Tentang KamiArtikel TerbaruUpdate Terakhir |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SOTeRI Pembuktian Saksi Mata
Editorial:
Dear e-Reformed Netters, Salam jumpa. Berikut ini artikel menarik yang saya ambil dari bagian buku tulisan Lee Stroble terbitan Gospel Press. Silakan disimak karena akan menolong Anda mengerti bahwa Allah menghargai keingintahuan kita akan kebenaran-Nya. Biarlah penghargaan kita terhadap Alkitab semakin tinggi. GBU. In Christ, Yulia Oeniyati
Penulis:
Lee Strobel
Edisi:
091/IV/2007
Tanggal:
04-10-2007
Isi:
CRAIG L. BLOMBERG, PH.D. secara luas dianggap sebagai salah satu pakar terkemuka dalam biografi-biografi Yesus yang disebut dalam empat Injil. Ia memperoleh gelar doktornya dalam Perjanjian Baru dari Aberdeen University di Skotlandia, selanjutnya melayani sebagai seorang rekanan periset senior di Tyndale House pada Cambridge University di Inggris, di mana ia adalah bagian dari sebuah kelompok sarjana elit internasional yang menghasilkan serangkaian karya tentang Yesus yang disambut dengan sangat baik. Selama dua belas tahun terakhir, ia menjadi seorang profesor dalam Perjanjian Baru di Denver Seminary yang amat disegani. Buku-buku Blomberg termasuk "Jesus and the Gospels; Interpreting the Parables; How Wide the Divide?"; dan penjelasan-penjelasan Injil Matius dan 1Korintus. Ia juga membantu mengedit jilid keenam dari "Gospel Perspectives", yang menguraikan mujizat-mujizat Yesus secara panjang lebar, dan ia menjadi rekanan penulis "Introduction to Biblical Interpretation". Ia memberikan kontribusi beberapa bab tentang kehistorisan empat Injil kepada buku "Reasonable Faith" dan buku pemenang penghargaan, "Jesus Under Fire". Keanggotaannya meliputi Society for the Study of the New Testament, Society of Biblical Literature, dan The Institute for Biblical Research. SAKSI-SAKSI MATA ATAS SEJARAH "Coba beritahukan saya," kata saya dengan sedikit nada menantang dalam suara saya, "apakah mungkin untuk menjadi seseorang yang berpikiran pintar serta kritis dan tetap percaya bahwa keempat Injil ditulis oleh orang-orang yang namanya dilekatkan ke kitab-kitab tersebut?" Blomberg meletakkan cangkir kopi di pinggir mejanya dan menatap dengan sungguh-sungguh kepada saya. "Jawabannya adalah ya," katanya dengan penuh keyakinan. Ia duduk kembali dan melanjutkan. "Penting untuk mengakui bahwa secara terus terang, keempat Injil memang tanpa nama. Namun, kesaksian yang seragam dari gereja mula-mula adalah bahwa Matius, juga dikenal sebagai Lewi, si pemungut cukai dan salah satu dari dua belas murid, adalah penulis Injil pertama dalam Perjanjian Baru; bahwa Yohanes Markus, yang menyertai Petrus, adalah penulis Injil yang kita sebut Markus; dan bahwa Lukas, dikenal sebagai "tabib yang dikasihi" Paulus, menulis Injil Lukas serta Kisah Para Rasul." "Seberapa seragamnya kesaksian bahwa mereka adalah para penulisnya?" saya bertanya. "Tidak ada satu saingan pun bagi ketiga Injil ini," katanya. "Rupanya, itu sama sekali tidak dipersoalkan." Bahkan meskipun demikian, saya ingin menguji isu ini lebih lanjut. "Mohon maklumi keskeptisan saya," kata saya, "tetapi tidak adakah seorang pun yang akan memiliki suatu motivasi untuk berbohong dengan menyatakan bahwa orang-orang ini menulis ketiga Injil tersebut, padahal sebenarnya bukan mereka?" Blomberg menggelengkan kepalanya. "Mungkin tidak. Ingat, mereka adalah karakter-karakter yang tidak mungkin ditunjuk untuk maksud itu," katanya, suatu senyum lebar terbentuk di wajahnya. "Markus dan Lukas bahkan tidak termasuk dalam keduabelas murid. Matius memang, namun sebagai seorang bekas pemungut cukai yang dibenci, ia pasti akan menjadi karakter yang paling tidak disukai selain Yudas Iskariot, yang mengkhianati Yesus!" "Bandingkan ini dengan apa yang terjadi ketika injil-injil apokrifa ditulis dan muncul lama sesudah itu. Orang-orang memilih nama figur- figur yang terkenal dan patut dicontoh sebagai penulis fiktifnya -- Filipus, Petrus, Maria, Yakobus. Nama-nama itu jauh lebih berbobot daripada nama-nama Matius, Markus, dan Lukas. Jadi untuk menjawab pertanyaan Anda, tidak akan ada alasan apa pun untuk menghubungkan kepenulisan kepada ketiga orang yang lebih kurang dihormati ini jika itu tidak benar." Ini kedengaran logis, namun nyata bahwa ia dengan mudahnya melewatkan satu dari para penulis Injil. "Bagaimana dengan Yohanes?" saya bertanya. "Ia amat sangat menonjol; sebenarnya, ia bukan saja salah satu dari keduabelas murid melainkan salah satu dari tiga orang yang paling dekat dengan Yesus, bersama Yakobus dan Petrus." "Ya, itu merupakan satu pengecualian," Blomberg mengakuinya dengan satu anggukan kepala. "Dan yang menarik, Yohanes adalah satu-satunya Injil yang dipertanyakan dalam hal kepenulisannya." "Nama si penulis tidaklah diragukan -- tentu saja Yohanes," jawab