Artikel ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah seri Surat Roma oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Mimbar Gereja Reformed Injili Indonesia di Jakarta.
Transformasi Pikiran Kristen merupakan hal yang besar sekali. Di dalam dunia ini, kita melihat hal yang paling sulit diubah adalah pikiran- pikiran yang sudah membeku. Pikiran yang sudah keras itu sulit untuk mempunyai pandangan yang baru. Akan tetapi, Roma 12:1-2 menyatakan kepada kita bahwa orang Kristen yang menyerahkan diri untuk menjadi korban yang hidup justru mungkin mengalami suatu perubahan dan pembaharuan budinya.
Ada orang yang kelihatannya begitu miskin, begitu kasihan, padahal dia mempunyai emas dalam jumlah yang banyak. Ia tidak pernah mau memakainya karena takut jika dia sudah lebih tua tidak mempunyai uang pensiun. Pikiran itu sudah begitu beku, kaku dan tidak bisa diubah. Orang itu maunya dikasihani, ditolong, tidak mau mengeluarkan apa yang ada padanya. Saya tidak tahu, mengapa begitu banyak orang yang sebenarnya dicipta sebagai wakil Tuhan di dalam dunia, dengan peta dan teladan Allah, mempunyai akal budi, bijaksana, pengertian kebenaran, tetapi mereka mau diikat oleh pengertian-pengertian yang begitu rendah, begitu kaku sehingga mereka tidak bisa berubah.
Paulus berkata jika kita menyerahkan diri sebagai korban yang hidup; kita akan diubah oleh Tuhan sendiri. Suatu perubahan, pembaharuan yang membuat kita terus segar, terus hidup di dalam kesukaan yang luar biasa. Ada orang yang ketika kita bergaul satu dua hari dengannya, kita sudah merasa bosan untuk berbicara dengannya, berbicara dua menit saja kita sudah merasa terlalu panjang. Sebaliknya, ada orang lain yang sudah bergaul sampai puluhan tahun dengan kita, tetapi setiap kali bertemu dengannya tetap segar, tetap senang, berbicara berjam-jam pun kita tetap merasa berarti. Ketika mau berpisah, kita merasa sayang sekali, dan berharap bila bertemu lagi. Apa sebabnya? Karena yang terakhir ada perubahan, pembaharuan, penyegaran yang tidak habis-habisnya, yang lain tidak. Ini penting sekali.
Kita menjadi orang Kristen, bukan menjadi orang Kristen yang beku, yang kering, yang sudah mati, yang sudah tidak bisa berubah, tetapi kita menjadi orang Kristen yang selalu segar, fleksibel, selalu siap mengikuti pimpinan Roh Kudus. Perubahan dan pembaharuan akal budi kita merupakan hal yang sangat penting dan menjadi satu tanda dalam diri kita sehingga dapat selalu menjadi berkat bagi orang lain. Di mana pun kita berada, orang lain merasa segar, apa pun yang kita bicarakan orang lain merasa diteguhkan. Ketika kita memberikan penjelasan orang lain merasa ditolong dan pikirannya dicerahkan. Karena pikiran dan mental kita ada proses pembaharuan yang tidak henti-hentinya, bahkan perubahan itu bisa memberi pengaruh dan bisa memperbaharui orang lain. Orang Kristen seharusnya adalah satu-satunya jenis orang yang terus menerus kontak dengan sumber kebenaran, bijaksana, dan cahaya sorgawi, karena Tuhan kita adalah dirinya kebenaran, sumber bijaksana, yang mewahyukan segala rencana yang kekal kepada orang-orang yang dicintai oleh-Nya.
Satu kalimat Elisa yang membuat saya sangat kagum: mengapa Tuhan tidak menyatakan kehendak-Nya kepadaku? Ketika perempuan Sunem datang kepadanya. Ia berkata kepada bujangnya, larilah menyongsong perempuan itu dan katakan kepadanya: "Selamatkah engkau, selamatkah suamimu, selamatkah anak itu?" Jawab perempuan Sunem itu "Selamat!". Dan, sesudah perempuan itu sampai ke gunung, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, tetapi Gehazi mendekat hendak mengusir dia. Lalu, berkatalah Elisa, abdi Allah itu: "Biarkanlah dia, hatinya pedih! Tuhan menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku" (2 Raj. 4:25-27). Seolah-olah menjadi sesuatu yang mengejutkannya, mengapa kali ini Allah tidak memberitahukan kehendak-Nya kepada saya? Berarti Elisa mempunyai satu keyakinan, satu kepercayaan yang teguh, bahwa Allah selalu memberikan infomasi yang paling penting kepadanya. Di dalam kalimat itu, kita melihat, dia mempunyai satu keyakinan dalam hidup yang begitu rutin, begitu transparan, begitu segar, setiap saat bisa mengetahui, menerima pimpinan dan kehendak Tuhan. Bolehkah kita menjadi kawan Tuhan? Bisakah kita menjadi teman Tuhan yang akrab? Yesus Kristus berkata, "Aku tidak memperlakukan kamu sebagai budak, tetapi Aku menyebut kamu sebagai kawan-Ku." Kawan adalah yang bisa berbicara dari hati ke hati, yang senantiasa tidak takut membongkar rahasianya, dia dapat dipercayai atas hal-hal yang konfidensial. Hubungan kita dengan Tuhan seharusnya mencapai taraf di mana kita berbicara dengan Dia, seperti kawan yang akrab yang sama-sama mempercayai satu dengan yang lain, kita memperoleh pikiran dan isi hati Tuhan untuk terus memperbaharui kita.
Paulus berkata di sini, biarlah kamu diperbaharui, dan kamu juga diubah, janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu. Di dalam bahasa Inggrisnya indah sekali, do not conform any longer to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what Gods will is -- his good, pleasing and perfect will. Di sini terdapat conform dan transform. Kata conform dihubungkan dengan menjadi seperti dunia, sedangkan transform menjadi seperti Tuhan Allah. Ini berbeda sekali. Hanya ada dua macam manusia, dan hanya ada dua macam orang Kristen: (1) yang sudah dikonformasikan baik cara, bentuk, maupun kebiasaan hidupnya sama dengan corak hidup duniawi, atau (2) yang terus menerus mengalami transformasi, semakin lama semakin mirip, semakin dekat, semakin memancarkan kemuliaan Sang Penciptanya. Kita bukan hidup dikonformasi di dalam corak duniawi, tetapi ditransformasi di dalam pimpinan Tuhan dan kehendak Allah yang kekal.
Kita akan memikirkan apakah yang mengubah kita? Apakah yang membuat pikiran kita terus berubah?
Yang pertama adalah melalui kita mengenal kehendak dan keputusan Allah yang kekal. Kita harus mengenal the eternal will and the eternal decree of God. Kekekalan adalah suatu kemutlakan yang tidak berubah, yang hanya dimiliki oleh Tuhan Allah sendiri. Meskipun God is the only immortal, tetapi pada waktu Dia menciptakan manusia, Dia menciptakannya dalam keadaan serupa dengan-Nya, dan mempunyai peta teladan dari-Nya. Itulah sebabnya, kita diberikan konsep dan pikiran yang memungkinkan kita mengerti akan hal-hal yang bersifat immortal. Maka, pada waktu manusia mengenal akan kehendak Allah yang kekal, lalu dia membandingkannya dengan semua filsafat, pemikiran, ide, cara hidup dan penilaian dari dunia, dia dapat membedakan mana yang fana dan baka, maka kita yang seharusnya berubah, untuk bisa sesuai dengan apa yang ada pada Tuhan. Kita bukan meminta Tuhan yang berubah, agar sesuai dengan kita yang ada di dunia. Orang Kristen yang baik tidak mengatakan, saya masuk gereja ini karena gereja ini cocok untuk saya. Sebenarnya manusia tidak boleh mengatakan, agar Tuhan cocok dengan kita, melainkan agar kita cocok dengan Tuhan. Kita tidak seharusnya minta Tuhan cocok dengan saya, melainkan minta Tuhan mengubah saya supaya saya cocok dengan Tuhan. Jadi, doa bukan mau mengubah Tuhan, doa adalah permohonan agar Tuhan mengubah kita supaya menjadi seperti Dia. Itu doa yang sesungguhnya. Jika kita berdoa dengan menangis, bahkan sampai memaksa justru akan membahayakan rohani kita sendiri. Barangsiapa berdoa dengan memaksa Tuhan menjalankan apa yang dia inginkan, orang ini tidak mungkin mengubah Tuhan, dia hanya memberikan peluang bagi setan mewakili Tuhan, memalsukan Tuhan untuk menipu dirinya sendiri. Jadi, transformasi itu terjadi di dalam diri kita, transformasi tidak terjadi di dalam diri Allah, transformasi adalah diri kita semakin lama semakin berubah, semakin sesuai dengan kehendak Allah yang kekal. Karena mengerti akan kehendak Allah yang kekal, mudah bagi kita mengalami transformasi. Karena mengenal kehendak Allah yang kekal, kita rela berubah. Ini adalah karena yang lebih kekal lebih penting daripada yang sementara ini.
Yang kedua adalah melalui kekuatan dari pengertian Firman Tuhan, dan perintah-perintah Tuhan. Kalau kita membaca Mazmur 119, di sana terdapat istilah-istilah yang terus menerus diulang, taurat-Mu, titah-Mu, perintah-Mu, hukum-Mu, kehendak-Mu, istilah-istilah sinonimus ini terus menerus muncul, memberi pengertian kepada kita bahwa yang dari Tuhan itu sudah sempurna adanya. Dan, dikatakan di Mazmur itu, firman-Mu lebih berharga daripada emas yang murni. Untuk murni bagaikan emas, membutuhkan tempaan dan ujian terus menerus. Demikian juga Tuhan melatih kita. Tuhan melatih kita dengan cara: mengeluarkan semua bahan campuran yang tidak berguna di dalam hidup kita. Melalui satu kali ujian, dua kali ujian, tiga kali ujian, akan terus diubah, diperbaharui sampai sempurna, yakni pada saat Tuhan melihat peta teladan-Nya sendiri secara sempurna direfleksikan dalam hidup kita masing-masing. Pada saat Tuhan dapat melihat diri-Nya melalui refleksi hidup kita, Dia akan mengatakan, orang ini sudah betul-betul dilatih dan sudah betul-betul berubah menjadi serupa dengan-Ku. Pemazmur berkata, "firman-Mu lebih indah daripada emas yang murni." Apakah maksudnya? Bagaimanapun murninya diri kita, hanya merupakan refleksi dari Tuhan Allah sendiri, dan Tuhan sendiri lebih murni dari pada kemurnian siapa pun. Sebab itu, dengan firman yang kita ketahui dan jalankan, kita mendapatkan kuasa perubahan dan kuasa pembaharuan.
Yang ketiga adalah melalui terus menerus memandang kepada Yesus Kristus, sebagai contoh dan teladan hidup kita. Kristus adalah kriteria dan standar dari etika segala zaman. Tidak ada orang yang seperti Yesus Kristus, yang pernah mengatakan kalimat: datang dan ikutlah Aku. Socrates tidak pernah mengucapkan kalimat itu. Kong Hu Cu dan Budha juga tidak mengatakan kalimat tersebut, mereka hanya berani mengatakan, mari kita mencari kebenaran. Akan tetapi, berbeda dengan Yesus Kristus, Dia berkata bahwa "Aku adalah kebenaran", "datang dan ikutlah Aku". Dia menjadi teladan yang terutama, yang tersempurna, yang tertinggi. The supreme example of human life and human good works is in the live of Jesus Christ. Yesus Kristus mengatakan, datang dan ikutlah Aku. Maka pada waktu kita merenungkan Kristus, kita mengikut Yesus Kristus, kita menemukan satu kekuatan untuk mengubah diri kita. Setiap kali kita merenungkan, berbicara, berpikir tentang Kristus, kita akan menggali dan mendapatkan suatu kekuatan untuk mengubah pikiran kita sendiri. Di dalam Kristus, kita melihat dua hal: (1) contoh yang tidak bercacat cela dan (2) cara penilaian yang berbeda sekali dari dunia.
