Bagaimana Theolog Reformed Bertheologi pada Masa Kini (I)

Editorial: 

Artikel ini diambil dari Majalah Momentum; Edisi: 31 Triwulan III/1996, hal. 44-50, yang diterbitkan oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia

Penulis: 
-
Edisi: 
004/I/2000
Isi: 

Kata "Reformed" dan "Reformasi" sebenarnya satu rumpun. Gerakan Reformasi abad 16 menolak atau memodifikasikan beberapa doktrin dan praktek Katolik Roma. Tokoh-tokoh Reformasi mengakui Alkitab sebagai satu-satunya otoritas. Karena itu, dengan kembali kepada keyakinan gereja mula-mula mereka mendirikan gereja Protestan, membuat pengakuan iman baru, dan mengembangkan theologi baru. Dalam kamus Webster, kata "reformed" berarti "berubah menjadi lebih baik."
Kata "Reformed" pada mulanya adalah sinonim untuk "Protestan", yang meliputi Lutheran, Zwinglian dan Calvinian. Secara bertahap istilah tersebut akhirnya hanya dipakai untuk gereja Calvinis di benua Eropa, sedangkan di Inggris gereja Calvinis disebut Presbyterian.

Sebagai nama gereja, istilah Reformed dan Presbyterian sering dipakai bergantian. Contohnya adalah nama 3 organisasi oikumene yang mencakup kedua gereja tersebut, yaitu "World Alliance of Reformed Churches (WARC) yang merupakan organisasi internasional tertua, "Reformed Ecumenical Council" (REC) yang secara organisasi lebih kecil, dan "National Association of Presbyterian and Reformed Churches" (NapaRC) yang berada di Amerika Serikat. Secara gamblang, "Reformed" merujuk kepada tipe doktrin, pengakuan iman atau aliran theologi, sedangkan "Presbyterian" merupakan bentuk pemerintahan gereja. Hal ini terlihat dalam nama lengkap WARC waktu dibentuk, yaitu "Alliance of the Reformed Churches throughout the world holding the Presbyterian system" (Perserikatan Gereja-gereja Reformed di seluruh dunia yang berpegang pada sistem Presbyterian). Bab ini bertujuan menggambarkan bagaimana theolog Reformed dalam tradisi Reformed dan Presbyterian bertheologi.

Biasanya theolog tidak menjelaskan bagaimana cara mereka bertheologi; pokoknya mereka bertheologi. Apa dan bagaimana cara melakukan sesuatu pekerjaan sering sulit dijelaskan, terutama jika pekerjaan itu sesuatu yang sangat lumrah. Saya sering merasa senang dengan pertanyaan yang diajukan anak tetangga saya jika saya sedang memotong rumput, mencuci mobil atau mencat rumah. "Apa yang sedang anda kerjakan, Pak Klooster?" Biasanya saya memberi jawaban yang konyol sehingga ia berkata "Tidak, bukan itu yang sedang anda kerjakan." Cara demikian tentu tidak tepat di sini. Saya harus berusaha menjawab pertanyaan yang biasanya diabaikan atau tidak diperhatikan theolog Reformed. Saya terpaksa berusaha menggambarkan apa yang saya pikir mereka kerjakan. Akibatnya saya harus menggambarkan bagaimana saya, sebagai seorang theolog Reformed, bertheologi dan bagaimana seharusnya bertheologi. Walaupun tidak semua theolog Reformed akan setuju, saya berharap gambaran saya ini valid secara umum.

Theologi Reformed merupakan satu spesies dalam genus theologi, maka theologi Reformed tentu memiliki karakteristik dasar yang sama dengan tipe theologi lainnya. Saya akan memfokuskan pada yang biasa disebut theologi sistematik atau theologi dogmatik atau theologi saja. Tetapi pembahasan saya akan melibatkan juga cabang-cabang theologi lainnya. Bab ini terutama akan membahas kata "Reformed? Bagaimana theolog Reformed melakukan pekerjaan mereka? Apa yang penting dari beragam hasil aktivitas bertheologi? Pertanyaan-pertanyaan sulit ini yang akan kita bahas.

