Skip to main content

Teologia Biblika adalah teologi eksegetis yang berurusan dengan penelahaan naskah alkitabiah (PL/PB) dan alat-alat untuk menafsirnya

Editorial

Dear e-Reformed Netters,

Pertama-tama, kami segenap redaksi e-Reformed mengucapkan SELAMAT PASKAH! Semoga Paskah tahun ini mempunyai makna rohani yang berkesan bagi kita masing-masing.

Artikel e-Reformed untuk bulan April ini diambil dari buku karya John Piper berjudul "Apa yang Yesus Tuntut dari Dunia". Salah satu tuntutan orang Kristen adalah memikul salib. Memikul salib berarti rela menanggung segala penderitaan sebagai konsekuensi dari mengikut Kristus. Memikul salib berarti rela putus hubungan dengan hal-hal yang kita cintai demi mengikut Kristus. Sebagaimana yang dikatakan Paulus bahwa penderitaan adalah sebuah anugerah, seharusnya kita boleh berbangga dan bersukacita jika suatu saat kita menghadapi penderitaan karena Kristus. Memang hal ini tidak mudah, tetapi itulah yang menjadi identitas seorang pengikut Kristus, seperti yang telah dialami para pendahulu kita yang telah berhasil memperjuangkan dan mempertahankan iman sampai akhir.

Biarlah mengikut Kristus dengan segala konsekuensinya menjadi kerinduan bagi setiap kita. Kiranya Allah Roh Kudus dengan segala kasih karunia-Nya terus menyertai dan memampukan kita untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati. Soli Deo Gloria!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Teddy Wirawan
< teddy(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >
Penulis
John Piper
Edisi
edisi 151 - Pikullah Salibmu dan Ikutlah Aku
Tanggal
23 April 2014
Isi
Pikullah Salibmu dan Ikutlah Aku

Pikullah Salibmu dan Ikutlah Aku

Yesus memanggul Salib.

"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya." (Matius 16:24-25).

"Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Markus 1:17).

"Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12).

"Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." (Matius 8:22).

"Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Matius 19:21).

Yesus sepenuhnya manusia dan sepenuhnya Allah (Yohanes 1:1,14). Ia bukan Allah dalam bungkus manusia, seperti kostum. Ia nyata, manusia dengan darah daging, seorang anak tukang kayu (Markus 6:3). Karena itu, ketika Ia berkata kepada para penangkap ikan dan pemungut cukai, "Ikutlah Aku," ketaatan mereka adalah konkret, perbuatan fisik yang menjejakkan kaki mereka ke tanah dan berjalan di belakang Yesus dan menjadi bagian dari tim perjalanan Yesus.

Mengikut Yesus Ketika Ia Tidak Lagi Di Sini

Yesus tahu bahwa Ia tidak akan selalu berada di bumi bersama pengikut-pengikut-Nya dalam pengertian fisik. "... tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, ... Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:5,7) Yesus sadar sepenuhnya bahwa gerakan yang telah dimulai-Nya akan berlanjut setelah ia kembali kepada Bapa-Nya di surga. Ini adalah rencana-Nya.

Oleh sebab itu, tuntutan-Nya supaya kita mengikut Dia adalah relevan, bukan hanya pada masa Ia hidup secara fisik di dunia, melainkan juga sepanjang waktu. Ia dengan jelas menyatakan ini pada akhir pelayanan-Nya di bumi. Ia telah bangkit dari kematian dan akan kembali kepada Bapa-Nya. Ia mengatakan kepada Petrus bahwa suatu hari, ia akan mengalami mati syahid setelah Yesus naik ke surga. Petrus bertanya-tanya apakah ia orang satu-satunya sehingga ia bertanya kepada Yesus apa yang akan terjadi dengan rekan rasul yang lain, yaitu Yohanes. Yesus menjawab, Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: "Ikutlah Aku." (Yohanes 21:22).

Implikasi tentang mengikut Yesus ini terjadi setelah Yesus naik ke surga. Sampai Yesus datang kembali, Ia berharap murid-murid-Nya di dunia tetap mengikut Dia. Jadi, mengikut Yesus tidak dibatasi dengan berjalan secara fisik di sekitar Palestina di belakang Yesus. Yesus menuntut hal ini pada setiap orang, di setiap negara, pada setiap zaman.

Mengikut Yesus Berarti Melakukan Seperti yang Yesus Lakukan

Ketika Yesus berkata kepada Petrus dan Andreas, yang pekerjaannya adalah menangkap ikan, "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia" (Markus 1:17), Ia menggunakan perumpamaan yang berhubungan langsung dengan mereka, untuk sesuatu yang dapat diaplikasikan kepada setiap orang yang mengikut Yesus. Tuntutan untuk mengikut Yesus berarti bahwa setiap orang harus bersama Dia, melakukan apa yang Ia lakukan. Dan, berkali-kali Ia mengatakan apa yang Ia maksudkan. "Anak Manusia datang ... untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45) "Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10) "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Lukas 5:32) "Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10) "Apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!" (Yohanes 12:27-28)

Kesimpulannya, Ia datang untuk "mati" bagi bangsa (Israel), dan bukan hanya untuk bangsa Israel, tetapi juga untuk menyatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai di luar (Yohanes 11:51-52). Ia datang untuk mengumpulkan suatu umat, khususnya untuk mengumpulkan suatu umat yang setia kepada-Nya untuk kemuliaan Bapa-Nya, dengan mati untuk menyelamatkan mereka dari dosa dan memberi mereka hidup kekal dan suatu etika kasih yang baru seperti diri-Nya (Yohanes 13:34-35). Oleh sebab itu, ketika Ia menuntut agar kita mengikut Dia, yang Ia maksudkan ialah kita ikut bersama-Nya dalam tugas mengumpulkan. "Siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." (Lukas 11:23) Tidak ada pengikut netral; kalau kita tidak mengumpulkan, kita mencerai-beraikan. Mengikut Yesus berarti melanjutkan pekerjaan-Nya, yang untuk itulah Ia datang -- mengumpulkan umat yang setia kepada-Nya untuk kemuliaan Bapa-Nya.

"Mengikut Yesus berarti kita ikut dalam penderitaan-Nya. (John Piper)"
FacebookTelegramTwitterWhatsApp

Mengikut Yesus dalam Penderitaan

Mengajak kita untuk turut melanjutkan pekerjaan-Nya, termasuk menderita bersama-Nya, merupakan tujuan kedatangan Yesus. Mengikut Yesus berarti kita ikut dalam penderitaan-Nya. Ketika Yesus memanggil kita untuk mengikut Dia, dalam hal inilah Ia menekankan, Ia tahu bahwa Ia menuju ke salib dan Ia menuntut kita melakukan hal yang sama. Ia menata seluruh kehidupan dan pelayanan-Nya untuk pergi ke Yerusalem dan dibunuh. "Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem." (Lukas 13:33)

Maka, "Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem." (Lukas 9:51) Dan, Ia tahu secara tepat apa yang akan terjadi di sana. Semuanya itu telah direncanakan Bapa-Nya ketika Bapa mengutus-Nya ke dalam dunia. "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan, mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit." (Markus 10:33-34) Itulah rencana-Nya-sampai detail-detail ketika Ia diludahi.

Itulah rancangan kehidupan-Nya. Dan, Ia tahu bahwa penderitaan-Nya juga akan menimpa mereka yang mengikuti Dia. "Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu." (Yohanes 15:20) Maka, fokus yang pantang mundur dari tuntutan-Nya ialah bahwa kita mengikut Dia dalam penderitaan. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24) Yesus menekankan pada kata menyangkal diri dan memikul salib.

Menderita Demi Yesus dengan Sukacita Menunjukkan Nilai Tertinggi Yesus

Yesus tidak mati untuk menjadikan kehidupan kita mudah dan makmur. Ia mati untuk menyingkirkan setiap halangan yang merintangi sukacita kekal yang akan kita peroleh dari-Nya. Dan, Ia memanggil kita untuk mengikut Dia dalam penderitaan-Nya karena penderitaan dan sukacita ini adalah demi Yesus (Matius 5:12). Ini menunjukkan bahwa Ia lebih berharga daripada segala pahala yang ditawarkan dunia (Matius 13:44;6:19-20). Jika Anda mengikut Yesus hanya karena Ia membuat kehidupan Anda mudah saat ini, itu akan memperlihatkan kepada dunia bahwa Anda mencintai apa yang mereka cintai, dan Yesus kebetulan menyediakan itu bagi Anda. Akan tetapi, jika Anda menderita bersama Yesus di jalan kasih karena Ia adalah harta yang tak ternilai bagi Anda, akan menjadi nyata kepada dunia bahwa hati Anda diarahkan kepada harta yang berbeda dari mereka. Itulah sebabnya, Yesus menuntut agar kita menyangkal diri dan memikul salib kita dan mengikut Dia.

Menderita Sementara Untuk Yesus; Bersukacita di dalam Yesus Itu Kekal

Tentu saja, penderitaan itu sementara. Tuhan tidak memanggil kita untuk penderitaan yang kekal. Ia menyelamatkan kita dari penderitaan."Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal." (Yohanes 12:25) "Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, Ia akan menyelamatkannya." (Markus 8:35) Menderita bagi Yesus adalah sementara. Sukacita di dalam Yesus adalah kekal. Ketika Petrus berkata (mungkin dengan sedikit nada mengasihani diri),"Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau, ...." Yesus menjawab tanpa memanjakan rasa mengasihani diri Petrus,"Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal." (Matius 19:27,29) Dengan kata lain, tidak ada pengorbanan yang paling tinggi dalam mengikut Yesus. "...engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar." (Lukas 14:14) "... upahmu besar di sorga ..." (Matius 5:12).

Bahkan, sebelum surga, sukacita sudah berkelimpahan di sepanjang jalan yang keras dan memimpin kita melalui kematian menuju kebangkitan. Tidak ada yang dapat dibandingkan dengan sukacita berjalan di dalam terang bersama Yesus, sebagai lawan dari berjalan di dalam kegelapan tanpa Dia. Yesus berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yohanes 8:12). Mengikut Yesus memang dapat membawa kita mengalami penderitaan dan kematian. Namun, jalan-Nya menuju kepada terang, kehidupan, dan kebenaran. Yesus berjanji, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:20) Dan, di mana Yesus hadir, di situ ada sukacita, sukacita di dalam penderitaan sekarang, namun tetap adalah sukacita. "Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:11).

Seseorang berjalan sendiri di padang pasir.

Terputusnya Relasi dengan Sesama

Inilah sebabnya, terputusnya relasi sebagai konsekuensi dari mengikut Yesus tidak menghancurkan hidup kita, meskipun sangat mungkin terjadi putus relasi dengan orang lain, harta milik, atau dengan pekerjaan. Yesus mempunyai cara yang mengejutkan untuk menjelaskan harga mengikut Dia di dalam relasi dengan orang. "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." (Matius 8:22) "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." (Lukas 14:26) Dengan kata lain, mengikut Yesus begitu pentingnya sehingga Ia menuntut perilaku yang terkadang terlihat seperti membenci dunia. Saya melihat pilihan yang menyakitkan ini telah dihayati oleh para misionaris ketika mereka membawa anak-anak mereka yang masih kecil ke tempat-tempat yang berbahaya dan meninggalkan orang tua mereka yang telah lanjut usia, tak memelihara mereka, dan mungkin tidak akan melihat mereka lagi di dunia. Sebagian orang menyebutnya "tanpa kasih". Namun, Yesus melihat pada bangsa-bangsa dan apa yang dituntut oleh kasih demi bangsa-bangsa tersebut.

Putus Relasi dengan Harta Milik

Mengikut Yesus juga membuat kita putus relasi dengan harta milik. Suatu kali, ada seorang pemuda kaya yang sangat mencintai harta miliknya. Maka, Yesus memutus berhala dalam hatinya dengan tuntutan,"Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari, dan ikutlah Aku." (Matius 19:21) Jikalau ada sesuatu yang menghalangi jalan kita untuk mengikut Yesus, kita harus menyingkirkannya.

Hal ini bukan khusus untuk orang kaya tersebut, tetapi berlaku untuk kita semua."Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." (Lukas 14:33) Melepaskan diri dari apa yang Anda miliki tidak selalu berarti menjual semua milik Anda. Yesus memuji Zakheus yang memberikan separuh dari harta miliknya untuk orang-orang miskin (Lukas 19:8-9). Akan tetapi, menjual semua berarti semua yang kita miliki tersedia sepenuhnya bagi Yesus untuk tujuan-tujuan yang menyenangkan Dia, dan bahwa harta itu tidak menghalangi ketaatan yang radikal terhadap perintah untuk mengasihi.

