Singkirkan Beban Tidak Bersyukur

Penulis_artikel: 
Jon Bloom
Tanggal_artikel: 
31 Mei 2019
Isi_artikel: 
Singkirkan Beban Tidak Bersyukur

Singkirkan Beban Tidak Bersyukur

Gambar: kehendak Allah

"Bapa Surgawi, tolong beritahukan aku kehendak-Mu. Aku benar-benar harus tahu apa yang Kau inginkan untuk kulakukan … "

Inilah kehendak-Ku untukmu: "Mengucap syukurlah dalam segala hal. Sebab, itulah kehendak Allah bagimu di dalam Kristus Yesus" (1 Tesalonika 5:18).

"Terima kasih, Tuhan, untuk pengingat ini. Aku sungguh-sungguh harus lebih bersyukur -- tetapi kembali ke permintaanku, aku tidak yakin apa yang Engkau inginkan untuk kulakukan …"

"Aku ingin kamu untuk "mengucap syukur dalam segala hal."

"Aku tahu, Tuhan, aku tahu. Itu penting dan aku tahu di mana aku telah mengabaikan hal itu. Tetapi, mengucap syukur adalah semacam kebutuhan yang terus-menerus, bukan? Maksudku, semua orang perlu untuk lebih mengucap syukur, bukan? Jujur, ini mendesak, dan aku tidak mendapatkan kejelasan dari-Mu. Aku perlu arahan dari-Mu. Apa yang Kau inginkan untuk kulakukan?"

"Aku serius dan tegas. Aku mau kamu "mengucap syukur dalam segala hal," dan saat ini juga, dalam keadaan khusus ini.

(Kegusaran yang tak terkatakan)

"Kecuali kamu belajar untuk "mengucap syukur dalam segala hal," banyak kehendak-Ku yang akan terselubung. Aku membimbing dan menyediakan anugerah yang tidak dapat kamu lihat sekarang karena kau tidak bersyukur. Setialah untuk menaati kehendak-Ku yang dinyatakan bagimu, dan Aku akan setia membimbing (Mazmur 32:8) dan menyediakan (Filipi 4:19) bagimu.

Ingatlah untuk Mengucapkan "Terima Kasih"

Harga rohani yang kita bayarkan karena tidak mengucap syukur jauh lebih besar daripada yang kita kira. Tidak mengucap syukur bukan hanya sekadar tidak adanya ucapan "terima kasih." Itu merupakan sebuah gejala kesuraman rohani, atau kemiskinan rohani. Karena itu berarti menganggap sepele dan tidak menghargai anugerah yang ditunjukkan kepada kita.

Orang tua tahu seperti apa rasanya hal ini. Anak-anak, yang dilahirkan sebagai orang-orang berdosa yang berpusat pada diri sendiri, secara alamiah menganggap sepele darah, keringat, air mata, dan uang yang orang tua mereka investasikan pada diri mereka. Jadi, orang tua sering mengingatkan anak-anak mereka untuk mengucapkan terima kasih.

"Ingatlah untuk berterima kasih kepada ibumu karena membuatkan makan malam."

"Berterima kasihlah kepada kakekmu untuk hadiah ulang tahun yang bagus itu."

"Sudahkah kamu menyelesaikan kartu ucapan 'terima kasih' atas kelulusanmu?"

Mengapa orang tua melakukan ini? Bagi sebagian besar, itu hanyalah untuk mengajarkan anak-anak mereka berkelakukan sopan secara sosial. Yang mereka inginkan untuk anak-anak mereka adalah supaya mereka melihat anugerah dan merasa bersyukur. Secara naluri, mereka mengetahui bahwa melihat anugerah dan merasa bersyukur merupakan sebuah tanda dari seseorang yang sehat secara rohani, dan tentu saja mereka ingin anak-anak mereka sehat secara rohani. Dan, mereka secara naluri tahu ada sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak sehat dengan seseorang yang tidak mengungkapkan rasa terima kasih untuk anugerah yang telah mereka terima.

Tidak mengucap syukur bukan hanya sekadar tidak adanya ucapan "terima kasih." Itu merupakan sebuah gejala kesuraman rohani, atau kemiskinan rohani.

Facebook TwitterWhatsAppTelegram

Allah Mengingatkan Kita untuk Mengucapkan "Terima Kasih"

Pada orang tua seperti ini, kita melihat gambaran akan hati Allah untuk kita. Allah tidak memerintah dan memperingatkan kita untuk berterima kasih kepada-Nya karena Dia suka mendengar "kata-kata menyenangkan" atau menyaksikan kita melakukan kesopanan ilahi saja. Dia menghendaki kita sehat dan berlimpah secara rohani. Dia tidak ingin kita sakit dan miskin secara rohani. Dia memberi tahu kita bahwa tidak mengucap syukur adalah tanda dari orang yang tidak percaya (Roma 1:21). Namun, mengucap syukur adalah tanda dari orang beriman, bukti bahwa kita sungguh-sungguh melihat anugerah-Nya dan merasakan dampaknya. Itulah yang Dia kehendaki bagi kita.