Paulus sendiri berkata, setelah aku mengenal Kristus, maka perkara- perkara yang dulu berfaedah bagiku, sekarang sudah kuanggap sebagai sampah, karena Kristus menjadi harga tertinggi, pusaka yang paling bernilai di dalam pengejaranku. Contoh hidup dan konsep penilaian Yesus Kristus begitu berbeda dengan orang dunia. Yesus Kristus berkata, yang dihargai oleh manusia, yang diutamakan oleh manusia, senantiasa menjadi kebencian bagi Tuhan Allah. Orang-orang di dunia menghargai hal-hal yang fana, yang bisa berubah, tetapi Tuhan memberikan satu patokan dan kriteria yang sama sekali berbeda dengan konsep dunia. Itu sebabnya Paulus berkata, demi Kristus aku telah membuang segala sesuatu yang dulu aku kira sangat berharga, dan sekarang aku memandangnya bagaikan sampah. Jadikanlah Kristus sebagai harga yang tertinggi dalam kehidupan kita.
Yang keempat adalah melalui kesaksian-kesaksian dari orang-orang suci di dalam sepanjang sejarah. Di dalam Ibrani 12:1, kita melihat penulis kitab mengajak kita meletakkan semua beban berat, untuk mengikut Tuhan, agar kita mengerti, sudah ada saksi-saksi, seperti awan yang mengelilingi kita. Begitu banyak saksi, apakah maksud dari istilah ini? Ini merupakan kesimpulan dari seluruh pasal 11. Di dalam seluruh pasal 11, penulis kitab Ibrani memperkenalkan satu per satu tokoh, yang meninggalkan segala kebahagiaan dunia untuk mengikut Tuhan. Masing-masing mereka karena iman kepercayaan berani menerima penganiayaan sampai dimasukkan ke dalam gua singa, digergaji, dibunuh oleh pedang, atau mengalami kelaparan, bahkan dimasukkan ke dalam dapur api. Di dalam Ibr. 11 itu terdapat satu kalimat, Dunia ini tidak layak bagi mereka (ay. 38). Dunia tidak layak memiliki orang-orang yang dianiaya seperti itu, tetapi pada waktu penganiayaan datang, apakah mereka menyerah? Apakah mereka berkompromi? Apakah mereka menjadi orang yang lemah, takluk, dan menyerah kepada musuh? Tidak! Sampai mati, mereka tetap menjaga, memelihara iman dan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Setelah seluruh pasal 11 selesai, maka ayat 12:1 mengatakan, karena itu, kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa, yang begitu merintangi kita, dan berlomba-lomba dengan tekun di dalam perlombaan yang menjadi kewajiban kita.
Mengapa para saksi iman ini berani hidup demikian? Karena mereka tahu Kristus adalah titik pusat dari seluruh sejarah. Orang dunia tidak mungkin melihat ini, kecuali orang Kristen yang diperbaharui pikirannya bisa mengerti bahwa dalam seluruh sejarah, hanya menuju pada satu titik pusat, yaitu Kristus, Anak Allah yang datang ke dalam dunia. Seluruh sejarah harus bertanggung jawab dan berkaitan dengan hadirnya Kristus di dalam dunia ini. Musa melihat begitu jelas, pikirannya diperbaharui oleh Roh Kudus, sehingga apa pun yang dia kerjakan dikaitkan dengan titik pusat dari pada sejarah, yaitu Kristus, Musa rela menderita bagi Kristus, dan hidup bersama-sama dengan kaum Israel, dan dia menganggap bahwa menderita bersama-sama dengan umat Allah itu lebih berharga daripada hidup di dalam istana. Inilah kalimat, konsep, perasaan yang sama dengan Paulus yang mengatakan, karena Kristus, aku melihat segalanya bagaikan sampah, karena Kristus adalah nilai yang tertinggi bagiku.
Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh hidup mewah, tidak boleh kaya, dan juga tidak berarti kita harus meninggalkan segala sesuatu agar menjadi miskin dan menderita, baru menunjukkan bahwa kita mengasihi Tuhan. Akan tetapi, pada saat Tuhan mau kita meninggalkan segala sesuatu, sudahkah kita bersedia? Pada saat menjalankan kehendak Tuhan, bersediakah kita berkorban, dengan tidak menghiraukan untung rugi dan hidup mati diri sendiri. Inilah konsep perubahan, yaitu perubahan penilaian, aksiologi yang berdasarkan standar sorgawi bukan berdasarkan standar duniawi. Di Inggris, ada seorang yang bernama David Martyn Llyod-Jones. Sekarang Llyod-Jones sudah meninggal dunia. Akan tetapi, dia pernah mendirikan satu mimbar yang menggemparkan seluruh dunia di London. Jika pada abad ke-19 ada Charles Haddon Spurgeon yang disebut sebagai The Prince of The Preachers, maka pada abad ke-20 ini kita harus mengakui David Martyn Llyod-Jones adalah raja di tengah-tengah para pengkhotbah. Di tengah kota London, dia mendirikan satu mimbar. Dia memakai Westminster Chapel yang bisa menampung ribuan orang. Yang datang mendengar khotbah Llyod-Jones bukan orang biasa, bukan anak muda atau mereka yang tidak berpengetahuan, tetapi banyak dari anggota parlemen, para profesor, doktor yang datang dari Universitas Cambridge, Oxford, Edinburgh, London dsb. Dia sebenarnya adalah seorang dokter medis yang dipilih menjadi dokter pribadi dari kerajaan Inggris. Dia seharusnya bekerja di istana Buckingham dan seharusnya mendapat uang yang luar biasa banyaknya. Akan tetapi, pada saat dia mendapatkan panggilan Tuhan, maka dia menyerahkan kedudukan yang tinggi di dalam kerajaan dan penghasilan yang besar, dan menjadi hamba Tuhan. Semua orang mengatakan, dia pasti sudah gila, ribuan dokter bermimpi untuk bisa mendapatkan posisi tersebut, tetapi justru dilepaskan. Llyod-Jones berkata, bahwa dia mendapatkan pandangan yang diberikan oleh Tuhan, bahwa kehendak Tuhan lebih penting daripada keuntungan pribadi. Dia mulai berkhotbah, menegakkan firman Tuhan pada zaman tersebut. Dia adalah seorang yang pintar dan limpah pikirannya. Dia mengkhotbahkan Efesus 1 saja sebanyak 147 kali. Yang dikhotbahkan bukan dongeng, tapi penguraian firman Tuhan yang kaya luar biasa, membuat banyak orang yang diubahkan. Bukunya mengenai Roma dan Efesus dicetak puluhan jilid. Semua buku ini keluar dari pikiran orang yang takut kepada Tuhan. Pada waktu dia sudah menjadi tua sekali, seorang pendeta tua berkata kepada saya, jikalau David Martyn Llyod-Jones tidak sejak muda menyerahkan diri kepada Tuhan, waktu dia tua angka poundsterling yang dimiliki pasti banyak sekali, tetapi karena dia menyerahkan diri, menjadi seorang hamba Tuhan dia meninggalkan semua yang dianggap begitu bernilai oleh dunia. Pendeta itu melanjutkan, karena dia menyerahkan diri, maka kekristenan mempunyai warisan yang begitu banyak, untuk penggalian firman Tuhan. Dia juga mengatakan, jika Llyod-Jones tidak menyerahkan diri, orang Kristen tidak pernah bisa sadar berapa besar kerugian di dalam kerajaan Tuhan.
Cara Tuhan bekerja begitu heran, banyak orang yang mau pergi ke tempat yang begitu sulit, ada orang yang rela mengorbankan pekerjaan yang begitu penting, ada yang membuang segala kekayaan untuk pekerjaan Tuhan. Albert Schweitzer, pada saat dia pergi ke Afrika, dia sudah mendapatkan 4 gelar doktor dalam bidang yang besar: filsafat, theologi, medis, dan musik. Gelar-gelar ini didapatnya dari sekolah- sekolah penting di Jerman. Kalau dia ingin mendapatkan banyak uang di Jerman, tentu tidak sulit baginya, tetapi dia lebih memilih pergi ke Afrika, ke tempat yang begitu hina, begitu primitif. Pada waktu dia tua, seorang wartawan Perancis, seorang humanis pergi mencari dia. Waktu dia tiba di sana, dia terharu luar biasa karena Albert Schweitzer masih tinggal di satu rumah, yang belum ada listrik, yang menggunakan lampu tempel. Dia datang dari negara yang begitu maju, pergi ke tempat yang begitu sulit, begitu primitif, untuk mengobati orang sakit di tengah desa-desa yang tidak habis-habisnya membutuhkan pelayanan. Pada waktu wartawan itu kembali ke Perancis, dia berkata kepada orang lain, di dalam dunia abad ke-20, yang sudah begitu maju, masih ada orang mau hidup seperti 20 abad yang lampau. Jiwa yang dimiliki orang demikian itu adalah jiwa Yesus, hatinya adalah hati Sang Penebus. Schweitzer pergi untuk menyatakan cinta kasih Tuhan kepada orang lain. Jika kita melihat dari Kitab Suci, begitu banyak orang yang berbuat seperti itu, dan di dalam sejarah, Tuhan tetap bekerja, sampai zaman ini pun Tuhan tetap bekerja.
Yang kelima adalah melalui pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus adalah Roh yang memimpin kita. Alkitab belum pernah menggabungkan istilah rasuk dengan Roh Kudus, yang dipakai adalah: pencurahan, urapan, pengudusan, gerakan, pimpinan, kepenuhan, pencerahan Roh Kudus. Penggunaan kata kerasukan dalam Alkitab adalah kerasukan setan.
Apakah bedanya dirasuk dan dipimpin? Yang dipimpin tahu dirinya dipimpin, tetapi yang dirasuk tidak sadar kalau dirinya sedang dirasuk. Gejala orang yang menyatakan dirinya menerima pekerjaan Roh Kudus, lalu pingsan, tidak sadarkan diri adalah tipuan setan, yang mengimitasi pekerjaan Roh Kudus. Kitab Suci memberikan prinsip kepada kita bahwa tidak ada orang yang kerasukan Roh Kudus. Roh Kudus adalah Parakletos, comforter atau counselor yang lain; yaitu Penghibur yang mendampingi. Roh Kudus bukan masuk dalam diri kita lalu mengambil alih seluruh pribadi kita, membuat manusia bingung, otak tidak lagi berfungsi, membunuh rasio. Akan tetapi, Roh Kudus memimpin, mencerahkan, membawa kita kembali kepada firman, membuat kita mengerti akan rencana Allah, kehendak Allah. Kita rela taat kepada-Nya dengan sukacita. Kita mau dipimpin oleh-Nya. Itulah pekerjaan Parakletos yang begitu indah dan ajaib.
Ketika Roh Kudus memimpin seseorang, maka Ia memimpin pikirannya, emosinya, kehendaknya, dan seluruh hidup pribadinya. Di dalam pimpinan Roh Kudus itulah, Ia memberi pengertian kepada kita sehingga kita mengetahui apa yang baik, apa yang tidak baik, apa yang benar, apa yang tidak benar. Roh Kudus memimpin manusia untuk hidup sebagai anak-anak Allah. Orang yang dipimpin Roh Kudus adalah anak-anak Allah. Orang yang disebut anak-anak Allah, seharusnya taat dan menikmati pimpinan Roh Kudus.
