Kehendak Allah dalam Kristus

Editorial: 

Dear Pembaca e-Reformed,

Dalam artikel ini, Pdt. Stephen Tong menjelaskan dengan sangat baik tentang dua pemahaman penting dalam kekristenan, yaitu "dalam Adam" dan "dalam Kristus". Dengan mengerti dua pemahaman ini, kita akan menjadi orang Kristen yang rendah hati karena kita menjadi sadar siapakah kita sebenarnya. Melalui kematian Kristus di atas kayu salib, kita, yang percaya kepada-Nya, dipindahkan dari "dalam Adam" menjadi "dalam Kristus". Ini mengubah esensi kita selamanya, yang dahulu pantas untuk menuju kepada kebinasaan, sekarang dibenarkan dan ditinggikan dalam Kristus sehingga memperbolehkan kita masuk ke dalam kekekalan bersama dengan Dia. Ini merupakan hak istimewa yang luar biasa yang diberikan Kristus bagi kita, anak-anak-Nya yang percaya.

Selain dua pemahaman di atas, Pdt. Stephen Tong juga menjelaskan tentang dua pemahaman lain yang sama pentingnya dalam kekristenan, yaitu "kasih yang digenapi" dan "keadilan yang digenapi". Dua pemahaman yang kelihatannya bertolak belakang, tetapi sebenarnya tidak. Inilah salah satu paradoks dalam kekristenan yang sering disalahmengerti oleh orang Kristen yang tidak belajar Alkitab dengan baik. Tidak seharusnya kita menitikberatkan pada "kasih" saja karena konsep "keadilan" yang dijalankan dalam "kasih" merupakan pemahaman yang ada dalam esensi iman Kristen yang benar. Oleh karena itu, saya mengajak para pembaca menyimak baik-baik penjelasan yang diberikan oleh Pdt. Stephen Tong ini. Memang tidak mudah untuk mencernanya, tetapi bukan berarti tidak bisa dicerna. Mari kita mohon agar Roh Kudus membuka pikiran kita sehingga kita dimampukan untuk mengerti dengan benar. To God be the glory!

Yulia Oeniyati

Redaksi e-Reformed,
Yulia Oeniyati

Edisi: 
Edisi 202/Juli 2018
Isi: 

Istilah "dalam" Kristus muncul beratus-ratus kali di Perjanjian Baru. Ini merupakan satu istilah khusus dalam iman kepercayaan orang Kristen. Di hadapan Allah, hanya ada dua lingkungan yang disebut sebagai "dalam". Pertama, "dalam Adam", kedua "dalam Kristus".

Di hadapan Allah, manusia hanya diakui dalam dua kategori ini. Dalam Adam, manusia adalah manusia berdosa yang belum diselamatkan, yang mengikuti wakil mereka, yaitu Adam, yang memberontak kepada Allah. Dalam Kristus, manusia adalah manusia berdosa yang sudah mengaku dosa dan diselamatkan, yang mengikuti wakil mereka, yaitu Kristus, yang taat kepada Allah. Adam pertama melawan kehendak Allah; Adam kedua menjalankan kehendak Allah.

Di dalam Adam dan di dalam Kristus

Kita menyimpulkan seluruh hidup Adam dengan dua kalimat. Demikian juga dengan seluruh hidup Kristus. Adam berkata: Not Your will, God. But my will be done. -- Bukan kehendak-Mu, tetapi kehendakku yang jadi." Kristus berkata sebaliknya: Not My will, But Thy will be done. -- Bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mu yang jadi."

Dalam teladan yang diberikan Adam kepada kita, manusia mengumumkan otonominya sendiri. No, God! I don't need Your guidance. I don't need Your law. I don't need Your commandments. -- "Aku tidak perlu pimpinan-Mu. Aku tidak perlu hukum-Mu. Aku tidak perlu perintah-Mu." Dan, "Aku mengklaim bahwa diriku sendiri cukup mampu. Aku dewasa, berotonomi, dan tidak perlu lagi dikuasai oleh Roh-Mu yang kudus." Inilah teladan Adam. Akan tetapi, pada waktu Kristus datang ke dalam dunia, bagaimana Dia menjadi contoh?

Di Getsemani, Yesus mencurahkan keringat seperti darah. Itu merupakan satu kesedihan yang luar biasa. Pergumulan. Tetesan keringat yang keluar seperti darah hanya dialami oleh mereka yang sedang dalam kesedihan yang luar biasa. Di situ, Kristus berdoa: "Ya, Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini daripada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi" (Lukas 22:42). Kitab Yesaya mencatat bahwa cawan itu adalah cawan murka Allah (Yesaya 51:17).