Putus Relasi dengan Pekerjaan

Juga ada putus relasi saat kita mengikut Yesus, yang berkenaan dengan pekerjaan kita. Ketika Yesus memanggil kedua belas murid untuk mengikut Dia, tidak seorang pun yang secara penuh menjadi pengikut Yesus. Mereka adalah penangkap-penangkap ikan, pemungut cukai, dan sebagainya. Mereka mempunyai pekerjaan. Yang luar biasa adalah terjadi hal seperti ini: "Kemudian ketika Ia (Yesus) lewat di situ, Ia melihat Lewi anak Alfeus duduk di rumah cukai lalu Ia berkata kepadanya: 'Ikutlah Aku!' Maka berdirilah Lewi lalu mengikut Dia." (Markus 2:14) Itu yang terjadi (sejauh yang kita ketahui). Bagi kebanyakan kita, tentu tidak sesederhana itu. Namun, bisa terjadi demikian.

Mungkin hal ini terjadi pada Anda. Tidak setiap orang harus meninggalkan pekerjaannya dan mengikut Yesus. Ketika seseorang mau meninggalkan kampung halamannya dan mengikut Yesus, Yesus berkata,"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau." (Markus.5:19) Kebanyakan dari kita tetap tinggal pada posisi dan relasi sekarang. Namun, tidak semuanya. Untuk sebagian orang, mungkin Anda (ketika Anda membaca ini), mengikut Yesus bisa berarti putus relasi yang riskan dengan pekerjaan Anda. Janganlah takut untuk mengikut Dia dan menjauh dari keadaan yang tidak asing bagi Anda.

Mengikut Yesus Itu Mahal dan Berharga

Yesus tidak ingin menjebak Anda dengan semacam umpan atau tombol untuk mengikut Dia. Ia sangat jelas tentang harga yang harus dibayar. Sebenarnya, Ia mendesak Anda untuk menghitung harganya."Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? ... Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?" (Lukas 14:28,31) Biarlah panggilan untuk mengikut Yesus menjadi jelas dan tulus."Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." (Yohanes 16:33) Sangat mahal dan sangat berharga.

Pikullah Salib

Sumber

Diambil dari:

Judul asli buku : What Jesus Demands From The World
Judul buku terjemahan : Apa yang Yesus Tuntut dari Dunia
Judul bab : Pikullah Salibmu dan Ikutlah Aku
Penulis : John Piper
Penerjemah : Miriam Santoso
Penyunting : Chilianha Jusuf
Penerbit : SAAT, Malang 2012
Halaman : 69 — 75

Editorial

Dear e-Reformed Netters,

Segenap Redaksi e-Reformed mengucapkan: Selamat PASKAH, kepada semua anggota e-Reformed. Kiranya tulisan yang saya kirimkan ini boleh menjadi khotbah Paskah yang akan menggugah kita untuk menghargai pengorbanan Kristus, sekaligus menjadikan Dia teladan abadi bagi ketaatan kita. Selamat menyimak.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >
Penulis
Dr. Pdt. Stephen Tong
Edisi
Edisi 138/Maret 2013
Tanggal
28 Maret 2013
Isi
Bapa, ke Dalam Tangan-Mu Kuserahkan Nyawaku

Bapa, ke Dalam Tangan-Mu Kuserahkan Nyawaku

Tidak mungkin seseorang tidak akan berbahagia, ketika ia mengingat kematian Kristus, mengerti akan kasih-Nya, dan membagi-bagikan kasih Kristus kepada sesama. Tidak ada seorang pun yang tidak berbahagia,karena ia dapat dengan sungguh-sungguh melayani Kristus yang sudah mati dan bangkit dengan pengabdian yang penuh. Firman Tuhan adalah sumber kekuatan dan satu keajaiban yang memberikan iman yang sejati. Kegenapan yang digenapkan Yesus Kristus adalah kegenapan yang bersifat paradoks. Menurut pandangan manusia, Kristus tidak menggenapkan apa-apa, Kristus tidak menyukseskan apa-apa, dan Kristus tidak menghasilkan apa-apa. Menurut manusia, seseorang yang bergantung di atas kayu salib tidak memiliki kesuksesan ataupun keunggulan apa pun. Akan tetapi, dari permulaan kitab suci sampai pada akhirnya, kita dididik oleh Tuhan Allah untuk tidak melihat segala sesuatu secara lahiriah.

Gambar Tuhan Yesus Di Salib

Allah mendidik kita untuk tidak melihat segala sesuatu hanya dengan pandangan mata lahiriah yang sudah ditipu oleh iblis. Biarlah kita memiliki pandangan seperti pandangan Tuhan Allah sendiri yang melihat sampai ke batin. Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati sanubari (1 Samuel 16:7). Bagi manusia, Kristus dilihat sebagai manusia yang tidak memiliki keunggulan ataupun kesuksesan, tetapi sebagai manusia yang gagal. Namun, Yesus Kristus yang kelihatan gagal adalah Yesus Kristus yang meneriakkan perkataan, "Tetelestai! Genaplah!"

Apakah yang telah digenapkan-Nya? Apakah Dia sudah mendirikan satu gedung yang besar? Sekolah Kristen yang mewah? Buku Kristen yang tebal? Sistem pendidikan yang baru? Sistem filsafat yang melawan sistem filsafat yang lain? Tidak. Akan tetapi, apa yang digenapkan Yesus Kristus di atas kayu salib adalah apa yang tidak mungkin digenapkan oleh politik, militer, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, filsafat, dan segala ilmu dunia. Di dalam perkataan Kristus yang ke-6, manusia boleh melemparkan jangkar pengharapannya. Manusia boleh mengembuskan napas yang terakhir dengan satu jaminan yang pasti. Genaplah!

Kristus mengucapkan, "Genaplah!" dengan satu kepastian yang sungguh. Perkataan ini menembus dunia malaikat dan mencengangkan mereka, menembus dunia manusia dan memberi pengharapan terbesar kepada mereka, menembus alam maut dan mengguncangkan neraka.Jika Tuhan mengatakan "Gagallah!" maka meskipun Dia bangkit, kita tidak mengetahui dalam hal apa Dia menjanjikan jaminan keselamatan. Akan tetapi, karena Tuhan Yesus mengatakan "Genaplah!" maka inilah jaminan yang pasti akan kebangkitan kita! Tidak ada seorang pun pernah memiliki kegagalan secara lahiriah lebih dari apa yang dinyatakan Yesus, Orang Nazaret yang tergantung di atas kayu salib. Namun sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang pernah mencapai kemenangan, kesuksesan, dan keunggulan yang lebih besar dari apa yang pernah dinyatakan Yesus Kristus yang mati terpaku semacam itu. Di atas kematian Yesus Kristus ada satu perubahan atau transformasi yang besar atas segala konsep, sistem, dan segala arah di dalam alam semesta. Arah manusia berdosa yang menuju kepada neraka karena melawan Tuhan Allah harus berubah di muka kayu salib. Segala sistem yang lama harus berubah menjadi sistem yang baru, menurut arah sinar cahaya yang keluar dari takhta Allah dan Anak Domba yang pernah disembelih di atas Golgota.

Pada waktu Yesus Kristus mengatakan "Tetelestai!", maka terbelahlah tirai yang memisahkan tempat suci dan tempat mahasuci di bait Allah dari atas sampai ke bawah. Bukan tangan manusia yang melakukannya, bukan pisau atau gunting, tetapi kuasa Allah sendiri yang menjalankan hal ini. Di dalam keempat Injil dicatat bahwa sebelum Kristus mati, Ia mengucapkan perkataan dengan seruan yang nyaring, suara teriakan yang keras. Jelas bagi kita bahwa itu adalah hal yang tidak logis, di luar logika. Orang yang disalibkan diperkirakan akan mati dalam 2 -- 4 hari. Dan, sejak hari pertama disalibkan, orang tersebut akan mengalami satu gejala yang tidak akan berubah sampai beberapa hari kemudian. Gejala itu timbul karena banyaknya darah yang mengalir keluar dari tubuh orang yang disalibkan. Darah yang berkurang akan makin mengental dan darah yang menuju ke bagian kepala akan berbeda jumlahnya dengan darah yang beredar di bagian tubuh yang lebih bawah. Lambat laun, karena kekurangan darah yang naik ke atas kepala, maka belum sampai satu hari, semua kekuatan di leher orang tersebut akan lenyap, sehingga orang yang disalibkan harus menundukkan kepala.

Gejala kekaburan atau kepusingan juga akan dialami tetapi orang tersebut belum akan mati. Belum mati, tetapi tidak akan mungkin hidup lagi seperti biasa. Tubuh akan menggetar, makin lama makin lemah dan manusia yang disalibkan akan mati secara perlahan. Detik demi detik ia akan mati dalam kekejaman dan kesulitan yang tidak mungkin ditolak. Lebih mudah mati digantung, ditembak, kursi listrik, atau dipenggal dibandingkan mati disalib. Beratnya tubuh yang tergantung mengakibatkan lubang paku menjadi besar dan untuk menjaga supaya seluruh tubuh tidak jatuh, maka orang tersebut diikat pada kaki dan tangannya. Akan tetapi, tali tersebut justru mengakibatkan kematian yang pelan-pelan karena darah yang mengalir keluar tertahan oleh ikatan tali. Orang yang menyalibkan orang lain adalah orang yang suka melihat orang lain mati secara perlahan. Di dalam kondisi semacam itu, hanya Kristus satu-satunya yang berbeda dengan orang lain. Sebelum mati, Ia menengadah dan berkata kepada Allah dengan kekuatan yang luar biasa. Suara-Nya nyaring dan dengan teriakan, khususnya pada waktu mengatakan empat perkataan terakhir.

"Kristus yang telah diutus oleh Allah mengetahui bahwa Dia tidak boleh hidup untuk diri-Nya sendiri. (Stephen Tong)"
Facebook Telegram Twitter WhatsApp

Pada saat orang normal tidak bisa berteriak karena tidak mampu, justru saat itu Kristus berteriak dengan keras. Sesudah enam jam disalibkan, siapakah yang bisa berteriak? Sesudah mengatakan "Genaplah!" maka tirai di bait suci terbelah. Lalu, Kristus mengatakan kalimat terakhir, "Bapa, Aku menyerahkan jiwa-Ku ke dalam tangan-Mu!" Setelah itu, Dia mengembuskan napas yang terakhir. Ini satu mukjizat. Ini satu hal yang luar biasa. Ini satu hal yang sama sekali berbeda dengan tradisi dan catatan sejarah. Kristus satu-satunya yang menyerahkan nyawa-Nya di dalam kekuatan yang luar biasa. Jiwa Kristus bukan dirampas oleh kematian. Pada waktu hidup-Nya, Kristus dirampas. Keadilan bagi-Nya dirampas, hak-Nya dirampas, pembelaan-Nya dirampas, dan kebajikan bagi-Nya pun dirampas. Manusia tidak memedulikan bahwa dengan tangan-Nya, Kristus menyembuhkan orang lain. Tangan yang menyembuhkan orang lain dipakukan. Kepala-Nya yang memikirkan firman Allah dan hal-hal ilahi dimahkotai mahkota duri. Kaki yang berjalan ke sana kemari mencari domba yang sesat adalah kaki yang ditusuk. Tuhan Yesus memiliki cinta yang tidak ada bandingnya. Tuhan Yesus Juru Selamat satu-satunya. Pada waktu disalibkan, Ia mengucapkan kalimat yang terakhir, "Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku ke dalam tangan-Mu!"

Ucapan Kristus di atas kayu salib dimulai dengan "Bapa ...," dan diakhiri dengan "Bapa ..." Ini menjadi satu elemen paling pokok bagi pelayanan kita. Di atas kayu salib, Yesus Kristus tidak berkata banyak kepada manusia. Bagi Kristus yang penting adalah satu kesetiaan kepada Bapa. Yang mengutus Kristus adalah Bapa, dan yang akan menerima Kristus kembali ke sorga juga adalah Bapa. Jikalau yang memanggil Yesus Kristus adalah uang, maka Dia akan melayani uang. Akan tetapi, karena yang memanggil Kristus adalah Bapa, maka Kristus memiliki prinsip yang memulai pelayanan-Nya dengan Bapa dan mengakhirinya juga dengan Bapa. Allah Bapa yang memulai, Allah Bapa juga yang menjadi Penggenap. Bapa yang menciptakan segala sesuatu terjadi dan segala sesuatu ini juga akan disempurnakan oleh Bapa yang mengizinkan segala sesuatu ini terjadi. "The Creator is also The Consummator". Allah yang mengerjakan pekerjaan kebajikan adalah Allah yang akan menggenapi pekerjaan kebajikan itu. Dan, Kristus yang telah diutus oleh Allah mengetahui bahwa Dia tidak boleh hidup untuk diri-Nya sendiri.