Roh Kudus memimpin kita hanya dengan satu cara, yaitu melalui firman dan melalui kesaksian dan gerakan yang berasal dari firman. Roh Kudus tidak pernah memimpin kita di luar firman, Roh Kudus memimpin kita dengan firman Kebenaran. Ketika kita membaca, merenungkan firman, Roh Kudus memimpin, menggerakkan. Kadang-kadang, jika kita ingin mengerjakan sesuatu yang tidak beres, bila kita adalah orang yang sudah diselamatkan, pasti merasakan satu ganjalan di dalam hati nurani kita, yang mengatakan, do not do it!. Jikalau suara Roh Kudus yang bekerja di dalam hati kita, kita harus taat kepada-Nya. Jika pimpinan yang berdasarkan firman dan prinsip firman sudah menggerakan hati kita, maka kita bertindak hati-hati dan tidak sembarangan bergerak. Pimpinan semacam ini juga membuat pikiran, mental, bijaksana dan budi kita terus diubah, diperbaharui, disegarkan, dan kita menjadi anak Tuhan yang terus memancarkan sinar cahaya dari Tuhan.
Yang keenam adalah melalui memandang kepada hari depan. Orang yang kaku, adalah orang yang diperbudak oleh sejarah, orang yang lincah, adalah orang yang dibentuk untuk hari depan. Banyak orang yang statis, karena dia dipengaruhi dan dikakukan oleh sejarah.
Manusia bukanlah Allah. Hanya Allah sendiri yang tidak berubah, hanya firman Tuhan yang tidak berubah. Akan tetapi, kita yang harus senantiasa berubah. Semua perubahan harus membawa kita kepada firman yang tidak berubah, itulah perubahan yang benar. Jikalau kita mengatakan kita harus berubah, setan langsung menawarkan perubahan untuk mengikuti arus-arus lain. Bukankah Alkitab mengatakan, kita harus berubah? Bagaimana dengan Reformed theology. Reformed theology bukan kaku, bukan mati dan hanya menerima sejarah, tetapi merupakan theologi yang terus menerus kembali kepada Alkitab, terus kembali setia kepada Alkitab. Perubahan itu yang terus mengubah kita, tetapi tidak membawa kepada perubahan yang tidak lagi setia kepada Kitab Suci. Mengapa kita harus berubah untuk kembali kepada Alkitab? Bukan berubah untuk menuju pada hari depan? Karena Kitab Suci lebih dulu daripada sejarah, dan lebih maju daripada hari depan; Alkitab adalah satu-satunya buku yang memberikan kepada kita hal-hal sebelum dunia diciptakan, arti dari rencana Allah, bagaimana dunia berakhir dan menuju pada pengharapan yang kekal, sebelum titik Alfa dan sebelum titik Omega, apa dan ke mana, seluruhnya sudah berada di dalam Kitab Suci. Itu sebabnya Paulus mengatakan bahwa kita bukan memperhatikan hal-hal yang kelihatan, tetapi kita justru memperhatikan hal-hal yang tidak kelihatan, karena yang kelihatan itu sementara adanya, yang tidak kelihatan itu kekal adanya (2 Kor. 4:18). Waktu kita ada di dalam kesementaraan itu, kita begitu berat, sengsara, susah dan penuh penderitaan. Akan tetapi, ketika yang sementara itu dibandingkan dengan yang kekal, maka yang sementara menjadi tidak ada apa-apa, kita menuju kepada kekekalan. Itu sebabnya, kita mengaitkan hal ini dengan ayat selanjutnya dari Ibr. 12, Kristus mengabaikan segala siksaan. Dia mengabaikan segala penderitaan, waktu Dia memandang akan hari depan, yang penuh dengan perjanjian Tuhan Allah kepada-Nya, yang penuh dengan kemuliaan.
Orang Kristen perlu mempunyai pikiran yang terlepas dari pada segala ikatan sejarah, tradisi, kebiasaan, lingkungan, karena kita boleh dengan bebas melihat kepada rencana Allah, dan kebahagiaan yang ada di depan. Ada dua orang yang dipenjara, yang sama-sama divonis untuk melakukan kerja berat yaitu memecahkan batu-batu untuk dijadikan bahan bangunan. Mereka setiap hari harus bekerja selama 16 jam. Makan hanya untuk mendapatkan kekuatan untuk kembali bekerja. Pada suatu hari, keduanya diberitahukan: 10 hari lagi selesailah masa kerja kerasmu. Mereka senang sekali meskipun masih harus bekerja 10 hari lagi. Akan tetapi, kemudian disambung dengan berita: si A dibebaskan dari penjara, sedangkan si B ditembak mati. Meskipun selama sisa 10 hari, si A dan B sama-sama harus tetap bekerja yang beratnya dan cara kerjanya sama. Namun, apakah perasaan mereka sama? Tidak sama! Si B, yang dihukum mati melewati waktunya dengan susah karena kematian semakin dekat. Sedangkan si A, yang dibebaskan melewati hari-hari itu dengan sukacita. Berbeda sekali bukan? Inilah maksudnya berharap kepada kekekalan. Jika kita hidup hanya untuk sementara ini, hidup kita tidak mempunyai arti apa-apa. Akan tetapi, jika apa yang kita lakukan, mempunyai nilai kekekalan maka kita hidup bersukacita karena pengharapan yang kekal itu.
Marilah kita mengabaikan segala penderitaan, kesulitan, beban berat yang harus kita tanggung untuk Tuhan, karena semua ini bagi kehendak Allah yang kekal. Jadi, di dalam 6 poin yang kita renungkan ini, poin pertama adalah kehendak Allah yang kekal dan poin terakhir adalah memandang kepada nilai yang kekal. Di tengah-tengah poin pertama dan terakhir, kita memerlukan firman Tuhan yang terus mengajar kita, memerlukan teladan Kristus yang menguatkan kita, memerlukan orang suci yang menjadi contoh dan yang selalu menggairahkan kita, memerlukan terus menerus taat kepada pimpinan Roh Kudus, sehingga our mentality, our philosophy of life, and our thinking diubahkan, terus mengalami transformasi dan pembaharuan, sehingga kita boleh menjadi saksi Kristus yang hidup dan mulia di dalam dunia.
Bagaimana dengan Saudara yang membaca artikel renungan ini? Biar kita semua terus menerus berubah di hadapan Tuhan ke arah yang dikehendaki- Nya. Amin.
Judul Buku | : | Momentum 30 Triwulan II/1996 |
Judul Artikel | : | Transformasi Pikiran Kristen |
Penerbit | : | LRII |
Penulis | : | Stephen Tong |
Halaman | : | 3-11, 19 |
Pada waktu seseorang di dalam proses hidupnya menemukan suatu inspirasi khusus dari Tuhan, pada waktu seseorang menaati kehendak Allah yang kekal, pada waktu seseorang melakukan sesuatu yang bermakna, maka pada saat itulah orang tersebut sampai pada momen yang menentukan dalam hidupnya.
Pada waktu suatu negara mengalami krisis dan dengan berani menghadapi kesulitan-kesulitan serta berjuang dengan semangat keadilan, pada saat itu negara telah menciptakan suatu momen yang menentukan dalam sejarahnya.
Demikian juga gereja. Pada waktu orang-orang kudus yang berjiwa agung melihat pimpinan Tuhan serta menyerahkan hati, jiwa dan raga mereka untuk menggenapi rencana Allah, saat itu juga gereja telah memasuki momen yang menentukan, sehingga sejarah akan berubah arah karenanya. Ketaatan serta penyerahan orang-orang kudus dalam mengikuti pimpinan Tuhan memasuki momen-momen tersebut, menjadi suatu kekuatan yang menggerakkan, kekuatan yang mendorong, suatu momentum, bagi perubahan sejarah gereja. Dan gereja pun telah mencatat halaman-halaman dan pasal-pasal yang agung.
Sekarang adalah momen yang baik bagi kita. Kita sedang menghadapi suatu zaman yang besar. Meskipun kewajiban amat berat, kesulitan banyak sekali, dan tantangan sangat besar, namun kuasa Tuhan cukup bagi kita. Tuhan setia akan janji-janjiNya.
Di dalam masyarakat yang moralnya sedang merosot, di dalam zaman yang segala sesuatu sedang berubah, di dalam lingkungan yang hidup kerohanian dan fisik sedang tidak seimbang, di dalam keadaan kuasa gelap sedang menguasai hati manusia, dosa telah melanda sekitar kita dan hati nurani manusia sedang menjadi kebal. Inilah kesempatan bagi kita untuk memihak kepada Tuhan, untuk menyeru kepada manusia, untuk menyatakan kuasa Injil yang melampaui kuasa apa pun di dalam kebudayaan manusia, yang menjadi satu-satunya kuasa untuk menyelamatkan, untuk mengubah, untuk memberikan pengharapan bagi dunia.
Di dalam kesempatan di dalam krisis, di dalam momen yang menentukan di dalam sejarah ini, siapakah yang memihak Tuhan? Siapakah yang memakai kuasa kekekalan dari Allah untuk menciptakan momentum, yang akan mengubah arah sejarah?
Saya harap Lembaga Reformed Injil Indonesia boleh menjadi suatu alat yang kecil di dalam tangan Tuhan yang Mahakuasa, untuk ikut menyumbangkan diri sebagai suatu suara yang berseru ke dalam hati manusia, supaya boleh membawa manusia menuju kepada terang yang lebih bercahaya di masa depan.
Mari kita bersama-sama melihat kuasa Tuhan dan melihat momen-momen yang akan terjadi. Saya harap majalah kecil ini boleh menjadi suatu kesaksian bagi momen-momen yang penting di dalam zaman di mana kita berada.
Sumber:
Nama Majalah | : | Momentum |
Edisi | : | 01/Maret 1987 |
Judul Artikel | : | Momen dan Momentum |
Penulis | : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Halaman | : | 2-3 |
"Karena itu beginilah jawab Tuhan: "Jika engkau mau kembali, aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayanan di hadapanku,..."
Pada setiap jaman Tuhan memanggil sejumlah orang yang dipilihNya untuk menjadi co-worker, teman sekerja dalam pekerjaanNya. Ini merupakan hal yang penting dan mulia. Panggilan Tuhan ini membentuk pribadi seorang hamba Tuhan, dan berdaya cipta, sebab pada dasarnya motivasi untuk melayani bukanlah inisiatif dari diri sendiri.
Tuhan memanggil orang-orang yang dimilikiNya itu menurut caraNya sendiri. Ada yang dipanggil melalui suatu mimpi, penglihatan, pendengaran di dalam hatinya, atau juga melalui orang lain, melalui hamba Tuhan, melalui orang tuanya, melalui pacarnya dan lain-lain. Segala macam cara bisa Tuhan pakai, misalnya seperti Samuel, orang tuanya telah menyerahkan dia menjadi hamba Tuhan bahkan sebelum ia ada dalam kandungan. Panggilan itu akhirnya menjadi nyata setelah bertumbuh dalam pengenalan yang benar. Memang Tuhan tidak pernah memaksa, tetapi apabila Tuhan menghendaki Tuhan dapat membuat sedemikian di dalam kuat kuasaNya sehingga kita akan merelakan diri untuk dipaksa. Oleh karena itu ada kalanya panggilan itu harus melewati proses yang panjang, karena ketidakrelaannya atau keraguannya untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Mungkin pada waktu remaja, Saudara telah menerima panggilan pertama. Kegirangan yang luar biasa, tetapi sesudah itu lupa. Dan setelah masuk universitas atau setelah menikah baru nyata pada panggilan yang kedua.