Blomberg. "Pertanyaannya adalah apakah itu Yohanes sang rasul atau Yohanes yang lain." "Anda lihat, kesaksian seorang penulis Kristen bernama Papias, bertanggal sekitar 125 M, merujuk kepada Yohanes sang rasul dan Yohanes yang lebih tua, dan tidak jelas dari konteksnya apakah ia berbicara tentang seseorang dari dua sudut pandang yang berbeda atau berbicara tentang dua orang yang berbeda. Namun karena pengecualian tadi, kesaksian awal selebihnya dengan suara bulat menyepakati bahwa Yohanes sang rasullah -- anak Zebedeus -- yang menulis Injil." "Dan," kata saya dalam usaha untuk menekannya lebih keras, "Anda yakin bahwa ia yang menulisnya?" "Ya, saya percaya bahwa mayoritas penting dari material itu kembali kepada sang rasul," ia menjawab. "Bagaimanapun juga, jika Anda membaca Injil dengan teliti, Anda dapat melihat beberapa indikasi bahwa ayat- ayat kesimpulannya mungkin telah diberi sentuhan akhir oleh seorang editor. Secara pribadi, saya tidak punya masalah untuk percaya bahwa seseorang yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Yohanes mungkin memainkan peran itu, memperbaiki ayat-ayat terakhir dan kemungkinan besar menciptakan keseragaman gaya bahasa pada seluruh dokumen." "Namun dalam peristiwa apa pun," ia menekankan, "Injil ini jelas-jelas berdasar pada material saksi mata, seperti halnya ketiga Injil yang lain." MENYELIDIKI HAL-HAL YANG SPESIFIK "Mari kembali ke Markus, Matius, dan Lukas," kata saya. "Bukti spesifik apa yang Anda miliki bahwa mereka adalah para penulis Injil?" Blomberg mencondongkan diri ke depan. "Sekali lagi, kesaksian tertua dan mungkin terpenting datang dari Papias, yang pada sekitar tahun 125 M, secara spesifik menegaskan bahwa Markus telah dengan teliti dan akurat mencatat pengamatan-pengamatan saksi mata Petrus. Sebenarnya, ia berkata bahwa Markus `tidak membuat kesalahan` dan tidak memasukkan `pernyataan palsu apa pun.` Dan Papias berkata bahwa Matius juga telah memelihara ajaran-ajaran Yesus secara demikian." "Kemudian Irenaeus, menulis sekitar tahun 180 M, memperkuat kepenulisan tradisional tersebut. Sebenarnya, di sini," ia berkata, meraih sebuah buku. Ia membukanya dan membaca kata-kata Irenaeus. "Matius menerbitkan Injilnya sendiri di antara orang-orang Yahudi dalam bahasa mereka sendiri, selagi Petrus dan Paulus memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus, murid dan penafsir Petrus, memberikan sendiri kepada kami tulisan berisi pokok-pokok khotbah Petrus. Lukas, pengikut Paulus, mengumpulkan Injil yang diberitakan gurunya dalam sebuah buku. Kemudian Yohanes, murid Tuhan, yang juga bersandar di dada-Nya, menuliskan sendiri Injilnya sementara ia tinggal di Efesus di Asia." Saya mendongak dari catatan-catatan yang sedang saya buat. "Oke, biarkan saya menjernihkan hal ini," kata saya. "Jika kita dapat meyakini bahwa keempat Injil ditulis oleh Matius dan Yohanes, murid- murid Yesus, oleh Markus, yang menyertai Rasul Petrus, dan oleh Lukas, si sejarawan yang menyertai Paulus, dan semacam jurnalis abad pertama, kita dapat menjadi yakin bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka catat didasarkan pada kesaksian saksi mata secara langsung ataupun tak langsung." "Tepat sekali," katanya singkat. BIOGRAFI-BIOGRAFI KUNO VERSUS MODERN Masih ada beberapa aspek yang mengganggu dari keempat Injil yang perlu saya jernihkan. Secara khusus, saya ingin lebih memahami jenis gaya sastra yang mereka wakili. "Ketika saya pergi ke toko buku dan melihat pada bagian biografi, saya tidak melihat jenis tulisan yang sama dengan yang saya lihat dalam keempat Injil," kata saya. "Kalau seseorang menulis suatu biografi saat ini, mereka secara menyeluruh menyelidiki kehidupan orang tersebut. Namun coba lihat Markus, ia tidak berbicara tentang kelahiran Yesus atau apa pun juga tentang tahun-tahun pertama kedewasaan Yesus. Sebaliknya, ia berfokus pada suatu periode tiga tahun dan mengisi separuh Injilnya dengan peristiwa-peristiwa yang menuju ke dan memuncak pada minggu terakhir Yesus. Bagaimana Anda dapat menjelaskan itu?" Blomberg mengacungkan dua jari. "Ada dua alasan," jawabnya. "Yang satu berkaitan dengan kesusastraan dan yang lain bersifat teologis." "Alasan kesusastraan adalah bahwa pada dasarnya, beginilah cara orang- orang menulis biografi pada zaman kuno. Mereka tidak memiliki pemahaman, seperti yang kita miliki sekarang, bahwa penting untuk memberikan proporsi yang seimbang kepada semua periode dalam kehidupan seseorang atau bahwa perlu untuk menceritakan kisah tersebut dalam urutan kronologis yang tepat atau bahkan untuk mengutip orang-orang secara kata demi kata, sejauh esensi dari apa yang mereka katakan dipertahankan. Orang-orang Yunani dan Yahudi kuno bahkan tidak memiliki simbol untuk tanda-tanda kutipan." "Satu-satunya tujuan untuk apa sejarah