Inilah satu lembaran baru yang berbeda dari lembaran hidup manusia lain, berbeda dari semua pendiri agama yang lain, berbeda dari semua keturunan Adam yang lain. Lembaran baru mencatat bahwa Anak Allah menjadi standar, menjadi contoh moral bagi Saudara dan saya. Bukan kehendak manusia yang jadi, melainkan kehendak Pencipta manusia yang jadi.

Jika membandingkan antara taman Getsemani dengan taman Eden, Getsemani terlalu gersang, tetapi Eden sangat subur. Di Getsemani terlalu sakit, di Eden terlalu enak. Akan tetapi, pada waktu Adam berada di taman yang enak, dia justru jatuh. Sebaliknya, Kristus di taman yang penuh sengsara, tetapi justru sukses. Yang satu memaksa Allah mengikuti kehendaknya, sedangkan yang lain menaklukkan kehendak-Nya di hadapan kehendak Allah. Berbeda, sama sekali berbeda!

Kita menjadi orang Kristen yang macam mana? Macam Adam atau mau mengikut Kristus? Mengapa kita berdoa memaksa Tuhan? Apakah kita berdoa: "Tuhan, Engkau harus menyembuhkan aku! Tuhan, Engkau harus menjalankan ini, menjalankan itu. Kalau tidak, aku tidak akan percaya kepada-Mu"? Ataukah, kita berdoa: "Tuhan, sebagai anak-Mu, saya meminta kesembuhan, tetapi kehendak-Mu yang jadi, bukan kehendakku yang jadi"?

Jika tidak berhati-hati, kita mudah mengubah seluruh situasi dan menjadikan Tuhan yang kita sebut Tuhan sebagai pembantu kita. Apakah kita berusaha menaklukkan Tuhan di bawah kehendak kita? Siapakah Tuhan? Jikalau Tuhan Saudara adalah TUHAN, biarlah Saudara menaklukkan diri di bawah kehendak-Nya, bukan berusaha menaklukkan Dia di bawah kehendak Saudara.

Yesus berkata: "Kehendak-Mu yang jadi." Apakah kehendak Bapa? Kehendak Bapa ialah agar Yesus Kristus mati, dipisahkan dari Bapa. Perpisahan antara Allah Bapa dan Allah Anak merupakan satu kepahitan terbesar dan Sumber segala kebijaksanaan, kasih, dan segala persatuan! Bapa, Anak, dan Roh Kudus, adalah Allah Tritunggal. Di Getsemani, terjadi satu keharusan yang pahit, yaitu perpisahan. Maka, Kristus mengatakan: "Kalau mungkin, singkirkan cawan ini." Akan tetapi, Bapa mengatakan: "Engkau harus menerima cawan ini karena inilah kehendak-Ku untuk menyelamatkan umat manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan-Ku."

Puji Tuhan! Yesus Kristus meminum cawan itu sampai habis. Lalu, Dia dipaku di atas kayu salib. Maka, Alkitab berkata: "Allah menetapkan untuk meremukkan Dia. Menurut kehendak Allah, Kristus menyerahkan diri-Nya untuk mati bagi kita! Inilah satu-satunya kematian yang menurut kehendak Allah! Satu-satunya kematian yang direncanakan dalam kehendak Allah yang asli. Dalam kematian Kristus, kita melihat kehendak Allah terlaksana."

a. Kasih Allah digenapi.

Mercy&Justice

Kasih Allah harus dinyatakan kepada manusia karena Dia adalah kasih. God is love. Di manakah kita bisa melihat kehendak Allah yang mengasihi kita itu? Dalam pengorbanan. Tanpa pengorbanan, tidak ada kasih! Istilah "cinta", sudah menjadi begitu murah, sudah membanjiri zaman ini. Namun, setiap kali kita mengucapkan "cinta", mari kita uji dengan pengorbanan. Every love should be tested by sacrifice. Pengorbanan menyatakan kasih yang sungguh-sungguh.