Yeremia, adalah salah seorang hamba Tuhan yang harus melewati tahapan- tahapan itu. Jika ayat di atas Saudara bandingkan dengan Yer. 1:4, maka Saudara lihat ini adalah suatu penegasan ulang, panggilan ulang yang Tuhan meteraikan sekali lagi. Pada waktu itu Yeremia dalam keadaan frustasi, down dan stress berat. Ia merasa menjadi seorang yang tidak mampu lagi melayani Tuhan. Oleh bangsanya ia hanya dianggap sebagai seorang muda yang pandai bernyanyi dan bermain kecapi. Kalau nyanyiannya sedang baik dan merdu maka mereka mendengarkan, tetapi kalau nyanyiannya kurang baik mereka hanya geleng-geleng kepala. Bangsa Israel adalah bangsa yang keras kepala, tidak lagi terharu oleh Firman Tuhan, sehingga Yeremia akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dan berkata, '..aku tidak mau lagi menyebut nama Tuhan..." Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana bisa mengembalikan suatu motivasi yang murni dan hasrat yang baru di dalam pelayanannya. Ia telah letih lesu, tidak mau lagi melayani Tuhan dan sudah jauh dari Tuhan.
Di dalam ayat 19, dihadapan Yeremia sekali lagi Tuhan membeberkan keadaan bangsanya, bangsa yang melawan Allah, melawan kebenaran, melawan hamba Tuhan. Tuhan mendorong dia untuk menantang jaman bahkan menantang bangsanya. "..jikalau engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau..." "Kenapa engkau bersungut-sungut, kenapa putus asa, Yeremia? Coba marilah kita kembali memikirkan ...memulihkan bangsa ini kembali kepadaKu bukanlah berdasar pada kemampuanmu tapi adalah berdasar pada janjiKu, panggilanKu, penyertaanKu dan kuasaKu yang nyata dalam kelemahanmu..." Di sinilah Tuhan mengembalikan Yeremia pada panggilanNya yang semula.
Saya sebelumnya tidak pernah memikirkan mengapa saya menjadi hamba Tuhan. Tetapi pada suatu hari saya membuka-buka kembali catatan harian saya. Di situ saya menemukan catatan waktu saya lulus SD, kelas 6 (saya masih ada di Tiongkok). Pada waktu itu guru saya bertanya, "Kelak kalau sudah besar mau jadi apa?" Saya menjawab: "Mau jadi pendeta" Saya pikir aneh mengapa waktu itu saya ingin menjadi pendeta. Tapi sesudah SMP dan SMA saya sudah lupa. Saya telah lupa, tetapi Tuhan tidak lupa. Kita tahu di dalam hidup kita kadang-kadang Tuhan berulang kali harus memanggil kita. Ada kalanya kita sudah melayani Tuhan, tetapi untuk jangka waktu tertentu mundur dan kita tidak mau lagi melayani Tuhan. Dalam keadaan demikian Tuhan tidak pernah bosan mengingatkan kita pada panggilanNya yang semula.
Melayani Tuhan bukan berarti full-timer atau part-timer, tetapi full- life untuk Tuhan. Saya kurang setuju kalau semua orang meninggalkan profesi dan pekerjaannya untuk menjadi hamba Tuhan tanpa ada panggilan khusus. Kalau Saudara jelas dipanggil Tuhan mengkonsentrasikan pikiran hanya untuk doa dan pemberitaan Firman berarti Saudara harus merelakan diri dengan sungguh-sungguh, jangan lagi minta dispensasi dan kompensasi. Ini panggilan yang amat pribadi sifatnya. Tuhan menentukan pola rancangan hidup bagi setiap pribadi secara khusus. Saudara dilahirkan satu persatu, dipanggil juga satu persatu, dan Saudara juga ditempatkan satu persatu secara khusus oleh Tuhan. Saudara pasti dapat menjadi pelayan Tuhan melalui karier dan talenta yang ada pada diri Saudara sebaik seperti Saudara yang lain yang dipanggil sebagai hamba Tuhan full-time.
Bagi Yeremia panggilan ulang Tuhan itu jelas sekali, '...jika engkau mau kembali, aku akan mengembalikan engkau..' Ini suatu janji yang indah sekali. Jangan Saudara katakan tidak mungkin! Itu bukan cara berpikir orang Kristen. Segala sesuatu harus dipikirkan mungkin bagi Tuhan. Peganglah janji Tuhan. Kalau Tuhan memang jelas memanggil Saudara kembali menjadi hamba Tuhan, layanilah Dia dengan sepenuh hatimu, dengan sekuat tenagamu, dengan sepenuh pikiranmu, akal budimu, jiwamu, perasaanmu, dan kemauanmu untuk Tuhan. Tetapi kalau dengan jelas Tuhan memilih Saudara menjadi seorang part-timer pelayan Tuhan, Saudara harus dengan baik-baik menuju pada jenjang yang paling top, di dalam ketrampilanmu, kemampuanmu dan profesimu. Di situ Saudara dapat menggunakan ketrampilan dan kemampuanmu untuk bersaksi bagi Tuhan, di kalangan orang-orang yang sederajat dengan Saudara, bahkan di kalangan yang lebih tinggi, sehingga Saudara dapat menjangkau setinggi mungkin dalam ilmu dan bidang yang Saudara kuasai. Tetapi sekali lagi saya katakan, panggilan itu harus jelas.
Daniel, Yehezkiel dan Yeremia adalah tiga orang hamba Tuhan yang berada pada satu jaman yang sama, tetapi mereka dipanggil dan ditempatkan Tuhan pada posisi dan pada golongan serta sasaran pelayanan yang berbeda. Daniel dan kawan-kawannya diletakkan Tuhan di lingkungan istana untuk mempengaruhi para cendekiawan, intelektual, pimpinan dan bangsawan kerajaan pada waktu itu. Mereka digembleng Firman Tuhan bersama-sama, membentuk suatu kubu yang kuat sehingga memerangi jaman serta meraih kemenangan bagi Tuhan. Yehezkiel adalah nabi lain yang Tuhan tempatkan untuk melayani khusus yang ditawan di luar istana. Ia membentuk suatu bangsa dan dari satu bangsa yang mengenal Tuhan mempengaruhi bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan. Sedangkan Yeremia adalah nabi yang dipakai Tuhan melayani bangsanya sendiri, di negeri yang sudah ditawan. Mereka adalah sisa-sisa bangsa Israel dari golongan buangan dan rendah, yang terbelenggu oleh kemiskinan, kehampaan. Saudara melihat nabi-nabi itu Tuhan bentuk melalui visi dan pelayanan itu sendiri, sehingga mereka menjadi hamba Tuhan yang setia yang patut menjadi teladan.
Memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan adalah sia-sia. Kalau Saudara tidak dipanggil menjadi hamba Tuhan full-time, tetapi Saudara paksakan, Saudara akan kecewa. Bagaimana panggilan ini menjadi jelas? Roh Kudus akan memimpin Saudara sampai Saudara menjadi jelas. Taat dan pegang janji Tuhan.
Apakah sudah saatnya sekarang Saudara kembali pada panggilan Tuhan? Hanya Tuhan dan Saudara yang tahu. Bereskan urusan ini sekarang di hadapan Tuhan.
Sumber:
Nama Majalah | : | Momentum |
Edisi | : | 4/Desember 1987 |
Judul Artikel | : | Panggilan Ulang |
Penulis | : | Pdt. Caleb Tong |
Halaman | : | 2-3 |
"Karena itu beginilah jawab Tuhan: Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapanKu, ...." (Yer 15:19a)
Pada setiap jaman Tuhan memanggil sejumlah orang yang dipilihNya untuk menjadi co-worker, teman sekerja dalam pekerjaanNya. Ini merupakan hal yang penting dan mulia. Panggilan Tuhan ini membentuk pribadi seorang hamba Tuhan, dan berdaya cipta, sebab pada dasarnya motivasi untuk melayani bukanlah inisiatif dari diri sendiri.
Tuhan memanggil orang-orang yang dimilikiNya itu menurut caraNya sendiri. Ada yang dipanggil melalui suatu mimpi, penglihatan, pendengaran di dalam hatinya, atau juga melalui orang lain, melalui hamba Tuhan, melalui orang tuanya, melalui pacarnya, dll. Segala macam cara bisa Tuhan pakai, misalnya seperti Samuel, orang tuanya telah menyerahkan dia menjadi hamba Tuhan bahkan sebelum ia ada dalam kandungan. Panggilan itu akhirnya menjadi nyata setelah bertumbuh dalam pengenalan yang benar. Memang Tuhan tidak pernah memaksa, tetapi apabila Tuhan menghendaki Tuhan dapat membuat sedemikian di dalam kuat kuasaNya sehingga kita akan merelakan diri untuk dipaksa. Oleh karena itu ada kalanya panggilan itu harus melewati proses yang panjang, karena ketidakrelaannya atau keraguannya untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Mungkin pada waktu remaja, Saudara telah menerima panggilan pertama. Kegirangan yang luar biasa, tetapi sesudah itu lupa. Dan setelah masuk universitas atau setelah menikah baru nyata pada panggilan yang kedua.
Yeremia, adalah salah seorang hamba Tuhan yang harus melewati tahapan- tahapan itu. Jika ayat di atas Saudara bandingkan dengan Yeremia 1:4, maka Saudara lihat ini adalah suatu penegasan ulang, panggilan ulang yang Tuhan meteraikan sekali lagi. Pada waktu itu Yeremia dalam keadaan frustrasi, down dan stress berat. Ia merasa menjadi seorang yang tidak mampu lagi melayani Tuhan. Oleh bangsanya ia hanya dianggap sebagai seorang muda yang pandai bernyanyi dan bermain kecapi. Kalau nyanyiannya sedang baik dan merdu maka mereka mendengarkan, tetapi kalau nyanyiannya kurang baik mereka hanya geleng-geleng kepala. Bangsa Israel adalah bangsa yang keras kepala, tidak lagi terharu oleh Firman Tuhan, sehingga Yeremia akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dan berkata, "... aku tidak mau lagi menyebut nama Tuhan ..." Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana bisa mengembalikan suatu motivasi yang murni dan hasrat yang baru di dalam pelayanannya Ia telah letih lesu, tidak mau lagi melayani Tuhan dan sudah jauh dari Tuhan.
Di dalam ayat 19, dihadapan Yeremia sekali lagi Tuhan membeberkan keadaan bangsanya, bangsa yang melawan Allah, melawan kebenaran, melawan hamba Tuhan. Tuhan mendorong dia untuk menantang jaman bahkan menantang bangsanya. "... jikalau engkau mau kembali, Aku akan menggembalikan engkau ..." "Kenapa engkau bersungut-sungut, kenapa putus asa, Yeremia? Coba marilah kita kembali memikirkan ... memulihkan bangsa ini kembali kepadaKu bukanlah berdasar pada kemampuanmu tapi adalah berdasar pada janjiKu, panggilanKu, penyertaanKu dan kuasaKu yang nyata dalam kelemahanmu ..." Di sinilah Tuhan mengembalikan Yeremia pada panggilanNya yang semula.
Saya sebelumnya tidak pernah memikirkan mengapa saya menjadi hamba Tuhan. Tetapi pada suatu hari saya membuka-buka kembali catatan harian saya. Di situ saya menemukan catatan waktu saya lulus SD, kelas 6 (saya masih ada di Tiongkok). Pada waktu itu guru saya bertanya, "Kelak kalau sudah besar mau jadi apa?" Saya menjawab: "Mau jadi pendeta." Saya pikir aneh mengapa waktu itu saya ingin menjadi pendeta. Tapi sesudah SMP dan SMA saya sudah lupa. Saya telah lupa, tetapi Tuhan tidak lupa. Kita tahu di dalam hidup kita kadang-kadang Tuhan berulang kali harus memanggil kita. Ada kalanya kita sudah melayani Tuhan, tetapi untuk jangka waktu tertentu mundur dan kita tidak mau lagi melayani Tuhan. Dalam keadaan demikian Tuhan tidak pernah bosan mengingatkan kita pada panggilanNya yang semula.