Bekerja dalam bidang sains memerlukan kesabaran karena melibatkan proses yang lambat dan sangat teliti. Begitu juga bertheologi. Membahas cara bertheologi juga dapat membosankan. Tetapi menyadari apa yang kita lakukan itu berguna, dan jika kita melakukan pekerjaan dengan sadar maka kita akan semakin menyadari pekerjaan kita ketika sedang mengerjakannya. Contohnya, kita harus dapat membuktikan rasa dari puding jika kita memakannya.

Pembahasan saya mengenai cara theolog Reformed bertheologi pada masa kini meliputi 7 langkah berikut:

  1. melakukan survey pustaka dan sejarah bertheologi sistematik;
  2. membedakan tipe tipe-tipe utama theologi dan mencatat karakteristik utamanya;
  3. menyadari dua pilihan utama ketika mulai bertheologi dalam bidang Reformed;
  4. mengamati natur aktivitas sains agar bisa memahami natur theologi sebagai sains;
  5. mengenali wilayah investigasi theologi dan norma-normanya;
  6. mengakui Alkitab sebagai norma tertinggi, berusaha untuk mengerti seluruh Alkitab dalam terang sejarah Alkitab, theologi Alkitabiah, eksegese yang cermat dan perhatian terhadap masalah hermeneutika; akhirnya,
  7. menarik implikasi theologi Reformed untuk iman dan kehidupan baik pribadi maupun kelompok.

MELAKUKAN SURVEY SEJARAH THEOLOGI

Theolog Reformed menyadari bahwa mereka membangun theologinya di atas dasar yang sudah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Tidak seorangpun dapat membangun theologi tanpa dasar. Seorang theolog harus memahami sejarah masa lalu dan situasi masa kini. Theologi melakukan pekerjaannya dalam persekutuan dengan theolog dari segala abad, termasuk mereka yang tidak sealiran, dan dengan demikian harus mengetahui theolog-theolog besar dalam sejarah dam membaca tulisan-tulisan mereka. Masalah utama apa yang dihadapi oleh theolog besar ini? Terhadap hal-hal apa mereka bereaksi dan apa yang mereka berusaha capai? Sumbangsih apa yang mereka berikan dan mengapa mereka penting bagi theologi Reformed masa kini? Apa yang dapat dipelajari dari mereka, baik hal-hal positif maupun negatif? Menjawab semua pertanyaan tersebut dengan melakukan survey awal terhadap sejarah theologi merupakan langkah yang baik untuk mulai bertheologi. Pada umumnya membaca sebuah buku tipis cukup sebagai orientasi.

Pembagian periode dalam sejarah selalu agak sembarang. Dari perspektif theologi sistematis, sejarah dibagi menjadi enam periode sbb: periode kuno atau patristik (tahun 90-800), Abad Pertengahan (800-1500), era Reformasi (1500-1650), periode Pencerahan (1650-1800), periode setelah Pencerahan, (1800-1920), periode antara dua Perang Dunia (1920-1939), dan periode kontemporer (1939-sekarang). Kejadian-kejadian dalam semua periode ini penting diketahui secara detail untuk bertheologi Reformed secara bertanggung jawab. Seluruh periode Reformasi pasti menarik perhatian theolog Protestan. Pengetahuan tentang Abad Pertengahan sangat membantu untuk memahami perkembangan Katholik Roma pada periode tersebut--- perkembangan ini pada umumnya ditolak oleh kaum Reformasi.

Sejarah theologi gereja permulaan juga penting. Pada abad ke 2 gereja berjuang keras melawan aliran Gnostik yang liberal. Berlawanan dengan pendapat umum, theologi tidak dimulai dari menara gading akademis, tetapi justru bangkit dalam konteks misi gereja yang membawa Injil Keselamatan Yesus Kristus kepada dunia kafir. Dalam melakukan misi ini, beberapa pertanyaan theologi terpenting harus dihadapi --- pertanyaan mengenai Tritunggal, kemanusiaan Yesus Kristus, dosa manusia, dan anugerah Allah. Keputusan 6 konsili Oikumene yang pertama (tahun 325-680) memberikan perspektif dan formulasi yang menjadi dasar theologi Reformed dan harus diperhatikan oleh semua tipe theologi.