Sebagaimana apa yang pernah didoakan dan dinyatakan Kristus dalam ucapan yang agung di Getsemani, "Bapa, bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (Lukas 22:42), demikian pula di atas kayu salib, Kristus mengucapkan tujuh kalimat yang menunjukkan relasi vertikal antara Dia dengan Allah Bapa. Kalimat pertama adalah, "Ya, Bapa, ampunilah mereka ...", kalimat terakhir adalah "Ya, Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!" Kristus memohonkan pengampunan bagi manusia berdosa kepada Bapa dengan kematian-Nya. Kristus yang mati bagi manusia menurut kehendak Bapa sekarang menyerahkan jiwa-Nya kepada Bapa. Perkataan pertama dimulai dengan "Bapa", perkataan terakhir diakhiri dengan "Bapa". Akan tetapi, perkataan keempat yang ada di bagian tengah adalah "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Di tengah-tengah antara Alfa sampai Omega, ada lembah bayang-bayang maut. Pada permulaan, dengan girang kita menjalankan kehendak Allah. Pada saat terakhir, relakah kita menyerahkan seluruh hidup kepada Allah? Di tengah-tengah perjalanan panjang kehidupan, Allah mengizinkan orang yang menjalankan kehendak-Nya untuk mengalami bayang-bayang maut yang menakutkan. Lembah bayang-bayang maut adalah lembah yang pernah dijalani Kristus secara sendirian. Saat itu Bapa tidak mendampingi Dia. Kristus menjalaninya sendiri. Itulah sebabnya, sejak hari itu, barangsiapa harus menjalani bayang-bayang maut boleh berkata kepada Tuhan Yesus, "Engkau beserta dengan aku." Kristus sudah menjalani jalan itu. Apakah Anda takut akan hari depan? Bagi Kristus, hari depan kita adalah hari kemarin. Pada waktu Kristus mengatakan "Genaplah!" dan "Ya, Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku!", janganlah kita lupa bahwa mengatakan hal seperti itu memerlukan iman kepercayaan yang bukan main besarnya.

Gambar Tuhan Yesus Di Salib

Pada waktu Yesus dibaptiskan, Allah Bapa bersaksi dengan langit yang terbuka dan suara yang nyaring, "Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Lukas 3:22) Pada waktu di bukit Hermon, Yesus Kristus menyatakan diri-Nya dalam kemuliaan beserta dengan Musa dan Elia, Allah sekali lagi berkata dari langit, "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Lukas 9:35) Namun, justru di dalam kepicikan, kepedihan, dan sengsara yang paling besar yang dialami Kristus di atas kayu salib, Allah seolah-olah menudungi muka-Nya dan seakan-akan tidak melihat akan sengsara Yesus Kristus.Saat Yesus berteriak, "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" adalah saat yang sungguh-sungguh mengerikan. Akan tetapi, pada waktu Yesus mengatakan "Sudan genap!", Yesus mengatakannya di dalam keadaan yang tidak berubah apa-apa. Dia tetap tergantung di atas salib. Tidak ada pertolongan dari Allah. Orang-orang di bawah salib menunggu apakah pertolongan dari Allah akan datang. Orang-orang pernah mendengar bahwa pada waktu Kristus berdoa di bukit Hermon, Elia dan Musa datang mendampingi Dia. Jadi, sekarang mereka menantikan apakah hal itu akan terulang lagi. Akan tetapi, kondisi tidak berubah. Doa Kristus seakan-akan tidak dijawab. Kesulitan seolah-olah makin menjadi besar. Kelemahan makin menjadi nyata. Darah terus mengalir. Segala sesuatu makin menjadi gelap. Orang-orang di bawah salib tetap menghinakan Dia. Dengan demikian, apakah kesuksesan yang dinyatakan Kristus dengan perkataan "Genaplah"? Apakah yang dinyatakan-Nya dengan perkataan "Ya, Bapa, Aku menyerahkan Roh-Ku ke dalam tangan-Mu"?

Dengan melihat Kristus, kita melihat manusia pertama di dalam sejarah yang menerjunkan diri ke dalam kekekalan -- dalam keadaan yang tanpa kegentaran sama sekali. Kristus yang sudah menang memimpin kita masuk ke dalam kemuliaan. Dia menjadi teladan bagi Anda dan saya. Betapa banyak orang yang pada waktu hidupnya memiliki keberanian, tetapi pada waktu menghadapi kematian, segala keberaniannya hilang sama sekali. Namun, Kristus, di dalam kalimat terakhir sebelum mengembuskan napas-Nya yang terakhir, memberi contoh bagi kita. Jikalau segala kepicikan belum berubah, kepedihan masih dialami, bahaya masih mengancam, dan segala situasi tetap sama, padahal saat kematian kita semakin mendekat, bisakah kita tetap memanggil Allah sebagai Bapa kita? Apakah Allah tetap menjadi Bapa kita? Apakah dari dulu sampai sekarang Dia tetap menjadi Bapa Anda? Apakah kita tetap bisa melihat anugerah-Nya tetap mengelilingi kita? Jika kita memanggil Allah sebagai Bapa, hanya karena kita sudah menikmati segala berkat dari-Nya, bagaimana jika semua berkat sudah tidak ada lagi? Bagaimana jika segala yang indah sudah hilang dan segala kepicikan kita alami? Apakah kita tetap memanggil Allah sebagai Bapa kita pada detik terakhir sebelum kita mati? Apakah Anda masih bisa memanggil Bapa? Apakah doa Anda masih didengarkan oleh-Nya? Ya. Karena Yesus Kristus menjadi teladan kita. "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku."

Download Audio

Sumber

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : 7 Perkataan Salib
Judul artikel: Ya, Bapa ke dalam tangan-mu Kuserahkan nyawa-Ku
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1992
Halaman : 133 -- 140

Editorial

Dear e-Reformed Netters,

Artikel yang ditulis oleh Christopher J.H. Wright dengan judul "Memahami Alkitab Secara Menyeluruh" ini, sangat menolong saya untuk melihat kronologi "Perjanjian" (Covenant) yang Allah berikan dan turunkan dari Nuh sampai ke Daud, bahkan sampai masa Perjanjian Baru. Jika orang Kristen dapat memahami kronologi ini, maka saya yakin banyak orang Kristen akan melihat Alkitab dengan cara yang jauh lebih jelas. Kita tidak lagi berani mencomot kisah dalam Alkitab dan melepaskannya dari konteks keseluruhan Alkitab. Kisah-kisah dalam Alkitab saling berhubungan dan memberi makna secara luas dan mendalam sebagaimana maksud misi agung Allah. Cara berpikir kita pun akan dibentuk oleh pola pikir Alkitab, sehingga kita mulai dapat melihat ayat-ayat Alkitab selaras dengan maksud pemikiran Allah. Ini merupakan pencerahan pemikiran Kristen yang luar biasa. Melalui artikel ini kita akan diyakinkan bahwa kekristenan benar-benar berbeda dengan agama- agama lain.

Oleh sebab itu, saya sangat merekomendasikan Anda membaca artikel di bawah ini dengan teliti dan perlahan-lahan. Setiap bagian harus dicerna dengan baik-baik. Setelah membaca artikel ini, Anda pun harus perlahan-lahan mengubah cara berpikir lama Anda supaya Anda bisa melihat Alkitab secara utuh. Saya yakin Anda akan semakin bergairah dalam mempelajari Alkitab karena Anda akan semakin mengerti cara pikir Allah. Selamat membaca.

Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< http://reformed.sabda.org >

Penulis
Christopher J.H. Wright
Edisi
132/September 2012
Tanggal
Oktober 2012
Isi

Memahami Alkitab Secara Menyeluruh

[block:views=similarterms-block_1]

Dalam memahami Alkitab, kita perlu melihat Alkitab dengan cara "melihat ke atas". Tujuannya adalah supaya kita dapat memercayai Alkitab sebagai firman Allah. Namun, kita juga perlu "melihat ke bawah" supaya dapat memelajari Alkitab yang disampaikan dalam wujud kata-kata penulisnya, yang adalah manusia, yang hidup dalam konteks mereka masing-masing. Langkah kita berikutnya adalah mengakui bahwa setiap perikop di dalam Alkitab merupakan bagian dari suatu kerangka keseluruhan Alkitab. Di satu sisi, pemahaman kita tentang suatu perikop tertentu akan dipengaruhi oleh posisinya sebagai bagian dari Alkitab, yang merupakan satu kesatuan dan kita juga harus mengartikannya di bawah terang bagian Alkitab lainnya. Di sisi lain, perikop tunggal itu sendiri memberikan sumbangannya -- entah kecil atau besar -- kepada pesan Alkitab secara keseluruhan. Seluruh bagian lain dalam Alkitab akan memengaruhi pemahaman kita mengenai suatu perikop tertentu, sementara pemahaman kita tentang masing-masing perikop akan memengaruhi pemahaman kita tentang bagian Alkitab lainnya secara menyeluruh.

Karena alasan di atas, kita perlu memahami Alkitab secara keseluruhan dan mengerti tentang Penyataan-Nya (wahyu) yang luar biasa luas. Demikian juga, saat memelajari suatu perikop, kita perlu "melihat ke belakang" dan "melihat ke depan" isi Alkitab secara keseluruhan, untuk memerhatikan hal-hal yang mendahului dan mengikuti suatu perikop. Setelah kita membaca perikop secara berulang-ulang dengan melihat perikop-perikop Alkitab yang lain, kita sebenarnya sedang membangun sebuah pola pandang alkitabiah. Artinya, Alkitab sebagai suatu keseluruhan akan menjadi lensa/kaca mata yang kita pakai, yang melaluinya kita menafsirkan kehidupan, juga berbagai peristiwa dan gagasan. Secara berangsur-angsur, kita bukan lagi sekadar memikirkan "tentang" Alkitab, melainkan "berpikir selaras dengan" pola pikir Alkitab.

Mari kita mengambil contoh dari Rasul Paulus mengenai pendekatan sistematis terhadap Alkitab ini. Paulus tampaknya menggunakan sebagian besar waktunya untuk membimbing jemaat di Efesus. Dari Alkitab, kita tahu bahwa di kota Efesus ini Paulus mengajar di sebuah ruang kuliah sewaan setiap hari, dan juga menjadi gembala bagi jemaat di kota serta mengunjungi rumah-rumah mereka. Ia menggambarkan tiga tahun pelayanannya kepada jemaat dengan dua cara, yaitu saat ia mengucapkan perpisahan kepada para penatua jemaat di Efesus sebagaimana dicatat dalam Kisah Para Rasul 20.

Pertama, dalam ayat 20 Paulus berkata, "Sungguh pun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu."

Jadi, pengajaran dan pemberitaan Paulus memunyai relevansi lokal dan kontekstual -- "aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu." Ia langsung mengatasi kebutuhan dan menjawab berbagai pertanyaan mereka. Namun, fakta bahwa ia "memberitakan" dan "mengajar" hampir dipastikan mengandung makna bahwa ia menggunakan firman Allah (yang sekarang kita sebut Perjanjian Lama) untuk melakukannya. Ia menggunakan dan menerapkan firman Allah pada masalah-masalah yang dihadapi oleh orang percaya di Efesus pada masa hidup mereka. Cara pengajaran Paulus serupa dengan apa yang sekarang kita sebut sebagai khotbah topikal dan tematis.

Namun, di ayat 27 Paulus menambahkan, "Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu". Bagi Paulus "seluruh maksud Allah" atau seluruh kehendak, atau seluruh pendapat Allah berarti seluruh wahyu Allah yang tertuang di dalam Alkitab. Jelas bahwa Paulus memahami tujuan dan misi Allah melalui firman Allah pada waktu itu (yaitu Perjanjian Lama) melalui penciptaan dan sejarah Israel dalam PL. Firman Allah menyatakan urutan janji-janji dalam perjanjian Allah yang luar biasa, yang melaluinya Allah menyatakan komitmen-Nya untuk memberkati Israel, bangsa-bangsa, dan seluruh dunia. Dengan demikian, Paulus secara sistematis mengajarkan kepada orang-orang percaya baru segala pengajaran alkitabiah, yaitu hukum, sejarah, nabi-nabi, Mazmur, dan kitab-kitab hikmat, yang merupakan bagian yang menyusun "seluruh maksud Allah".

Alkitab

Tujuan kita membaca dan memahami Alkitab semestinya juga sama. Seperti Paulus, kita harus menggunakan Alkitab dalam cara yang relevan dengan kebutuhan nyata orang-orang zaman sekarang. Sebagaimana Paulus, kita semestinya menggunakan Alkitab saat kita melayani kebutuhan mereka. Jadi, tugas kita adalah untuk memadukan:

  • seluruh kebutuhan orang-orang yang kita layani, dengan
  • firman Allah secara menyeluruh.

"Bukan" -- menyampaikan pesan yang relevan dengan kebutuhan orang-orang tanpa mengacu pada Alkitab.

"Bukan" -- mengajarkan Alkitab tanpa ada relevansinya dengan kebutuhan orang-orang yang kita layani.

Memperlakukan Alkitab Secara Keseluruhan: Memahami Kesatuan Isi Alkitab

Membahas kesatuan Alkitab adalah salah satu implikasi dari pengakuan kita bahwa Alkitab adalah firman Allah, yang penulisnya secara keseluruhan adalah Allah sendiri. Namun, kami juga sudah menunjukkan bahwa kesatuan ini memiliki arti ada suatu tema utama secara keseluruhan, yang bagian-bagiannya bisa dinalar dengan jelas dan setiap bagian itu saling memengaruhi. Kesatuan di sini bukan berarti keseragaman karena Alkitab mengandung banyak sekali keragaman.