Dan, itulah sebabnya mengapa Allah sering memerintahkan dan memperingatkan kita melalui para penulis di Alkitab agar mengucap syukur kepada-Nya. Pikirkan tentang Mazmur; kalimat-kalimat seperti ini keluar melalui Mazmur:

"Aku akan bersyukur kepada TUHAN" (Mzm. 7:17; 9:1; 30:12, dan banyak lagi).
"Bersyukurlah kepada TUHAN" (Mzm. 105:1; 106:1; 107:1; 118:1 dan banyak lagi).
"Masuklah gerbang-Nya dengan ucapan syukur" (Mzm. 100:4).
"Sungguh, orang-orang benar akan bersyukur kepada nama-Mu" (Mzm. 140:13).

Dan, perhatikan tentang bagaimana Paulus menyusun referensi mengenai berterima kasih kepada Allah di semua suratnya:

"Aku selalu mengucap syukur kepada Allahku mengenai kamu" (1 Korintus 1:4).
"Aku tidak henti-hentinya mengucap syukur untukmu" (Efesus 1:16).
"Aku bersyukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu" (Filipi 1:3).
"Kami harus selalu bersyukur kepada Allah untuk kamu" (2 Tesalonika 1:3).
Dan, tentu saja, "mengucap syukurlah (kepada Allah) dalam segala hal" (1 Tesalonika 5:18).

Itu semua bukanlah perintah dan peringatan tentang keilahian yang egois. Itu adalah petunjuk penuh kasih dari Tabib Agung; itu semua adalah pengingat penuh kasih dari Bapa kita yang menunjukkan kebaikan. Sama seperti orang tua yang menolong seorang anak untuk bertumbuh dalam pengucapan syukur melalui pengingat yang terus-menerus, Allah menghendaki pengingat-Nya yang terus-menerus bagi kita untuk mengucap syukur kepada-Nya menolong kita untuk mengalami sukacita yang sangat sehat dan mendalam dari melihat anugerah dan merasa bersyukur.

Dan, sama seperti semua berkat Allah yang terbesar, Dia menjadikan ucapan syukur kita sebagai sesuatu yang memuliakan Dia dan membuat kita bersukacita! Dia mendapatkan kemuliaan karena Dia adalah Pemberi-anugerah, dan kita bersukacita karena kita adalah orang-orang yang menerima anugerah dan yang merasa bersyukur.

Singkirkan Beban Tidak Bersyukur

Dalam memandang hal-hal lain dalam kehidupan kita yang terasa seperti prioritas yang mendesak, kita mungkin tidak mengira bahwa "mengucap syukur dalam segala hal" berada di peringkat yang cukup tinggi. Kita mungkin tergoda untuk mengira bahwa mengucap syukur adalah semacam pilihan mewah dalam kendaraan iman Kristen -- itu adalah fitur yang bagus, tetapi kita dapat mengemudikan kendaraan dengan baik tanpa itu. Itu adalah kesalahan yang sangat besar. Mengucap syukur bukanlah pilihan mewah; itu adalah bagian dari mesin kendaraan kita. Kendaraan iman tidak berfungsi dengan baik tanpa itu.

hati bersyukur

Oleh karena itu, adalah sangat mungkin bahwa jawaban Allah atas doa-doa kita yang memohon bimbingan dan pemenuhan kebutuhan sesungguhnya adalah, "mengucap syukur dalam segala keadaan." Itu mungkin bukan kebutuhan paling besar yang kita rasakan, tetapi itu mungkin adalah kebutuhan kita yang sesungguhnya saat ini. Dan, jika demikian, jawaban Allah yang mungkin membuat frustrasi, merupakan belas kasihan yang besar dan memulihkan bagi kita.

Tidak mengucap syukur adalah beban rohani yang tidak sehat yang memperlambat kebanyakan dari kita dalam perlombaan iman, jauh lebih daripada yang kita tahu (Ibrani 12:1). Allah memiliki lebih banyak anugerah yang membimbing dan menyediakan bagi kita, yang akan kita temukan jika kita menyingkirkan beban itu dan berlari dengan sukacita penuh ucapan syukur.

Bagaimana kita melakukan ini? Dengan mulai menaati perintah Allah yang sederhana dan mendatangkan-kesehatan: "Mengucap syukurlah dalam segala keadaan" (1 Tesalonika 5:18). (t/Jing-Jing)

Audio:Singkirkan Beban Tidak Bersyukur

Sumber Artikel: 
Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
URL : https://www.desiringgod.org/articles/lay-aside-the-weight-of-thanklessness
Judul asli artikel : Lay Aside the Weight of Thanklessness
Penulis artikel : Jon Bloom

Komentar