Survey singkat terhadap seluruh sejarah theologi dan literarturnya mungkin membingung- kan seorang pemula, namun tetap harus dilakukan agar lambat laun merasa nyaman dalam arena theologi. Seorang theolog pemula harus akrab dengan perpustakaan yang berisi tulisan-tulisan utama theolog penting dan harus memiliki perpustakaan sendiri yang berisi yang selektif dan terus berkembang. Peta yang baik, kamus theologi dan ensiklopedia harus tersedia jika sedang belajar theologi, terutama bagi pemula. Irenaeus dan Tertullian, Athanasius dan Agustine, Anselm dan Aquinas, dan banyak lagi segera menjadi nama-nama yang sering terdengar dalam percakapan antar theolog.

MEMBEDAKAN TIPE-TIPE THEOLOGI

Survey terhadap sejarah dan literatur theologi memperlihatkan beberapa tipe theologi. Kita terlibat dalam theologi Reformed dengan menyadari keberadaan theologi lain yang berkompetisi. Dalam periode patristik sudah ada theolog yang muncul tetapi belum tampak jelas tipenya. Kecenderungan Barat dan Timur mencapai puncakknya dalam masa Agustinus dan John dari Damaskus.

Tipe theologi utama yang pertama muncul dalam Katholik Roma pada Abad Pertengahan. Theologi ini terutama dibangun di atas Summa Thomas Aquinas dan merefleksikan pendekatan "both-and". Keristenan dikombinasikan oleh Aristoteles sehingga menghasilkan dualisme antara natural dan supra-natural, rasio dan iman, theologi natural dan supra-natural. Alkitab dan tradisi sama-sama diakui otoritasnya dalam dualisme "both-and" ini. Iman dan usaha sama-sama menghasilkan keselamatan, dan banyak kombinasi serupa lainnya. Tantangan kaum Reformasi menyebabkan Roma meneguhkan posisinya dalam persetujuan Trent (1545-1563) dan memperjelas dan mengembangkan beberapa dogmanya dalam Konsili Vatican I (1869-1870). Walaupun ada semangat baru dalam Konsili Vatican II (1962-1965), pendekatan dualisme ini tetap merupakan pegangan resmi gereja Katolik Roma.

Slogan Reformasi menggambarkan kontras mendasar antara dualisme Katholik Roma dengan sola (hanya) theologi Protestan. Sola scriptura menekankan otoritas tunggal. Alkitab yang berlawanan dengan dualisme Alkitab dan tradisi. Ketaatan pada berita Alkitab membawa kepada sola fide dan sola gratia karena keselamatan hanya dari Kristus, hanya oleh anugerah melalui iman, bukan oleh iman dan usaha. Lutheran, Zwinglian dan Calvinian sepakat dalam hal-hal dasar, tetapi berbeda dalam sakramen dan aspek-aspek Kristologi. Munculnya aliran Zwinglian dan Calvinian dalam Persetujuan Zurich pada tahun 1549 menimbulkan 2 cabang theologi utama Protestan, yaitu Lutheran dan Calvinistic. Siapapun yang ingin bertheologi Reformed pada masa kini akan berada dalam tradisi Calvinistik namun tetap memperhatikan tipe aliran Lutheran dan Anabaptis.

Pada masa bangkitnya filsuf Imanuel Kant dan masa Pencerahan, sebuah tipe theologi baru berkembang, yaitu liberalisme atau modernisme yang muncul dari gereja Reformed (F. Schleiermacher) dan Lutheran (A. Ritschl) di Jerman. Aliran baru ini menolak ajaran pengakuan iman Protestan serta keputusan-keputusan doktrin patristik, dan menggambungkan ajaran bidat mengenai Tritunggal, Kristologi dan antropologi ke dalam struktur sistematisnya. Karena berpijak pada otonomi manusia, theolog liberal menolak otoritas Alkitab dan memfokuskan perhatian theologi pada pengalaman religi manusia dalam fenomena yang dapat dijelaskan secara rasional. Alkitab hanya dianggap sebagai catatan pengalaman-pengalaman religi suku Semit kuno. Pertanyaan mengenai hal yang baru dan salah dalam agama dan theologi digantikan dengan kategori- kategori evolusi. Gereja-gereja Protestan di seluruh dunia sangat terpengaruh oleh theologi baru yang radikal ini. Meskipun kaum Lutheran dan Calvinistik ortodoks masih ada dalam jumlah kecil di gereja-gereja besar, pemisahan gereja dianggap perlu terutama di Belanda dan Amerika Utara.