Alkitab tidak seperti sebuah kanal yang aliran airnya mengalir mulus melalui satu saluran, yang tepiannya ditandai dengan jelas dan mengarah ke satu tujuan tertentu saja. Alkitab lebih menyerupai sebuah sistem sungai yang besar. Ada banyak anak sungai dan belokan-belokan serta perubahan arah aliran airnya. Ada banyak pulau dan danau di sepanjang alirannya. Demikian juga, ada banyak tempat yang airnya mengalir lurus, dalam, dan tenang; sementara tempat lainnya dipenuhi dengan batu-batu besar dan riam berair deras yang menghasilkan berbagai bunyi dan percikan air; ada air terjun dan kolam-kolam; ada jarak yang panjang sekali antara sumber air dan muara sungai, dan ada rentang waktu yang panjang yang dibutuhkan oleh air sungai itu untuk menempuh jarak yang jauh. Namun, pada akhirnya semua aliran air yang membentuk suatu sistem sungai besar itu merupakan satu kesatuan, dan semua airnya akan menuju ke arah yang sama, yaitu laut. Demikian pula dengan Alkitab, yang dalam segala kekayaan keragamannya memiliki satu kesatuan tujuan; semua bagiannya turut memberikan sumbangan dan seluruhnya bergerak mencapai tujuan akhir, yaitu ke arah Kristus sebagai pusatnya dan ciptaan baru sebagai titik terakhirnya.

Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mencoba mengungkapkan nuansa kesatuan Alkitab. Berikut ini beberapa contoh, tetapi tidak ada satu pun cara yang "paling benar" atau "terbaik". Semuanya menggunakan penalaran dan mengandung sejumlah kebenaran. Anda bahkan bisa merancang skema Anda sendiri. Semua skema yang disarankan ini memunyai satu kesamaan, yaitu fokusnya adalah Yesus Kristus, faktor pemersatu dalam semua penafsiran Kristen tentang Alkitab (sebagaimana yang ditunjukkan Yesus kepada dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus).

Berikut beberapa contoh kemungkinan cara yang bisa digunakan untuk melihat kesatuan struktur Alkitab secara keseluruhan:

Kisah Agung Karya Allah: Dari Penciptaan Sampai Penciptaan Baru

Sesungguhnya, Alkitab adalah sebuah kisah. Kisah ini diawali dengan penciptaan dan diakhiri dengan penciptaan baru. Di antara dua titik ini, Alkitab menceritakan berbagai masalah mengerikan yang disebabkan oleh dosa manusia dan pemberontakannya (kejatuhan manusia dalam dosa), kemudian dilanjutkan (dalam bagian terbesar di Alkitab) dengan kisah berbagai tindakan karya penebusan Allah yang dilakukan-Nya di sepanjang sejarah. Melalui tindakan-tindakan ini Allah mengatasi masalah dosa, menebus umat manusia, dan memulihkan seluruh ciptaan-Nya. Kisah ini bagaikan suatu garis tebal yang terbagi menjadi empat bagian utama. Bagian-bagian ini secara bersama-sama merupakan empat pilar alkitabiah yang mendasari iman Kristen: Penciptaan, Kejatuhan Manusia, Sejarah Karya Penebusan, dan Harapan Masa Depan.

Alur kisah Alkitab yang sangat jelas ini, yang mencakup kesatuan berbagai kitab dalam Alkitab yang saling memengaruhi, merupakan satu keistimewaan Alkitab yang membedakannya dari kitab-kitab suci agama lain.

Karena itu, penting sekali bagi kita untuk memiliki pandangan menyeluruh mengenai kisah agung dalam Alkitab. Kita perlu memahami perikop mana saja yang sedang kita pelajari, bukan hanya dalam konteks sejarah dan sastra di mana perikop itu berada, melainkan juga meletakkannya dalam konteks alur kisah secara keseluruhan di dalam Alkitab. Kita perlu mengetahui di titik mana suatu perikop berada dalam alur utama Alkitab, sehingga kita bisa mengerti maknanya dengan diterangi oleh bagaimana Allah berhadapan dengan umat-Nya, sampai di titik tersebut. Kita tidak semestinya membaca Alkitab dengan pola pikir seakan-akan semua isinya diberikan pada waktu yang sama, dan semua tokoh yang ada di dalamnya mengerti segala sesuatu sebagaimana yang kita ketahui sekarang. Kita tahu isi Alkitab dengan lengkap karena sudah membaca semuanya. Allah memilih memberikan firman-Nya melalui media sejarah, sehingga kita perlu memperhitungkan hal ini ketika berusaha memahami setiap bagiannya dalam terang kisah secara keseluruhan. Mengetahui keseluruhan kisah juga penting karena dua alasan.

Alkitab sebagai suatu keseluruhan akan menjadi lensa/kaca mata yang kita pakai, yang melaluinya kita menafsirkan kehidupan, juga berbagai peristiwa dan gagasan. Secara berangsur-angsur, kita bukan lagi sekadar memikirkan "tentang" Alkitab, melainkan "berpikir selaras dengan" pola pikir Alkitab.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Pertama, keseluruhan kisah ini masuk akal bagi kita sebagai orang Kristen yang melihatnya dalam terang Yesus Kristus dari Nazaret, Mesias bagi Israel, dan Juru Selamat dunia. Seluruh Perjanjian Lama menunjuk Yesus sebagai titik klimaks (sebagaimana ditunjukkan Matius yang memulai Injilnya dengan menuliskan silsilah Yesus, yang mengingatkan keseluruhan narasi PL sejak dari Abraham). Perjanjian Lama menceritakan kisah yang semuanya digenapi di dalam Kristus dan menyatakan janji yang kemudian dipenuhi di dalam Yesus. Perjanjian Lama itu bagaikan perjalanan panjang di mana Kristus adalah tujuan akhirnya. Selanjutnya, tentu saja, PB menunjukkan bagaimana kisah yang sama itu bergerak maju dengan cepat ke arah masyarakat multinasional, terus berkembang sepanjang sejarah dan wilayah geografis, sampai misi Allah yang luar biasa terpenuhi bagi setiap ciptaan ketika Kristus datang kembali nanti. Dengan demikian, supaya bisa memahami Kristus, yaitu pribadi-Nya, misi-Nya, kehidupan, dan kematian-Nya, serta pentingnya Kristus bagi semua bangsa dan semua ciptaan, kita perlu memahami keseluruhan kisah dalam Alkitab.

Alasan penting yang kedua adalah karena kisah agung ini merupakan dasar bagi pola pandang Kristen. Semua elemen kunci yang merupakan dasar keyakinan kita sebagai orang Kristen bersumber dari narasi agung ini. Misalnya, coba pikirkan semua doktrin utama kekristenan. Anda pasti akan melihat bagaimana doktrin-doktrin itu secara bersama-sama saling terkait di sepanjang kisah agung ini: doktrin-doktrin tentang Allah, penciptaan, umat manusia, dosa, keselamatan, kristologi, doktrin tentang Roh Kudus, gereja, misi, dan eskatologi. Semua doktrin ini bukan sekadar keyakinan filosofis yang abstrak, melainkan merupakan ringkasan pernyataan mengenai makna semua momen agung yang ada di dalam kisah-kisah Alkitab. Kita perlu memiliki pemahaman yang saling terkait tentang iman kita, dengan sebuah pola pandang yang konsisten. Karena itu, kita perlu menangkap kisah Alkitab sebagai satu keseluruhan. Dalam penjelasan berikut ini, kita akan memerhatikan betapa pentingnya membangun sebuah pola pandang alkitabiah.

1. Penciptaan 2. Kejatuhan 3. Sejarah Penebusan 4. Ciptaan Baru
----------------------------------------------------------------->
Dari penciptaan sampai ke ciptaan baru.

Urutan Sejumlah Perjanjian Allah

Salah satu cara lain yang bisa digunakan untuk melihat saling keterkaitan isi Alkitab secara keseluruhan adalah dengan mengamati bagaimana suatu kisah terurai melalui serangkaian perjanjian. Di titik-titik kunci, Allah memberikan sebuah janji khusus dan panggilan-panggilan yang menuntut respons yang tepat dari pihak yang melakukan perjanjian dengan Allah. Cara pemahaman ini juga bisa digambarkan dengan sebuah garis. Rangkaian perjanjian yang dicatat dalam Alkitab ini bagaikan sederetan tanda penunjuk arah dalam kisah respons Allah yang bergerak maju dalam menyelamatkan umat manusia dari keadaan yang begitu menyedihkan. Masing-masing tanda menunjuk kepada tanda berikutnya, dan semua tanda secara bersama-sama menunjuk kepada tujuan akhir Allah untuk menyelamatkan ciptaan-Nya dan umat manusia. Sesungguhnya, mengamati jejak urutan berbagai perjanjian utama yang ada di dalam Alkitab merupakan cara yang sangat menolong untuk memandang Alkitab sebagai satu kesatuan, yaitu untuk melihat alur cerita yang saling bertalian di dalam seluruh bagiannya. Jadi, marilah kita dengan cepat dan ringkas mengamati perjanjian-perjanjian utama ini secara berurutan. Saya mengulas secara rinci tentang hal ini dalam buku "Knowing Jesus through the Old Testament", khususnya Bab 11 yang membahas kepentingan misi dalam perjanjian-perjanjian ini.

Nuh

Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya, "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan. Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam."

(Kejadian 8:21-22)

Nuh -- Abraham -- Musa -- Daud -- Perjanjian Baru (Kristus)
------------------------------------------------------------>
Urutan berbagai perjanjian Allah.

Berfirmanlah Allah kepada Nuh dan anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia: "Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjian-Ku dengan kamu dan dengan keturunanmu, dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu: burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi. Maka Ku adakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi." Dan Allah berfirman: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air tidak lagi menjadi air bah untuk memusnahkan segala yang hidup. Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi." Berfirmanlah Allah kepada Nuh: "Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan segala makhluk yang ada di bumi." (Kejadian 9:8-17)

Perjanjian dengan Nuh, yang dicatat dalam Kejadian 8:20-9:17, memastikan kelangsungan kehidupan di atas bumi ini. Perjanjian ini memberikan landasan universal yang memungkinkan kita untuk hidup sebagai umat manusia yang berdosa di sebuah planet yang terkutuk, tetapi dengan tingkat keyakinan bahwa kita bisa bertahan hidup. Dibandingkan dengan semua perjanjian yang ada, ini merupakan perjanjian yang paling "luas". Sebab, di dalamnya Allah membuat janji yang menyangkut "bumi sebagai suatu keseluruhan" -- bukan hanya janji kepada umat manusia saja. Janji ini diberikan sesudah terjadinya Air Bah -- sebuah kisah yang sekaligus mencakup pengadilan Allah atas dunia yang berdosa dan karya penyelamatan Allah atas Nuh dan keluarganya.

Jadi, perjanjian Allah dengan Nuh, sama seperti perjanjian-perjanjian lainnya, diletakkan di atas dasar kasih karunia Allah yang menyelamatkan dan kehendak Allah yang sangat kuat untuk memberkati. Perjanjian ini akhirnya menunjuk ke masa depan yang baik bagi bumi dan umat manusia.

Abraham

Perjanjian dengan Abraham adalah titik awal sejarah penyelamatan dalam Alkitab. Janji ini memunculkan umat yang diberkati, yaitu mereka yang akan diberkati dalam hubungannya dengan Allah, dan sekaligus menjadi alat yang membuat semua bangsa mengalami berkat-berkat Allah. Perjanjian ini pertama dicatat dalam Kejadian 12:1-3, tetapi ungkapan yang masih segar dan merupakan pengembangannya bisa ditemukan dalam Kejadian 15, 17, dan 22.

Abraham adalah bapak bagi semua umat Allah, nenek moyang (fisik) bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, dan bapak rohani bagi semua orang dari segala bangsa yang diselamatkan melalui Kristus. Ketika menjelaskan kesatuan yang utama dari orang-orang yang memiliki iman seperti Abraham, Paulus berkata:

"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, seperti ada tertulis: `Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa` di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada." (Roma 4:16-17)

Elemen universal ini ("olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat") merupakan inti perjanjian Allah dengan Abraham. Abraham adalah titik awal kisah tentang respons penebusan Allah atas masalah yang dimulai oleh Adam, yaitu pemberontakan dan dosa manusia. Dan karena dosa adalah masalah universal (memengaruhi semua orang dari segala bangsa), maka janji Allah juga bersifat universal (orang dari segala bangsa akan mendapatkan berkat melalui apa yang dilakukan Allah melalui Abraham dan pada akhirnya melalui Kristus). Dalam pengertian inilah perjanjian dengan Abraham menjadi landasan bagi doktrin tentang gereja dan misi kita.