perlu dicatat menurut mereka adalah karena terdapat beberapa hal yang harus dipelajari dari karakter-karakter yang dideskripsikan. Dengan demikian, para penulis biografi ingin berdiam sepanjang porsi bagian kehidupan orang tersebut yang patut diteladani, yang membantu menjelaskan, yang dapat menolong orang lain, yang memberi makna pada suatu periode sejarah." "Dan apa alasan teologisnya?" tanya saya. "Itu mengalir dari pokok yang baru saja saya jelaskan. Orang-orang Kristen percaya bahwa sebagaimana menakjubkannya kehidupan dan ajaran dan mujizat Yesus, kehidupan mereka tidak akan bermakna jika secara historis kematian Kristus dan kebangkitan-Nya dari kematian dan bahwa ini memberikan pendamaian, atau pengampunan, atas dosa kemanusiaan, tidak berdasar pada fakta-fakta yang sesungguhnya." "Jadi, Markus pada khususnya, sebagai penulis dari Injil yang mungkin ditulis paling awal, mempersembahkan kira-kira separuh kisahnya bagi peristiwa-peristiwa yang menuju ke dan mencakup periode waktu satu minggu dan memuncak pada kematian dan kebangkitan Kristus." "Dengan pentingnya penyaliban," ia menyimpulkan, "ini sangat masuk akal dalam literatur kuno." MISTERI Q Sebagai tambahan kepada keempat Injil, para sarjana sering merujuk kepada apa yang mereka sebut Q, yang mewakili kata bahasa Jerman "Quelle", atau "sumber." Karena kemiripan bahasa dan isi, telah diasumsikan secara tradisional bahwa Matius dan Lukas menggunakan Injil Markus yang telah ditulis lebih dulu dalam menuliskan Injil mereka sendiri. Sebagai tambahan, para sarjana berkata bahwa Matius dan Lukas juga memasukkan beberapa material dari Q misterius ini, material yang tidak ada dalam Markus. "Sebenarnya apakah Q ini?" tanya saya pada Blomberg. "Itu tidak lebih dari suatu hipotesis," jawabnya, sekali lagi menyandar dengan santai di kursinya. "Dengan sedikit perkecualian, itu hanyalah perkataan-perkataan atau ajaran-ajaran Yesus, yang mungkin sekali waktu dulu pernah menjadi sebuah dokumen yang berdiri sendiri dan terpisah." "Anda lihat, dulu adalah suatu gaya sastra yang umum untuk mengumpulkan perkataan-perkataan dari guru-guru yang dihormati, seperti kalau kita memilih lagu-lagu terbaik dari seorang penyanyi dan mengumpulkannya dalam suatu album `terbaik`. Q mungkin adalah sesuatu seperti itu. Setidaknya itulah teorinya." Namun, jika Q ada sebelum Matius dan Lukas, itu akan merupakan material awal tentang Yesus. Barangkali, saya pikir, itu dapat memberi penjelasan baru pada seperti apakah Yesus sebenarnya. "Izinkan saya menanyakan ini," kata saya. "Jika Anda memisahkan material dari Q saja, gambaran Yesus seperti apa yang Anda dapatkan?" Blomberg mengusap janggutnya dan menatap langit-langit ruangan untuk sesaat seraya ia merenungkan pertanyaan itu. "Yah, Anda harus tetap mengingat bahwa Q adalah suatu kumpulan perkataan, dan dengan demikian itu tidak memiliki material kisah yang akan memberi kita suatu gambaran tentang Yesus yang lebih bulat sepenuhnya," jawabnya, berbicara dengan perlahan sementara ia memilih tiap kata yang ia ucapkan dengan hati-hati. "Meskipun demikian, Anda mendapati bahwa Yesus membuat beberapa pernyataan yang kuat sebagai misal, bahwa Ia adalah Firman yang menjelma menjadi manusia dan bahwa Ia adalah Dia yang melalui-Nya Tuhan akan menghakimi semua manusia, entah mereka mengakui-Nya atau menyangkali-Nya. Sebuah buku kesarjanaan penting baru-baru ini telah mengajukan pendapat bahwa jika Anda memisahkan semua perkataan Q, seseorang sebenarnya memperoleh gambaran yang sama tentang Yesus -- seorang yang membuat pernyataan-pernyataan yang berani tentang diri- Nya sendiri -- sebagaimana yang Anda dapati dalam keempat Injil secara lebih umum." Saya ingin menekannya lebih jauh pada titik ini. "Tidakkah Ia akan terlihat sebagai seorang pembuat mujizat?" selidik saya. "Sekali lagi," jawabnya, "Anda harus mengingat bahwa Anda tidak akan mendapatkan banyak cerita mujizat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, karena itu semua biasanya ditemukan di dalam kisah, dan Q terutama adalah suatu daftar perkataan." Ia berhenti untuk menjangkau ke atas mejanya, mengambil sebuah Alkitab bersampul kulit, dan membalik halaman-halamannya yang usang. "Namun, sebagai contoh, Lukas 7:18-23 dan Matius 11:2-6 berkata bahwa Yohanes Pembaptis mengirim utusan-utusannya untuk bertanya pada Yesus apakah Ia benar-benar Kristus, sang Mesias yang mereka nanti-nantikan. Yesus menjawab pada intinya, `Katakan padanya untuk mempertimbangkan mujizat-mujizat-Ku. Katakan pada-Nya apa yang telah kamu lihat: yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang timpang berjalan, yang miskin telah mendengar kabar baik yang diberitakan kepada mereka.