Karena dorongan Karl Barth sebuah theologi baru, yaitu Neo-ortodoks, muncul dari keruntuhan liberalisme dalam masa Perang Dunia I. Neo-ortodoks, yang mengetahui bahwa doktrin liberalisme Pelagian hancur karena perang, mengklaim kembali kepada Alkitab, kaum Reformasi dan theolog Patristik. Kalangan theolog di Amerika masih memperdebatkan apakah Neo-ortodoks sebenarnya merupakan langkah kembali kepada prinsip Reformed. Saya sendiri yakin bahwa Neo- ortodoks adalah sebuah theologi baru karena Neo-ortodoks menganggap bahwa Alkitab hanya sebagai saksi wahyu dan bukan wahyu itu sendiri dan karena Neo-ortodoks memiliki posisi doktrinal baru. Reaksi aliran ini terhadap liberalisme, dikontraskan dengan theologi Reformed klasik, bersifat docetik secara historis. Pewahyuan tidak berakar pada kejadian- kejadian nyata dan historis tetapi melibatkan kejadian misterius dan transeden pada masa kini dalam konteks kotbah. Neo-ortodoks adalah tipe theologi yang sangat kompleks dan merefleksikan pengaruh filsafat eksistansialisme.

Situasi periode kontemporer juga kompleks dan beragam. Theologi kuno sering dimodifikasikan dan dikombinasikan dengan yang lebih baru. Hal ini terutama nyata dalam perkembangan Katolik Roma. Theologi yang mengikuti mode seperti theologi "kematian Allah" digemari pada tahun 1960-an. Variasi Neo-liberalisme juga sedang bangkit. Tetapi W. Pannenberg dan J. Moltmann bereaksi terhadap theolog Barth dan Bultman dengan mengembangkan theologi yang lebih berakar pada sejarah. Theologi proses memiliki beberapa pengikut di Amerika Utara. Beberapa variasi theologi liberal, termasuk theologi kulit hitam dan theologi feminin, telah menjadi fenomena yang mendunia sejak tahun 1970an. Theolog pemula harus waspada terhadap semua variasi theologi dalam periode kontemporer ini, tetapi sebelumnya harus lebih dahulu berusaha memahami 4 theologi utama, yaitu Katholik Roma, Protestan (Reformed dan Lutheran), Liberal dan Neo-Ortodoks.

MENYADARI PILIHAN AWAL

Setelah menyelesaikan 2 tahap survey sejarah mungkin kita ingin segera mulai bertheologi. Tetapi pertanyaan pernting segera muncul: Bagaimana cara memulainya? Ada 2 cara yang berbeda dalam theologi Reformed. Seorang theolog pemula harus mengambil keputusan penting mengenai posisinya secara rasional atau haruskah presuposisi ini diterima hanya dengan iman?

Nama kedua posisi tersebut merefleksikan tempat asal mereka. Posisi Princeton Kuno dikembangkan dalam gereja Presbyterian yang berakar di Inggris dan diwakili oleh B.B. Warfield (1851-1921). Posisi Amterdam Kuno dikembangkan di Eropa, terutama di Belanda, dan diwakili oleh A. Kuyper (1837-1920). Kedua posisi Reformed ini dikembangkan dalam masa dominasi liberalisme dan ketika sains modern telah muncul. C. Hodge adalah penerus Schleiermacher, sedangkan Warfield dan Kuyper adalah penerus Ritschl dan khususnya Harnack, Hermann dan Troeltsch. Baik Kuyper maupun Warfield berakar pada Calvin, tetapi mereka menginterprestasikan bagian-bagian tertentu secara berbeda. Perdebatan mengenai kedua cara ini, terutama dalam kaitannya apolotegika, sering cukup sengit dalam kalangan Injili.