Melayani Tuhan bukan berarti full-timer atau part-timer, tetapi fulllife untuk Tuhan. Saya kurang setuju kalau semua orang meninggalkan profesi dan pekerjaannya untuk menjadi hamba Tuhan tanpa ada panggilan khusus. Kalau Saudara jelas dipanggil Tuhan mengkonsentrasikan pikiran hanya untuk doa dan pemberitaan Firman berarti Saudara harus merelakan diri dengan sungguh-sungguh, jangan lagi minta dispensasi dan kompensasi. Ini panggilan yang amat pribadi sifatnya. Tuhan menentukan pola rancangan hidup bagi setiap pribadi secara khusus. Saudara dilahirkan satu persatu, dipanggil juga satu persatu, dan Saudara juga ditempatkan satu persatu secara khusus oleh Tuhan. Saudara pasti dapat menjadi pelayan Tuhan melalui karier dan talenta yang ada pada diri Saudara sebaik seperti Saudara yang lain yang dipanggil sebagai hamba Tuhan full-time.
Bagi Yeremia panggilan ulang Tuhan itu jelas sekali, '... jika engkau mau kembali, aku akan mengembalikan engkau ...' Ini suatu janji yang indah sekali. Jangan Saudara katakan tidak mungkin! Itu bukan cara berpikir orang Kristen. Segala sesuatu harus dipikirkan mungkin bagi Tuhan. Peganglah janji Tuhan. Kalau Tuhan memang jelas memanggil Saudara kembali menjadi hamba Tuhan, layanilah Dia dengan sepenuh hatimu, dengan sekuat tenagamu, dengan sepenuh pikiranmu, akal budimu, jiwamu, perasaanmu, dan kemauanmu untuk Tuhan. Tetapi kalau dengan jelas Tuhan memilih Saudara menjadi seorang part-timer pelayan Tuhan, Saudara harus dengan baik-baik menuju pada jenjang yang paling top, di dalam ketrampilanmu, kemampuanmu dan profesimu. Di situ Saudara dapat menggunakan ketrampilan dan kemampuanmu untuk bersaksi bagi Tuhan, di kalangan orang-orang yang sederajat dengan Saudara, bahkan di kalangan yang lebih tinggi, sehingga Saudara dapat menjangkau setinggi mungkin dalam ilmu dan bidang yang Saudara kuasai. Tetapi sekali lagi saya katakan, panggilan itu harus jelas.
Daniel, Yehezkiel dan Yeremia adalah tiga orang hamba Tuhan yang berada pada satu jaman yang sama, tetapi mereka dipanggil dan ditempatkan Tuhan pada posisi dan pada golongan serta sasaran pelayanan yang berbeda. Daniel dan kawan-kawannya diletakkan Tuhan di lingkungan istana untuk mempengaruhi para cendekiawan, intelektual, pimpinan dan bangsawan kerajaan pada waktu itu. Mereka digembleng Firman Tuhan bersama-sama, membentuk suatu kubu yang kuat sehingga memerangi jaman serta mera8ih kemenangan bagi Tuhan. Yehezkiel adalah nabi lain yang Tuhan tempatkan untuk melayani khusus yang ditawan di luar istana. Ia membentuk suatu bangsa dan dari satu bangsa yang mengenal Tuhan mempengaruhi bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan. Sedangkan Yeremia adalah nabi yang dipakai Tuhan melayani bangsanya sendiri, di negeri yang sudah ditawan. Mereka adalah sisa-sisa bangsa Israel dari golongan buangan dan rendah, yang terbelenggu oleh kemiskinan, kehampaan. Saudara melihat nabi-nabi itu Tuhan bentuk melalui visi dan pelayanan itu sendiri, sehingga mereka menjadi hamba Tuhan yang setia yang patut menjadi teladan.
Memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan adalah sia-sia. Kalau Saudara tidak dipanggil menjadi hamba Tuhan full-time, tetapi Saudara paksakan, Saudara akan kecewa. Bagaimana panggilan ini menjadi jelas? Roh Kudus akan memimpin Saudara sampai Saudara menjadi jelas. Taat dan pegang janji Tuhan.
Apakah sudah saatnya sekarang Saudara kembali pada panggilan Tuhan? Hanya Tuhan dan Saudara yang tahu. Bereskan urusan ini sekarang di hadapan Tuhan.
Nama Majalah | : | Momentum |
Edisi | : | 4/Desember 1987 |
Judul Artikel | : | Panggilan Ulang |
Penulis | : | Pdt. Caleb Tong |
Halaman | : | 11-14 |
(renungan ini ditranskrip dan diedit kembali dari khotbah seri Surat Roma oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Gereja Reformed Injili Indonesia di Jakarta.)
Roma 10: 1 - 6
Mengapa orang kafir yang tidak mencari justru diberikan, tetapi orang Israel yang mencari tidak memperoleh. Bukankah hal ini berlainan dengan yang dikatakan oleh Kristus, barang siapa yang meminta akan diberikan; yang mencari akan mendapat; yang mengetuk pintu akan dibukakan baginya (Mat. 7:7). Bukankah yang mencari, meminta dan mengetuk adalah orang Yahudi? Alkitab mengatakan, mereka mencari, tetapi tidak mendapatkan, suatu paradoks yang sulit kita mengerti (Rm.9:30-32). Tetapi yang penting bagi orang yang mencari adalah cara dan pengertian yang sejati, yang ditetapkan dalam prinsip firman dan jalan yang Tuhan nyatakan, bukan pada beberapa menggebu-gebu, beberapa hangat, beberapa sungguh-sungguh api yang ada padanya untuk mencari. Demikian juga banyak orang yang sudah beragama, yang baru meraba-raba, baru mengena pada bagian kulitnya saja, tetapi mereka merasa sudah cukup, sudah menemukan. Akhirnya, mereka terus bertumbuh atas fondasi yang tidak beres. ini merupakan suatu peringatan yang penting bagi kita.
Orang Israel meskipun memiliki Taurat tetapi tetap tidak mendapat. Sebab Taurat yang diberikan Allah kemudian diteliti dan dikupas oleh orang Yahudi melalui para Rabbi telah menjadi perintah yang makin lama makin membebani orang beragama, dan akhirnya Taurat itu diuraikan menjadi 613 dalil-dalil yang harus dipatuhi 9248 perintah, 365 larangan). Kalau tidak bisa menjalankan semua itu, maka tidak ada keselamatan; kalau tidak akan berkenan kepada Tuhan. Tetapi pada waktu orang bertanya kepada Yesus Kristus, oh, Tuhan Yesus perintah manakah Yang paling utama? Pertanyaan ini untuk mencobai Tuhan Yesus sekaligus mereka sadar untuk mengikuti semuanya itu begitu sulit, untuk menjalankan Taurat dan perintah-perintah yang begitu rumit, kompleks dan begitu banyak serta tidak mudah. Yesus Kristus mengatakan, perintah yang terbesar adalah kasihilah Allah dengan sekuat tenaga, sebulat hati, seluruh pikiranmu dan budimu, dan yang kedua, yang sepadan dengan itu adalah kasihilah sesamamu manusia (Mat.22:37-42). Inilah kali pertama, wahyu ditujukan pada satu fokus, untuk membereskan segala ketidakberesan dalam sistem Yahudi Yang bergantung pada Tauratisme.
Pada waktu orang Yahudi dan rabi-rabi mereka telah memaparkan segala kerumitan dan kesulitan, mereka telah kehilangan fondasi dan prinsip yang terpenting. Betapa banyaknya peraturan-peraturan yang membuat manusia benci. Peraturan-peraturan itu bahkan mungkin menggoda manusia untuk melawannya. Semakin banyak peraturan, semakin membuat manusia berani melawan. Yesus Kristus menyimpulkan peraturan, perintah hanya dua, yaitu: kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia. Ini melampaui semua peraturan. Ini merupakan prinsip yang mendasari semua prinsip, merupakan hukum di atas segala hukum, dan merupakan hukum yang menjadi dasar bagi semua hukum.
Orang berdosa cenderung melawan hukum. 2.600 tahun yang lalu, Lao Tie, seorang yang lebih dulu dari Kong Hu Cu sudah pemah mengatakan bahwa, semakin ketat suatu hukum, semakin berani manusia melawannya. Semakin banyak peraturan, semakin banyak menyatakan kesalahan. Jangan mengira, kalau kita memerintah bawahan kita dengan banyak peraturan, maka mereka akan merasa takut dan menjadi yang paling baik. Tetapi justru paksaan untuk mematuhi perintah dan peraturan yang ketat membuat orang merasa hidup tidak berarti, dan akhirnya mereka menjadi orang yang berani melawan dan mencari alasan untuk melawan peraturan. Ketika hukum negara ditetapkan, apakah itu berarti manusia yang sudah mengerti hukum tidak akan melawan hukum? Tidak, justru terbalik, orang yang berani melawan hukum adalah orang yang paling tahu seluk beluk hukum. Orang yang paling mengerti hukum akan mencari jalan untuk melawan hukum lalu membela diri, supaya setelah mereka berdosa, mereka tidak perlu dihukum. Itulah yang disebut ahli hukum. Ahli hukum adalah ahli-ahli yang mengetahui seluk beluk hukum lalu berbuat dosa dan melanggar hukum, kemudian mencari alasan untuk menutupi segala kesalahan, sehingga setelah mereka berbuat dosa, mereka tidak perlu dihukum. Tempat yang paling tidak adil, adalah tempat yang memasang plang pengadilan. Tempat yang paling tidak adil adalah tempat di mana para ahli menegakkan keadilan, tetapi mereka sendiri tidak menjalankan keadilan tersebut.
Orang cenderung sombong dengan hukum. Orang Israel menuntut dan mencari, tetapi mereka tidak mendapatkan. Bukankah ini merupakan satu ironis, satu singgungan, satu pukulan yang berat bagi seluruh bangsa dan, satu hal yang mempermalukan kebudayaan mereka yang sudah ribuan tahun itu? Tafsiran yang kurang jelas dan penyelewengan yang terus menerus sampai zaman Rabbi Hilel, bahkan sampai zaman Yesus, menyebabkan orang Israel tidak memperoleh keselamatan yang dijanjikan oleh Tuhan. Mereka hanya memperoleh suatu kemungkinan untuk mengetahui berapa banyak Taurat, hukum, peraturan, yang membuat mereka bisa membanggakan diri: "kami bangsa yang berhukum Taurat, kamu bangsa yang tidak mengerti apa-apa. Kamu bangsa yang masih barbar, kamu seperti anjing adanya." Orang Israel menjadi sombong, congkak, egosentris, mereka menjadi penghina segala bangsa dalam dunia intemasional. Kalau demikian, apakah Tuhan akan berkata, inilah bangsa yang paling mengerti Taurat-Ku, bangsa Yang paling sempurna? Tidak, Tuhan berkata, Mereka mencari, tetapi mereka tidak memperoleh. Mengapa demikian? Karena ada satu kunci yang tidak mereka ketahui, yaitu batu yang menjadi sandungan itu telah Tuhan letakkan di Sion. Batu ini akan menjadi batu karang bagi bangunan yang berada di atasnya, tetapi batu mi juga akan menjadi batu yang menyandung semua orang Yang tidak berjalan menurut Perintah dan prinsip Allah.