`" "Jadi, bahkan dalam Q," ia menyimpulkan, "jelas terdapat suatu kesadaran akan pelayanan mujizat-mujizat Yesus." Disebutkannya Matius oleh Blomberg memunculkan pertanyaan lain dalam pikiran saya tentang bagaimana keempat Injil dikumpulkan. "Mengapa," tanya saya, "Matius -- yang mengaku sebagai saksi mata Yesus -- memasukkan bagian dari suatu Injil yang ditulis oleh Markus, yang semua orang setuju bahwa ia bukanlah seorang saksi mata? Jika Injil Matius benar-benar ditulis oleh seorang saksi mata, Anda akan berpikir bahwa ia pasti mengandalkan pengamatannya sendiri. Blomberg tersenyum. "Itu hanya masuk akal jika Markus memang mendasarkan laporannya pada ingatan kesaksian mata Petrus," katanya. "Seperti yang Anda katakan sendiri, Petrus adalah seorang yang berada dalam kalangan terdekat Yesus dan secara pribadi dapat melihat dan mendengar hal-hal yang tidak dilihat dan didengar murid-murid lain. Jadi, akan masuk akal bagi Matius, bahkan meskipun ia adalah seorang saksi mata, untuk mengandalkan versi Petrus tentang peristiwa- peristiwa sebagaimana yang diteruskannya melalui Markus." Ya, pikir saya kepada diri sendiri, itu memang masuk akal. Sebenarnya, suatu analogi mulai terbentuk dalam pikiran saya berdasarkan pengalaman saya selama bertahun-tahun sebagai seorang reporter surat kabar. Saya ingat menjadi bagian dari sekerumunan jurnalis yang mengepung seorang tokoh politik Chicago terkenal, almarhum Walikota Richard J. Daley, untuk menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sebuah skandal yang terjadi di dalam angkatan kepolisian. Ia mengucapkan beberapa perkataan sebelum menyelamatkan diri ke dalam limusinnya. Bahkan walaupun saya adalah seorang saksi mata atas apa yang telah terjadi, saya segera mendatangi seorang reporter radio yang telah berada lebih dekat dengan Daley, dan memintanya untuk memutar kembali rekamannya yang berisi apa yang baru saja dikatakan oleh Daley. Dengan cara ini, saya dapat memastikan bahwa saya menuliskan kata-katanya dengan tepat. Itu, setelah saya renungkan, rupanya adalah apa yang Matius lakukan dengan Markus -- meskipun Matius memiliki ingatannya sendiri sebagai seorang murid (saksi mata), pencariannya akan keakuratan mendorongnya untuk mengandalkan beberapa material yang datang langsung dari Petrus sebagai kalangan terdekat Yesus. PERSPEKTIF UNIK YOHANES Merasa puas dengan jawaban-jawaban awal Blomberg mengenai tiga Injil pertama -- yang disebut sinoptik, yang berarti `melihat pada saat yang bersamaan` karena garis besar dan hubungan timbal-balik mereka yang mirip -- selanjutnya saya mengalihkan perhatian saya pada Injil Yohanes. Siapa pun yang membaca keempat Injil secara menyeluruh akan segera menyadari bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara sinoptik dan Injil Yohanes, dan saya ingin mengetahui apakah ini berarti terdapat kontradiksi-kontradiksi yang tak dapat dirujukkan di antara mereka. "Dapatkah Anda menjelaskan perbedaan-perbedaan antara Injil-injil sinoptik dengan Injil Yohanes?" tanya saya pada Blomberg. Kedua alisnya terangkat. "Pertanyaan besar!" serunya. "Saya berharap dapat menulis satu buku penuh mengenai topik ini." Setelah saya meyakinkannya bahwa saya hanya mencari pokok-pokok dari isu ini, bukan suatu diskusi yang mendalam, ia kembali memapankan diri di kursinya. "Yah, memang benar bahwa Yohanes lebih berbeda daripada mirip dengan sinoptik," ia memulai. "Hanya sedikit kisah-kisah utama dalam tiga Injil lain yang muncul dalam Yohanes, meskipun perubahan-perubahan itu kelihatan jelas jika seseorang membaca sampai pada minggu terakhir Yesus. Sejak titik itu paralel -- maka paralel selanjutnya jauh lebih mirip." "Kelihatannya juga terdapat suatu gaya bahasa yang sangat berbeda. Dalam Yohanes, Yesus menggunakan peristilahan yang berbeda, ia berbicara dalam khotbah-khotbah yang panjang, dan kelihatannya terdapat suatu Kristologi (studi atas karya dan pribadi Yesus Kristus serta literatur yang berkaitan dengan-Nya) yang lebih tinggi, yakni pernyataan-pernyataan yang lebih langsung dan blak-blakan bahwa Yesus adalah satu dengan Bapa; Tuhan sendiri; Jalan, Kebenaran, dan Hidup; Kebangkitan dan Hidup." "Apa yang menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut?" tanya saya. "Selama bertahun-tahun, asumsinya adalah bahwa Yohanes mengetahui semua yang ditulis oleh Matius, Markus, dan Lukas, dan ia melihat bahwa semuanya itu tidak perlu diulangi lagi, jadi secara sadar ia memilih untuk memberi tambahan kepada mereka. Baru-baru ini muncul asumsi bahwa Yohanes sebagian besar tidak bergantung pada ketiga Injil yang lain, yang dapat menjelaskan tidak hanya pilihan-pilihan material yang berbeda melainkan juga perspektif-perspektif yang berbeda tentang Yesus." PERNYATAAN-PERNYATAAN YESUS YANG PALING BERANI "Terdapat beberapa perbedaan teologis dalam Yohanes," kata saya setelah melakukan pengamatan. "Memang, tetapi apakah mereka pantas disebut