Pendekatan Princeton Kuno (Old Princeton) sangat dipengaruhi oleh filsafat Scottish Common Sense dan tradisi empiris. Warfield berpendapat bahwa sains mereduksi bagian pengetahu- an kita menjadi orde dan harmoni dan selalu mempresuposisikan 3 hal dasar. Sains theologi mempresuposisikan eksistensi Allah, natur religi manusia yang mampu mengetahui adanya Allah, dan wahyu yang menyatakan Allah ada. Sains yang bertanggung jawab adalah disiplin ilmu yang secara rasional membangun presuposisi ini, dan karena itu apologetika adalah titik awalnya. Presuposisi ini harus dibangun di atas dasar argumen rasional dan tanpa mengarah pada Alkitab atau iman. Dengan cara ini apologetika meletakkan fakta mengenai Allah, agama (Kekristenan) dan wahyu (Alkitab) di dalam tangan kita. Setelah presuposisi ini dibangun secara rasional oleh apoligetika, barulah kita dapat bertheologi dalam 4 cabang aliran utama.

A. Kuyper yang mewakili posisi Amsterdam Kuno menggunakan ketiga presuposisi dasar tersebut dalam aktivitas theologinya. Tetapi ia berpendapat bahwa presuposisi ini diberi oleh Alkitab dan seharusnya diterima dengan iman. usaha membangun presuposisi secara rasional bukan hanya mustahil, tetapi juga berlawanan dengan perspektif iman Reformed. Tidak seorangpun dapat menempatkan diri lebih tinggi dari Allah atau lebih tinggi dari Alkitab atau di luar iman. Kejatuhan Adam mempengaruhi rasio manusia. Akibatnya manusia mustahil dapat membangun presuposisi secara rasional. Posisi seorang Kristen jelas dan berlimpah, tetapi pikiran manusia yang sudah dicemari dosa tidak mampu berespons secara tepat tanpa iman kepada Alkitab. Manusia perlu `kaca-mata' Alkitab agar dapat menerima wahyu umum secara tepat. Menurut Kuyper, apologetika merupakan subdivisi theologi sistematis yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan-serangan filsafat non-Kristen, bidat dan agama-agama lain. Tetapi apologetika harus bekerja sama dengan presuposisi-iman yang diperlukan untuk semua sains theologi. Kuyper tidak bekerja mulai dari posisi filfafat yang didefinisikan dengan jelas, tetapi filsafat yang sejalan dengan Kuyper dikembangkan kemudian oleh filsuf Belanda, H. Dooyeweerd dan DH Vollenhoven; C. Van til juga kemudian mengikuti jejak Kuyper dalam pengembangan apologetika yang berbeda dengan pendekatan Warfield dan Princeton Kuno.

Keputusan yang diambil antara 2 pilihan utama theologia Reformed ini tentu di- pengaruhi oleh latar belakang gereja dan pendidikan seseorang. Keputusan ini cukup mendasar karena melibatkan bagian-bagian Alkitab seperti Mazmur 19, Roma 1:18 dst, Kisah 14 dan 17, 1Korintus 2, dan Ibrani 11. Hal-hal dasar seperti wahyu umum, pengaruh dosa dan kemungkinan theologi natural menjadi bahan perdebatan, bahkan mungkin lebih lagi. Warfield berpendapat bahwa seluruh Kekristenan dibangun oleh ketiga presuposisi tsb. Keberatannya atas "rasionalisme vulgar" bukan pada rasionalismenya tetapi karena aliran itu berusaha membangun sampah Kekristenan melalui perdebatan jangka panjang.

Pemahaman saya mengenai hal-hal dan tulisan-tulisan tersebut di atas membuat saya memegang posisi Amsterdam Kuno pada saat mulai bertheologi. Seorang theolog pemula tidak boleh mengambil keputusan, agar kita dapat memahami tulisan-tulisan theologi. Pilihan pribadi memang tidak terelakkan dan sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan secara bertanggung jawab. (hs).

(bersambung ke edisi berikutnya)

Sumber: 

Sumber diambil dari:

Judul Buku : Momentum
Judul Artikel : -
Penulis : -
Penerjemah : -
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia
Halaman : 44-50