Kasih menjadi dasar pembuatan hukum. Jika kita membuat peraturan-peraturan apapun hanya bermotivasikan untuk mengikat, membatasi orang lain, untuk menyatakan diri kita mempunyai hak yang istimewa dan otoritas yang tinggi, maka motivasi itu adalah motivasi yang sangat berlawanan dengan kehendak Tuhan Allah. Kita membuat peraturan seharusnya kembali pada satu hal yang mendasar: saya membuat peraturan ini demi cinta kepada mereka yang diatur. Jikalau seseorang tidak mempunyai cinta kasih kepada yang dipimpinnya, maka dia tidak berhak menjadi pemimpinnya. Ini prinsip Alkitab. Allah memerintah dunia, karena Dia mengasihi dunia. Allah kasih, maka Dia memerintah. Kita yang menjadi boss, kepala sekolah, ketua, atau pimpinan, jika kita tidak mencintai mereka yang kita pimpin, bagaimana kita bisa memimpin? Kita perlu kembali kepada ajaran Alkitab, yang mengatakan karena Allah itu kasih adanya, maka Dia memberikan peraturan. Peraturanperaturan berdasarkan atas kasih, peraturan menjalankan kasih, esensi yang terpenting di dalam peraturan adalah kasih. Kesimpulan dari segala Taurat adalah cinta kasih. Bukan saja motivasinya demikian, tujuannya juga melalui cinta kasih melindungi, membimbing, membangun, dan menguatkan orang yang dipimpin. Itu seharusnya membawa manusia kepada hidup yang kekal.
Musa mengatakan satu kalimat yang penting sekali di dalam Kitab Imamat, jika kau menjalankan ini, engkau mendapatkan hidup. Justru kalimat itulah yang membuat kesalahpahaman orang Yahudi. Mereka mengira, kalau mereka menjalankan semua peraturan, maka mereka akan memperoleh hidup yang kekal. Sebenarnya bukanlah demikian. Sebab Allah memberikan Taurat bukan supaya orang dapat melunaskan semuanya, juga bukan supaya orang melanggarnya. Watchman Nee dalam bukunya "Dua belas bakul" memberikan satu konsep yang salah. Watchman Nee berkata, Allah menciptakan manusia justru supaya manusia melanggar, supaya manusia berdosa. Seolah-olah motivasi Allah adalah menginginkan manusia berdosa. Ini adalah satu hal yang terlalu berani memakai istilah atau terlalu berani mengutarakan konsep yang tidak beres. Sebenarnya Allah tidak memberikan Taurat supaya manusia berbuat dosa, juga tidak memberikan Taurat supaya manusia bisa menjalankan semuanya dan menjadi sempurna. Allah memberikan Taurat, memang seperti yang dituliskan dalam Imamat 18:5, kau menjalankan ini, supaya kau memperoleh hidup. Tetapi ketika manusia mau betul-betul, sungguh-sungguh menjalankan, barulah dia insyaf, bahwa hal ini tidak mungkin dilakukan. Coba jalankan! Pada waktu kau menjalankan barulah kau tahu tidak mungkin. Kalau tidak mungkin, tetapi tetap disuruh menjalankan, lalu bagaimana? Akhirnya berkata, Tuhan, memang seharusnya aku menjalankan, tetapi tidak mungkin. Cara yang terakhir adalah kembali kepada Tuhan: Tuhan, mengapa Kau menyuruh aku menjalankan sesuatu yang tidak mungkin dapat aku jalankan? Tuhan, mengapa Kau menyuruh aku mematuhi sesuatu yang tidak mungkin aku patuhi? Tuhan, kalau memang hal itu tidak mungkin aku jalankan, Kau tetap menyuruh aku menjalankannya? Kadang-kadang kita mengemban tugas yang jauh dari kemampuan kita untuk menjalankan, kadang-kadang kita mengemban satu mandat yang tidak mungkin dapat kita laksanakan, pada saat itu, barulah kita tahu, bahwa sasaran terakhir dan tujuan yang mungkin dicapai adalah merendahkan diri dan kembali kepada Dia yang memberikan mandat. Inilah Taurat.
Segala perintah yang dari Tuhan di dalam Perjanjian Lama adalah memberikan pengajaran terakhir, supaya orang yang mau menjalankan, mau melaksanakan. Waktu dia menjalankan, di sini tertutup, di sana tertutup, barulah kemudian mengetahui, itu tidak mungkin; itu impossible. Jadi Taurat diberikan bukan supaya manusia melanggar, juga bukan supaya manusia bisa menggenapinya. Taurat diberikan supaya manusia mengetahui betapa terbatas dirinya, betapa lemah dirinya, betapa tidak mampu dirinya, betapa dia berada di dalam limitasi. Pada saat manusia masih belum pernah mengenal limitasi, dia selalu mempermainkan diri dan berperan seperti Allah. Pada saat manusia mulai sadar bahwa dirinya adalah manusia yang terbatas, dia tidak bisa, maka untuk pertama kalinya dia sadar bahwa dirinya hanyalah manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Dalam hal ini, diperlukan satu keseimbangan antara kedua hal yang kutub: yang Pertama, berjuang, yang kedua, mengenali diri. Manusia yang tidak mempunyai kekuatan untuk berjuang tidak mirip dengan manusia, tetapi mirip binatang. Karena binatang tidak mau berjuang. Sedangkan manusia yang berjuang dan tidak mengenal limitasi, sampai dia mengira dirinya adalah Tuhan Allah, adalah bahaya. Betapa banyak pemuda yang tadinya lancar, akhirnya jatuh total, seumur hidup tidak bisa naik lagi, karena dia hanya berjuang, hanya mempunyai imajinasi dan kekuatan yang luar biasa, tanpa mengenal dirinya hanyalah manusia. Sambil kita berjuang, sambil menahan diri, sambil mengetahui saya mempunyai keterbatasan, batasan di mana saya tidak bisa melampaui; Hanya Allah yang tidak terbatas.
Dari sini kita dapat simpulkan bahwa Taurat diberikan berdasarkan kasih. Tujuan Taurat adalah supaya manusia mengenal akan limitasi. Kalau kedua hal ini sudah jelas, akhirnya kau akan kembali kepada Tuhan dan berkata, Tuhan, maafkan aku tidak bisa menjalankan. Waktu aku mau menjalankan, baru aku tahu, bahwa itu tidak mungkin saya jalankan. Waktu aku mau mengerjakan, baru aku tahu lebih dari kemampuanku untuk mengerjakan, waktu aku mau taat, baru aku tahu, aku tidak mempunyai kekuatan untuk taat. Oh, Tuhan, aku kembali kepada-Mu dan mengakui, bahwa diriku hanyalah manusia yang terbatas. Disitulah kau mulai menemukan prinsip.
Setelah beribu-ribu tahun orang Yahudi mempunyai Taurat, mereka tidak menyadari akan hal seperti ini, mereka tidak menyadari apakah motivasi Tuhan memberikan Taurat, juga tidak menyadari bahwa motivasi itu menuju pada satu tujuan sebenarnya yang bagaimana, mereka tidak mengetahui maksud Tuhan. Maksud sedalam-dalamnya dari isi hati Tuhan yang selalu disalah mengerti oleh manusia mengakibatkan kebudayaan menuju pada kebuntuan. Kalimat-kalimat terakhir dari kesaksian Pdt. Jonathan Chao berbunyi, apa yang kurang di dalam kebudayaan? apa yang kurang di dalam zaman modern, apa yang kurang dalam humanisme yang paling modern di abad ke XX ini? Itulah pointnya. Pada waktu manusia sampai satu titik dan mengenal din hanyalah manusia yang terbatas, maka dia akan menuju ke mana? Tetap memperilah diri atau kembali kepada Allah yang sejati? Waktu kau kembali kepada Allah yang sejati, di situlah kau menemukan hidup baru, arah baru, pengharapan baru, dan hari depan yang baru. Boleh saya katakan, bahwa kita sudah berada pada 5 tahun terakhir dari abad XX, sekarang manusia belum mau kembali kepada Tuhan, manusia masih percaya bahwa aku mempunyai kekuatan, kalau tidak bisa jadi di bidang ini ya bidang lain. Dan 20 tahun terakhir dari abad XX ini, ekonomi seluruh dunia adalah permainan uang yang tidak berdasar. Banyak orang yang mempunyai uang, uang itu adalah hasil dia mempermainkan manusia, banyak orang mempunyai uang, uang itu bukan hasil menggali kembali akan sumber alam; kekayaan yang Tuhan berikan kepada dunia, melainkan mempermainkan uang, orang, mempermainkan dan mempermainkan, ini akan collapse. Ekonomi abad XX sudah berada di luar dasar ekonomi yang kuat. Karena apa? Karena ekonomi yang sesungguhnya kuat itu mempunyai dua prinsip yang penting, pertama, produksi yang didasarkan atas suatu kesolidan dan kekuatan yang sungguh-sungguh berbobot, yang didasarkan atas sumber alam. Kedua, memberikan distribusi yang rata dan dikelolah dengan baik untuk menfaedahkan manusia. Sekarang kedua prinsip ini sudah hilang. Kita melihat keadaan ekonomi sekarang ini, negara yang disebut ekonominya paling kuat adalah Jepang, sebenarnya merupakan ekonomi yang betul-betul sudah meledak, sudah tidak ada dasarnya lagi. Yen terus naik, kau kira Jepang kaya? Berpuluh-puluh tabun lagi, orang Jepang harus bekerja 200 tahun tidak bisa membeli sebuah rnmah Yang cukup enak. Itu bukan ekonomi. Itu akan merusak seluruh bangsa, orang Jepang yang sudah lulus universitas nantinya harus bekerja 100, 200 tahun, uang yang mereka miliki bahkan tidak cukup untuk membeli sebuah WC bagi dirinya sendiri. Ekonomi yang seperti ini adalah ekonomi yang tidak berdasar. Jangan menghina negara Indonesia, negara kita, secara sistem ekonomi modern sepertinya mau hancur, dan sekarang berada dalam keadaan yang berbahaya sekali. Tetapi negara kita masih mempunyai sumber alam yang menjadi dasar ekonomi yang Tuhan berikan. Pada suatu hari nanti, pada waktu kesulitan tiba, orang Indonesia masih bisa hidup, mereka tidak akan mati. Karna masih banyak pisang, apel, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, tanah. Ini merupakan fikiran yang berbeda dengan mereka yang tergila-gila dengan ekonomi modern. Maafkan saya, karena saya memberikan sesuatu yang berlainan. Sebab saya tidak bisa menjadi orang yang menurut zaman, dunia, sistem dan semua pengetahuan. Saya adalah hamba Tuhan yang harus membangunkan zaman di mana saya berada. Kita harus minta Tuhan memberikan pengertian kepada kita, dan semakin menyadari keterbatasan diri, semakin kita merasa dan menginsyafi bahwa saya memerlukan Tuhan. Mengapa orang Israel mempunyai Taurat, tetapi gagal? Bukankah Taurat itu menjadikan mereka bangsa yang paling bersifat agama, bangsa yang menerima wahyu khusus dari Tuhan, bangsa Yang paling hebat dalam mengerti akan isi hati Tuhan, justru bangsa itu menjadi bangsa yang paling tidak mengerti isi hati Tuhan. Dari mana kita tahu hal itu? Pada waktu Yesus diberikan kepada mereka, bukan orang kafir yang membenci Dia, tetapi merekalah yang memakukan Dia di atas kayu salib. Sebab itu, Alkitab mengatakan, mereka mencari tetapi tidak mendapatkan, mereka menuntut tapi akhirnya gagal, kosong. Orang yang betul-betul paling kaya adalah orang yang mungkin kantongnya betul-betul tidak mempunyai banyak uang, tetapi hidupnya mempunyai kemerdekaan, dia mengerti kebenaran, dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi situasi yang sulit. Tetapi orang-orang yang betul-betul miskin mungkin adalah mereka yang mempunyai banyak uang, tetapi tidak pernah merasa puas dan terus menerus menggunakan cara Yang tidak habis-habisnya untuk mengisi kekosongan diri, karena dia terlalu miskin. Paradoks. Tuhan berkata, mereka menuntut tetapi tidak mendapatkan, tetapi orang kafir yang tidak menuntut malah mendapatkan. Ini dikarena kan orang Israel menuntut tetapi tidak melalui prinsip. Sekali lagi saya terpaksa harus mengulangi prinsip itu, orang benar akan hidup melalui iman. A righteousness will live by faith; dengan apakah kita mendapatkan hidup? Dengan menjalankan segala Taurat? Tidak, melainkan beriman kepada Tuhan. Iman merupakan satu jendela, yang membuka keterbatasan kita kepada ketidak terbatasan Tuhan Allah. Iman merupakan satu jendela yang menyambut cahaya dari atas ke dalam kegelapan kamar kita. Iman merupakan satu pandangan, yang boleh menebus pada pandangan yang paling jauh melalui teleskop rohani. Iman adalah menyadari bahwa keterbatasan itu perlu, untuk dikoreksi dan diisi oleh yang tidak terbatas itu. Iman membuka, mengaitkan, dan mengkoneksikan kita dengan Allah yang terbatas dengan jendela dan cahaya dari sana, dengan pengertian.
