanya di dalam lingkup gereja, maka kita harus mempunyai semangat Kekristenan yang harus dibawa ke dalam bidang-bidang di mana kita diutus sebagai hakim, profesor, presiden, guru, dokter, pedagang dan sebagainya seharusnya membawa "tanda" dari iman Kristen dan semangat Kekristenan untuk mempengaruhi bidang-bidang di mana mereka berada. Di dalam hal ini terlihat bahwa negara-negara Barat menjunjung tinggi kejujuran lebih daripada negara-negara yang bukan dipengaruhi oleh Kekristenan. Sedangkan kejujuran ini menjadi suatu hal yang dianggap sangat merugikan diri di banyak kebudayaan Timur yang kuno, maka akhirnya kita melihat nilai kejujuran itu bukan saja tidak merugikan Barat karena negara-negara yang menjunjung tinggi kejujuran malah diberkati oleh Tuhan dengan kekuatan yang melebihi negara-negara agama lain maupun negara-negara komunis. Bagi Mao Ze Dong dan bagi Moscow, Watergate Affair merupakan suatu hal yang tidak perlu diperjuangkan, tetapi bagi orang-orang yang dipengaruhi oleh Protestantisme, hal itu merupakan suatu hal yang penting sekali bagi filsafat negara mereka. Ini adalah suatu contoh kasus untuk membuktikan pengaruh tidak langsung dari Kekristenan di Barat. Selain daripada itu pengaruh pertemuan-pertemuan ilmiah menjadi makin pesat sekali bertumbuh di bawah pengaruh langsung maupun tak langsung Kekristenan di Barat sehingga negara-negara Protestan jauh lebih cepat maju dibanding dengan negara-negara Katholik maupun negara-negara beragama lainnya. Dan di bidang politik karena mereka meninggikan hak azasi manusia sebagai ciptaan Allah menurut peta dan teladan-Nya, ini mengakibatkan kesama-rataan dan penghormatan terhadap harkat manusia menjadi mungkin. Hal inilah yang menjadi dasar yang penting dari demokrasi di Barat. Meskipun banyak yang belum bisa menjalankan demokrasi ini, seperti politik Apartheid (diskriminasi) dan sebagainya, namun hal ini sebenarnya bertentangan dengan semangat Kekristenan. Musik sebelum Johan Sebastian Bach dikatakan kebanyakan dimonopoli di Italia daerah Katholik, tetapi Jerman merupakan suatu negara yang mengalami Reformasi sehingga semacam semangat keketatan dan semangat ketelitian diwarisi di sana sampai sekarang ini. Dan Martin Luther adalah seorang petani yang mempunyai semangat keakuratan, ketelitian, kejujuran serta kesungguhan yang tak bisa dikompromikan. Hal seperti ini juga mengakibatkan timbulnya semacam pengalaman peitisme ditambah dengan semangat keakuratan yang telah berakar menyebabkan Johann Sebastian Bach dan lain-lainnya mencetuskan musik-musik yang sampai kini diakui amat tepat dengan presisi yang tinggi bahkan setelah diuji dan dianalisa dengan komputer. Baik George Frederick Handel maupun Bach adalah orang-orang Protestan. Semuanya ini merupakan permulaan kebangunan musik di daerah Jerman yang sebelumnya tidak pernah mencapai mutu setinggi ini di dalam dunia musik. Kedua orang Jerman ini telah dikagumi baik oleh Joseph Haydn, Mozart maupun Ludwig van Beethoven. Dan ketiga orang yang disebutkan belakangan ini adalan orang-orang Katholik, namun pengaruh dari Handel dan Bach sudah meresap mendalam kepada mereka. MISI DAN PEKABARAN INJIL DALAM TRADISI REFORMASI Sepanjang sejarah penginjilan terlihat Reformasilah yang mengembalikan Kekristenan kepada Injil yang paling murni dengan pemberitaan, kepercayaan dan dasar teologi yang tidak berkompromi. Skop Injil ini adalah bahwa hanya dengan mengenal Tuhan Yesus saja kita diselamatkan, hanya melalui iman saja kita diterima dan hanya melalui kedaulatan Tuhan kita boleh menjadi anak-anakNya serta hanya melalui Kristus saja kita ditebus. Maka Reformasi ini merupakan satu-satunya era yang begitu kompak dan murni untuk kembali kepada Injil yang asli sehingga teologi Reformed itu juga disebut teologia Injili. Dan dari permulaan gereja Lutheran disebut evangelical church sehingga nama "Injili" merupakan suatu istilah yang tak terpisahkan dari gereja-gereja Protestan. Misalnya pada waktu Injil disebarkan di Indonesia, gereja-gereja Protestan selalu tidak lupa mencantumkan istilah tersebut dalam nama lengkapnya. Contohnya: Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), Gereja Masehi Injili Timor (GMIT), Gereja Masehi Injil Sangir-Talaud (GMIST) dan istilah-istilah ini adalah suatu indikasi yang menunjukkan bahwa Injil memang sangat penting. Dan di mana gereja Protestan berada di sana banyak orang kembali kepada Tuhan sehingga boleh dikatakan bahwa gereja Protestan mempunyai jiwa injili yang luar biasa. Namun fakta juga menunjukkan banyak gereja Reformed sesudah melalui suatu jangka waktu mereka lupa akan anugerah Tuhan atau menginterpretasikannya secara tidak benar. Kita mengambil contoh: karena segala sesuatu berdasarkan anugerah maka kalau berdosapun akan diampuni dan lain sebagainya. Ini mengakibatkan etika dan moral gereja-gereja Protestan itu tidak ditekankan. Dengan perkataan lain kesalah-pengertian ini telah mengakibatkan banyak orang Kristen hidup tak sesuai dengan ajaran kepercayaannya. Hal ini tentu sangat disesalkan dan menyedihkan. Itulah sebabnya juga setelah 150 tahun dari gerakan Reformasi Martin Luther, gerakan Pietisme berusaha merubah kesulitan-kesulitan yang timbul. Di Indonesia banyak orang Kristen di daerah Protestan yang sangat tidak mementingkan hidup sesuai dengan panggilan sebagai saksi Kristus di dalam dunia ini. Salah satu sebab lainnya adalah karena di dalam gerakan Reformed, Protestan sangat mementingkan penanaman dan penyebaran gereja, maka banyak yang menjadi anggota gereja tanpa mempunyai pengalaman sendiri bergumul untuk bertobat, menerima Kristus secara pribadi dan lain sebagainya. Karena di dalam gereja Protestan umumnya orang mempercayai akan perjanjian keluarga sehingga seisi keluarga menjadi orang Kristen, maka amat mungkin sebagian dari anak- anak yang dibaptiskan itu belum atau tidak mengalami pertobatan pribadi. Dapat dikatakan inilah letak titik kelemahan jiwa atau semangat penginjilan dalam gereja-gereja bertradisi Reformed. ANTARA PROTESTANTISME DAN KAPITALISME Bagi kami, Kapitalisme adalah semacam hasil dari keserakahan manusia yang egosentris dan usaha mendapatkan uang melalui cara-cara yang tidak adil di dalam masyarakat. Maka menurut Max Webber, hal sedemikian ini makin menonjol sesudah Protestantisme timbul. Tetapi kita harus mengetahui dan memisahkan hal ini dengan jelas. Sebelum terjadi Reformasi, Kapitalisme sudah ada. Kapitalisme merupakan semacam gejala masyarakat yang konsisten semenjak permulaan sejarah sampai akhir jaman. Tetapi mengapakah kapitalisme dianggap menonjol sesudah Reformasi timbul, khususnya Calvinisme? Ini adalah karena ajaran penatalayanan (stewardship) yaitu manusia adalah juru kunci di hadapan Allah yang harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu termasuk kesehatan, waktu, uang, bakat dan seluruh karunia yang diberikan-Nya. Ajaran ini menyebabkan semua orang Kristen harus baik- baik memakai waktunya untuk bekerja. Uang yang mereka dapatkan tidak boleh dihamburkan untuk berjudi, bermabuk-mabukan, berzinah dan sebagainya sehingga dengan penghematan sedemikian mereka justru menyimpan uang lebih banyak lagi. Uang yang banyak ini ditambah dengan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan mengakibatkan mereka tidak secara sembarangan mempergunakannya. Maka mereka menanam modal dan bekerja lagi sampai mendapatkan uang (kapital) yang lebih besar lagi. Jadi kita tidak bisa tidak mengakui bahwa karena konsep bekerja keras, penghematan dan rasa tanggungjawab kepada Tuhan telah mengakibatkan dimana Protestantisme sejati berada di sana pasti ada kekayaan yang lebih besar dibandingkan masyarakat yang bukan Protestan. Sebagai contoh kita melihat bahwa masyarakat Bali memakai uang yang banyak hasil kerja mereka untuk upacara pemakaman dan sebagainya, sehingga bagaimanapun juga mereka tidak akan menjadi terlalu kaya. Ini merupakan kenyataan bagaimana agama mempengaruhi hidup perekonomian manusia. Tetapi karena sesudah negara-negara kapitalis menjadi kaya, lalu mereka berusaha meminjamkan uang kepada negara-negara miskin, maka secara tidak langsung ini menimbulkan penindasan antara manusia dengan manusia melalui penerimaan suku bunga dan sebagainya. Semuanya ini merupakan suatu hal yang tak bisa dihindarkan. Namun sekalipun demikian, kita harus membedakan antara Kapitalisme dengan prinsip Kekristenan. Banyak