Musa

Perjanjian di Sinai yang dilakukan Allah dengan Musa mengikat umat Israel sebagai bangsa di dalam PL dengan Yahweh, Allah mereka. Perjanjian ini dilakukan setelah tindakan perkasa Allah menyelamatkan mereka, yaitu peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir. Jelas sekali bahwa tindakan penyelamatan ini didasarkan pada perjanjian Allah dengan Abraham. Allah bertindak membebaskan bangsa Israel dari tanah Mesir karena ia "mengingat" perjanjian-Nya dengan Abraham (Keluaran 2:24; 3:6,15; 6:2-8). Namun, bukan berarti bahwa waktu itu Allah "lupa" dengan perjanjian-Nya itu. Sebaliknya, kisah ini lebih menunjukkan bahwa waktunya sudah tiba bagi Allah untuk mengambil tindakan berdasarkan janji-Nya.

Karena itu, kita semestinya tidak menganggap bahwa perjanjian di Sinai itu adalah bagian yang terpisah, atau lebih tinggi dari perjanjian dengan Abraham. Sebaliknya, kita harus memandangnya sebagai peneguhan dari apa yang sudah dijanjikan Allah kepada Abraham dan sekarang satu bagian dari janji itu sudah terpenuhi, yaitu kenyataan bahwa keturunannya sudah menjadi bangsa yang besar (Keluaran 1:7). Misi Allah (yaitu tujuan akhirnya) tetaplah sama, yaitu untuk memberkati bangsa-bangsa melalui keturunan Abraham. Namun sebagai satu bangsa, umat Israel juga perlu memberi respons kepada Allah seperti yang dilakukan oleh Abraham, yaitu melalui iman dan ketaatan. Inilah intisari perjanjian yang diterakan (disebutkan secara tertulis, Red.) di Sinai.

Pembukaan dari pemberian hukum-hukum dan perjanjian di Sinai jelas menunjukkan bahwa asal perjanjian ini adalah karya penyelamatan Allah sendiri ("Aku telah membawamu keluar dari tanah Mesir"), dan tujuannya terkait dengan peran Israel di antara segala bangsa di atas bumi yang adalah milik Allah juga ("Akulah yang empunya seluruh bumi").

"Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." (Keluaran 19:4-6)

Perjanjian Sinai memuat hukum-hukum Allah. Namun, hukum-hukum itu pun merupakan kasih karunia yang dimaksudkan untuk membentuk Israel menjadi umat yang berbeda dan menjadi bangsa yang kudus: syarat yang mereka perlukan untuk menjadi "imam" di antara bangsa-bangsa. Pemberian hukum-hukum ini terjadi "sesudah" Israel keluar dari Mesir. Sebelum perjanjian Sinai, Kitab Keluaran telah mencatat 18 pasal yang berbicara tentang penyelamatan yang dilakukan Allah sebelum satu pasal pun di dalamnya yang berbicara tentang hukum. Setelah kisah penyelamatan (pasal 19), Sepuluh Perintah Allah (pasal 20), dan pembuatan perjanjian (pasal 24), kita hanya sampai pada Perjanjian Sinai .

Perjanjian Sinai, sama seperti semua perjanjian alkitabiah lainnya, didasarkan atas kasih karunia Allah dan dimotivasi oleh misi Allah sendiri. Artinya, perjanjian ini "melihat ke belakang", melihat pada karya yang sudah dilakukan Allah bagi bangsa Israel oleh karena kasih dan kasih karunia-Nya dalam membebaskan mereka dari perbudakan. Perjanjian ini juga "melihat ke depan" kepada tujuan Allah dalam sejarah yang dilakukan-Nya melalui Israel, yaitu menjadikan mereka sebagai alat bagi-Nya untuk memberkati bangsa-bangsa. Hukum-hukum yang diberikan terkait dengan dua sudut pandang ini. Dengan demikian, kita seharusnya tidak menafsirkan hukum-hukum PL secara tersendiri, terpisah dari narasi dan konteks teologis di mana hukum tersebut diberikan. Hukum-hukum itu juga tidak diberikan sebagai alat bagi bangsa Israel untuk mencapai atau menjadikan diri mereka layak mendapatkan keselamatan dari Allah. Hukum itu juga tidak diberikan sebagai peraturan-peraturan kekal yang harus diterapkan secara universal dan harfiah yang kaku. Hukum ini sesungguhnya diberikan kepada umat Allah yang sudah ditebus, untuk memampukan mereka, dalam konteks sejarah dan budaya mereka sendiri. Fungsinya adalah untuk memampukan mereka merespons dengan tepat kasih karunia Allah yang menyelamatkan dan untuk hidup dengan cara menunjukkan watak dan kehendak Allah bagi bangsa-bangsa.

Daud

Daud

Penetapan raja di Israel diwarnai banyak kelemahan, yang disebabkan oleh kegagalan manusia dan motivasi yang salah. Namun Allah, sebagaimana yang sering terjadi, bahkan mengambil inisiatif manusia yang penuh kekurangan sekali pun, dan membangunnya untuk mencapai tujuan-Nya yang agung dan menyelamatkan. Allah juga membuat perjanjian dengan Daud (2 Samuel 7).

Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: "Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel. Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku membuat besar namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi. Aku menentukan tempat bagi umat-Ku Israel dan menanamkannya, sehingga ia dapat diam di tempatnya sendiri dengan tidak lagi dikejutkan dan tidak pula ditindas oleh orang-orang lalim seperti dahulu, sejak Aku mengangkat hakim-hakim atas umatKu Israel. Aku mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada semua musuhmu. Juga diberitahukan TUHAN kepadamu: TUHAN akan memberikan keturunan kepadamu. Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama- lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." (2 Samuel 7:8-16)

Sesungguhnya dalam 2 Samuel 7 itu sendiri tidak ada kata "perjanjian" tetapi ada bagian perikop lainnya yang dengan jelas memahami dan memuat janji yang dibuat Allah ini sebagai sebuah perjanjian: "Sebab Ia menegakkan bagiku suatu perjanjian kekal, teratur dalam segala-galanya dan terjamin" (2 Samuel 23:5). Baca juga Mazmur 89:4-5, "Engkau telah berkata: `Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun.`"

Sekali lagi kita melihat bahwa inisiatif perjanjian ini datang dari Allah, dan ini adalah sebuah tindakan kemurahan karunia dan kasih-Nya. Daud hanya bisa memberi respons dengan keheranan dan ucapan syukur.

Perjanjian dengan Daud juga menggemakan perjanjian yang pernah dibuat dengan Abraham. Sama seperti perjanjian dengan Abraham:

  • Perjanjian dengan Daud dibuat dengan seorang individu, tetapi dengan implikasi yang akan dirasakan oleh keturunannya;
  • Allah berjanji untuk membuat nama Daud menjadi besar;
  • Allah juga menjanjikan seorang anak kepadanya. Melalui anak itu janji-janji ini akan terus bersinambungan.

Selain itu, perjanjian dengan Daud akhirnya menjadi "dasar pengharapan akan Mesias" dalam PL, yaitu pengharapan bahwa Allah akan membangkitkan Anak Daud yang sejati, yang akan menyelamatkan umat Allah dari semua musuhnya, dan kemudian memerintah atas umat Allah dalam kedamaian dan keadilan yang sempurna, kekal selamanya. Pada akhirnya, PB melihat pemenuhan perjanjian Daud ini dalam diri Yesus.

PERJANJIAN YANG BARU

Sederetan raja-raja di Yehuda dan Israel bisa dikatakan bergerak dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi (dengan beberapa pengecualian yang patut dicatat, seperti Hizkia dan Yosia). Bangsa Israel jatuh ke dalam lubang pemberontakan yang semakin dalam, melawan Allah dan mengabaikan hukum-hukum serta perjanjian-Nya. Pada akhirnya, Allah menyatakan bahwa ancaman yang termuat sebagai bagian tak terpisahkan dari perjanjian itu harus dipenuhi. Karena itu, Allah mengirim Israel ke pembuangan sebagai bentuk penghukuman. Yerusalem dihancurkan oleh Nebukadnezar dan orang-orang Israel digiring sebagai tawanan di Babel.

Namun demikian, janji Allah kepada Abraham tidak pernah dilupakan. Di balik hukuman itu masih ada harapan karena kesetiaan Allah terhadap misi yang sudah dicanangkan-Nya. Harapan inilah yang disampaikan oleh nabi-nabi sebelum masa pembuangan, dan yang diteguhkan kembali oleh nabi-nabi pada masa pembuangan.

Maka bangkitlah visi tentang sebuah perjanjian baru. Visi ini bukan merupakan sesuatu yang berbeda sekali dari perjanjian aslinya, tetapi sebagai sebuah perjanjian yang lebih lengkap dan memberikan kesempurnaan dalam hubungan Allah dengan umat-Nya. Pernyataan yang paling jelas terdapat dalam Yeremia 31:31-34, yang kita kenal dengan baik karena ayat-ayat ini dikutip dua kali dalam surat Ibrani. Yeremialah yang mengungkapkannya dalam kata-kata yang sangat tepat, yaitu sebuah "perjanjian baru":

"Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." (Yeremia 31:31-34)

Konsep dan janji akan adanya sebuah rencana perjanjian baru antara Allah dan umat-Nya juga terdapat di beberapa tempat lainnya dalam tulisan para nabi.

Misalnya, Yehezkiel pasal 34-37 melihat pemulihan di masa depan dan pembentukan ulang Israel dalam bahasa yang menggemakan semua perjanjian dengan Nuh, Daud, dan yang di Sinai (misalnya, Yehezkiel 34:23-31). Seluruh nada penglihatan Yehezkiel tentang masa depan sangat bernuansa perjanjian.

Kitab Yesaya juga menggunakan bahasa perjanjian untuk mengekspresikan masa depan secara universal, yang mencakup bangsa-bangsa. Yesaya 42:6 dan 49:6 menyatakan bahwa salah satu misi hamba TUHAN adalah menjadi "perjanjian bagi umat manusia yang harus dipahami sebagai setara dengan menjadi `terang bagi bangsa-bangsa`". Perjanjian dengan Daud disebutkan dalam Yesaya 55:3-5, tetapi janji itu menjadi universal dan meluas menjangkau seluruh umat manusia. Bahkan perjanjian dengan Nuh dikukuhkan dengan tingkat kepastian berkat janji Allah bagi umat-Nya di masa depan, yaitu dalam Yesaya 54:7-10.

Semua nubuatan Perjanjian Lama tentang perjanjian yang baru tentu saja diteruskan oleh PB dan diterapkan kepada Yesus. Ia dipandang sebagai yang menghadirkan perjanjian baru, dan meluaskan janji itu kepada semua orang dalam rangka pemenuhan perjanjian kepada Abraham. Yesus sendiri, dalam perjamuan malam terakhir di malam Paskah sebelum disalibkan, berbicara tentang anggur dengan menggunakan istilah yang sangat sarat makna: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu." (Lukas 22:20) Dengan kata lain, darah Yesus yang ditumpahkan di kayu salib, memeteraikan perjanjian yang baru, yang melaluinya memungkinkan keselamatan dan pengampunan dosa.

Karena itu tidak mengejutkan jika dokumen-dokumen yang akhirnya dikumpulkan bersama-sama, yang memberi kesaksian tentang Yesus, menceritakan kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, karunia-karunia Roh Kudus, dan tugas misi awal pengikut-Nya dalam kehidupan bangsa-bangsa bukan Yahudi, secara keseluruhan disebut "Perjanjian Baru". Dasar kesatuan antara PL dan PB adalah perjanjian Allah.

Akhirnya, Alkitab menunjukkan kepada kita pemenuhan kesempurnaan perjanjian Allah dengan Abraham dalam kitab Wahyu. Bahkan semua perjanjian agung di Alkitab ada di dalam kitab ini.

  • Nuh ada di sana, dalam visi tentang ciptaan baru, surga, dan bumi yang baru sesudah penghakiman.
  • Abraham ada di sana, dalam bangsa-bangsa dari berbagai lidah dan bahasa yang berkumpul dan diberkatinya.
  • Musa ada di sana, dalam tulisan yang sangat meneguhkan bahwa "Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka." Dan "kehadiran Allah di antara manusia dan Allah akan hidup bersama mereka."
  • Daud ada di sana, di Kota Kudus, Yerusalem Baru, dan dalam identitas Yesus sebagai Singa dari Yehuda dan keturunan Daud.
  • Perjanjian Baru ada di sana, dalam pernyataan bahwa semua nubuatan tersebut akan terpenuhi oleh karena darah Anak Domba yang disembelih.

Semua contoh di atas menunjukkan klimaks agung sejarah panjang perjanjian di seluruh Alkitab. Semua perjanjian tersebut secara bersama-sama menyatakan misi Allah untuk memenuhi janji yang akan ditepati-Nya bagi bangsa-bangsa dan seluruh ciptaan. Kitab Wahyu bisa dianggap sebagai deklarasi perjanjian yang terakhir: "Misi telah terlaksana!"

TUJUAN MISI ALLAH

Cara lain yang bisa dipakai untuk memahami pesan Alkitab sebagai suatu keseluruhan adalah dengan memikirkan Alkitab dalam hubungannya dengan misi Allah. Maksud saya di sini bukanlah sekadar misi kita (atau sejumlah misi), yaitu pelayanan gereja mengirimkan misionarisnya melayani ke luar negara mereka. Maksud saya mengenai misi adalah misi agung Allah untuk mendatangkan penebusan dan pemulihan bagi seluruh ciptaan, termasuk keselamatan manusia dan segala bangsa dan menggandeng mereka sebagai bagian dalam umat manusia baru yang telah ditebus sebagai ciptaan yang baru.

