Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Seminar Doktrin Predestinasi dan Kebebasan"Datang ya, ke seminar 'Doktrin Predestinasi dan Keselamatan' besok …," kata Evie mengingatkan kami semua pada akhir persekutuan staf Jumat siang itu. Kebetulan di beberapa persekutuan staf sebelumnya, Ibu Yulia memberikan training mengenai dosa dan keselamatan kepada seluruh staf YLSA. Didorong oleh perasaan ingin tahu lebih banyak tentang doktrin John Calvin mengenai predestinasi, saya berniat datang ke seminar yang berupa tayangan langsung dari Katedral RMCI Jakarta oleh Pdt. Dr. Stephen Tong dan rekan-rekannya. Saya datang ke MRII Solo bersama tante saya yang juga berminat untuk belajar tentang Predestinasi. Berikut adalah sharing yang saya dapat dari seminar tersebut:
Seminar dibuka dengan sesi pertama tentang dosa manusia dan kedaulatan Allah. Pembicara membuka dengan kata-kata Paulus dalam Roma 3, yang menyatakan bahwa semua manusia telah jatuh ke dalam dosa dan tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Hal ini penting agar kita memahami bahwa keselamatan adalah sepenuhnya karya Allah dan tidak ada usaha manusia sehingga manusia tidak dapat membanggakan dirinya. Jika sampai saat ini masih ada kebaikan, keindahan, dan kemampuan manusia untuk melakukan hal yang baik, misalnya untuk mencipta dan menikmati keindahan, itu pun karena Allah yang memberikan anugerah umum kepada setiap manusia. Kemudian, pembicara mengajak kami untuk membuka Ayub 42:2, yang menyatakan tentang rencana Allah yang tidak pernah gagal karena Allah kita adalah Allah yang berdaulat. Allah berdaulat, artinya:
Dari sini, disimpulkan bahwa kedaulatan Allah sesungguhnya adalah usaha-usaha yang dilakukan Allah demi kemuliaan nama-Nya. Namun, sifat kedaulatan Allah itu harus dipahami dalam integrasi sifat-sifat Allah; yang suci, yang tidak akan berbuat dosa, dan yang bijaksana, sehingga tidak ada yang dilakukan Allah yang sia-sia. Peristiwa penciptaan sendiri merupakan ekspresi dari kedaulatan Allah. Pembicara berikutnya adalah Pdt. Stephen Tong, yang memulai pembicaraannya dengan mengatakan bahwa doktrin itu penting. Mengapa? Karena dengan doktrin, kita dapat memelihara pengajaran para rasul dengan setia dan benar, sehingga kita tahu apa dan siapa yang kita percayai. Tidak ada agama yang tidak memiliki doktrin atau pengajaran. Salah memilih doktrin, kita menjadi tersesat. Beliau menceritakan tentang kehidupan Agustinus, seorang tokoh gereja yang besar, yang pada awalnya hidup dalam kesesatan dan doktrin yang salah, sehingga berdampak pada kehidupan yang dijalaninya. Namun, ketika akhirnya ia bertobat dan mengikuti doktrin yang benar, yang tidak didasarkan pada pengalaman, pendapat, atau kebiasaan yang dimilikinya, Agustinus akhirnya menjadi salah satu filsuf Kristen terbesar di sepanjang masa, yang memuliakan Tuhan dengan iman dan akal budinya. Selanjutnya, beliau berbicara mengenai definisi kebebasan. Bagi manusia, kebebasan berarti dapat melakukan segala sesuatu sekehendak hati. Namun, pada kenyataannya, hal itu tidak mungkin terjadi karena kebebasan manusia dibatasi oleh kebebasan manusia yang lain. Immanuel Kant mendefinisikan kebebasan yang mutlak sebagai kebuasan karena kebebasan sesungguhnya memiliki definisi yang bersifat mengikat dan terbatas. Menarik apa yang diungkapkan oleh Pak Tong mengenai makna dari kebebasan sejati, yaitu: "Ketika saya dapat melakukan apa yang tidak ingin saya lakukan". Ketika manusia jatuh dalam dosa, ia menjadi hamba dosa, dan hanya dapat melakukan apa yang menjadi keinginan daging, yaitu keinginan dosa. Hanya ketika menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, maka manusia dapat menjadi manusia yang merdeka, karena Roh Kudus memampukan manusia untuk tidak melakukan keinginan kedagingannya. Kebebasan manusia berasal dari Allah, oleh karena itu manusia harus mempertanggungjawabkan kebebasannya kepada Allah. Hanya Allah satu-satunya Pribadi yang memiliki kebebasan yang benar-benar bebas. Allah mampu membatasi kebebasan-Nya yang mutlak di bawah prinsip kebenaran-Nya, sehingga ia tidak berdosa dan menjadi satu-satunya Pribadi yang dapat menghakimi manusia. Yesus Kristus adalah teladan yang sempurna dalam menggunakan kebebasan-Nya, terutama ketika tunduk pada kehendak Bapa-Nya pada peristiwa penyaliban 2000 tahun yang lalu. Sayang sekali, saya tidak dapat mengikuti acara sampai selesai sehingga tidak dapat membagikan materi dengan lengkap. Meskipun demikian, saya bersyukur dapat mendengar sebagian dari seminar Doktrin Predestinasi dan Kebebasan ini sehingga saya mendapatkan penjelasan yang lebih dalam mengenai doktrin yang dianut oleh gereja-gereja aliran reformed. Kata "diselamatkan" tidak lagi memiliki makna sama seperti yang saya ketahui sebelumnya. Semoga ini bukan menjadi euforia sesaat, melainkan menjadi pupuk bagi pertumbuhan iman dan menjadikan iman saya semakin lebih hidup. To God be the Glory!
Komentar |
Publikasi e-Reformed |