sebagai kontradiksi- kontradiksi? Saya pikir jawabannya adalah tidak, dan sebabnya adalah: hampir untuk setiap tema atau perbedaan utama dalam Yohanes, dapat Anda temukan paralelnya dalam Matius, Markus, dan Lukas, bahkan jika mereka tidak sama banyaknya." Itu merupakan suatu pernyataan yang sangat tegas. Saya segera memutuskan untuk mengujinya dengan mengangkat isu yang mungkin paling penting di atas segalanya mengenai perbedaan-perbedaan antara sinoptik dan Injil Yohanes. "Yohanes membuat pernyataan-pernyataan yang sangat eksplisit tentang Yesus sebagai Tuhan, yang beberapa di antaranya berhubungan dengan fakta bahwa ia menulisnya lebih belakangan daripada yang lain dan mulai membumbui banyak hal," kata saya. "Dapatkah Anda menemukan tema ketuhanan ini dalam sinoptik?" "Ya, saya dapat," katanya. "Lebih implisit dan Anda akan menemukannya di sana. Pikirkan kisah Yesus berjalan di atas air, temukan dalam Matius 14:22-33 dan Markus 6:45-52. Sebagian besar terjemahan bahasa Inggris menyembunyikan bahasa Yunaninya dengan mengutip bahwa Yesus berkata, `Aku ini, jangan takut! (Fear not, it is I)` Sebenarnya, bahasa Yunaninya secara harafiah mengatakan, `Jangan takut, Akulah Aku (Fear not, I am).` Kedua kata terakhir ini identik dengan apa yang Yesus katakan dalam Yohanes 8:58, ketika ia ia memanggil diri-Nya sendiri nama ilahi `Aku (adalah Aku),` yang merupakan cara Tuhan mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada Musa dalam semak-semak yang terbakar dalam Keluaran 3:14. Jadi, Yesus mengungkapkan diri-Nya sendiri sebagai Dia yang memiliki kuasa ilahi atas alam yang sama seperti Yahwe, Tuhan Perjanjian Lama." Saya mengangguk. "Itu satu contoh," kata saya. "Apakah Anda memiliki contoh lainnya?" "Ya, saya dapat menjelaskan ini satu per satu," kata Blomberg. "Sebagai contoh, gelar Yesus yang paling umum bagi diri-Nya sendiri dalam tiga Injil pertama adalah `Anak Manusia` dan ..." Saya mengangkat tangan saya untuk menghentikannya. "Tunggu sebentar," kata saya. Meraih ke dalam tas kerja saya, saya menarik sebuah buku dan membalik-balik halamannya sampai saya menemukan kutipan yang saya cari. "Karen Armstrong, mantan biarawati yang menulis buku laris `A History of God` (Sejarah Tuhan), berkata bahwa kelihatannya istilah `Anak Manusia` `hanya menekankan kelemahan dan mortalitas kondisi manusia`, jadi dengan menggunakan istilah tersebut, Yesus sekadar menekankan bahwa `ia adalah seorang manusia lemah yang pada suatu hari akan menderita dan mati`. Jika itu benar," kata saya, "itu tidak terlalu kedengaran sebagai suatu pernyataan akan ketuhanan." Ekspresi Blomberg menjadi masam. "Lihat," katanya sungguh-sungguh, "bertentangan dengan apa yang secara populer dipercayai, `Anak Manusia` terutama tidak merujuk pada kemanusiaan Yesus. Sebaliknya, itu adalah suatu kiasan langsung dari Daniel 7:13-14." Bersamaan dengan itu ia membuka Perjanjian Lama dan membaca kata-kata Nabi Daniel itu. "Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak-manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah." Blomberg menutup Alkitab itu. "Jadi, lihat pada apa yang Yesus lakukan dengan menerapkan istilah `Anak Manusia` kepada diri-Nya sendiri," lanjutnya. Ini adalah seseorang yang mendekati Tuhan berdiri dalam hadirat sorgawi-Nya dan diberikan kekuasaan serta dominion universal. Itu membuat `Anak Manusia` menjadi sebuah gelar kemuliaan yang besar, bukan sekedar kemanusiaan." Selanjutnya saya menemukan sebuah komentar oleh sarjana lain yang akan segera saya wawancarai untuk buku ini, William Lane Craig, yang telah membuat pengamatan serupa. "Anak Manusia" sering dianggap mengindikasikan kemanusiaan Yesus, persis seperti ekspresi refleks "Anak Allah" mengindikasikan ketuhanan-Nya. Sebenarnya, kebalikannyalah yang benar. Anak Manusia adalah seorang figur ilahi dalam kitab Daniel di Perjanjian Lama yang akan datang pada akhir zaman untuk menghakimi umat manusia dan memerintah selamanya. Akibatnya, pernyataan sebagai Anak Manusia akan menjadi suatu pernyataan ketuhanan. Lanjut Blomberg: "Sebagai tambahan, Yesus menyatakan akan mengampuni dosa-dosa dalam Injil-injil sinoptik, dan itu adalah sesuatu yang hanya Tuhan yang dapat melakukannya. Yesus menerima doa dan penyembahan. Yesus berkata, `Barangsiapa mengakui Aku, Aku akan mengakuinya di hadapan Bapa di sorga.