Bagian akhir Alkitab memiliki gema yang sama luar biasanya dengan di bagian awalnya, sehingga sangat menolong kita dalam memahami isi sepanjang bagian tengahnya.

Kejadian dimulai dengan penciptaan, kemudian bergerak memasuki dunia bangsa-bangsa. Pemberontakan dan dosa mereka membuat manusia terpecah menyebar ke mana-mana dan ada di bawah kutuk. Kitab Wahyu menggambarkan bagaimana bangsa-bangsa dipulihkan saat mereka nantinya berkumpul bersama dalam satu kesatuan, di bawah berkat Allah, dalam pujian dan penyembahan. Kemudian dari sini semuanya bergerak menuju ciptaan baru, di mana Allah sekali lagi berdiam di antara umat-Nya.

Sesudah cerita Menara Babel dalam Kejadian 11 (klimaks dari cerita pemberontakan manusia), Allah kemudian memanggil Abraham (Kejadian 12) untuk menjadi titik awal dari rencana-Nya memberkati semua bangsa. Dari Abraham, Allah menciptakan satu bangsa, yaitu bangsa Israel dalam PL. Mereka dipanggil untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa, untuk memenuhi janji Allah kepada Abraham. Dalam banyak hal Israel telah gagal. Namun karena kesetiaan akan janji-Nya, Allah mengirim Hamba dan Anak-Nya, Yesus dari Nazaret, untuk mewujudkan identitas Israel dan misinya (sebagai Mesias), dan untuk memungkinkan Injil Keselamatan disampaikan kepada bangsa-bangsa melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kemudian dalam PB, kita melihat pertumbuhan umat Allah, yang berawal dari satu etnik tunggal (kaum Israel) menjadi jemaat multinasional dari berbagai bangsa, yang semuanya dipersatukan di dalam Yesus sang Mesias.

Setiap kali Injil Yesus melintasi etnik lain, menerobos penghalang-penghalang budaya dan bahasa, sebenarnya Allah sedang memenuhi janji-Nya kepada Abraham. Allah berjanji bahwa "melaluimu segala bangsa akan diberkati." Inilah yang sebenarnya terus berlangsung melalui tugas misi Umat Allah, yaitu mewujudkan misi Allah, karena misi kita pada dasarnya mengalir dari misi Allah. Pada akhirnya nanti, janji kepada Abraham dalam kitab Kejadian itu akan dipenuhi seperti yang dicatat oleh kitab Wahyu, ketika "sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba." (Wahyu 7:9)

Banyak bangsa ------> Semua bangsa
(Kejadian) (Wahyu)

---Satu bangsa: Satu manusia-Kristus: Gereja Multibangsa------>

Dari Kejadian ke Wahyu

Kejadian Wahyu
Ciptaan Ciptaan baru
Bangsa-bangsa berdosa dan memberontak Bangsa-bangsa dipulihkan
Bangsa-bangsa terpecah dan tersebar Bangsa-bangsa dikumpulkan dalam suatu kesatuan
Kutuk Berkat

Jadi, sekali lagi kita menemukan bahwa Alkitab secara keseluruhan memiliki alur yang kuat di sekitar tema inti ini. Mungkin inilah yang dimaksud Rasul Paulus ketika mengatakan bahwa ia sudah mengajarkan kepada orang-orang Kristen di Efesus tentang "seluruh maksud Allah".

Ada tiga cara yang bisa digunakan untuk menyatakan kesatuan Alkitab yang memengaruhi seluruh bagiannya sebagai satu keutuhan. Mungkin Anda bisa memikirkan cara lainnya. Namun yang penting, kita selalu berlatih menerapkan mentalitas "memandang Alkitab secara keseluruhan". Maksudnya, ketika Anda bermaksud mempelajari dan menggunakan perikop tertentu dalam Alkitab, pikirkanlah perikop itu dalam konteks Alkitab yang lebih luas. Kapan saja Anda mencari sudut pandang alkitabiah mengenai suatu masalah tertentu atau pertanyaan atau gagasan kontemporer yang sedang mengemuka, jangan sekadar mencari satu atau dua ayat secara acak yang menurut Anda relevan. Namun, tatalah masalah itu secara berurut dalam terang seluruh kisah Alkitab, dan perhatikan terang apa yang menerangi masalah tersebut dari semua bagian-bagian utama yang ada di Alkitab.

Sumber

Diambil dari:

Judul buku : Memahami dan Berbagi Firman Tuhan
Judul asli buku : Society for Promoting Christian Knowledge
Judul artikel : Memahami Alkitab Secara Menyeluruh
Penulis : Christopher J.H. Wright
Penerbit : Yayasan Pancar Pijar Alkitab, Jakarta 2009
Halaman : 40 -- 52

Editorial

Dear e-Reformed Netters,

Edisi e-Reformed April akan mengajak Anda memikirkan tentang kekhasan doktrin Reformed mengenai Alkitab, khususnya seputar inspirasi. Tulisan yang kami sajikan ini diambil dari buku yang berisi kumpulan transkrip artikel oleh Pdt. Dr. Joseph Tong, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologia Bandung.

Kiranya melalui pemikiran yang dibagikan oleh Dr. Joseph Tong ini kita semakin mengerti pentingnya menerima Alkitab sebagai firman Allah, dalam keseutuhannya, sehingga tidak ada celah yang membuat kita meragukan Alkitab dari sisi/sudut pandang apapun. Dengan demikian, kita dimungkinkan menikmati kebenaran Alkitab yang membawa kepada pengenalan kepada Allah dengan sepuas-puasnya.

Tuhan memberkati.

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Penulis
Dr. Stephen Tong
Edisi
127/April 2012
Tanggal
2 Mei 2012
Isi

Perspikuitas dan Holoskopositas Alkitab

[block:views=similarterms-block_1]

Alkitab

Banyak literatur yang berbicara tentang pengertian teori inspirasi Kristen. Sebagian besar dari literatur tersebut menekankan pada penggambaran Doktrin Inspirasi dalam konteks pewahyuan Allah. Inspirasi pada dasarnya adalah sebuah bentuk khusus dari wahyu ilahi, di mana Allah melakukan sebuah tindakan pengakomodasian, dengan membiarkan kebenaran-Nya yang absolut dan tidak terbatas, menjadi sebuah bentuk yang terbatas dan relatif dalam ekspresi bahasa manusia. Di dalam pengertian semacam itu, Roh Kudus bekerja secara misterius di dalam hati para hamba -- ya yang terpilih, mengangkat individualitas dan kemampuan khusus mereka, untuk merekam wahyu Allah. Sedangkan Roh Kudus "menghidupi" tulisan tersebut, sehingga tulisan tersebut membawa tanda inspirasi. Roh Kudus juga bekerja di dalam hati orang-orang percaya dan gereja dalam bentuk sebuah kesaksian internal (testimonium intern), yang menuntun gereja dan umat-Nya dalam proses kanonisasi, untuk menerima tulisan-tulisan yang telah diinspirasikan sebagai firman Allah dalam bahasa manusia. Pendapat ini dapat disimpulkan dan disingkat dalam hal-hal berikut ini.

Inspirasi Alkitab adalah organik, bukan mekanik atau sesederhana inspirasi literal, seperti penulis-penulis literatur secara umum.

Inspirasi Alkitab bersifat mandat penuh, bukan sebagian. Dengan kata lain, inspirasi melingkupi totalitas keseluruhan Alkitab. Semua dan setiap bagian dari Alkitab merupakan karya Allah melalui pekerjaan Roh Kudus, yang diselesaikan pada saat, tempat, serta latar belakang budaya yang berbeda. Roh Kudus bergerak dan menuntun hamba-hamba Allah untuk menyelesaikan semua tulisan dengan satu tema, dalam keharmonisan, tanpa konflik atau kontradiksi.

Inspirasi Alkitab dilakukan secara verbal. Kepercayaan ini meneguhkan bahwa inspirasi Allah adalah dalam bentuk bahasa manusia, dan itu merupakan bahasa Alkitab. Sekalipun muncul dalam banyak budaya dan sejarah yang berbeda, akan tetapi saling terikat dan terhubung satu dengan yang lainnya di dalam pekerjaan Roh Kudus.

Inspirasi Alkitab adalah inerrant (tidak dapat bersalah) dan sempurna. Itu merupakan catatan manusia tentang kebenaran Allah sampai keselamatan, kebenaran, kepastian, ketidakberubahan, serta nilai yang paling tinggi. Alkitab tidak pernah menggagalkan umat-Nya.

Singkatnya, inspirasi dari Alkitab bukan merupakan bentuk pendiktean, atau melihat para penulis sebagai sebuah pena dalam tangan Allah. Mereka adalah para hamba Allah yang sederhana dan jujur, yang dipanggil dan dipilih dalam anugerah Allah, di mana Roh Allah datang kepada mereka, menggunakan kecerdasan, kemampuan, dan kepribadian, untuk menuliskan wahyu Allah yang telah diberikan kepada mereka. Mereka menuliskannya dalam bentuk kata-kata bagi umat-Nya di sepanjang generasi. Alkitab merekam apa yang dinyatakan serta meneguhkannya di bawah pemeliharaan yang ilahi, untuk menjadi warisan gereja.

Berdasarkan asumsi semacam itulah kita melihat Alkitab secara serius. Sekalipun kita tidak mengambil Alkitab sebagai dasar yang absolut bagi iman, tetapi kita tetap dengan serius harus menegaskan bahwa tanpa Alkitab, tidak mungkin ada kebenaran dan pengetahuan yang komprehensif tentang Allah dan wahyu Allah. Hal ini berada dalam konteks wahyu Allah yang khusus; Allah memberi kita Kristus dan Alkitab. Karena alasan inilah, gereja tidak hanya percaya bahwa Alkitab adalah firman yang menyaksikan Kristus serta membawa manusia kepada Kristus, tetapi benar-benar adalah firman Allah -- firman Allah yang hidup dari Allah yang hidup!

Berdasarkan penekanan iman kita yang semacam itulah, kita melihat ada dua karakteristik unik dari Alkitab yang tidak dimiliki oleh kanon atau kitab iman yang lainnya, yaitu perspicuity (sifat Alkitab yang jelas dan menjelaskan diri sendiri) dan holoscopicity (sifat Alkitab yang utuh).

gereja tidak hanya percaya bahwa Alkitab adalah firman yang menyaksikan Kristus serta membawa manusia kepada Kristus, tetapi benar-benar adalah firman Allah -- firman Allah yang hidup dari Allah yang hidup!

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Kejelasan Alkitab

Sekalipun Alkitab bukan merupakan keseluruhan dari wahyu Allah, Alkitab merupakan penyataan diri Allah dalam bentuk yang tertulis, yang diselesaikan melalui karya inspirasi. Alkitab merupakan wahyu yang berisi kebenaran yang jelas (conspicuity) dan tajam (perspicuity). Conspicuity artinya wahyu yang sangat jelas, yang merupakan sebuah penyataan yang didampingi oleh wahyu umum dalam ciptaan, yang menyaksikan kuasa yang mulia, kemurahan yang absolut, serta ketuhanan Allah. Perspicuity berarti bahwa wahyu bertujuan untuk memberi manusia hikmat dan pengetahuan yang cukup tentang Allah untuk keselamatan. Dalam konteks perspicuity dari Alkitab, manusia berseru dalam ketaatan bahwa, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini." (Ulangan 29:29)

Berdasarkan keyakinan terhadap perspicuity Allah, kita percaya bahwa manusia yang tidak berpendidikan, atau buta huruf sekalipun, akan dapat mengerti dengan baik wahyu Alkitab dan mendapatkan pengetahuan tentang Allah ke arah kebenaran dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang berpendidikan baik, tidak akan menghabiskan pengetahuan tentang Allah dengan membaca Alkitab bagi dirinya sendiri. Bagi mereka yang merindukan Allah di dalam Roh, mereka akan menemukan kepuasan di dalam firman Allah dalam Alkitab, sehingga tidak ada kebutuhan untuk wahyu khusus di luar Alkitab.