Allah itu kasih adanya. Pemikiran ini ada secara samar-samar dalam agama-agama. Akan tetapi, ini menjadi suatu realitas kekristenan, di mana Anak Allah yang tunggal dikaruniakan untuk mati di atas kayu salib menggantikan dosa Saudara dan saya. Ini konkret, bukan abstrak. Bukan pula mimpi atau ilusi. Bukan imajinasi, tetapi riil. Kristus mati untuk Saudara dan saya. Ini kehendak Tuhan!

b. Keadilan Allah digenapi.

Apakah artinya keadilan Tuhan? Keadilan Tuhan berarti: yang berdosa harus dihukum! Jikalau yang berdosa tidak dihukum, berarti Allah tidak adil! Jikalau dosa harus dihukum, siapakah yang bisa menanggung hukuman yang berat ini? Saya mati untuk diri saya. Saya mati karena saya berdosa. Kematian saya tidak bisa menyelesaikan ataupun membenarkan segala kesalahan saya. Dosa begitu besar. Kematian tidak cukup untuk membayar utang dosa yang sudah kita lakukan.

Bayangkan saja jika seorang gila membunuh dua puluh orang sekaligus dengan pistol, dan orang gila itu akhirnya dihukum mati. Bukankah dia yang dihukum mati hanya mempunyai satu nyawa? Akan tetapi, bukankah dia sudah menghabiskan nyawa dua puluh orang? Bagaimana kematian seseorang bisa membayar utang dosanya? Meskipun kita sampai mati, tulang kita hancur menjadi bubuk pun tak mungkin kita bisa membalas cinta kasih Tuhan Yesus. Sebab, keadilan Allah menghukum dosa begitu besar, begitu dahsyat.

Kita belum sadar berapa besar keadilan itu. Saya menangisi zaman ini, ketika Liberalisme mengajarkan tentang Allah yang kasih, tetapi mereka menghindari khotbah tentang keadilan dan kesucian Allah. Sedangkan, aliran-aliran yang murahan, yang hanya mau emosi, yang hanya mau berkat Tuhan saja, jarang berkhotbah tentang hukuman Allah terhadap orang berdosa.

For you and for me, to be saved is free. Tuhan tidak menuntut apa-apa dari kita supaya kita diselamatkan. Untuk menjadi orang Kristen, kita tidak harus membayar harga apa-apa. Akan tetapi, jangan lupa: supaya Saudara dan saya bisa diselamatkan, Kristus sudah membayar harga yang sangat besar, yaitu harga dari kematian Anak Allah! The death of the Son of God! Anak Allah yang tunggal mati untuk Saudara dan saya. Ini kehendak Allah. Ini suatu tuntutan keadilan yang dilunaskan.

Pelunasan itu memerlukan satu jiwa yang lebih dari sekadar jiwa yang terbatas oleh waktu dan tempat. Pelunasan itu memerlukan satu hidup yang lebih dari hidup yang diciptakan. Yesus Kristus bukan diciptakan, tetapi Dia adalah Pencipta itu sendiri. Yang tidak terbatas datang ke dalam dunia. Itu sebabnya, dalam keadaan hidup yang tidak terbatas, Dia rela menanggung dosa seluruh umat manusia. Kita melihat "The Unlimited is substituting the limited once -- Yang tidak terbatas menggantikan yang terbatas." Itu sebabnya, Dialah yang sanggup menanggung dosa kita yang begitu banyak. Dialah yang mampu melunasi utang kematian kekal yang seharusnya ditimpakan kepada kita masing-masing.

Puji Tuhan! Inilah keselamatan dari Tuhan Allah. Kehendak yang Allah tetapkan sebelum dunia diciptakan. Paulus mengatakan bahwa dalam Kristus, kita sudah direncanakan dan ditetapkan sebelum dunia diciptakan.

Orang yang belum diselamatkan dan orang yang belum mengetahui kehendak Allah dengan sungguh-sungguh menonjolkan diri dan merebut kemuliaan Tuhan dalam pelayanan dan bukannya datang untuk sungguh-sungguh melayani. Akan tetapi, jika Saudara betul-betul mengerti kehendak Allah dalam Kristus, yang dijadikan Allah sebagai titik kontak, contoh standar, dan manusia kedua yang mengalahkan dosa dan kematian serta membawa kita kembali kepada Tuhan, maka Saudara akan mengetahui bagaimana seharusnya melayani Tuhan. Kristus datang ke dalam dunia untuk menggenapkan hal ini: (1) Datang untuk menyalurkan kasih Allah, dan (2) datang untuk menanggung hukuman murka Allah berdasarkan keadilan Allah.