` Penghakiman terakhir didasarkan pada reaksi seseorang kepada siapa? Manusia biasa ini? Tidak, itu akan menjadi suatu pernyataan yang sangat arogan. Penghakiman terakhir didasarkan pada reaksi seseorang pada Yesus sebagai Tuhan." "Seperti yang dapat Anda lihat, ada semua jenis material dalam sinoptik tentang ketuhanan Kristus, yang kemudian menjadi lebih eksplisit dalam Injil Yohanes." AGENDA TEOLOGIS KEEMPAT INJIL Dalam menulis Injil terakhir, Yohanes benar-benar memiliki keuntungan karena dapat mempertimbangkan isu-isu teologis dalam suatu periode waktu yang lebih lama. Jadi saya bertanya pada Blomberg, "Tidakkah fakta bahwa Yohanes menulis dengan suatu kecenderungan teologis yang lebih besar berarti bahwa material historisnya mungkin telah dicemari dan dengan demikian menjadi kurang dapat dipercaya?" "Saya tidak percaya bahwa Yohanes lebih teologis," Blomberg menekankan. "Ia hanya memiliki kumpulan penekanan-penekanan teologis yang berbeda. Matius, Markus, dan Lukas masing-masing memiliki sudut- sudut teologis yang sangat berbeda yang ingin mereka soroti: Lukas, teolog yang memberi perhatian pada mereka yang miskin dan masalah sosial; Matius, teolog yang mencoba memahami hubungan antara Kekristenan dengan Yudaisme; Markus, yang menunjukkan Yesus sebagai budak yang menderita. Anda dapat membuat daftar yang panjang mengenai perbedaan teologis antara Matius, Markus, dan Lukas." Saya menyelanya karena takut Blomberg kehilangan maksud utama saya yang lebih luas. "Oke, tetapi tidakkah motivasi-motivasi teologis itu menimbulkan keraguan akan kemampuan dan kemauan mereka untuk secara akurat melaporkan apa yang terjadi?" tanya saya. "Apakah tidak mungkin bahwa agenda teologis mereka akan mendorong mereka untuk mengubah dan memutarbalikkan sejarah yang mereka catat?" "Itu tentunya berarti bahwa sebagaimana halnya dengan dokumen ideologis mana pun juga, kita harus mempertimbangkannya sebagai suatu kemungkinan," ia mengakui. "Ada orang-orang dengan keyakinan kuat untuk melakukan sesuatu dengan mengubah sejarah untuk mencapai tujuan ideologis mereka, namun sayangnya orang-orang telah menyimpulkan bahwa itu selalu terjadi, padahal itu adalah suatu kesimpulan yang salah." "Dalam dunia kuno, gagasan untuk menulis sejarah yang tidak memihak dan objektif sekadar untuk mencatat peristiwa-peristiwa secara kronologis, tanpa tujuan ideologis apa pun, tidak pernah terdengar. Tidak seorang pun menulis sejarah jika tidak terdapat suatu alasan untuk belajar dari itu." Saya tersenyum. "Saya kira Anda dapat berkata bahwa itu membuat segalanya menjadi patut dicurigai," saya berpendapat. "Ya, pada suatu tingkat memang," jawabnya. "Namun, jika kita secara masuk akal dapat merekonstruksi sejarah yang akurat dari semua jenis sumber sejarah kuno lainnya, kita seharusnya mampu melakukannya dari keempat Injil, bahkan meskipun mereka juga ideologis." Blomberg berpikir sejenak, memikirkan sebuah analogi yang sesuai untuk menyampaikan maksudnya. Akhirnya ia berkata, "Berikut ini adalah sebuah paralel modern, dari pengalaman komunitas Yahudi, yang mungkin dapat menjelaskan apa yang saya maksudkan." "Beberapa orang, biasanya untuk tujuan-tujuan anti-Semitik (Semitik: bangsa-bangsa yang berbahasa Semit, umumnya dipakai untuk mengacu kepada bangsa Yahudi), menyangkal atau mengecilkan kengerian-kengerian Holocaust (usaha pemusnahan orang-orang ras Yahudi di Eropa oleh Nazi sebelum dan selama Perang Dunia II). Namun, para sarjana Yahudilah yang menciptakan museum-museum, menulis buku-buku, memelihara artifak- artifak, dan mendokumentasikan kesaksian saksi mata mengenai Holocaust." "Nah, mereka memiliki suatu tujuan yang sangat ideologis yakni, untuk memastikan agar kekejaman semacam itu tidak akan pernah terjadi lagi, namun mereka juga menjadi orang-orang yang paling setia dan objektif dalam melaporkan kebenaran sejarah. "Kekristenan juga berdasar pada pernyataan-pernyataan historis tertentu bahwa Tuhan secara unik memasuki ruang dan waktu dalam pribadi Yesus dari Nazaret sehingga ideologi yang diupayakan oleh orang-orang Kristen untuk dikembangkan itu memerlukan karya historis yang sehati-hati mungkin." Ia membiarkan analoginya diresapi. Berpaling untuk menghadap saya lebih langsung, ia bertanya, "Apakah Anda menangkap maksud saya?" Saya mengangguk untuk mengindikasikan bahwa saya sudah menangkap maksudnya. BERITA-BERITA HANGAT DARI SEJARAH Mengatakan bahwa keempat Injil berakar pada kesaksian saksi mata langsung maupun tidak langsung adalah satu hal, namun menyatakan bahwa informasi ini secara dapat diandalkan dipelihara sampai akhirnya dituliskan bertahun-tahun kemudian merupakan hal yang berbeda. Ini, saya tahu, adalah suatu pokok pernyataan besar, dan saya ingin menantang Blomberg dengan isu ini seterus-terang mungkin. Sekali lagi saya mengambil buku populer Armstrong, "A History of God". "Coba dengarkan hal lain yang ia tulis," kata saya. "Kita hanya mengetahui sangat sedikit tentang Yesus. Laporan panjang pertama tentang kehidupan-Nya adalah dalam Injil Santo Markus, yang tidak dituliskan sampai sekitar tahun 70, kira-kira empat puluh tahun setelah kematian-Nya. Pada saat itu, fakta-fakta sejarah telah diselaputi elemen-elemen dongeng yang mengekspresikan makna yang telah Yesus berikan kepada para