Pada waktu orang Yahudi membuat Taurat menjadi satu close-system, pada waktu mereka terus berada di dalam Taurat dan menganggapnya sebagai self-sufficient; kecukupan diri di dalam sistem Taurat. Sebenarnya mereka terus berkeliling di dalam Taurat, seperti nenek moyang mereka yang terus berkeliling di padang belantara, tidak pernah tembus, tidak pernah mencapai tempat Yang dijanjikan Allah. Demikian juga orang Kristen, kalau kau tidak menemukan prinsip Alkitab, kau akan terus berkeliling di dalam kerutinanmu. Tahun 1974, saya berkhotbah di sebuah gereja di Singapura. Ketika saya berkhotbah sampai separuh, saya melihat orang Yang tidak mendengar seluruh khotbah, hanya terus menghitung berapa banyak jumlah orang yang hadir. Kalau saya sedang berkhotbah di sana, tetapi majelisnya tidak mau mendengar khotbah, bagaimana? Saya berkata kepada dia, "Silahkan duduk dan jangan menghitung-hitung orang lagi, ini adalah kebaktian, saudara perlu firman Tuhan, sebab itu, setiap kalimat harus didengar dengan baik, kalau tidak, kau tidak akan pernah maju" Ketika saya mengatakan kalimat ini, dia jengkel luar biasa. Tetapi orang lain senang sekali. Karena menurut mereka, orang tersebut memang sudah 30 tahun hanya begitu-begitu saja. Jadi, dia menganggap diri paling baik, melayani gereja, setia menghitung jumlah orang yang hadir, tetapi sebenarnya, mati dalam kerutinan dan tidak maju-maju, mati oleh close-system yang dibuat sendiri. Banyak orang Kristen merasa bangga, saya paling rajin ke gereja, setiap minggu saya hadir dan selalu duduk di baris ke 4, kursi ke 5. Kalau diabsen, saya pasti yang paling setia. Tetapi dia duduk disana, hanya mengantuk, tertidur atau melihat kanan kiri. Lalu datang kebaktian bukan untuk mencari Tuhan, melainkan mencari pedagang besar, untuk coba lihat kalau-kalau ada bisnis yang bisa dia peroleh. Di dalam gereja sering ada orang-orang yang datang kebaktian hanya mau mencari pedagang besar, tetapi tidak mau datang kebaktian doa, juga tidak ada kemajuan dalam bidang lain. Tetapi harus diingat bahwa Allah akan menyeleksi mereka yang tidak beres. Biarlah kita datang kepada Tuhan dan mau maju. Jangan membiasakan diri di dalam kerutinan kerutinan, dan berkata saya beribadah kepada Tuhan, saya cinta Tuhan, tetapi sebenarnya tidak maju. Orang Israel berjalan di padang belantara selama 40 tahun dan mengalami banyak kesusahan, tetapi apakah Allah berkata, kamu memang setia? Tidak. Allah mengatakan, nenek moyangmu mencobai Aku di padang belantara selama 40 th. Itu adalah kalimat kesimpulan.
Mereka menjalankan Taurat, menjalankan ibadah, mereka berpuasa, seperti orang Farisi yang berkata, ya Allah, aku tidak lebih jelek, bahkan lebih baik dari semua, khususnya pemungut cukai ini. Setiap minggu aku berpuasa dua kali, aku memberikan perpuluhan, aku tidak berzinah, aku tidak menipu uang orang, ya Allah! Yesus berkata, dia berkata-kata kepada dirinya sendiri. Allah tidak mendengar doanya. Orang Israel itu mencari dan mempunyai Taurat, mempunyai hidup yang beribadah, tetapi ibadah yang mengikat mereka di dalam kerutinan yang mematikan, tidak memberikan jalan untuk beriman kepada Tuhan. Padahal orang benar hanya hidup oleh iman, bukan hidup oleh jasa atau kehebatan diri. Perhatikan Roma 10:1, Paulus berkata, "keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah supaya mereka diselamatkan." Mereka adalah orang Yahudi yang sekarang mati di dalam kerutinan agama mereka, tetapi saya masih mendoakan, agar mereka boleh mendapatkan hidup dan keselamatan. Roma 10:2 itu penting sekali dan menyatakan bahwa Orang Israel itu giat, menggebu-gebu, berapi-api, sungguh-sungguh panas, mereka rajin, mereka menuntut. Tetapi celaka, kalimat kedua berkata, mereka tidak menurut pengertian yang sejati. Apa artinya beragama dengan berapi-api, tetapi tidak memliki theologi yang benar? Beragama dengan sungguh-sungguh giat, tetapi tidak ada pengertian dan hermeneutika yang benar. Mereka tidak mempunyai pengertian Kitab yang betul-betul, hanya menggebu-gebu saja.
Bukankah di dalam zaman ini kita melihat banyak orang Kristen yang seperti ini? Mengikuti semua persekutuan, kalau berdoa, sampai kursinya pecah, karena dipukul olehnya. Saya pernah melihat orang yang berdoa dengan memukul-mukul kursi rotannya sampai rusak semuanya. Sesudah dia selesai berdoa, saya bertanya, apa salah kursimu? Orang yang berdoa mati-matian, menggebu-gebu, berapi-api, tetapi kalau mendengarkan doanya, tidak terdapat pengertian Yang benar. Inilah yang dimaksudkan di sini. They are zealous, but their zeal is not based on true knowledge; mereka begitu berapi-api, begitu menggebu-gebu, bahkan begitu giat dan begitu ekstrim, tetapi tidak mempunyai pengertian yang sesungguhnya. Namun saya harus membalikkan lagi, banyak orang mempunyai pengertian yang sungguh-sungguh, mempunyai theologi yang benar, tapi berada di dalam lemari es. Dua macam kecelakaan kekristenan. Ada orang Kristen yang memiliki theologi yang benar, memiliki doktrin Reformed, tetapi kalau dijamah, 40 derajat di bawah nol. Ada orang Kristen yang pintar, yang theologinya bagus, hebat dalam pengetahuan Alkitab, tetapi nol, dingin seperti es. Manusia es yang berjalan jalan. Kalau ke gereja, matanya melihat sini sana, ditanya apa saja, jawabannya benar, tetapi tidak hangat, tidak ada persahabatan, tidak ada kasih, tidak ada api yang sungguh-sungguh, tidak ada cahaya yang sungguh-sungguh. Sebaliknya, ada orang yang apinya sungguh-sungguh, tetapi pengertiannya salah, theologinya tidak benar, pengertian Alkitab diselewengkan. Kedua macam orang itu tidak beres adanya, tidak memuaskan hati Tuhan. Itulah sebabnya kitae perlu menegakkan satu semangat, di mana theologi ditegakkan dan api Roh Kudus tetap berada di dalamnya. Apa yang ingin saya kerjakan, dan apa yang menjadi tujuan saya sedalam-dalamnya serta motivasi saya mungkin belum dimengerti oleh zaman ini. Mungkin setelah saya meninggal dunia, dibawa pulang oleh Tuhan, orang baru mulai melihat ini penting, inilah yang seharusnya ada dalam kekristenan. Pemahaman Alkitab yang benar dan theologi yang orthodoks dan penjelasan yang setia yang ditaruh dalam semangat pelayanan yang berapi-api. Ketika saya berceramah di Regent College, Vancouver, saya mengeritik theolog-theolog besar yang mengajar di situ, you, western theologiays always put theology in the refrigerator, now put it out, and warm it up; kamu theolog-theolog Barat, selalu menyimpan theologi di dalam lemari es, sekarang saya harap keluarkan itu, lalu buatlah menjadi hangat. Setelah selesai ceramah dan ketika kami makan, seorang profesor dari Afford University berkata, Stephen, you are very right, you truly told us something very insportant, we always put our theology in refrigerator. Mengapa gereja-gereja yang ajarannya kurang beres begitu berkembang dan begitu banyak orang yang hadir? Karena manusia bukan hanya memerlukan doktrin yang benar, tetapi juga memerlukan kehangatan. Mengapa gereja-gereja tua, yang mempunyai theologi dan sejarah yang begitu kuat, justru makin lama makin kosong? Karena gereja yang begitu tua, yang begitu megah, yang mempunyai tradisi yang begitu panjang itu tidak ada api, tidak ada kesungguhan, tidak ada friendship, tidak ada keramahan, tidak ada cinta kasih, tidak ada persaudaraan, tetapi yang ada hanyalah kebanggaan, ini adalah gereja besar, kami sudah berdiri sekian ratus tahun. Tetapi gereja-gereja itu sudah mau mati karena tidak pernah membangun ibadah, tidak pernah membangun semangat penginjilan. Kita sudah melihat dua macam gereja: yang dingin tetapi rapi, yang panas tetapi gila. Kau berkata, saya tidak mau yang dingin, yang puluhan derajat Celsius dibawah nol , saya mau yang panas, waktu memegang yang panas, wah sungguh-sungguh panas, panas apa? Malaria. Jangan menjadi gereja yang membeku atau yang malaria. Kalau kau mengatakan, panas, panas, semakin panas semakin baik, akan celaka, tempat yang paling panas di mana? di krematorium. Panas untuk mematikan dengan cepat, panas yang tidak sehat. Yang dingin tidak benar, yang Panas juga tidak benar. Tuhan menetapkan panas yang diizinkan adalah 36.5 - 37 derajat Celcius untuk tubuh manusia. Kalau lebih dari itu, sudah perlu mencari dokter. Kalau sudah lebih dari 37 derajat masih berkata, puji Tuhan. Jika suhu tubuh sudah 38 derajat, awas! kalau sudah 39, 40, 41, 42, bukan Oke tetapi bahaya karena sudah melewati batas. Tuhan mempunyai satu prinsip, satu standar yang tidak boleh dilawan, karena Tuhan itu Tuhan. Seorang Professor di Westminster Theological Seminary berkata kepada muridnya, begitu banyak orang yang begitu giat, berapi-api dan begitu pans tetapi bukan Reformed, begitu banyak orang yang Reformed tetapi tidak berapi-api. Orang Reformed tidak berapi, orang berapi tidak Reformed. Dia juga berkata kepada muridnya, Stephen Tong has fire and also Reformed. Ada orang memberitahu kepada saya, lalu saya bertanya kepada Tuhan, betulkah saya mempunyai keduanya? Saya merasa diri saya dua-duanya kurang, masih harus bertumbuh di dalam Reformed, masih hares lebih berapi-api yang sungguh, yang sesuai dengan api Tuhan. Saya merasa diri saya masih kurang. Tetapi ini merupakan isi pati yang dicetuskan kepada zaman ini.