Perspicuity Alkitab menggambarkan kesenangan Allah untuk mengundang anak-anak-Nya, agar dapat menerima pernyataan diri-Nya dalam Alkitab, sehingga mereka dapat menikmati keindahan yang tidak pernah berakhir dari kebenaran dan kuasa firman-Nya, dan menjadi puas di dalam Alkitab dan semua yang ada di dalamnya. Gagasan perspicuity ini disempurnakan dalam pengertian holoscopicity dari Alkitab, yang dijelaskan sebagai berikut:

Kesatuan Alkitab

Kata holoscopicity berasal dari pelajaran fisika, biologi, dan fotografi. Kata ini secara umum disebut dengan holography. Kata ini mengacu pada kenyataan bahwa bagian-bagian tubuh mewakili seluruh tubuh. Seperti sebuah gambar holographic, bahkan bagian yang paling kecil sekalipun mengandung gambar secara keseluruhan, ketika observasi dipresentasikan. Hal ini juga berlaku dalam ilmu fisika, biologi, arkeologi, dan astronomi. Seorang peneliti mendapat pengetahuan biologi secara keseluruhan melalui memelajari sel-sel, bahkan melalui satu gen di dalam sel; atau spesialis pohon dapat mengetahui kondisi pohon hanya dengan memelajari daunnya; seorang arkeologis dapat menarik kesimpulan tentang kehidupan manusia kuno dengan hanya memiliki satu buah gigi, sebatang tulang atau fosil; seorang astronomologis dapat memiliki pengetahuan tentang alam semesta dengan mengobservasi mikrosom dalam hubungannya dengan makrosom, dan seterusnya. Bisa dikatakan bahwa holoscpicity merupakan salah satu asumsi dasar bagi semua peneliti ilmu pengetahuan.

Alkitab adalah Firman Allah yang Jelas

Kita percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah, bukan merupakan sebuah kumpulan dari `kata-kata` Allah. Dengan kata lain, seluruh pesan Alkitab dapat dilihat dari bagian-bagiannya, sebaliknya totalitas dari bagian-bagian tersebut adalah firman Allah. Dengan kerangka pengertian semacam ini, kita mengambil posisi sebagai berikut:

Teks Alkitab Tidak Dapat Dimengerti di Luar Konteksnya

Mengambil pesan Alkitab keluar dari konteks merupakan sebuah tindakan egois dari ketidakpercayaan, serta pemberontakan terhadap kebenaran. Konsekuensinya adalah penghancuran diri sendiri. Seseorang yang melakukan hal tersebut, secara langsung akan menemukan bahwa dia memiliki pola pikir yang kontradiktif tanpa penyelesaian. Jalannya buntu dan menjadi lebih sempit serta ke arah penghancuran diri sendiri. Ini merupakan peringatan yang jelas bagi para ekstremis dan bidat dalam kekristenan.

Jaminan Pengetahuan yang Cukup akan Kebenaran

Menjawab pertanyaan tentang sejauh mana pengetahuan seseorang tentang Alkitab dan kebenaran alkitabiah akan menjamin keselamatannya? Kita harus menjawab pertanyaan ini dalam terang holoscopicity Alkitab. Pertanyaan tersebut pada dasarnya tidak mengarah pada hal yang sifatnya kuantitatif dari pengetahuan tentang kebenaran, akan tetapi kualitatif tentang kepastian dari kebenaran. Ketika kita mengetahui bahwa Alkitab adalah firman Allah, sehingga bagian yang paling kecil, bahkan satu kata dari Alkitab, adalah firman Allah secara keseluruhan. Dengan kata lain, holoscopicity dari Alkitab meyakinkan bahwa kapan pun seseorang mendengarkan firman Allah, apabila Roh Kudus membuka hati dan pikirannya, dia dimampukan untuk percaya dan diselamatkan di dalam Kristus, menuju kehidupan yang kekal (Kisah Para Rasul 16:13-15). Holoscopicity Alkitab meyakinkan kita akan pengetahuan tentang kebenaran yang mengarah pada keselamatan, bahkan dengan menguraikan hanya satu kata dalam Alkitab.

Kerinduan Umat Allah dan Kepuasan Mereka

Holoscopicity Alkitab meyakinkan bahwa sekali kita membaca, maka kita akan selalu merasa haus akan kebenaran. Alkitab menuntun kita untuk mencari kebenaran, untuk meninggalkan doktrin yang dangkal dan masuk ke dalam kesempurnaan (Ibrani 6:1). Ini adalah alasan mengapa ketika seseorang mulai membaca Alkitab, dia akan menemukan kesukaan dalam pembacaannya, dan terdorong ke dalam usaha yang tidak pernah berakhir untuk mengejar dan mencari kehendak Allah, sampai akhirnya dia menjadi puas di dalam Kristus (Filipi 3:12).

Keharusan Prinsip-Prinsip Hermeneutika

Arus utama teologi ortodoks mengasumsikan bahwa prinsip dasar hermeunetika diekspresikan dalam formula Scriptura Scripturae interpres. Prinsip ini telah dimengerti secara luas dan diterapkan oleh orang-orang injili ketika mereka mengutip ayat Alkitab. Akan tetapi, apabila kita memahami makna dari holoscopicity Alkitab, maka prinsip Scriptura Scripturae interpres harus dimengerti dalam prinsip Alkitab menafsirkan dirinya sendiri. Di atas penekanan semacam itulah, kita dapat melihat koherensi dan saling keterkaitan dari setiap bagian Alkitab, dan melihat bagaimana semua bagian bertemu menjadi sebuah tema sentral. Berdasarkan asumsi kesatuan organik dari Alkitab yang semacam itulah, Allah telah memelihara kontinuitas, kesatuan, dan kelengkapan Alkitab. Kemudian kita memiliki keberanian untuk bersaksi tentang kesetiaan Allah yang pasti dengan mengatakan, "...dan nabi yang beroleh firman-Ku, biarlah menceritakan firman-Ku itu dengan benar! Apakah sangkut-paut jerami dengan gandum? demikianlah firman TUHAN" (Yeremia 23:28).

Wahyu yang Sempurna dan Keseluruhan Inspirasi Allah

Bible

Seperti yang telah kita katakan, sekalipun Alkitab bukan merupakan wahyu Allah secara keseluruhan, akan tetapi itu merupakan penyataan Allah yang lengkap, yang diberikan kepada kita melalui inspirasi. Ini merupakan pengakuan iman gereja bagi semua generasi, untuk menerima Alkitab sebagai sebuah kanon yang tertutup. Berdasarkan pengakuan semacam itulah, gereja menolak segala macam tulisan di luar Alkitab sebagai kanon yang memiliki otoritas atau yang dapat digunakan sebagai fondasi bagi iman dan praktik kristiani.

Menurut pendapat Agustinus, kita menyadari bahwa gereja memerlukan iluminasi untuk mengerti kebenaran Alkitab, sekalipun wahyu atau karya iluminasi serta inspirasi lainnya dapat dipertimbangkan, khususnya bagi pemupukan rohani pribadi dan instruksi di dalam gereja. Akan tetapi, mereka tidak pernah diberlakukan sebagai fondasi atau arah iman gereja. Konsep ini merupakan konsekuensi dari penekanan sifat yang lengkap dari perspicuity dan holoscopicity Alkitab. Alkitab sebagai kanon yang tertutup sangat jelas. Oleh karena itu, kita tidak memerlukan wahyu lainnya, baik itu personal maupun komunal, untuk melengkapi iman berdasarkan sifat holographic dari setiap bagiannya. Seseorang yang gagal untuk menghargai holoscopicity Alkitab, pasti mengalami kegagalan untuk membuka pintu bagi kebenaran itu sendiri.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, teologi dalam pendekatan Reformed menyatakan bahwa Alkitab merupakan wahyu khusus yang diberikan Allah bagi gereja dalam bentuk inspirasi, di mana Allah menyatakan diri-Nya sendiri dan mengizinkan pernyataan diri-Nya direkam dalam bahasa manusia dalam bentuk tulisan. Alkitab merupakan wahyu khusus, firman Allah yang dikomunikasikan kepada kita dalam bahasa manusia, yang telah melewati proses kanonisasi, dan meliputi juga pemeliharaan melalui kesaksian internal dari Roh Kudus. Gereja menerima Alkitab sebagai kanon tertutup bagi semua gereja, di mana saja dan kapan saja. Alkitab juga merupakan satu bentuk wahyu Allah yang umum, yang merupakan hikmat yang terbaik dan literatur yang paling indah di seluruh dunia dan tidak ada duanya.

Di samping itu, konteks dari pengertian wahyu khusus dalam keselamatan adalah meneguhkan bahwa Alkitab merupakan anugerah Allah yang khusus. Alkitab merupakan buku yang kudus, yang diberikan Allah bagi umat-Nya. Di bawah karya dari Roh Kudus dan dalam bentuk kesaksian internal, gereja dituntun untuk mengonfirmasikan keotentikannya, serta menyatakan bahwa ia merupakan kanon yang tertutup, untuk dibaca dan dinikmati bagi anak-anak-Nya. Untuk itu Alkitab merupakan sesuatu yang diterima sebagai doktrin, teguran, koreksi, serta instruksi dalam kebenaran, bahwa umat Allah harus menerima lengkap sepenuhnya bagi setiap pekerjaan baik (2 Timotius 3:16), ... untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci (Roma 15:4), ... sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu (2 Petrus 1:19). Untuk alasan semacam inilah, di bawah jaminan penuh dari "perspicuity" dan "holoscopicity" Alkitab, kita harus seperti orang Berea, menerima firman dengan segenap kesiapan, serta menyelidiki Kitab Suci setiap hari (Kisah Para Rasul 17:11).

Tulisan ini telah dimuat dalam Jurnal Teologi STULOS 2/1, STT Bandung, Mei 2003, Hal. 113-120

Audio: Perspikuitas dan Holoskopositas Alkitab

Sumber

Diambil dari:

Judul buku :Keunggulan Anugerah Mutlak: Kumpulan Refleksi Teologis Tentang Iman Kristen
Judul artikel:Perspikuitas dan Holoskopositas Alkitab
Penyusun :Dr. Joseph Tong
Penerbit :Sekolah Tinggi Teologia Bandung, 2006
Halaman :85 -- 93

Editorial

Dear e-Reformed Netters,

Kami yakin Anda sudah mulai mempersiapkan diri untuk merayakan Paskah, salah satu hari besar yang dirayakan oleh umat Kristen di seluruh dunia. Memang hari Natal sering dirayakan lebih meriah dibandingkan hari Paskah. Tetapi makna kematian dan kebangkitan Kristus merupakan inti terbesar dari keselamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Mengapa?

Saya ingin mengutipkan kata-kata DR. Pdt. Stephen Tong dalam transkrip seminarnya yang berjudul "7 Perkataan Salib": "Siapakah Anda dan saya yang boleh diberi pengertian oleh Roh Kudus untuk mengetahui akan rahasia cinta kasih Tuhan? Yang kita ketahui mungkin hanya sepersepuluh, seperseratus, atau bahkan sepersejuta, tetapi puji Tuhan karena Dia tidak mau kita tidak mengetahui apa-apa tentang sengsara dan salib-Nya. Orang yang mengenal kesengsaraan Kristus adalah orang yang bisa mencintai Tuhan. Kita tidak mencintai Tuhan karena kita tidak sadar akan kasih Tuhan."

Saya cukup tersentak ketika pertama kali membaca pernyataan beliau bahwa "Orang yang mengenal kesengsaraan Kristus adalah orang yang bisa mencintai Tuhan". Berbahagialah kita yang oleh anugerah-Nya dapat mengerti kasih Kristus melalui kesengsaraan-Nya, walaupun cuma sepersejuta yang bisa kita mengerti. Dengan mengerti kesengsaraan Kristus kita memiliki keberanian untuk percaya bahwa hidup kita memiliki arti, memiliki sesuatu yang perlu kita perjuangan.

Cuplikan artikel yang saya ingin bagikan kepada Anda berikut ini adalah transkrip seminar "7 Perkataan Salib" yang dibawakan oleh DR. Pdt. Stephen Tong, yang secara khusus membahas Yohanes 19:28 yang berkata: "Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah terjadi...lalu Dia berteriak: "Aku haus!" Ucapan, "Aku haus" adalah perkataan kelima dari Tuhan Yesus ketika berada di kayu salib. DR. Pdt Stephen Tong membahas panjang lebar tentang kata "Aku haus", tetapi yang menarik perhatian saya adalah kalimat sebelum kata itu, "Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah terjadi..." Bagian inilah yang ingin saya bagikan kepada Anda, karena dalam istilah "segala sesuatu sudah terjadi", menurut DR. Pdt. Stephen Tong, ada sepuluh nubuatan yang sudah digenapkan pada hari itu juga. Nah, untuk mengetahui, apa sajakah sepuluh nubuatan yang dimaksud, silakan menyimak tulisan di bawah ini. Harapan saya, Anda akan sama tercengangnya dengan saya, dan mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Allah yang lahir menjadi manusia.

Melalui kesempatan ini, saya dan teman-teman di Yayasan Lembaga SABDA juga ingin mengucapkan: SELAMAT MERAYAKAN PASKAH. Biarlah melalui perayaan Paskah ini, kasih kita terus dikobarkan untuk menjangkau jiwa-jiwa yang hilang dan memelihara jiwa-jiwa yang Tuhan telah percayakan kepada kita. To God be the glory!