pengikut-Nya. Makna inilah yang terutama disampaikan oleh Santo Markus lebih daripada suatu pelukisan terus terang yang dapat dipercaya. Melemparkan buku itu kembali ke dalam tas kerja saya yang terbuka, saya berpaling kepada Blomberg dan melanjutkan. "Beberapa sarjana berkata bahwa keempat Injil ditulis begitu jauh setelah legenda mengembang dan mengubah peristiwa-peristiwa yang akhirnya dituliskan; mengubah Yesus dari sekadar seorang guru yang bijak menjadi Anak Allah yang mitologis. Apakah itu merupakan suatu hipotesis yang masuk akal atau adakah suatu bukti yang bagus bahwa keempat Injil dicatat lebih awal daripada itu, sebelum legenda dapat sepenuhnya mengubah apa yang pada akhirnya dicatat?" Kedua mata Blomberg menyipit, dan suaranya bernada kukuh. "Ada dua isu terpisah di sini, dan penting untuk menjaga keduanya tetap terpisah," katanya. "Saya sungguh-sungguh berpikir bahwa terdapat bukti yang bagus untuk mengusulkan tanggal-tanggal yang awal bagi penulisan keempat Injil. Namun kalaupun tidak ada, argumen Armstrong bagaimanapun juga tidak akan terbukti." "Mengapa tidak?" tanya saya. "Penanggalan standar oleh para sarjana, bahkan dalam kalangan yang sangat liberal, adalah Markus pada tahun 70-an, Matius dan Lukas pada tahun 80-an, Yohanes pada tahun 90-an. Tapi dengar: itu masih tetap di dalam masa ketika banyak saksi mata Yesus masih hidup, termasuk para saksi mata yang memusuhi yang akan berperan sebagai pengoreksi jika ajaran-ajaran yang salah tentang Yesus disebarluaskan. "Secara konsekuen, tanggal-tanggal untuk keempat Injil ini benar-benar tidak semuanya selambat itu. Sebenarnya, kita dapat membuat suatu perbandingan yang sarat informasi." "Dua biografi Alexander Agung yang paling awal ditulis oleh Arrian dan Plutarch lebih dari empat ratus tahun setelah kematian Alexander pada tahun 323 SM. Walaupun demikian, para sejarawan menganggap bahwa secara umum keduanya patut dipercaya. Ya, material legendaris tentang Alexander memang berkembang seiring berlalunya waktu, namun itu hanya dalam abad-abad setelah kedua penulis ini mati. "Dengan kata lain, kisah Alexander terpelihara cukup utuh selama lima ratus tahun pertama; material legendaris mulai muncul selama lima ratus tahun sesudahnya. Jadi, entah apakah keempat Injil dituliskan enam puluh atau tiga puluh tahun setelah kehidupan Yesus, jumlah waktunya dapat diabaikan menurut perbandingan ini. Itu hampir bukan merupakan isu." Saya dapat memahami apa yang dikatakan Blomberg. Pada saat yang sama, saya memiliki beberapa keberatan mengenai itu. Menurut saya, secara intuitif kelihatan jelas bahwa semakin singkat celah antara sebuah peristiwa dan saat ketika itu dicatat dalam tulisan, semakin berkurang kemungkinan bahwa rulisan-tulisan itu akan menjadi legenda atau memori-memori yang salah. "Untuk saat ini saya mengakui kebenaran pendapat Anda, namun marilah segera kembali pada penanggalan keempat Injil," kata saya. "Anda mengindikasikan bahwa Anda percaya keempat Injil ditulis lebih awal daripada tanggal-tanggal yang Anda sebutkan." "Ya, lebih awal," katanya. "Dan kita dapat menguatkannya dengan memerhatikan kitab Kisah Para Rasul, yang ditulis oleh Lukas. Kisah Para Rasul rupanya belum selesai ditulis -- Paulus adalah figur sentral dalam kitab itu, dan ia berada dalam tahanan rumah di Roma. Dengan laporan itu, kitab tersebut secara mendadak terputus. Apa yang terjadi pada Paulus? Kita tidak menemukannya dalam Kisah Para Rasul, mungkin karena kitab itu ditulis sebelum Paulus dihukum mati." Blomberg semakin bersemangat seraya ia melanjutkannya. "Itu berarti Kisah Para Rasul tidak dapat diberi tanggal lebih lama daripada tahun 62 M. Dengan menetapkan demikian, kita kemudian dapat bergerak mundur dari situ. Karena Kisah Para Rasul merupakan yang kedua dari sebuah karya yang terdiri dari dua bagian, kita tahu bagian yang pertama -- Injil Lukas -- pasti telah ditulis lebih awal dari itu. Dan karena Lukas memasukkan bagian-bagian dari Injil Markus, itu berarti Markus ditulis bahkan lebih awal lagi." "Jika Anda memberikan waktu mungkin satu tahun bagi tiap-tiap kitab tersebut, Anda akan mendapat hitungan akhir bahwa Injil Markus ditulis tidak lebih lama dari sekitar tahun 60 M., mungkin bahkan pada akhir tahun 50-an. Jika Yesus dihukum mati tahun 30 atau 33 M, kita membicarakan suatu celah maksimum sebesar kurang lebih tiga puluh tahun." Ia duduk kembali di kursinya dengan suatu raut kemenangan. "Berbicara secara historis, khususnya dibandingkan dengan Alexander Agung," katanya, "itu seperti suatu berita kilat!" Memang, itu mengesankan, menutup celah antara peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus dan penulisan keempat Injil sampai pada titik di mana itu dapat diabaikan oleh standar-standar historis. Bagaimanapun juga, saya masih ingin mendesakkan isu