negara meskipun mayoritas penduduknya Kristen tetapi tidak menjalankan prinsip Kekristenan karena pemerintahan di sana dipegang oleh orang-orang yang tidak setia kepada Kekristenan yang sejati. MEMPERTAHANKAN TRADISI REFORMASI DALAM KONTEKS GEREJA KONTEMPORER MASA KINI Kita harus membagi teologia dan aplikasinya secara jelas. Teologia berarti pengertian manusia secara ilmiah akan Allah, sedangkan aplikasinya yaitu bagaimana menyatakan iman kita dan fungsi iman di dalam hidup sehari-hari. Teologia Reformed mengajarkan tentang Allah Tritunggal, Kristus adalah Mediator satu-satunya, Roh Kudus adalah diri-Nya Allah, dan Alkitab adalah firman Tuhan yang diwahyukan serta gereja adalah orang-orang Kristen yang ditebus oleh Tuhan, juga melalui pertobatan dan diperanakkan pula manusia menjadi anak-anak Allah dan lain sebagainya. Kesemuanya adalah ajaran yang bukan saja harus dipertahankan, melainkan tidak boleh berubah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Dan ini dimasukkan ke dalam kategori iman kepercayaan yang bersifat mutlak dan melampaui segala jaman dan daerah. Kita harus mempertahankan, memperjuangkan dan memperdebatkan hal ini dalam keadaan bagaimanapun demi menjaga kemurnian kepercayaan maupun substansi dari Kekristenan itu sendiri. Sedangkan di dalam masyarakat orang Kristen harus menjadi terang atau cahaya kesaksian melalui pengamalan akan sifat kasih, keadilan dan kesucian Allah dalam hidup kita. Hal ini merupakan sesuatu yang harus kita pelajari yakni bagaimana memancarkan kemuliaan Allah di dalam setiap jaman yang berbeda. Di samping itu harus diketahui bagaimana mempertahankan hidup Kekristenan dan bahkan bisa mempengaruhi orang lain melalui sifat-sifat ilahi yang bersangkut-paut dengan etika serta penerapannya di dalam masyarakat yang sangat pluralistik. Dalam katekismus Heidelberg dikatakan bahwa gereja yang benar dan sejati harus mengajarkan kebenaran firman Tuhan dengan benar dan ketat, lalu menjalankan sakramen dengan benar serta melaksanakan disiplin gereja dengan benar pula. Selain itu gereja harus memberitakan Injil demi menjamin kelangsungan dan kesehatan pertumbuhan gereja secara konsisten. Apa yang seharusnya gereja bina pada masa kini? Gereja yang baik, pertama, harus membenahi doktrin-doktrin kepercayaannya sehingga berakar dengan mengetahui siapa, apa dan mengapa kita percaya. Kedua, pengajaran tentang hidup bertanggung jawab kepada Allah menurut etika yang sesuai dengan ajaran Alkitab yakni memancarkan sifat ilahi di bidang moral kepada sesama manusia. Ketiga, membenahi akan makna hidup dan pelayanan. Sebagaimana kita adalah orang-orang Kristen maka kita harus hidup dan melayani orang lain sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Keempat, kita harus berusaha membina orang Kristen untuk memuliakan Tuhan di bidang- bidang yang berbeda dalam masyarakat luas. Kelima, bagaimana gereja mendorong pelebaran pekabaran Injil di dalam melaksnakan tugas Amanat Agung. Akhirnya, bagaimana gereja bisa mempunyai orang-orang yang mampu memimpin di dalam masyarakat? Kecuali gereja bisa memberikan isi pemberitaan dan pengajaran yang dirasakan cukup oleh orang-orang berpotensi maka barulah kita bisa mendapatkan orang-orang yang bermutu bagi Kekristenan. Mereka yang berkualitas ini harus membimbing agar lebih berkembang, potensi mereka perlu digali serta diarahkan dengan benar. Dengan demikian, untuk mengharapkan munculnya pemimpin-pemimpin yang menjadi kunci dalam masyarakat maka seharusnya para pemimpin gereja pada masa kini memiliki hati yang lapang, visi yang jauh, pandangan yang tepat serta cinta kasih yang limpah dan bijaksana. Jikalau tidak, maka Kekristenan akan selalu tertinggal di belakang. Di lain pihak kepemimpinan itu bukanlah sekedar bisa dilatih atau dicetak oleh usaha manusia, melainkan dibangkitkan oleh Tuhan ditambah dengan penggalian dan latihan sehingga segenap potensi dapat diperkembangkan. Juga harus diciptakan kemungkinan praktek di ladang sebagai sarana output dari apa yang sudah ada padanya ditambah dengan ujian yang lama barulah seseorang bisa menjadi pemimpin yang kuat yang hebat!
Sumber:
Sumber diambil dari:
Komentar |
Publikasi e-Reformed |