Pemimpin Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati
< yulia(at)in-christ.net >
< http://reformed.sabda.org >

Penulis
Dr. Stephen Tong
Edisi
126/Maret 2012
Tanggal
4 April 2012
Isi

10 Nubuat yang Terjadi Pada Hari Kristus Disalibkan (Yohanes 19:28)

Yesus diserahkan

Kita akan melihat belasan nubuat yang khusus berkata tentang kematian-Nya. Nubuat kematian Kristus yang terjadi di Golgota, dari sejak Yudas menjual Dia sampai Kristus mengembuskan napas terakhir, di dalam beberapa jam itu saja Allah memerlukan waktu kira-kira seribu tahun untuk menubuatkan hal-hal itu. Melalui mulut Daud, Yesaya maupun pemazmur dan penulis lain, Allah telah dengan begitu limpah dan lengkap menubuatkan tentang kematian Yesus Kristus. Nubuat-nubuat yang terjadi selama seribu tahun digenapi dalam satu hari. Nubuat sepanjang seribu tahun, dikonsentrasikan di dalam satu Oknum di dalam satu hari. Jika Yesus bukan Kristus, siapakah Dia? Jika apa yang terjadi pada-Nya bukan menurut rencana Allah, maka itu terjadi menurut rencana siapa? Yohanes 19:28 berkata: "Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu sudah terjadi ... lalu Dia berteriak: "Aku haus!" Apakah arti ayat ini? Istilah "segala sesuatu sudah terjadi", meliputi sepuluh hal yang sudah digenapkan pada hari itu juga.

Dia dijual oleh kawan-Nya sendiri (Mazmur 55:13-15), digenapi dalam Matius 26:47-56. Melalui pemazmur, Tuhan berkata bahwa jikalau musuh yang menjual-Nya, itu masih wajar. Akan tetapi, yang menjual Kristus adalah kawan yang dekat, yang dipercaya. Yesus tidak dijual oleh orang Farisi, tetapi justru dijual oleh Yudas, yang siang malam selama tiga setengah tahun ada bersama dengan Dia.

Dia akan dijual dengan tiga puluh keping perak (Zakharia 11:12), digenapi dalam Matius 26:15-16. Yudas telah menjual Yesus dengan upah tiga puluh keping perak. Yudas sudah menerima pikiran dari Iblis dan menetapkan hatinya untuk berbuat kejahatan serta menjual Yesus Kristus. Yudas sudah mengambil tekad yang tidak akan berubah.

Penggembala harus dibunuh dan domba-dombanya akan bercerai-berai (Zakharia 13:7), digenapi dalam Matius 26:56. Siapakah Yesus Kristus? Dia adalah Gembala. Gembala yang besar, Gembala yang sulung. Akan tetapi, Alkitab berkata bahwa Gembala itu akan dibunuh dan domba-domba-Nya akan bercerai-berai ke sana-kemari. Pada waktu Yesus Kristus ditangkap, murid-murid-Nya pergi ke sana kemari. Pada waktu dipaku di atas kayu salib, Dia tahu bahwa Dia akan menggembalakan domba-domba-Nya. Dan, domba-domba di luar kandang akan dibawa-Nya kembali untuk bersatu dengan domba-domba yang sudah ada di dalam kandang (Yohanes 10:16). "Akulah Gembala yang baik, Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya" (Yohanes 10:11). Yesus tahu bahwa diri-Nya adalah Gembala yang dipukul, yang dilukai. Waktu dipaku di atas kayu salib, baik Petrus, Andreas maupun murid-murid-Nya yang lain yang biasanya melayani Dia dengan giat kini tidak ada. Orang-orang Kristen yang biasanya sibuk melayani di dalam persekutuan kini tidak kelihatan lagi bahkan bayang-bayangnya sekalipun tidak. Karena apa? Karena sudah dinubuatkan bahwa domba-domba-Nya akan berkeliaran ke sana-sini dan tersesat. Gembala yang baik sudah dipukul. Yesus tahu bahwa nubuat ini sudah tergenapi.

Mesias akan dituduh dan difitnah oleh saksi-saksi dusta. Tuduhan-tuduhan itu akan menjadi penodaan bagi-Nya, tetapi Dia tidak berbicara apa-apa karena Dia rela menerima tanpa membalas segala perkataan jahat yang ditimpakan kepada-Nya. Ini dinubuatkan oleh Tuhan melalui nabi-Nya dalam Mazmur 109:2-5 dan penggenapannya berada dalam Matius 27:12. Pada waktu disalib, Dia melihat bahwa hal ini sudah terjadi. Semua tuduhan orang Yahudi yang ditimpakan kepada Yesus, didengarkan oleh Pilatus. Sebagai orang Romawi, tuduhan bahwa Kristus melakukan penghujatan terhadap Allah tidaklah penting bagi Pilatus. Akan tetapi, bagi orang Yahudi, hal itu sebaliknya. Bagi orang Yahudi, Yesus yang berani menyebut diri sebagai Anak Allah yaitu Kristus, adalah seorang penghujat. Itu adalah dosa besar! Satu-satunya manusia yang di hadapan umum berani mengatakan bahwa diri-Nya mengampuni dosa orang lain (Matius 9:1-3, Markus 2:6-7) dan di hadapan umum berani mengatakan bahwa diri-Nya adalah Yesus Kristus Anak Allah (Yohanes 5:17-18).

Tuduhan menghujat Allah yang didengar oleh Pilatus, tidaklah penting. Baginya, Yesus itu Anak Allah atau bukan, tidaklah penting. Yesus itu Kristus atau bukan, tidaklah penting. Akan tetapi, kalau Yesus mengatakan bahwa diri-Nya adalah Raja orang Yahudi, maka tuduhan itu menjadi penting bagi Pilatus, karena saat itu orang Yahudi ada di bawah jajahan orang Romawi. Pilatus adalah salah satu gubernur Romawi. Bagaimana jika ternyata Yesus adalah raja baru bagi orang Yahudi? Apakah Dia akan mengganti kedudukan Herodes? Bukankah Herodes adalah raja boneka orang Yahudi yang ditunjuk dan dikuasai oleh pemerintah Romawi? Bukankah Yesus ingin mengadakan suatu pemberontakan politis? Bukankah Yesus ingin mengadakan revolusi? Karena itu, Pilatus bertanya kepada-Nya: "Engkaukah raja orang Yahudi?" (Lukas 23:3). Yesus Kristus menjawab Pilatus: "Aku dilahirkan dalam dunia sebagai Raja dan Aku bersaksi tentang kebenaran" (lihat Yohanes 18:37-38). Pilatus bertanya lagi kepada Yesus: "Apakah kebenaran itu?"

Sepuluh nubuat yang besar tentang kematian Kristus sudah tergenapi dalam satu hari. Sepanjang seribu tahun sebelum Kristus lahir ke dunia, sudah ada nubuat-nubuat tentang bagaimana Dia akan mati.

FacebookTwitterWhatsAppTelegram

Pilatus bertanya demikian karena dia mempunyai satu dasar atau tradisi pengenalan kebenaran a la Romawi yang dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani. Istilah "kebenaran" (Yunani = aletheia) adalah satu istilah yang maknanya terus dicari oleh filsuf-filsuf Yunani seperti Protagoras, Georgias, Sokrates, Plato, Aristoteles, orang-orang Stoik, orang-orang Epikurian dan sampai Pilatus. Mungkin Pilatus pernah menerima pengaruh dari Seneca atau pemikir Yunani yang lain. Jika orang-orang Romawi sudah dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang begitu dalam menyelidiki tentang kebenaran, maka kebenaran macam apakah yang Yesus berani katakan, demikian pikir Pilatus. Bukankah Yesus berkata bahwa kedatangan-Nya adalah untuk bersaksi tentang kebenaran? Apakah kebenaran? Pilatus hanya bertanya dan tidak menantikan jawabannya. Inilah sikap manusia yang tidak menghormati Tuhan. Dan, Tuhan Yesus juga tidak menjawab Pilatus. Kini di atas kayu salib, semua umpatan-umpatan, fitnahan-fitnahan maupun segala olokan sudah terlewati. Nubuat keempat sudah lewat.

Orang-orang akan mencambuk, memukuli, melukai serta meludahi muka-Nya. Berapa kali Kristus menerima segala penghinaan, dera dan fitnahan? Pada waktu Kristus dihadapkan kepada Herodes, Herodes mengharapkan agar Dia mengadakan mukjizat di hadapannya (Lukas 23:8). Akan tetapi, di hadapan tentara Herodes, tidak ada satu mukjizat pun yang akan diadakan-Nya untuk pamer ataupun untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Herodes adalah manusia yang ingin mengetahui mukjizat dan menyuruh Allah melayani dia. Herodes ingin supaya Yesus Kristus mendemonstrasikan dan memamerkan kuasa-Nya kepada dia. Di atas Golgota, tidak ada hal ini. Di atas sengsara Kristus, tidak ada hal ini. Pada waktu Yesus Kristus mendengarkan perkataan Herodes, Dia diam dan tidak menjawabnya. Dia memutar tubuh-Nya. Pukulan dan cambukan datang menghantam tubuh-Nya. Dia menerima segala pukulan dan cambukan yang merobek-robek daging dan kulit-Nya. Dia tetap membiarkan mereka. Nubuat sudah mengatakan bahwa Mesias akan membiarkan mereka memukul Dia dan membiarkan supaya badan-Nya dicambuk (Mikha 5:1, Yesaya 50:6). Dengan bilur-Nya, Anda dan saya disembuhkan (Yesaya 53:3-8). Di dalam bilur-Nya ada keselamatan yang lengkap bagi kita. Penderitaan Kristus sudah dinubuatkan kira-kira tujuh ratus tahun sebelumnya dan itu digenapkan dalam Matius 26:67-68; 27:30. Inilah nubuat kelima yang sudah tergenapi.

Dia akan dihukum beserta dengan perampok-perampok. Kristus akan dihukum dengan para kriminal. Bahasa asli Ibrani menunjukkan bahwa Mesias akan mati di antara orang-orang (bentuk jamak) kriminal. Nubuat ini ada tujuh ratus tahun sebelum Yesus disalibkan (Yesaya 53:9, 12) dan digenapi dalam Markus 15:7, 28.

Nubuat salib

Tangan dan kaki Mesias akan ditusuk. Orang-orang tidak akan mengerti bagaimana cara Mesias akan mati meskipun Perjanjian Lama sudah jelas mengatakan hal ini. Sampai pada suatu hari Kristus mati, barulah kita mengetahui bagaimana Kristus akan mati. Kristus mati dengan tangan dan kaki tertembus paku. Masa, cara mati Kristus juga dinubuatkan dalam Alkitab? Ya, memang dinubuatkan. "Kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku" (Mazmur 22:16-17). Mazmur ini ditulis kira-kira seribu tahun sebelum Yesus dipakukan di atas kayu salib. Orang akan menusuk tangan dan kaki-Nya. Nubuat tentang penderitaan Mesias yang paling penting terdapat dalam Mazmur 22. Lalu, di manakah ayat-ayat yang menggenapi hal ini? Di dalam ketiga Injil sinopsis (Matius, Markus, Lukas) tidak dikatakan bahwa tangan Yesus ditusuk. Akan tetapi, Injil Yohanes mencatat bahwa setelah Yesus bangkit dan menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, maka salah satu dari murid yang bernama Tomas tidak percaya hal ini. Akhirnya, Tomas bertemu dengan Tuhan Yesus dan melihat dengan jelas bekas paku di tangan dan bekas tusukan tombak di lambung-Nya (Yohanes 20:25-29). Tomas tidak ada pada hari pertama kebangkitan Yesus. Tetapi, pada hari ke delapan dari kebangkitan-Nya, Ia menemui Tomas dan menunjukkan kepadanya bekas tusukan paku.

Pakaian-Nya akan direbut dan dibagi-bagi di antara orang-orang yang menyalibkan Dia (Mazmur 22:18), hal ini digenapi dalam Yohanes 19:23-24.

Dia berdoa untuk orang-orang kriminal yang disalibkan bersama-sama Dia (Yesaya 53:12). Ini digenapi dalam Lukas 23:34: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."

Kegelapan menudungi Kristus (Amos 8:9), ini tergenapi dalam Matius 27:45.

Sepuluh nubuat yang besar tentang kematian Kristus sudah tergenapi dalam satu hari. Sepanjang seribu tahun sebelum Kristus lahir ke dunia, sudah ada nubuat-nubuat tentang bagaimana Dia akan mati. Semua nubuatan itu terkonsentrasi pada satu Orang. Dan, kini Kristus menggenapi semua nubuat itu. Apakah ini suatu kebetulan? Tidak. Ini semua menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias. Selain sepuluh nubuat di atas, masih ada tujuh nubuat yang penting tentang kematian Kristus. Satu nubuat yang sedang terjadi kini adalah kehausan. "Aku haus!" Pada waktu Alkitab mengatakan, "Pada waktu Yesus mengetahui bahwa segala hal ini sudah terjadi, berkatalah Ia supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: `Aku haus!`"

Audio: Sepuluh Nubuatan pada Hari Kristus Disalibkan

Sumber

Diambil dan diedit seperlunya dari:

Judul buku :7 Perkataan Salib
Judul bab :Aku Haus!
Penulis :Dr. Stephen Tong
Penerbit :Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta 1995
Halaman :94 -- 99