ini. Sasaran saya adalah memutar waktu mundur kembali sejauh yang saya bisa untuk sampai pada informasi yang paling awal tentang Yesus. KEMBALI KE AWAL Saya berdiri dan berjalan ke lemari buku. "Mari lihat apakah kita dapat kembali bahkan lebih jauh lagi," kata saya, berpaling menghadap Blomberg. "Seberapa awal kita dapat memberi tanggal pada kepercayaan- kepercayaan mendasar kepada pendamaian Yesus, kebangkitan-Nya, dan hubungan-Nya yang unik dengan Tuhan?" "Penting untuk mengingat bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru tidak disusun berdasarkan urutan kronologis," ia memulai. "Keempat Injil ditulis setelah selesainya hampir seluruh surat-surat Paulus, yang pelayanan menulisnya barangkali dimulai pada akhir tahun 40-an. Kebanyakan surat-surat utamanya muncul selama tahun 50-an. Untuk menemukan informasi yang paling awal, seseorang melihat surat-surat Paulus dan kemudian bertanya, `Apakah ada tanda-tanda bahwa sumber- sumber yang bahkan lebih awal digunakan dalam penulisan semua surat itu?`" "Dan," potong saya, "apa yang kita temukan?" "Kita menemukan bahwa Paulus memasukkan beberapa pernyataan kepercayaan, pengakuan-pengakuan iman, atau himne-himne dari gereja Kristen paling awal. Ini semua kembali ke bangkitnya gereja segera sesudah Kebangkitan Kristus." "Pernyataan kepercayaan yang paling terkenal mencakup Filipi 2:6, yang berbicara tentang Yesus dalam `rupa Allah`, dan Kolose 1:15-20, yang mendeskripsikan Yesus sebagai `gambar Allah yang tidak kelihatan`, yang menciptakan segalanya dan melalui siapa segala sesuatu diperdamaikan dengan Allah dengan `mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.`" "Semua itu tentu saja penting dalam menjelaskan apa yang diyakini orang-orang Kristen paling awal tentang Yesus. Namun barangkali pernyataan kepercayaan paling penting dalam istilah-istilah Yesus yang historis adalah 1Korintus 15, di mana Paulus menggunakan bahasa teknis untuk mengindikasikan bahwa ia sedang menyampaikan tradisi oral ini dalam bentuk yang relatif lebih pasti." "Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa- dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa la telah dibangkitkan, pada hari yang ke tiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas (Petrus) dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu, Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua Rasul." "Dan inilah intinya," kata Blomberg. "Jika Penyaliban terjadi seawal tahun 30 M, pertobatan Paulus terjadi sekitar tahun 32. Dengan segera Paulus diantar ke Damaskus, di mana ia bertemu dengan seorang Kristen bernama Ananias dan beberapa murid lainnya. Pertemuan pertamanya dengan para rasul di Yerusalem akan berarti terjadi kira-kira tahun 35 M. Pada suatu waktu di sana, Paulus diberi pernyataan kepercayaan ini, yang telah dirumuskan dan digunakan dalam gereja mula-mula." "Kini, Anda telah memiliki fakta-fakta kunci tentang kematian Yesus untuk dosa-dosa kita, ditambah sebuah daftar rinci berisi semua orang kepada siapa Ia menampakkan diri dalam wujud kebangkitan -semuanya bertanggal kembali pada dua sampai lima tahun dari peristiwa-peristiwa itu sendiri!" "Itu bukan mitologi yang lebih lambat dari empat puluh tahun atau lebih sesudahnya, seperti pendapat Armstrong. Suatu pembuktian yang bagus bisa dibuat untuk mengatakan bahwa orang Kristen memercayai Kebangkitan yang, meskipun belum dituliskan, dapat diberi tanggal dalam dua tahun setelah peristiwa itu sendiri terjadi." "Ini luar biasa penting," katanya, suaranya sedikit meninggi untuk memberi penekanan. "Kini Anda tidak membandingkan tiga puluh sampai enam puluh tahun dengan lima ratus tahun yang secara umum diterima untuk data lain -- Anda membicarakan kira-kira dua tahun!" Saya tak dapat menyangkal pentingnya bukti itu. Itu tentu saja kelihatannya meredam tuduhan bahwa Kebangkitan -- yang disebut oleh orang-orang Kristen sebagai penegasan atas penobatan ketuhanan Yesus - - hanyalah sekadar konsep mitologis yang berkembang setelah periode waktu yang panjang sementara legenda-legenda mengubah laporan-laporan para saksi mata kehidupan Kristus. Bagi saya, ini khususnya menghantam hampir tepat pada sasaran -sebagai seorang skeptik, ini adalah salah satu dari penolakan-penolakan terbesar saya terhadap kekristenan. Sumber-sumber lain mengenai topik ini Barnett, Paul. Is the New Testament History? Ann Arbor, Mich.: Vine, 1986. jesus and the Logic of History. Grand Rapids: Eerdmans, 1997. Blomberg, Craig. The Historical Reliability of the Gospel. Downer Grove, I11.: InterVarsity Press, 1997. Bruce, F.F. The New Testament Document: A re They Reliable? Grand Rapids: Eerdmans, 1960. France, R. T. The Evidence for Jesus. Downers Grove, I11.: InterVarsity Press, 1986.
Komentar |
Merayakan 30 tahun melayani bersama Publikasi e-Reformed |