Skip to main content

Akulah yang Memilihmu ? (Part 6)

Pada Juni 2013, seorang penulis menjelajahi iman seorang pendeta di Medan yang menghadapi tragedi ketika putra pertamanya meninggal setelah operasi. Meskipun mengalami rasa sakit mendalam, pendeta tersebut tetap menunjukkan kasih kepada Tuhan dan melanjutkan pelayanannya, membagikan pengalamannya sebagai pelajaran untuk lebih mengasihi sesama. Diskusi mendalam mereka di Danau Toba mengarah pada perubahan yang tak terduga, menegaskan kekuatan iman dalam menghadapi kesulitan.

  • pergumulan iman
  • melayani Kristus
  • badai kehidupan
  • putra pertama
  • tragedi
  • pemakaman
  • iman
  • Pendeta yang dicari mengalami pergumulan iman setelah kehilangan anaknya akibat komplikasi medis.
  • Sejak muda, pendeta tersebut aktif dalam pelayanan dan memuridkan orang di dalam Kristus.
  • Keberatan muncul tentang mengapa seorang pelayan Tuhan mengalami tragedi seperti ini, sementara orang lain tidak.
  • Meskipun kehilangan besar, pendeta tetap menyatakan cintanya kepada Tuhan dan keinginannya untuk melayani.
  • Mentor rohani pendeta menjelaskan bahwa pengalaman tersebut bisa membantu mereka lebih memahami kasih Bapa di surga.
  • Pendeta menawarkan perjalanan ke Danau Toba; diskusi mendalam mengenai iman berlangsung selama perjalanan.
  • Diskusi berlanjut hingga malam, dengan pertanyaan-pertanyaan kritis yang menjadikan malam tersebut berpotensi revolusioner.

Penulis_artikel
Yonghan Lim
Tanggal_artikel
31 Maret 2016
Isi_artikel

Bulan Juni 2013, perjalanan iman membawa saya sampai ke Medan. Ada satu pendeta yang perlu saya cari tahu mengenai pergumulan imannya setelah badai kehidupan baru melandanya; apakah dia membenci atau tetap mengasihi Kristus?

Sejak muda, ia sudah rajin melayani Kristus; membawa jiwa-jiwa mengenal-Nya. Hidupnya saleh dan sungguh-sungguh mengikuti pimpinan Tuhan. Memuridkan orang di dalam Kristus menjadi lifestyle-nya.

Badai kehidupan terbesarnya datang ketika putra pertamanya lahir. Di hari ketiga, ditemukan ada kelainan pada usus anaknya sehingga harus dioperasi. Setelah dioperasi, anaknya tidak kunjung membaik dan akhirnya harus berpulang ke Ilahi. Anak-anaknya bandar narkoba banyak yang sehat-sehat saja, tidak harus melewati tragedi seperti ini. Kenapa pendeta harus mengalami yang gini-gini?

Setelah setia melayani Tuhan sejak muda, inikah upah melayani-Nya? Tuhan macam apa ini yang tidak mampu menjaga pengikut-Nya dari tragedi? "Kalau saya jadi Abang, sudah saya bubarkan gereja," tegasku. "Abang sebaliknya, Dek. Hari ketika Joshua berpulang, abang dengan hati yang remuk redam hanya bisa berteriak, Bapa, saya tetap mencintaiMu. Saya tetap mau melayaniMu," ceritanya. Di hari pemakaman anaknya, mentor rohani pendeta ini berpesan, "Hari ini, kalian berdua tahu perasaan Bapa di surga seperti apa ketika harus melihat anakNya disalib, mati, dan dikuburkan demi menebus umat manusia. Pengalaman ini baik bagi kalian, supaya bisa lebih mengasihi jiwa-jiwa."

What?! Hello... iman macam apa ini? Karena sedang di Medan, pendeta ini menawarkan opsi sekalian jalan-jalan ke Danau Toba besok paginya. Maka, berangkatlah kami pagi-pagi esoknya. Dalam perjalanan empat jam kami, saya cecar terus apa yang menjadi dasar imannya. Saya uji terus kesabarannya dengan pertanyaan sulit dan sukar. Pendeta ini tampak kewalahan meladeni pertanyaan-pertanyaan ini. Sesampai di Danau Toba, pertanyaan-pertanyaan masih tidak habis habis, bahkan diskusi kami berlanjut sampai dengan pukul 23. Tidak ada ampun; cecar terus, tanya terus. Akhirnya, karena kami berdua sudah kelelahan, kami sudahi sesi pemuridan itu dan langsung pergi tidur. Tak disangka-sangka, malam itu ternyata akan menjadi malam yang revolusioner. Allah akan merubah segalanya, tanpa pernah saya sangka- sangka dan antisipasi.

Bersambung... Soli Deo Gloria