Kehendak Allah

Kedua hal ini kita temui di atas kayu salib. Di atas kayu salib Kristus, kita melihat dua kutub dan dua hal yang paralel, yang ada dalam kekekalan sifat Allah, yakni cinta Allah yang kekal dan keadilan Allah yang kekal, bertemu. Pertemuan ini penting sekali.

Saya kira kita harus belajar satu pelajaran, yaitu bagaimana menjadi seorang Kristen yang bisa mempertemukan keadilan dan cinta kasih! Orang Kristen yang hanya mempunyai cinta, tetapi tidak mempunyai keadilan, tidak dapat melayani Tuhan dengan baik. Sebaliknya, orang yang hanya mempunyai keadilan, ketegasan, dan otoritas yang tinggi tanpa cinta kasih, tak bisa memerintah dengan baik. Kedua hal ini dipertemukan di atas kayu salib Kristus. Karena itu, Kristus adalah standar dan contoh bagi kita masing-masing. Ada cinta, tetapi tidak ada keadilan, akan menjadi banjir yang mengakibatkan kecelakaan. Ada keadilan, tetapi tidak ada cinta, akan menjadi kejam dan tanpa perikemanusiaan. Pertemuan antara cinta dan keadilan menjadi satu memang merupakan satu kesulitan yang besar.

Semua nabi menegur bangsa Israel yang berbuat dosa. Mereka menegur bukan dengan kuasa, bukan dengan senapan, tetapi mereka menegur dengan air mata! Itu karena mereka bukan hanya memainkan wewenang saja; mereka sedang menjalankan kehendak Allah. Setiap teguran dikeluarkan dengan suara gemetar yang dibubuhi dengan air mata. Di sinilah, cinta dan keadilan bertemu.

Pukulan ibu kepada anaknya berlainan dengan pukulan dari seorang musuh. Jika musuh memukul Saudara, musuh memukul dan mengharapkan Saudara mati. Akan tetapi, waktu seorang ibu memukul anaknya, dia memang memukul badan anaknya, tetapi rasa sakit ada dalam hati sang ibu. Inilah paradoks! Di situlah, timbul satu kesulitan yang berkombinasi. Karena apa? Karena di situlah kasih dan keadilan bertemu.

Kasih Allah dan keadilan Allah bertemu di satu titik pusat yang paling klimaks, di Golgota. Allah yang mencintai manusia adalah Allah yang harus melemparkan manusia berdosa ke dalam neraka. Kedua hal yang berbeda kutub ini berjumpa di atas Golgota. Kristus mati bagi Saudara dan saya. Dasar dari pertemuan kedua hal ini saya sebut sebagai kebijaksanaan, dan akibat dari pertemuan kedua hal ini saya sebut sebagai kuasa dan keselamatan.

Orang yang bisa menggabungkan kedua hal ini pasti mempunyai kuasa luar biasa dalam pemerintahan dan pelayanan. Seorang raja, pendeta, atau pemimpin yang memerintah secara administratif, kalau hanya mempunyai cinta tanpa keadilan, tidak akan menjalankan tugasnya dengan benar. Demikian pula, jika dia hanya mempunyai keadilan tanpa cinta, dia tidak akan menjalankan tugasnya dengan benar.

Waktu kedua hal ini bertemu, orang yang mempunyainya akan mempunyai kuasa yang luar biasa. Mempertemukan dua hal ini memerlukan kebijaksanaan yang luar biasa dari kehendak Tuhan Allah. Tuhan Yesus menjadi contoh kita dalam segala sesuatu. Kehendak Allah ialah mempertemukan kita dengan Dia, bersatu dengan Dia, dalam diri Kristus yang mati dalam kehendak Allah. Tuhan memberikan kekuatan kepada kita untuk mempunyai pikiran yang lebih mendalam dan lebih cinta kepada Kristus, dan menjalankan kehendak Tuhan sampai tahap kematian kita.

Apakah Saudara mengerti siapakah Kristus? Apakah Saudara mengerti apa artinya menjadi orang yang beriman kepada Kristus? Apakah mengerti arti Kristus sudah mati dalam kehendak Allah bagi kita masing-masing? Sudahkah Saudara menerima Kristus dalam hati Saudara?

Audio Kehendak Allah dalam Kristus

Diambil dari:
Judul buku : Mengetahui Kehendak Allah
Judul artikel : Kehendak Allah dalam Kristus
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, Surabaya: 2017
Halaman : 117 -- 125

Komentar