Di Roma 10 ini, Paulus juga menunjukkan kelemahan gereja pada zaman ini dengan tepat, mereka berapi-api, bersungguh-sungguh tetapi tidak menurut pengertian yang sejati. Siapa yang Paulus tunjuk? Paulus berbicara tentang orang Yahudi. Mereka berapi-api, mereka mempunyai kehangatan yang sungguh-sungguh, tetapi mereka tidak mempunyai pengertian yang sejati. Maksudnya apa? Mereka belum sadar Taurat itu apa, belum sadar dasar Taurat itu apa, motivasi Taurat dan tujuannya apa, dan inti dari Taurat itu sebenarnya berada di dalam kunci yang bagaimana. Roma 10:3 Paulus menyatakan karena mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. Istilah yang dipakai untuk kebenaran Allah di sini adalah dikaiosune atau keadilan kebenaran dan sesuatu zat yang menyimpulkan seluruh hukum Taurat. Paulus mengatakan, mereka tidak taat dan tidak mungkin taat, karena dasar pemikiran mereka yang paling mendasar itu sudah salah, maka semakin mereka giat justru semakin celaka. Misalnya, seorang naik sebuah kereta yang begitu besar dengan kuda yang begitu kuat, rumput yang disediakan bagi kuda itu begitu banyak, kereta itu berjalan. Ketika berhenti, dia bertanya kepada seorang, saya mau pergi ke propinsi Shandong. Orang itu berkata, tidak bisa, Shandong itu di utara, mengapa kamu menuju ke selatan? Dia menjawab, tidak apa-apa, yang penting bukan selatan atau utara, yang penting kudaku cukup kuat. Orang yang ditanya berpikir, orang yang bertanya ini gila atau tidak? Bagaimana kuatpun kudamu itu, arahnya bukan ke sini. Kalau mau pergi ke Shandong harus mengarah ke situ. Jawabnya, tidak apa-apa, uangku cukup banyak dan persiapannya cukup lengkap. Orang itu masih memberitahu, tapi arahnya bukan ke sini, ke sana. Jawabnya, tidak apa-apa, rumputnya penuh, rodanya besar, semua bahan jerujinya terbuat dari bahan yang baik. Lalu kata orang itu, ya sudah, semakin kuat kudamu, dia akan lari semakin cepat. Semakin banyak makanan, semakin banyak uang persiapan, semakin jauh dari tempat tujuan. Karena persoalannya bukan uang, persediaan bahan bakar, bensin, ban serep, mesin yang hebat, mobil yang kuat atau lainnya yang kau miliki, tetapi kalau arahnya salah, yang paling celaka justru kalau kecepatannya semakin tinggi, bukan? Arahnya sudah salah, lalu kau berkata, saya bisa cepat, padahal tadinya mobilmu sudah dekat dengan tujuan, tetapi kau putar balik, dan disetir dengan cepat, guna mengejar waktu, semakin mobil dilarikan cepat, semakin jauh dari tujuan, semakin diisi dengan bensin, semakin jauh lagi. Inilah keadaannya. Banyak orang yang giat dan mati-matian, tetapi tidak mempunyai pengertian Yang benar, maka semakin mereka giat, semakin jauh dari Tuhan. Semakin giat semakin jauh dari pengertian yang sungguh, semakin jauh dari pengertian Yang sungguh akan semakin menghina dan tidak mau dididik lagi. Ini adalah keadaan gereja pada akhir abad XX. Banyak orang merasa dirinya sudah besar, sudah tidak perlu dilatih, sudah hebat, sudah tidak perlu sekolah theologi, sudah begitu sukses, saya tidak perlu memperhatikan ajaran Yang benar, pokoknya sukses, buktinya orang yang belajar theologi, gerejanya tidak bisa tumbuh, saya tidak tahu apa-apa, tetapi bertunbuh terus. Ini membuktikan Roh Kudus ada di sini.
Paulus berkata, kamu giat, kamu berusaha, tetapi tanpa pengertian, maka akhirya kamu tidak takluk kepada kebenaran Allah. Orang yang sudah menjalankan, bukankah itu berarti sudah takluk? Orang sudah menjalankan Taurat, menjalankan tuntutan Tuhan, mengapa disebut sebagai yang tidak takluk kepada kebenaran Altar? Kuncinya terdapat pada Roma 10:4. Motivasi dan kesimpulan dari seluruh Taurat satu kata: kasih. Mengapa Allah berkata, jangan membunuh, jangan berzinah? Allah menyuruh kamu jangan berzinah bukan untuk merampas kebebasanmu, bukan mengganggumu, bukan mengadakan intervensi tetapi supaya kamu tidak tertular penyakit Aids. Allah yang mencintai manusia mengetahui seorang pria hanya bersetubuh dengan seorang wanita dalam seumur hidupnya, dia tidak mungkin terserang penyakit seksual sebab Dia yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Maka Dia berkata berdasarkan kasih. Jadi jelas Hukum Taurat itu berdasarkan kasih. Manusia diperintah untuk jangan ini, jangan itu, pagar-pagar itu semua diberikan agar kau menikmati keamanan, hidup yang begitu nikmat, baik, indah. Manusia dicipta oleh Tuhan dengan tubuh dan bentuk gerakan yang paling bebas, bahkan di dalam seks sekalipun, binatang tidak mempunyai kemungkinan, kebebasan seperti yang dimiliki oleh manusia. Tetapi diperintahkan bahwa kebebasan itu tidak boleh dipakai untuk berzinah. Seks yang begitu indah akan menghancurkan manusia dan bisa menjadi begitu buruk. Bangkok menjadi sarang Aids di Asia, Indonesia sudah tidak seperti dulu, berapa banyak orang di Indonesia ada yang mengidap virus penyakit Aids, kau tidak mengetahuinya. Kalau sekarang kau tidak mau taat akan perintah-perintah Tuhan, jangan heran kalau 20, 30 tabun kemudian, kau menemukan ada keturunanmu yang mati karena penyakit Aids. Di Bangkok saya mendengar kalimat yang membuat bulu kuduk saya berdiri, ada berapa anak majelis dan pendeta mati karena penyakit Aids.
Jadi Tuhan mempunyai satu dasar mengapa Dia memberikan perintah, bukan untuk mengikat tetapi untuk membebaskan manusia. Memang perintah itu kelihatannya membatasi tetapi sesungguhnya menghidupkan. Seluruh Taurat yang didasarkan kasih itu intinya adalah Kristus. Roma 10:4 ini menunjukkan fokusnya dengan jelas, sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diberikan kepada tiap-tiap orang yang percaya. Di sinilah kaitannya, jika Taurat didasarkan kepada cinta kasih, dan Taurat menunjukan bahwa kita tidak mungkin menjalankan, Taurat menunjukkan kesempumaan yang tidak mungkin dicapai oleh manusia, Taurat merupakan refleksi dari cinta kasih, kesucian, keadilan, kebajikan dan kebijakan Tuhan yang tidak mungkin dicapai oleh manusia, karena terlalu sempurna. Akhirnya orang Yang berada di bawah Taurat harus mengakui bahwa saya hanya manusia, manusia yang berdosa, yang tidak dapat melakukan apa-apa. Oleh karena manusia tidak bisa, maka Taurat mulai memberikan satu pernyataan bahwa hanya di dalam Kristus kau dapat memperoleh janji itu. Inilah arti dari ayat ini. Melalui Taurat bukan membuat aku sombong, bukan menyatakan diriku hebat, bukan juga untuk menghina mereka yang tidak bertaurat, justru melalui Taurat aku mengetahui bahwa Allah begitu mencintai manusia, sehingga Dia memberikan pagar yang begitu banyak untuk membatasi kebebasanku, untuk memagari aku di dalam lingkaran yang suci, adil, baik dan kasih. Karena lingkaran berdasarkan cinta kasih inilah, maka aku bersyukur. Karena tuntutan ini berdasarkan sesuatu yang tidak mungkin dapat aku penuhi, maka aku bersandar. Waktu aku bersandar, maka faith menjadi satu opened-system kepada Tuhan. Begitu aku beriman, barulah aku tahu, bahwa Taurat bisa digenapi dan sudah digenapi oleh satu-satunya manusia yang permah hidup di dalam sejarah, yang namanya Yesus Kristus. Taurat itu hanya digenapi oleh Yesus Kristus. Maka disini dikatakan bahwa Kristus adalah penggenap Taurat, dan hidup diberikan kepada setiap orang yang percaya. Kebenaran Allah datang dari Kristus kepada mereka yang takluk kepada-Nya, puji Tuhan!
jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada. Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman. Pengertian Roma 3:27-28 ini muncul lagi dalam pasal 10:4. Kebenaran bukan menjalankan Taurat, tetapi orang itu percaya. Percaya kepada siapa? Kristus. Kristus di mana: di luar Taurat atau di dalam Taurat? Setelah Taurat tak berguna, baru Kristus diturunkan atau di dalam Taurat memang sudah mengandung makna yang sesungguhnya yaitu Kristus? Disini memerlukan kesinambungan dan pengertian antara Perjanjian Lama dan Peijanjian Baru. Di dalam Taurat yang diberikan itu terkandung Kebenaran Allah. Tapi kebenaran Allah yang begitu tuntas tak dapat dijalankan oleh manusia, maka manusia yang bersandar pada kelakuan pasti akan gagal, dan sasaran iman pasti sukses. Tetapi orang Israel tidak berdasarkan iman, justru berdasarkan kelakuan, maka mereka mencaripun tidak memperolehnya, karena mereka tidak mengerti dengan sesungguhnYa, apa yang terpenting di dalam Taurat. Disini Paulus mengatakan, karena Kristuslah penggenap dari Taurat itu, sehingga kebenaran diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus. Percaya kepada Kristus yang berada di dalam Taurat atau Kristus yang berada di luar Taurat? Adakah Kristus di dalam Taurat? Hakiki yang sebenarnya di dalam Taurat adalah firman, dari dalam Yohanes 1:1 dituliskan firman itu adalah Kristus, yang adalah Allah. Di dalam Taurat terdapat Kristus dan Kristuslah penggenapnya. Kristus menjadi intisari dari firman itu. Kristus itu adalah firman. Kristus yang berada di dalam Perjanjian Lama, Kristus yang berada di dalam Taurat, mereka tidak melihatnya, mereka buta, mereka hanya menganggap, kalau mereka manjalankan tuntutan dari segala peraturan Taurat secara permukaan, secara fenomena, mereka akan diselamatkan, pikiran, kehangatan dan api penuntutan semacam ini tidak akan membawa mereka kepada pengertian yang sejati, Kristus yang ada di dalam Taurat. Orang Kristen melalui apa yang diwahyukan selanjutnya di dalam Perjanjian Baru ini, mendapatkan penelusuran dan menyinambungkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Kiranya Tuhan membawa kita pada inti, sehingga di situ kita mendapatkan ketenangan dan kestabilan iman yang tidak akan digoncangkan oleh segala kesulitan. ROda berputar dan di dalamnya terdapat semua titik Yang bergerak habis-habisan, hanya ada satu titik ketika roda berputar dengan begitu cepatnya, dia tidak perlu bergerak, yaitu titik pusat atau as nya. Jika berada di bagian roda manapun akan membuat kita merasa pusing, kecuali kita berada di as baru kita akan merasakan ketenangan yang sejati. Biar orang Kristen, khususnya yang mendengarkan firman Tuhan seperti ini menemukan fokus dan titik pusat dari kehendak Allah. (el).
Nama Majalah : | Momentum |
Edisi : | 31/Triwulan III 1996 |
Judul Artikel : | Kegiatan dan Pengertian yang Benar |
Penulis : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Halaman : | 3-15 |